Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastik, dan sensitif, bervariasi dalam keadaan iklim, umur,
jenis kelamin, rass dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh
(Djuanda, 2005).
Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi. Hal ini
berbeda dengan negara barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
degeneratif. Disamping perbedaan penyebab, faktor lain seperti iklim,
kebiasaan, dan lingkungan juga ikut memberikan perbedaan dalam gambar
klinis penyakit kulit (Siregar, 2005).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan
sensititsasi terhadap scabiei var huminis dan produknya. Penyakit scabiei
merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabiei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum membentuk
kanalikuli atau terowongan lurus atau berbelok sepanjang 0.6 sampai 1.2
cm.
Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling
umum. Diperkirakan bahwa satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi
oleh penyakit ini. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih rentan
untuk tertular infeksi ini daripada pria. Penyakit ini disebabkan oleh
penularan virus Herpes Simplex Virus.
Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan.
Juga didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak
langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi.

1
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Herpes ?
2. Apa saja Klasifikasi dari Herpes?
3. Bagaimana Etiologi dari Herpes?
4. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes?
5. Apa Definisi dari Scabies?
6. Apa saja Klasifikasi dari Scabies?
7. Bagaimana Etiologi dari Scabies?
8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Scabies ?
9. Apa Definisi Dermatitis?
10. Apa saja klasifikasi dari Dermatitis?
11. Bagaimana Etiologi dari Dermatitis?
12. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Dermatitis?

I.3 Manfaat Penulisan

1. Mengetahui Definisi Herpes


2. Mengetahui Klasifikasi dari Herpes
3. Mengetahui Etiologi dari Herpes
4. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes
5. Mengetahui Definisi dari Scabies
6. Mengetahui Klasifikasi dari Scabies
7. Mengetahui Etiologi dari Scabies
8. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Scabies
9. Mengetahui Definisi Dermatitis
10. Mengetahui klasifikasi dari Dermatitis
11. Mengetahui Etiologi dari Dermatitis
12. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Dermatitis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HERPES

A. Definisi Umum
Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh virus yang
ditularkan melalui kontak secara langsung baik bersentuhan maupun
hubungan seks. Terkadang ditemukan juga pada mulut penderita karena
yang bersangkutan melakukan oral seks dengan penderita herpes.
Ada beberapa jenis herpes adalah sebagai berikut:
1. Herpes Simpleks
a. Definisi
Herpes simpleks adalah penyakit kulit atau selaput lendir
yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus ini ditularkan
melalui udara (aerogen) dan sebagian kecil melalui kontak kulit
langsung (termasuk disini melalui hubungan badaniah/koitus)
(Marwali H, 2000)
Herpes simplek adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simples virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan (handoko,2010)
Herpes simplek adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau
lepuh pada serviks, vagina dan genitalia eksternal (smeltzer,
Suzanne c, 2010)
Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan
afinitas pada kulit, selaput lendir, dan system syaraf (price, 2006).
b. Etiologi
1) Virus herpes simpleks tipe I (HVS 1) penyakit kulit/selaput
lendir yang di timbulkan biasanya disebut herpes simpleks
saja,atau dengan nama lain herpes labialis, herpes febrialis,
biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak
melalui udara sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi

3
umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata
dan rongga mulut, selain itu dapat juga dijumpai pada daerah
genitalia yang penularannya lewat koitus orogenital (oral sex)
HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan
menimbulkan luka di bibir semacam sariawan. HSV jenis ini
ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat makan
seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan
teman). Virus tipe 1 ini juga bisa menimbulkan luka di sekitar
alat kelamin.
2) Virus herpes simpleks tipe II (HVS II “virus of love”).
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat
juga terjadi tanpa koitus misalnya dapat terjadi pada
dokter/dokter gigi dan tenaga medic. Lokalisasi lesi
umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusat, terutama
daerah gentalia, lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat
hubungan seksual orogenital
HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital
sehingga suka disebut genital herpes, yang muncul luka-luka
di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi
bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu
penderita herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui
hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di mulut.
Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi
di bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak.
(Habif.2005)
c. Patofisiologi
Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit
atau mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson
ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran
sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih
luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di
ganglia sensoris (Sterry, 2006).

4
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja,
misalnya: mengenai jarijari tangan (herpetic whitlow) terutama
pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit
dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan
sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi
(Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes
gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh
(misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim
(Sterry, 2006).
Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi
primer, virus menyerang ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan
karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Virus
dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung
dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus
seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih
setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia
ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada
daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam
adalah karakteristik gejala prodormal.
Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet,
abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan,
demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan
berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi
sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau
terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi
tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga
terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur
menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang
ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan
meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan
reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).

5
d. Manifestasi Klinik
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap:
infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer
herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut
dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes
simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke
bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih
lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala
sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis
yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi
(Handoko, 2010).
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis,
tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang
semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh
mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual)
lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang
lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari
disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri.
Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat
lain di sekitarnya (Handoko, 2010). Factor-faktor yang dapat
menyebabkan kekambuhan ini antara lain adalah
a) Keletihan fisik
b) Stress psikis
c) Minuman alcohol
d) Makanan yang berangsang (pedas, daging kambing)
e) Menstruasi
f) Trauma waktu coitus

6
e. Komplikasi
Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah
herpes ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu,
vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum,
jaringan parut, dan eritema multiforme.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel
dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa
antibodi HSV dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa
dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi
intranuklear (Handoko, 2010).
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau
kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan
lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek
kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol
atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue,
Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri
minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif
terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan
berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau
kultur (Sterry, 2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat
membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang
berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee, 2007).
g. Penatalaksanaan Medis
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa
salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil,
viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir
(zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis
5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan

7
penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral
asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan
tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada
organ dalam (Handoko, 2010).
Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau
famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam
setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg
atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun.
Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada
wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang
terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006).
2. Herpes Zoster
a. Definisi
Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar
ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal
ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler
berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama
terjadi pada orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri
radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang dipersarafi serabut syaraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensori dari nervus kranialis. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen
yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus. (Marwali H, 2000).

b. Etiologi.

