Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN INTEGUMEN

“INFEKSI VIRUS”

Disusun Oleh :
Utari (202051001)
Dosen Pengampu : Wanti Hasmar S. Ftr M. Or

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
JAMBI
2022
Defenisi

1
Dalam beberapa dekade terakhir, penyakit menular akibat virus merupakan
salah satu masalah kesehatan global yang mempengaruhi sistem kesehatan
masyarakat dan ekonomi di seluruh dunia .Infeksi virus dapat terjadi kapan saja
dan tidak terbatas pada umur, ras, maupun jenis kelamin tertentu.Sebagai parasit
intraseluler, virus dapat menginvasi berbagai organ pada tubuh manusia maupun
spesies lainnya, mengakibatkan berbagai jenis penyakit, dari ringan hingga parah.
Misalnya, infeksi oleh empat jenis human coronavirus (229E, NL63, OC43, and
HKU1) yang dapat menyebabkan infeksi ringan hingga sedang pada saluran
pernapasan. infeksi herpes simplex virus 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) pada bagian
kulit hingga infeksi pada organ-organ tubuh bagian dalam oleh virus hepatitis dan
HIV yang hingga kini masih menjadi ancaman global .Bahkan, sejak akhir 2019
hingga sekarang, penduduk dunia masih terancam dengan keberadaan SARS-
CoV-2, coronavirus jenis baru yang menyebabkan pandemi COVID-19 (Usmar et
al., 2021)
Virus adalah organisme ultramikroskopik yang berkembang didalam sel
hidup. Virus dapat menginfeksi kulit lewat autoinokulasi langsung, penyebaran
lokal dari infeksi internal, atau lewat infeksi sistemik.Virus dapat menyebabkan
timbulnya lesi kulit sebagai hasil dari replikasi virus di epidermis atau sebagai
efek sekunder dari replikasi virus di tempat lain pada tubuh. Penyakit infeksi kulit
karena virus dapat terjadi pada segala usia, tetapi lebih banyak terjadi pada anak-
anak,terutama anak-anak usia sekolah. Hal ini dapat disebabkan aktivitas anak
yang tinggi sehingga mempermudah untuk terpapar dengan agen penyebab infeksi
(Tanamal et al., 2019)
Virus merupakan suatu agen infeksi berukuran mikroskopik yang memperbanyak
dirinya di dalam sel suatu organisme, yang bertujuan untuk bertahan hidup,
dengan cara memperbanyak dirinya. Virus terdiri dari 2 jenis, yaitu enveloped dan
non-enveloped virus (Tanamal et al., 2019)
1 Herpes Simplex
1. Defenisi
Prevalensi infeksi HSV (herpes simplex virus) terus meningkat dalam
beberapa dekade terakhir, sehingga termasuk dalam masalah kesehatan

2
yang penting di dunia.Virus ini ada di mana-mana, mudah beradaptasi
dengan host-nya dan dapat menimbulkan berbagai variasi
penyakit.Terdapat 2 serotipe, yakni HSV-1 dan HSV-2.1 Umumnya
HSV-1 dikaitkan dengan penyakit orofasial, sedangkan HSV-2 dikaitkan
dengan penyakit genital, namun lokasi lesi tidak selalu menunjukkan
jenis virus.Sekitar 80% infeksi HSV bersifat asimptomatik. Infeksi
simptomatik akan menimbulkan morbiditas dan rekurensi yang
bermakna. Pada pasien yang imunokompromais, infeksi HSV dapat
menimbulkan komplikasi yang berbahaya.HSV-2 juga diketahui dapat
berperan sebagai kofaktor infeksi HIV, sehingga pengobatannya akan
bermanfaat bagi penanganan infeksi HIV (Eppy, 2019)

2. Patofisiologi
HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili Herpesviridae dan
subfamili Alphaherpesvirinae dengan kemampuan biologis berupa
neurovirulensi, latensi, dan reaktivasi.Neurovirulensi adalah kemampuan
menginvasi dan bereplikasi dalam sistem saraf. Latensi adalah
kemampuan membentuk dan mempertahankan infeksi laten pada sel
saraf ganglia proksimal sampai ke lokasi infeksi. Infeksi orofasial paling
sering melibatkan ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital akan
melibatkan akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Reaktivasi adalah
kemampuan HSV laten untuk aktif kembali dan bereplikasi di daerah
yang dipersarafi oleh ganglia tempat pembentukan infeksi latennya.