8
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus yang
mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan
berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion
lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang
berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat menjadi
laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus
kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Masa
inkubasinya 14-21 hari. Pada individu yang immunocompromise,
beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf
menuju ke akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit
yang dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke
ganglion yang lain pada satu dermatom.
c. Manifestasi klinis.
1. Gejala prodromal.
a) Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang
berlangsung selama 1 – 4 hari.
b) Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala,
fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sore skin
( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk),
gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat
berlangsung terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga
bisa terjadi selama erupsi kulit.
c) Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan,
sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata.
Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi
penglihatan dan lain – lain.
2. Timbul erupsi kulit
a) Kadang terjadi limfadenopati regional.
b) Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya
terbatas pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion
sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.

9
c) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar).
d) Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta
dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3
minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri
segmental juga menghilang
e) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan
kadang–kadang sampai hari ke7
f) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah
dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
d. Klasifikasi
a. Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus
herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri
yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
ke saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit
pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.
b. Herpes Zoster Fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang
menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.
c. Herpes Zoster Brakialis

10
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
d. Herpes Zoster Torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
e. Herpes Zoster Sarkalis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
e. Patofisiologi
Herpez zoster disebabkan oleh varicello zoster (VZV).
VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung
serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini
dibawa melalui serabut saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus
memasuki masa laten dan disini tidak infeksios dan tidak
mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan
daya infeksinya.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami manurun, akan
terjadi reaktivasi virus. Pada episode infeksi primer, virus dari
luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya,
terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan
multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada
kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.
Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam
ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta menjadi
inflamasi yang berat dan biasanya disertai nevralgia yang hebat.
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik/sehingga
terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf

11
sensorik dikulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi
horpes zoster.
f. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan
orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling
umum. Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap
bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
2. Infeksii kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri
sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal
ini terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan
peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang
mengancam penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena
dampak adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif.
Hal ini dapat menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot
yang dikontrol oleh saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-
zoster, atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah
komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.
g. Pemeriksaan diagnostic
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak
dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak
dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemerikasaan mikroskop electron
6. Kultur virus

12
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VV
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
h. Penatalaksanaan
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu.
Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri
dan mengeringkan inflamasi.
1) Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
2) Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan
burrow 3 x sehari selama 20 menit.
3) Pereda nyeri : Salah satu masalah terbesar herpes zoster
adalah rasa nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras.
Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika
tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda
untuk meresepkan analgesik yang lebih kuat.
4) Antivirus : Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam
setelah terbentuk ruam akan mempersingkat durasi
terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila
gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak
efektif lagi.
5) Steroid : Steroid membantu mengurangi peradangan dan
mempercepat penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan
steroid untuk herpes zoster masih kontroversial. Steroid juga
tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
6) Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang
menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus
optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis.
Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan
mydriatik, anti virus dapat diberikan.

13
3. Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes Simplek
A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi
pada pria dan wanita.
b) Keluhan Utama.
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan
gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area
kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang
hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan
penderita juga mengalami demam.
d) Riwayat Kesehatan Lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama
sebelumnya.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga.
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga
atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f) Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada
pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang,
biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi
perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,
penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
(1) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian
tubuh.
(2) Menarik diri dari kontak social.

14
(3) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
g) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga
dapat mengalamigangguan, terutama untuk istirahat/tidur
dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes
simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien
yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan
melakukan hubungan seksual dengan berganti ganti
pasangan.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi,
dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses
peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan
perubahan tanda-tanda vital yang lain.
1) Pemeriksaan Kulit : ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula
timbul ulkus pada infeksi sekunder.
2) Inspeksi mukosa mulut, hidung dan penglihatan klien.
3) Pemeriksaan Genitalia pria : daerah yang perlu diperhatikan
adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus.
4) Pemeriksaan Genitalia wanita, daerah yang perlu diperhatikan
adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan
serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,
warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional.
5) Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon
individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui
respon perilaku.
6) Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut
jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan

15
darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih,
atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan
skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.
7) Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia
perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk
mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
C. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
pigementasi kulit (Timbul bula dan kemerahan)
2) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan melalui
kontak langsung dan tidak langsung
4) Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan
perubahan penampilan sekunder akibat penyakit herpes
simpleks.
5) Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes
simpleks )
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks)
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
D. Intervensi

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervansi Rasional


Hasil
1 Kerusakan - Tissue integrity : Pressure Management
integritas kulit skin and mucous a. Anjurkan pasien a. Tekanan baju/balutan
berhubungan membranes menggunakan meminimalkan
dengan - hemodialysis akses pakaian yang jaringan parut
perubahan Kriteria hasil : longgar. dengan
pigementasi a) intergritas kulit mempertahankannya
kulit (Timbul baik bisa datar, lembut dan
bula dan dipertahankan lunak
kemerahan) (sensasi, b. Hindari kerutan b. Menghindari
elastisitas, pada tempat tidur. tekanan lama pada
temperature, jaringan,
hidrasi, menurunkan

16
pigmentasi) potensial iskemia
b) tidak ada luka jaringan/nekrosis
atau lesi pada dan pembentukan
kulit decubitus
c) perfusi jaringan c. Jaga kebersihan c. Kulit yang kotor
baik kulit agar tetap bisa jadi media
d) menunjukan bersih dan kering. bakteri untuk masuk
pemahaman
dalam proses d. Mobilisasi pasien d. Mencegah secara
perbaikan kulit progresif
dan mencegah mengencangkan
terjadi cedera jaringan parut dan
berulang kontraktur dan
e) mampu pemeliharaan fungsi
melindungi dan otot/sendi dan
mempertahankan mencegah
kelembaban kulit menurunkan
kehilangan kalsium
dari tulang

e. Monitor kulit e. Mencegah adanya


adanya proses inflamasi.
kemerahan.

f. Mandikan pasien f. Jika tidak


dengan sabun dan dibersihkan, kulit
air hangat bisa jadi media
sehingga bakteri
bisa masuk.
Disarankan
menggunakan sabun
antiseptic.
2. Nyeri akut - pain level Pain Management
berhubungan - pain control a. Lakukan a. Nyeri selalu ada
dengan - comfort level pengkajian nyeri beberapa derajat
inflamasi Kriteria hasil : secara beratnya
jaringan a) mampu komprehensif keterlibatan
mengontrol nyeri (lokasi, jaringan /
(tahu penyebab karakteristik, kerusakan dan
nyeri, mampu durasi, frekuensi, perubahan
menggunakan kualitas dan lokasi/karakter atau
teknik factor presipitasi) intensitas nyeri

17
nonfarmakologi dapat
untuk mengindikasikan
mengurangi terjadinya
nyeri, mencari komplikasi.
bantuan)
b) melaporkan b. Observasi reaksi b. Menetapkan dasar
bahwa nyeri non verbal dari untuk mengkaji
berkurangan ketidaknyamanan perbaikan/perubaha
dengan n.
menggunakan
manajement nyeri c. Gunakan teknik c. Dapat menurunkan
berkurang dengan komunikasi kecemasan dan
menggunakan terapeutik untuk meningkatkan
manajement nyeri mengetahui kenyamanan klien,
c) mampu pengalaman nyeri menurunkan
mengenali nyeri klien stimulasi yang
(skala intensitas, berlebihan dapat
frekuensi dan mengurangi nyeri.
tanda nyeri)
d) menyatakan rasa d. Control d. Beberapa orang
nyaman setelah lingkungan yang mungkin sensitive
nyeri berkurang dapat terhadap cahaya
mempengaruhi yang dapat
nyeri, seperti suhu meningkatkan nyeri
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan

e. Ajarkan tentang e. Memfokuskan


teknik pernafasan/ kembali perhatian
relaksasi dan meningkatkan
relaksasi dan
meningkatkan rasa
control yang dapat
menurunkan
ketergantungan
farmakologis

f. Berikan analgetik f. Menurunkan atau


untuk mengurangi mengontrol nyeri
nyeri. dan menurunkan
rangsangan system

18
saraf simpatis

g. Evaluasi g. Untuk mengetahui


keefektifan intervensi
control nyeri selanjutnya

h. Anjurkan klien h. Kekurangan tidur


untuk beristirahat dapat meningkatkan
persepsi nyeri /
kemampuan
kooping menurun

i. Untuk mengetahui
i. Kolaborasi intervensi
dengan dokter selanjutnya
jika keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
3. Resiko infeksi - immune status Infection Control
berhubungan - knowledge infection a. Bersihkan a. Mencegah
dengan control lingkungan kontaminasi
pemajanan - risk control setelah dipakai silang,
melalui kontak Kriteria hasil : pasien lain menurunkan
langsung dan a) klien bebas dari resiko infeksi
tidak langsung tanda dan gejala
infeksi b. Pertahankan b. Menurunkan
b) mendeskripsika teknik isolasi resiko
n proses terkontaminasi
penularan silang/terpajan
penyakit, factor pada flora bakteri
yang multiple
mempengaruhi
penularan serta c. Batasi c. Mencegah
pelaksanaanya pengunjung kontaminasi
c) menunjukan bila perlu silang pengunjung
kemampuan
untuk mencegah d. Instruksikan d. Mencegah
timbulnya pengunjung kontaminasi
infeksi untuk mencuci silang dan
d) jumlah leukosit tangan setelah menurunkan
dalam batas berkunjung resiko infeksi
normal meningalkan

19
e) menunjukan pasien
perilaku hidup
sehat e. Gunakan e. Menurunkan
sabun anti resiko
mikroba untuk terkontaminasi
mencuci silang/terpajan
tangan pada flora bakteri
multiple

f. Cuci tangan f. Menurunkan


sebelum dan resiko
sesudah tekontaminasi
tindakan
keperawatan

g. Gunakan baju g. Mencegah


dan sarung terpajan pada
tangan sebagai organisme infeksi
pelindung

h. Berikan terapi h. Antibiotic local


antibiotic bila dan sistemik
perlu diberikan untuk
mengontrol
pathogen yang
teridentifikasi
oleh
kultur/sensitivitas

Infection protection
i. Monitor tanda i. Untuk mengetahui
dan gejala tingkat keparahan
iskemik dan
local

j. Monitor j. Untuk mengetahui


kerentanan resiko penyebaran
terhadap
infeksi

k. Berikan k. Untuk
perawatan mengurangi gejala

20
kulit pada area yang muncul
epiderma
l. Inspeksi kulit l. Untuk mengetahui
dan membrane proses inflamasi
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase

m. Instruksikan m. Antibiotic local


pasien untuk dan sistemik
minum diberikan untuk
antibiotic mengontrol
sesuai resep pathogen yang
teridentifikasi
oleh
kultur/sensitivitas
4. Gangguan citra - body image Body image
tubuh/gambaran - self esteem enchancement
diri Kriteria hasil : a. Kaji secara verbal a. Episode traumatic
berhubungan a) body image dan non verbal mengakibatkan
dengan positif respon klien perubahan tiba-
perubahan b) mampu terhadap tiba, tidak
penampilan mengidentifikasi tubuhnya diantisipasi akan
sekunder akibat kekuatan membuat perasaan
penyakit herpes personal kehilangan pada
simpleks. c) mendeskripsikan kehilangan actual.
secara factual
perubahan fungsi b. Monitor b. Penerimaan
tubuh frekuensi perasaan sebagai
d) mempertahankan mengkritik respon normal
interaksi sosial dirinya terhadap yang
terjadi untuk
membantu dalam
perbaikan/pemulih
an.

c. Jelaskan tentang c. kemungkinan


pengobatan, pasien belum siap
perawatan, menerima situasi.
kemajuan dan Penyangkalan
prognosis merupakan situasi

21
penyakit adaptif karena
pasien tidak siap
menngatasi
masalah sendiri.

d. Dorong klien d. Mempertahankan/


mengungkapkan membuka garis
perasaannya komunikasi dan
meningkatkan
kepercayaan dan
mengadakan
hubungan antara
perawat dan klien

e. Fasilitasi kontak e. Memungkinkan


dengan individu respon lebih
lain membantu pasien
dalam
meningkatkan
kooping pasien
5. Hipertermia - Thermoregulation Fever Treatment
berhubungan Kriteria hasil : a. Monitor suhu a. suhu 38,9 – 41,1
dengan penyakit a) suhu tubuh dalam badan sesering menunjukkan
(infeksi herpes rentang normal mungkin proses penyakit
simpleks) (36-37,5°C) infeksius
b) Nadi dan RR
dalam rentang b. Pantau suhu b. Untuk
normal. lingkungan mempertahankan
c) tidak ada suhu badan
perubahan warna mendekati normal
kulit dan tidak
ada pusing c. Berikan kompres c. Untuk
hangat menurunkan
demam.