3
Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres emosional, sinar
matahari, dan menstruasi dapat memicu reaktivasi. Pada HSV1,
reaktivasi lebih sering pada area orolabial, sedangkan pada HSV-2 lebih
sering pada area genital. Reaktivasi akan lebih sering dan lebih berat
pada pasien imunokompromais dibandingkan pasien imunokompeten
(Eppy, 2019)
3. Penyebab Herpes
Ada 2 jenis virus herves simpleks yaitu HSV 1 dan HSV 2 biasanya di
tularkan melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya
menginfeksi mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa
menginfeksi kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan (terutama
bantalan kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya
permukaan mata). Luka herpes biasanya tidak terinfeksi oleh bakteri,
tetapi beberapa penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka
tersebut yang ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid).
Kejadian penyakit ini sangat cepat akhir akhir ini. Penyakit ini tak dapat
diberantas secara tuntas dan sering kumat-kumatan, dan dapat
menimbulkan komplikasi pada saat hamil dan persalinan. Herpes
genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2.
1) Tipe 1: keganasan rendah, me nyerang terutama sekitar mulut.
2) Tipe 2: ganas, menyerang alat kelamin.
Penyebab: virus Herpes Simpleks. Perantara: manusia, bahan yang
tercemar virus (Eppy, 2019)
4. Tempat virus keluar:
penis, vagina, anus, mulut (Eppy, 2019)
5. Cara penularan :
kontak langsung Tempat kuman masuk : penis, vagina, anus, mulut
(Eppy, 2019)

6. Gejala
1) Nyeri dan dysuria

4
2) Uretral dan vaginal discharge
3) Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala
4) Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
5) Nyeri pada rektum, tenesmus (Eppy, 2019)
7. Tanda
1) Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel,erosi, lesi dengan krusta
tergantung pada tingkat infeksi. Limfadenopati inguinal
2) Faringitis
3) Cervisitis (Eppy, 2019)
8. Faktor Penyebab Penyakit Herpes Simplek
1) pemaparan cahaya matahari
2) Demam
3) Stres fisik/emosional
4) Penekanan sistem kekebalan
5) Obat-obatan atau makanan tertentu (Eppy, 2019)
9. Penyakit yang ditimbulkan Virus Herpes Simplek
1. HSV-1
a) Gingivostomatitis herpetik akut Penyakit ini sering terjadi pada
anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan terdiri atas lesi-lesi
vesikuloulseratif yang luas dari selaput lendir mulut, demam,
cepat marah dan limfadenopati lokal. Masa inkubasi
pendek(sekitar 3-5 hari) dan lesi-lesi menyembuh dalam 2-3
minggu.

5
b) Keratojungtivitis Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang
kornea mata dan dapat mengakibatkan kebutaan.

c) Herpes Labialis Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal,


biasanya pada perbatasan mukokutan bibir. Vesikel pecah,
meninggalkan tukak yang rasanya sakit dan menyembuh tanpa
jaringan parut. Lesi-lesi dapat kambuh kembali secara berulang
pada berbagai interval waktu (Eppy, 2019)

6
2. HSV-2
a) Herpes Genetalis
Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada
penis pria atau serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita.
Lesi terasa sangat nyeri dan diikuti dengan demam, malaise,
disuria, dan limfadenopati inguinal. Infeksi herpes genetalis
dapat mengalami kekambuhan dan beberapa kasus
kekambuhan bersifat asimtomatik. Bersifat simtomatik ataupun
asimtomatik, virus yang dikeluarkan dapat menularkan infeksi
pada pasangan seksual seseorang yang telah terinfeksi (Eppy,
2019)

b) Herpes neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang
baru lahir. Virus HSV-2 ini ditularkan ke bayi baru lahir pada
waktu kelahiran melalui kontak dengan lesilesi herpetik pada
jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan
melalui bedah caesar terhadap wanita hamil dengan lesi-lesi
herpes genetalis. Infeksi herpes neonatal hampir selalu
simtomatik. Dari kasus yang tidak diobati, angka kematian
seluruhnya sebesar 50% (Eppy, 2019)