d. Berikan selimut d. Untuk


pendingin menurunkan
demam lebih dari
39,5°C

e. Kolaborasi e. Menurunkan
dengan tim medis demam dan

22
: pemberian mencegah aksi
antipiretik sentralnya di
hipotalamus.
6. Gangguan pola - Pola tidur teratasi a. Tentukan a. mengkaji perlunya
tidur kebiasaan tidur dan
berhubungan Kriteria hasil : biasanya dan mengidentifikasi
dengan a) Klien dapat peubahan yang intervensi yang
ketidaknyamanan beristirahat/ tidur terjadi tepat.
fisik (gatal dan diantara
nyeri pada lesi gangguan b. Berikan tempat b. meningkatkan
herpes simpleks) b) Melaporkan tidur yang kenyamanan tidur
peningkatan rasa nyaman dan serta dukungan
sehat dan merasa beberapa milik psikologis
dapat istirahat pribadi

c. Instruksikan c. membantu
tindakan relaksasi menginduksi
tidur.

d. Kurangi d. memberikan
kebisingan dan situasi kondusif
lampu untuk tidur

e. Kolaborasi e. mungkin
pemberian diberikan untuk
sedatif, jika perlu membantu pasien
tidur/ istirahat
selama periode
transisi
7. Ansietas - anxiety self-control a. Kaji dan a. faktor ini
berhubungan - anxiety level dokumentasikan mempengaruhi
dengan - coping tingkat persepsi pasien
perubahan status kecemasan pasien terhadap ancaman
kesehatan Kriteria hasil : diri, potensial
a) klien mampu siklus ansietas,
mengidentifikasi dan dapat
dan mempengaruhi
mengungkapkan upaya medik
gejala cemas. untuk mengontrol
b) mengidentifikasi, ansietas.
mengungkap dan b. Beri dorongan b. membantu pasien

23
menunjukan kepada pasien menurunkan
teknik untuk untuk ansietas dan
mengontrol mengungkapkan memberikan
cemas secara verbal kesempatan untuk
c) vital sign dalam pikiran dan pasien menerima
batas normal. perasaan untuk situasi nyata.
d) postur tubuh, mengeksternalisa
ekspresi wajah, sikan ansietas.
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas c. Berikan c. menurunkan
menunjukan informasi faktual ansietas
berkurangnnya menyangkut sehubungan
kecemasan diagnosis, dengan
terapi,dan ketidaktahuan/har
prognosis. apan yang akan
datang dan
memberikan dasar
fakta untuk
membuat pilihan
informasi tentang
pengobatan.

d. Jelaskan semua d. memberikan dasar


prosedur, pengetahuan
termasuk sensasi sehingga pasien
yang biasanya di dapat membuat
alami selama pilihan yang tepat.
prosedur. Menurunkan
ansietas dan dapat
meningkatkan
kerjasama dalam
program terapi,
kerjasama penuh
penting untuk
keberhasilan hasil
setelah prosedur

e. Ajarkan teknik e. memfokuskan


relaksasi perhatian pasien,
misalnya membantu
imajinasi menurunkan
terbinbing, Ansietas dan

24
visualisasi. meningkatkan
proses
penyembuhan

E. implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan
keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan
nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi,
mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi,
memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E,
2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
F. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil
yang diharapkan telah dicapai,Evaluasi merupakan proses yang interaktif
dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat
dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil
pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada
tujuan yang telah ditetapkan.

2.2 SCABIES
A. Pengertian

25
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan
sensitisasi terhadap sarcoptes scabies dan produknya (Mansjoer,
2000). Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Sarcoptes scabiei. Pada penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang
hebat karena kutu tersebut menggali kulit dan membuat terowongan
dalam kulit, khususnya diantara jari-jari tangan, pada alat genitalia
serta bokong.
Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei var. homini dan produknya (Defka, 2010).
Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain: keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang
buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, sering berganti pasangan
seksual, minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies,
kesalahan diagnosa dan penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2000).
B. Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei
varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei
yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata.
Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei. faktor penunjang penyakit
ini antara lain sosial ekonomi rendah, higiene buruk, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan demografi serta ekologi (mansjoer,
2000).
C. Klasifikasi Scabies
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan
yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

26
2. Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan
kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi
tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang
gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada
genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai
reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang
berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini
berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan,
tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk
binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa
inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini
bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang
luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang
tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut,
telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal
pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini
sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat

27
banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak.
Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan
sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas.
D. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan, dan karena
bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang
kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang
terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau
yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat
itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001).
E. Manifestasi Klinis
1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas.
2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

28
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang bewarna putih keabu-abuan, Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-
sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong,
genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4) Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
5) Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa
gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku,
selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair
pada kulit (Mawali, 2000).
6) Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama
infestasi,hygiene perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi
kulit. Batognomatik berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-
0,5 milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan
dengan panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan
bergelombang (Goldstain, 2001).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni
shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro
Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi
salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic
maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan
kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah
mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur
bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak
boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan

29
skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang
skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007).
Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani
pengobatan Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot
(Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical atau dengan
menggosok-gosokkan pada kulit yang terserang skabies,
mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan
aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi ke
dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang
memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah
asam hidrosianat dan alkaloid (Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995).
G. Komplikasi
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul:
1) Dermatitis akibat garukan
2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies
dapat menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat
antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari
pemakaian yang terlalu sering
H. Asuhan Keperawatan pada Scabies
1. Identitas klien
Indentitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku,
pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no
bed, nama ruangan dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit scabies biasanya datang dengan keluhan
utama gata-gatal
3. Riwayat keluhan penyakit
a. Riwayat keluhan utama

30
Pada kasus scabies umumnya klien mengeluh gatalnya lebih
meningkat pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian
menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat
hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit
yang sama. Etiologi scabies adalah Sarcoptes scabiei berupa
tungau yang bisa berpindah-pindah. Maka pada klien dengan
penyakit scabies ada kemungkinan penyakit bisa muncul
kembali apabila klien tidak menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya. Penyakit juga bisa muncul kembali karena
kontak dengan anggota keluarga atau orang lain yang
menderita scabies.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Salah satu manifetasi klinis dari penyakit scabies adalah
umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya
mengenai seluruh anggota keluarga. Jadi pada klien dengan
penyakit scabies harus dikaji tentang anggota keluarga yang
lain.
4. Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis. Kemudian dikaji juga apakah klien
paham tentang penyakitnya.
5. Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman nyeri
(1) Suhu umumnya normal
(2) Kaji nyeri, skala nyeri 1-3 (ringan), 4-6 (sedang), 7-10
(berat). Pada klien dengan penyakit scabies jarang
ditemukan adanya nyeri
b. Nutrisi

31
Tidak ada gangguan pada kebiasaan makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. Jarang adanya penurunan
berat badan pada klien dengan seboroik
c. Kebersihan perorangan
(1) Kulit
Lakukan inspeksi pada kulit klien dengan
memperhatikan warna kulit, perubahan warna kulit.
Lakukan palpasi untuk memeriksa temperatur,
kelembaban, tekstur, dan elastisitas. melakukan
observasi untuk mengetahui apakah ada gejala lain
yang berhubungan dengan lesi misalnya gatal,
kronologi terjadinya lesi.
(2) Kuku
Observasi warna kuku klien, kebersihan kuku dan
apakah kukunya panjang atau pendek
(3) Rambut
Kaji kebiasaan mandi, mencuci rambut, kebersihan
badan dan rambut, dan keadaan kuku. Pada klien
dengan penyakit scabies kebersihan sangat penting
karena etiologi dari scabies adalah tungau yang
mudah berkembang pada orang dengan higiene yang
buruk.
Keluhan saat ini : apakah ada gatal,eritema atau nyeri
Integritas kulit : apakah ada kemerahan, terowongan,
kunikulus, pustula, bula.
d. Cairan
Kaji elastisitas kulit apakah elastis atau tidak, apakah
lembab atau tidak. Pada klien dengan penyakit scabies,
elastisitas kulit biasanya jelek dan kering
e. Aktivitas & latihan
Kaji aktivitas dan latihan, klien dengan penyakit scabies
mengalami gatal yang bisa mengganggu aktivitas.

32
f. Eliminasi
Kaji eliminasi BAB dan BAK. Penyakit scabies umumnya
tidak mengganggu proses BAB dan BAK
g. Oksigenasi
Kaji nadi, pernafasan, TD, dan respirasi. Penyakit scabies
umumnya tidak mengalami gangguan oksigenasi
h. Tidur dan istirahat
Kaji pola tidurnya. Klien dengan scabies umumnya
mengalami gangguan pola tidur karena rasa gatal, terlebih
di malam hari karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu
yang lembab dan panas.
i. Seksualitas
Kaji hubungan seksualitasnya apakah terganggu atau tidak
karena adanya rasa gatal.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya
erosi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer yang tidak baik.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas/gatal.
d. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan
dalam penampilan
7. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Jagalah 1. Mengurangi gatal
integritas kulit tindakan kebersihan kulit yang dirasakan
berhubungan keperawatan agar tetap bersih
dengan adanya diharapkan dan kering
erosi lapisan kulit
terlihat normal 2. Monitor kulit
demgan kriteria akan adanya 2. Mengetahui
hasil kemerahan kondisi kulit dan
a. Integritas kulit adanya tanda-
yang baik tanda infeksi

33
dapat 3. Menganjurkan
dipertahankan pasien untuk 3. Mengurangi gatal
b. Tidak ada luka menjaga dan mencegah
atau lesi pada kebersihan terjadinya gatal
kulit dengan cuci ditempat baru
c. Perfusi tangan dan mandi
jaringan baik
d. Mampu 4. Observasi luka:
melindungi lokasi, dimensi, 4. Mengetahui
kulit dan kedalaman luka, kondisi luka
mempertahank karakteristik, pasien
an kelembban warna cairan,.
kulit
5. Kolaborasikan
pemberian obat 5. Mengurangi gatal
topikal dan mencegah
penyebaran luka
ditempat lain
6. Bantu pasien
untuk 6. Mencegah luka
mengoleskan obat bertambah
topikal pada didaerah lain
tubuh
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. anjurkan pasien 1. mencegah
berhubungan asuhan untuk menjaga terjadinya infeksi
dengan keperawatan kebersihan diri
pertahanan selama bersihan dengan sering
primer yang tidak terjadi cuci tangan dan
tidak baik. resiko infeksi mandi
dengan kriteria
hasil: 2. Monitor tanda 2. mengetahui
a) klien bebas dan gejala infeksi kondisi dan
dari tanda dan tanda-tanda
gejala infeksi adanya infeksi
b) menunjukkan
kemampuan 3. Inspeksi kulit dan 3. mengetahui
untuk membran mukosa kondisi kulit
mencegah terhadap serta tanda
timbulnya kemerahan, infeksi
infeksi panas, drain
c) menunjukkan
periaku hidup

34
sehat 4. tingkatkan intake 4. meningkatkan
d) mendeskripsik nutrisi daya tahan tubuh
an prose terhadap infeksi
penularan
penyakit,
faktor yang 5. anjurkan pasien 5. meningkatkan
mempengaruhi untuk daya tahan tubuh
penularannya meningkatkan terhadap infeksi
dan istirahat
penatalaksana
annya 6. ajarkan pada 6. mengantisipasi
pasien dan terjadinya infeksi
keluarga tanda
dan gejala infeksi
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. kaji secara verbal 1. mengetahui
body image asuhan dan non verbal penilaiian pasien
berhubungan keperawatan respon pasien terhadap dirinya
dengan selama gangguan terhadap tubuhnya dan kondisinya
perubahan body image saat ini
dalam teratasi dengan
penampilan kriteria hasil : 2. monitor frekuensi 2. mengetahui
sekunder. a) body image mengkritik dirinya seberapa berat
. positif gangguan body
b) mampu image yang
mengdentifika dirasakan pasien
si kekuatan
personal 3. jelaskan tentang 3. meningkatkan
c) mendiskripsik pengobatan, pengetahuan
an secara perawatan, pasien tentang
faktual kemajuan dan penyakit dan
perubahan prognosis penyakit prognosis
fungsi tubuh penyakitnya
d) mempertahank
an interaksi 4. dorong pasien 4. mengetahui
sosial untuk perasaan pasien
mengungkapkan terhadap
perasaannya kondisinya
sekarang