7
2 Varisela
1. Defenisi
merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh virus Varisela zoester
yang menyerang kulit dan mukosa dengan kelainan berbentuk vesikula
yang tersebar. Infeksi ini terutama menyerang anak-anak dan bersifat
mudah menular (Dumasari Lubis, 2019)

2. Patofisiologi
Setelah terjadi kontak dengan orang lain yang menderita varisela, maka
akan terjadi respons imun dengan peningkatan suhu tubuh. Setelah
stadium prodromal timbul hanyak makila/pupula cepat berubah menjadi
vesikula. Selama beberapa hari akan timbal vesikula barú sehingga umur
dari lesi tidak sama. Kulit sekitar lesi berwarna eritematik.
Adanya respons inflamasi lokal memberikan adanya keluhan nyeri,
kerusakan integritas jaringan dan gatal-gatal. Respons psikologis pada
kondisi ini adalah kecerdasan dan gangguan konsep diri (Putra, 2019)

8
3 Herpes zoester (shingles, cacar monyet)
1. Defenisi
merupakan kelainan inflamatorik viral di mana virus penyebabnya
menimbulkan erupsi vesikular yang terasa nyeri di sepanjang distribusi
saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini
disebabkan oleh virus varisela, yang dikenal sebagai virus varisela-
zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus cacar
air dan herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus
varisela-zoester (Dumasari Lubis, 2019)

2. Patogenesis herpes zoester


belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela
zoester berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung
saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut
saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes
zoester pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam
varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoester laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi dan imunitas
selular yang merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap
infeksi endogen (Dumasari Lubis, 2019)
3. Komplikasi herpes zoester

9
dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah
neuralgia pasca-herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga
terjadi herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi (Dumasari
Lubis, 2019)
4. Etiologi
Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela zoester (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang
termasuk subfamili alfa herpes. viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup
laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi
primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskular. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini
pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enzim yang
penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus
spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel
yang terinfeksi (Dumasari Lubis, 2019)
5. Patofisiologi
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela-zoester yang
diyakini sebagai penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif
(dormant) di dalam sel-sel saraf di dekat otak dan medula spinalis.
Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktivasi, virus
tersebut berjalan lewat saraf perifer ke kulit. Virus varisela yang dorman

10
diaktifkan dan timbul vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang
satu dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan.
Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan/atau rasa
terbakar. Meskipun setiap saraf dapat terkena. tetapi saraf torakal,
lumbal, atau kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoester
dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu (Dumasari Lubis,
2019)
4 Campak
1. Defenisi
Campak merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh virus campak dan
sangat menular. Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai
tunggal negatif, berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus
Morbillivirus di famili Paramyxoviridae (Yahmal, 2021)

2. Etiologi
Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai tunggal negatif,
berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus Morbillivirus di
famili Paramyxoviridae. Memiliki genom sekitar 16.000 nukleotida yang
mengkodekan enam protein struktural, nukleoprotein, fosfoprotein,
hemaglutinin, matriks, fusi, dan dua protein non-struktural V dan C yang
dikodekan dalam fosfoprotein gen. Protein hemaglutinin merupakan
salah satu dari dua glikoprotein trans membran pada permukaan virion
dan berikatan dengan reseptor seluler seperti limfosit, monosit, makrofag,
sel dendritik, dan nectin-4. Kekebalan tubuh disebabkan oleh penetralan