5. fasilitasi kontak 5. membantu pasien


dengan individu untuk mengatasi
lain dan kelompok ganguan body

35
image

4 Gangguan pola Setelah dilakukan 1. kaji penyebab 1. mengetahui


tidur asuhan gangguan tidur penyebab dari
berhubungan keperawatan gangguan tidur
dengan selama 1 x 24 jam yang dirasakan
pruritas/gatal. gangguan pola
tidur pasien 2. determinasi efek- 2. mengetahui
teratasi dengan efek medikasi penyebab
kriteria hasil: terhadap pola tdur gangguan tidur
1) jumlah jam dari efek obat atu
tidur dalam yang lain
batas normal
2) pola tidur, 3. jelaskan 3. meningkatkan
kualitas dalam pentingnya tidur pengetahuan
batas nrmal yang adekuat pasien tehadap
3) perasaan fresh kondisi yang
sesudah tidur dialami
4) mampumengid
entifikasi hal- 4. mengurangi
hal yang dapat 4. fasilitasi untuk aktivitas berat
meningkatkan mempertahankan sebelum tidur
tidur aktivita sebelum
tidur
5. meningkatkan
5. ciptakan kenyamanan
lingkungan yang
nyaman
6. mengatasi
6. kolaborasi gangguan tidur
pemberian obat yang tidak dapat
tidur hilang dengan
intervensi
nonfarmakologi

2.3 DERMATITIS

36
A. Pengertian
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema,
edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit
kulit yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul
dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa
pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).
Dermatitis adalah suatu peradangan menahun pada lapisan atas
kulit yang menyebabkan rasa gatal. Pada umumnya Dermatitis juga
disertai dengan tanda-tanda seperti terbentuknya bintik yang berisi cairan
(bening atau nanah) dan bersisik.
Dermatitis adalah peradangan kulit akibat
reaksi hipersensitif (respon berlebihan) terhadap alergen (pencetus
timbulnya reaksi alergi) dari luar (eksogen) maupun dari dalam tubuh
penderita (endogen). Pada umumnya eksim bersifat residif (kambuhan),
namun dapat dikendalikan agar tidak mudah kambuh.
B. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. Dermatitis kontak (dermatitis venemata)
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang
menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi
yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit
terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang
secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik.
Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang
dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini

37
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak,
kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban.
Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya
dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya
perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun
dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan
dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak
pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan kulit
yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura
dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian
yang paling sering terkena.
b. Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat
kontak kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14
hari.
c. Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi
memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang
merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa
dengan dermatitis iritan.
d. Dermatitis kontak fotoalergik
Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya
disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas
imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.
2. Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan
limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam
keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak
selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak
kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan

38
bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih
sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala
terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan
pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan.
3. Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang
digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau
medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam
dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
4. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah gangguan kulit yang umum yang terutama
mempengaruhi kulit kepala, menyebabkan bersisik, gatal, kulit merah dan
ketombe yang membandel. Dermatitis seboroik juga dapat mempengaruhi
wajah, dada bagian atas, punggung dan area lain dari tubuh yang memiliki
banyak kelenjar minyak (sebaceous).
C. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor
eksogen dan endogen:
1. Faktor eksogen:
Yang tergolong faktor penyebab jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh
ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud
yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan
trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
2. Faktor endogen
Faktor dari diri individu sendiri juga memberi berpengaruh pada
dermatitis misalnya gen, peyakit yang pernah diderita, serta kondisi
sistem imun dari penderita. Adapun faktor predisposisi yang dapat
mengakibatkan terjadinya dermatitis adalah perbedaan ketebalan kulit

39
di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan
lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya
dermatitis atopik.
D. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis
ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen maupun zat
iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan
hipersensitifitas pada kulit yang terkenatersebut. Masa inkubasi sesudah
terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari,
sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Bahkan iritan maupun alergen yang masuk kedalam kulit merusak lapisan
tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan iniakan merusak sel
dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau
dermatitis.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis
adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan
luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain.
E. Manifestasi Klinis
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai
pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor),
kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit
(function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi
polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada
permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar
misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna
.Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini
terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis
yang berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat

40
disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika (kering)
berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta..
F. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit yang dapat terjadi adalah sindrom
pernapasan akut, gangguan ginjal,infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang
lazim dijumpai terutama Staphylococcus aereus, jamur, atau oleh virus
misalnya herpes simpleks.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin, globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik
karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis
oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis
berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut
menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat
akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
H. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi

41
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada
kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan
dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah,
beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan
karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci,
sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan
kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum
(pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal
saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
Kortikosteroid, Radiasi ultraviolet, Siklosporin A, Antibiotika dan
antimikotika, Imunosupresif topikal
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : Antihistamin, Siklosporin,
Pentoksifilin, FK 506 (Takrolimus), Ca++ antagonis, Derivat
vitamin D3, SDZ ASM 981.
3. Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang
kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai
penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis

42
yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit
dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein). 
a. Tujuan diet dermatitis:
1) Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala
alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi
frekuensi serangan.
2) Mencapai status gizi yang optimal.
b. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:
1) Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung,
kentang, lombok, terong .
2) Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam,
kalkun, itik, burung dara dan telur hewan tsb., ikan tawar,
ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang,
belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular , kacang
tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.
3) Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang
merah,bawang putih, labu, ragi, semangka, kurma, peterseli,
brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis,
kakao, coklat.
I. Asuhan Keperawatan Pada Scabies
1. Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnose medis, keluarga yang bertanggung
jawab.
B. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
b) Keluhan saat pengkajian
2) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit terdahulu
b) Riwayat penyakit sekarang

43
c) Riwayat penyakit keluarga
C. Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon
1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Yang ditanyakan :
(a) Persepsi pasien terhadap penyakitnya
(b) Persepsi pasien tentang arti kesehatan
(c) Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Yang ditanyakan :
a) Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi
b) Kebiasaannya makannya
c) Instruksi diet sebelumnya
d) Riwayat masalah/penyembuhan kulit
3) Pola persepsi diri/konsep diri
Yang ditanyakan :
(a) Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang
ada,seperti perasaan takut, cemas
(b) Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep
diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
4) Pola seksual-reproduksi
Yang ditanyakan :
(a) Dalam kasusu ini apakah akne uncul sebelum atau ssudah
menstruasi
(b) Pola menstruasinya
(c) Periode menstruasi terakhir
(d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya
5) Pola hubungan dan peran
Yang ditanya :
(a) Pekerjaannya
(b) Gangguan terhadap peran yang dilakukan
6) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Yang ditanyakan :

44
(a) Persepsi pasien terhadap penyakitnya
(b) Persepsi pasien tentang arti kesehatan
(c) Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan
7) Pola nutrisi dan metabolisme
Yang ditanyakan :
(a) Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi
(b) Kebiasaannya makannya
(c) Instruksi diet sebelumnya
(d) Riwayat masalah/penyembuhan kulit
8) Pola persepsi diri/konsep diri
Yang ditanyakan :
(a) Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang
ada,seperti perasaan takut, cemas
(b) Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri,
konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
9) Pola seksual-reproduksi
Yang ditanyakan :
(a) Dalam kasus ini apakah akne uncul sebelum atau ssudah
menstruasi
(b) Pola menstruasinya
(c) Periode menstruasi terakhir
(d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya
10) Pola hubungan dan peran
Yang ditanya :
(a) Pekerjaannya
(b) Gangguan terhadap peran yang dilakukan
D. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi
a. kondisi kulit termasuk kelembabannya di bagian muka,
bahu, dada, dan punggung
b. jika ada lesi perhatikan tipe dari lesi tersebut apakah
merupakan tipe pustule, papula atapun kista,

45
c. jika terdapat lesi perhatikan pola distribusinya apakah
merata atau terlokalisasi
2) Palpasi : terdapat atau tidaknya lesi pada area tersebut, jika
terdapat lakukan palpasi untuk mengetahui bagaimana
konsistensinya (lembut atau kasar)
E. Analis Data
DATA PENYEBAB/ MASALAH
ETIOLOGI KEPERAWATAN
Dx 1 Allergen bertemu Ig E Kerusakan Integritas

DS : pasien Kulit
mengeluhkan kulitnya Reaksi antigen antibody

yang kemerahan
Ig E merangsang sel
DO : kulit tampak mast
iritasi,kemerahan, ↓

bagian epidermis Pelepasan mediator


kimia (histamine
mengalami kerusakan, ↓
terdapat papula, pustule Dilatasi venula kecil
dan atau vesikel ↓
Eritema

Kerusakan pada bagian
permukaan kulit

Kerusakan integritas
kulit
Dx 2 Allergen bertemu Ig E Gangguan Rasa Nyaman

DS : pasien
mengeluhkan gatal-gatal Reaksi antigen antibody

DO : pasien gelisah,
Ig E merangsang sel
terlihat menggaruk kulit mast
nya, aktivitas pasien ↓

cukup terhambat, pasien Pelepasan mediator


kimia (histamine
dapat mengalami ↓
Pruritus

46
gangguan pada tidurnya ↓
Reaksi garuk

Gangguan rasa nyaman
Dx 3 Allergen bertemu Ig E Risiko Infeksi

DS : -
DO : terdapat tanda- Reaksi antigen antibody

tanda yang mengarah
Ig E merangsang sel
pada risiko infeksi mast
seperti tanda ↓

peradangan, timbulnya Pelepasan mediator


kimia (histamine
eksudat ↓
Pruritus

Reaksi garuk

Lesi eksematosa

Risiko infeksi
Dx 4 Kontak dengan bahan Defisit Pengetahuan
kimia
DS : pasien mengatakan

tidak mengetahui Terikat dengan protein

penyebab penyakit
Antigen lengkap
kulitnya, pencegahan ↓
Makrofag dan sel
serta penanganannya
langerhans
DO : - ↓
Dipresentasikan ke sel
T

Sel T tersensititasi

Menuju ke kelenjar
getah bening

Proliferasi dan
diferensiasi

Sel T yang tersensititasi
menyebar ke seluruh
tubuh

47

Kontak ke2 dengan
bahan kimia yang sama

Antigen

Sel T yang tersensititasi
melepas limfokin

Aktivasi makrofag

Pelepasan lisozim

Kerusakan pada
jaringan sekitar

Dermatitis kontak

Kurangnya pajanan
informasi mengenai
penyakit

Defisit pengetahuan
Dx 5 Kontak dengan bahan Respons Alergi Lateks
kimia
DS : pasien melaporkan

adanya gatal pada kulit Terikat dengan protein

DO : kulit tampak
Antigen lengkap
kemerahan, pasien ↓
Makrofag dan sel
tampak gelisah dan
langerhans
menggaruk tangannya, ↓
Dipresentasikan ke sel
timbul papula, pustule
T
dan sebagainya ↓
Sel T tersensititasi

Menuju ke kelenjar
getah bening

Proliferasi dan
diferensiasi

Sel T yang tersensititasi
menyebar ke seluruh
tubuh

48

Kontak ke2 dengan
bahan kimia yang sama

Antigen

Sel T yang tersensititasi
melepas limfokin

Aktivasi makrofag

Pelepasan lisozim

Kerusakan pada
jaringan sekitar

Dermatitis kontak

Respons Alergi lateks

F. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor internal seperti
penurunan imunologis, perubahan pigmentasi dan factor eksternal seperti
zat kimia, radiasi.
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit dan
melaporkan rasa gatal.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat misalnya : integritas kulit tidak utuh (lesi skematosa)
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
terhadap penyait ditandai dengan pengungkapan masalah
5. Respons Alergi lateks berhubungan dengan hipersensitif terhadap protein
karet lateks alami ditandai dengan gatal-gatal pada wajah, mulut,
mata,hidung.

49
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx 1 : Kerusakan integritas kulit
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : skin care : topical treatment 1. Sabun antiseptik mampu
selama …x 24 jam diharapkan integritas 1. Bersihkan kulit dengan menghilangkan mikroorganisme pada
kulit pasien baik dengan criteria hasil : menggunakan sabun antiseptik kulit.
NOC label : Allergic Response : localized
2. Sarankan pasien untuk 2. Pakaian yang ketat dapat mengkibatkan
 Tidak terdapat keluhan gatal (skala
menggunakan pakaian yang tidak gesekan dan menimbulkan iritasi
5)
ketat 3. Antibiotic dan antiinflamasi topical
 Tidak terdapat ruam pada kulit
3. Pergunakan obat antibiotic dan merupakan treatment pengobatan pada
pasien (skala 5)
antiinflamasi topikal pada area penyakit kulit
 Tidak terdapat kemerahan (skala 5)
yang terinfeksi 4. Daerah lipatan kulit merupakan daerah
 Tidak terdapat edema (skala 5)
4. Gunakan bedak pada lipatan kulit yang lembab sehingga sering beresiko
 Tidak terdapat granuloma (skala 5)
guna mencegah iritasi mengalami iritasi.
 Kulit disekitar luka tidak teraba
5. Balut tangan dengan menggunakan 5. Mitten berfungsi mencegah px reflex
hangat
mitten yang sesuai menggaruk lesi pada kulit
(skala 5)
6. Jaga agar linen tempat tidur tetap 6. Mencegah pertumbuhan
kering dan bersih mikroorganisme
7. Evaluasi lesi pada kulit setelah