11
antibodi IgG terhadap protein haemaglutinin yang menghalangi
pengikatan ke sel inang Reseptor. Protein fusi, virus kedua glikoprotein
yang terpapar permukaan virus. Protein fusi bertugas untuk fusi amplop
virus dengan sel inang membran, ribonukleoprotein virus masuk ke
dalam sitoplasma (Yahmal, 2021)
3. Patofisiologi
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada
mulanya menginfeksi limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di
saluran pernapasan. Selama masa inkubasi, virus bereplikasi dan
menyebar. Mulanya menyebar ke jaringan limfoid kemudian
disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang terinfeksi. Sel
dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus campak ke sel
epitel saluran pernapasan menggunakan reseptor nectin-4. Permukaan
epitel yang rusak memungkinkan transmisi menuju inang yang rentan.
Masa infeksi campak meluas beberapa hari sebelum maupun setelah
dimulainya ruam. RNA virus campak dapat terdeteksi 3 bulan setelah
onset ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di limfoid jaringan
meskipun sudah tidak terdeteksi dalam darah (Yahmal, 2021)
4. Klinis
Masa penularan campak yaitu 4 hari sebelum ruam sampai 4 hari setelah
munculnya ruam. Pada hari 1-3 pertama sakit merupakan fase prodromal.
Sedangkan masa inkubasi selama 7-18 hari (Yahmal, 2021)
5. Gejala
pada campak diawali dengan demam tinggi, pilek, batuk, kehilangan
nafsu makan, dan konjungtivitis .Muncul bintik koplik atau papula putih
pada dasar eritematosa pada mukosa bukal dalam beberapa hari. Pada
keadaan ini, infeksi sangat menular. Setelah beberapa hari enantem
memudar, suhu meningkat, dan munculnya eksantema morbiliform
eritematosa yang khas dimulai dari belakang telinga.Gejala pada tubuh
berbentuk makulopapular selama 3-7 hari menjalar keseluruh tubuh
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Dalam kasus campak

12
yang lebih parah dapat menyebabkan infeksi telinga, diare, pneumonia,
atau ensefalitis. Kasus campak pada ibu hamil dapat menyebabkan
keguguran, kematian saat lahir, prematur, dan bayi yang baru lahir
dengan campak (Yahmal, 2021)
6. Pencegahan
Campak dapat dicegah dengan vaksin campakgondong-rubella (MMR).
Beberapa orang khawatir bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan
autisme. Namun, para ilmuwan di seluruh dunia tidak menemukan
hubungan antara vaksin MMR dan autism
Vaksinasi campak 97% efektif dalam mencegah penyakit. Dianjurkan
dua kali dalam pemberian; dosis pertama pada usia 12-15 bulan, dan
dosis kedua pada usia 4-6 tahun usia. Pada orang yang belum pernah
vaksin, dalam waktu 72 jam setelah terpapar virus harus divaksin untuk
mencegah infeksi (Yahmal, 2021)
Wanita hamil, bayi, dan mereka yang memiliki sistem kekebalan yang
lemah harus menerima suntikan antibodi (imunoglobulin) dalam waktu 6
hari setelah terpapar virus agar terhindar dari infeksi dan komplikasi
(Yahmal, 2021)
Vaksin campak terdiri dari vaksin hidup dengan strain virus yang
melemah sehingga terbentuk antibodi yang protektif saat terkena virus
campak. Efek samping dari vaksin adalah rasa sakit, demam, ruam
ringan, dan nyeri sendi atau kekakuan (Yahmal, 2021)

13
DAFTAR PUSTAKA
Dumasari Lubis, R. (2019). Varicella and herpes zoster. Tijdschrift Voor
Geneeskunde, 35(21), 1424–1425. https://doi.org/10.5694/j.1326-
5377.1937.tb99721.x

Eppy. (2019). Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Komplikasinya. Divisi Penyakit
Tropik Dan Infeksi, 44(6), 386–390.

Putra. (2019). Varicella Pada Wanita Dewasa Usia 28 Tahun. Medula, 2(3), 111.
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/120/118

Tanamal, R. S., Lasut, M. V., & Pandaleke, H. E. J. (2019). Pola Dan Insidens
Penyakit Infeksi Kulit Karena Virus Di Divisi Dermatologi Anak Poliklinik
Kesehatan Kulit Dan Kelamin Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun
2008 – 2012. Jurnal Biomedik (Jbm), 7(1), 54–61.
https://doi.org/10.35790/jbm.7.1.2015.7293

Usmar, U., Nurul Fitri, A. M., Yuliana, D., & Nainu, F. (2021). Review :
Imunoterapi Penanganan Infeksi Virus. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia, 7(1), 83–111. https://doi.org/10.35311/jmpi.v7i1.76

Yahmal, P. N. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Campak. Jurnal Medika Hutama, 03(01), 1612–1615.

14

Anda mungkin juga menyukai