50
perawatan 7. Guna mengetahui perkembangan
integritas kulit

2. Dx 2 : Respons Alergi Lateks


Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label :
selama …x 24 jam diharapkan pasien tidak 1. Identifikasi penyebab alergi pasien 1. Penyebab alergi dapat menentukan
mengalami alergi dengan criteria hasil : seperti obat, serangga, makanan atau intervensi yang tepat untuk pasien
NOC label : Immune Hypersensitivity
lingkungan dan kaji repon pasien 2. Mencegah terjadinya kesalahan dalam
Response
 Tidak ada perubahan warna kulit terhadap allergen tersebut melaksanakan intervensi
(skala 5) 2. Catat semua catatan klinis pasien 3. Mengantisipasi apabila terjadi respon
 Tidak ada perubahan pada mengenai alerginya untuk alergi
membran mukosa (skala 5) kelengkapan protocol 4. Mencegah terjadinya reaksi alergi

 Tidak respons lokasi inflamasi 3. Monitor kondisi pasien terhadap karena tidak semua medikasi sesuai

(skala 5) adanya kemungkinan respon alergi dengan kondisi tubuh pasien terutama

 Tidak ada keluhan gatal-gatal terhadap medikasi baru, dan jenis pada pasien yang memiliki riwayat

(skala 5) makanan alergi sebelumnya


4. Instruksikan pasien untuk selalu 5. Menghindarkan pasien dari bahan-

51
bertanya pada semua jenis medikasi bahan dan substansi tersebut sehingga
yang diterimanya mengandung bahan mencegah terjadinya reaksi alergi
apa untuk mencegah adanya reaksi 6. Agar pasien merasa lebih nyaman
alergi 7. Agar dapat melakukan penanganan
5. Instruksikan pasien untuk secara cepat dan serta menentukan
memberitahu subtansi atau bahan- jenis imunisasi yang tepat
bahan yang dapat membuat alerginya 8. Menghindarkan pasien dari lingkungan
kambuh kembali yang dapat memicu reaksi alergi
6. Dampingi pasien saat melakukan test 9. Membantu proses penyembuhan pasien
alergi
7. Perhatikan adanya respon alergi
selama immunisasi
8. Diskusikan dengan pasien atau
keluarga metode untuk mengontrol
lingkungan yang dapat menimbulkan
alergi seperti debu, serbuk bunga
9. Sediakan medikasi untuk
meminimalisir alergi respon

3. Dx 3 : Gangguan Rasa Nyaman

52
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan
Setelah diberikan tindakan keperawatan NIC label :
selama …x 24 jam diharapkan pasien 1. Anjurkan klien untuk mandi dengan 1. Air hangat, sabun antiseptik mampu
merasa nyaman, gangguan physical tidak air hangat, sabun antiseptik berbahan memberishkan kulit pasien dari
mengganggu dengan criteria hasil :
air (hindari sabun yang mengandung mikroorganisme
NOC label : Comfort status physical
 Gejala terkontrol (skala 5) detrgen atau pewangi) 2. Untuk menentukan intervensi yang

 Pakaian yang nyaman (skala 5) 2. Identifikasi penyebab rasa gatal tepat bagi pasien

 Personal hygiene (skala 5) (kontak, penyakit sistemik, 3. Menghindari berkembangabiaknya


pengobatan) mikroorganisme dan menghindari
 Keadaan pasien tenang (skala 5)
3. Anjurkan agar kuku selalu dalam iritasi kulit akibat garukan kuku
 Tidak tanda iritasi kulit (Skala 5)
kondisi pendek 4. Mencegah berkembangbiaknya kuman
4. Anjurkan klien untuk mengganti mikroorganisme di pakaian
pakaian setelah mandi 5. Mencegah kondisi tubuh yang lembab
5. Anjurkan klien untuk menggunakan karena pemakaian bahan dasar seperti
pakaian dengan bahan yang menyerap wol tidak menyerap keringat
keringat, hindari bahan wol 6. Tempat tidur yang bersih dapat
6. Anjurkan klien untuk menjaga menghindari berkembangbiaknya
kebersihan tempat tidurnya mikroorganisme
7. Berikan lingkungan yang tenang utk 7. Lingkungan yang tenang dapat

53
kx. Beristirahat memberikan pasien istirahat yang
8. Ciptakan lingkungan dengan sirkulasi berkualitas
udara yang baik 8. Sirkulasi udara yang baik dapat
9. Anjurkan klien untuk menghindari menhindarkan pasien dari
makanan, seperti telur ikan , kacang- kemungkinan terjangkit suatu penyakit
kacangan untuk sementara waktu 9. Mencegah terjadinya respon alergi
10. Hindarkan pemakaian bedak untuk dari makanan tersebut
mengurangi gatal, terutama pada lesi 10. Mencegah terjadinya kontaminasi
yg terbuka antara lesi pada kulit dengan benda
11. Kolaborasi pemberian kortikosteroid asing.
dan antihistamin atau antipruritus yang 11. Kolaborasi pemakaian obat-obatan
dianjurkan kortikosteroid dengan antihistamin
atau antipruritus dapat menurunkan
dampak buruk dari alergi

4. Dx 4 : Risiko Infeksi

54
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : infection protection 1. Untuk mengetahui intervensi yang
selama …x 24 jam diharapkan pasien 1. Monitor adanya tanda dan gejala dapat dilakukan
terhindar dari infeksi dengan criteria hasil : infeksi sistemik dan local 2. Kemerahan, drainase dan kulit sekitar
NOC label :
2. Inspeksi kulit dan mukosa membran teraba hangat menandakan adanya
Risk Control : infectious process
 Mengetahui risiko personal pada terhadap adanya kemerahan, drainase reaksi peradangan
infeksi dan kulit sekitar teraba hangat 3. Pasien erawatan kulit yang tepat dapat
 Mengetahui personal konsekuensi 3. Berikan perawatan kulit yang sesuai menurunkan efek dari penyakit kulit
berhubungan dengan infeksi pada area yang mengalami edema yang dialami pasien
 Mengetahui lingkungan 4. Instruksikan pasien untuk meminum 4. Obat antibiotik dikonsumsi guna

berhubungan dengan factor risiko obat antibiotic jika diresepkan mencegah terjadinya reaksi peradangan
infeksi 5. Beri penjelasan pada pasien mengenai 5. Agar pasien dapat segera melaporkan

 Identifikasi tanda dan gejala tanda dan gejala dari infeksi dan apabila terjadi tanda dan gejala infeksi
personal yang mengindikasikan laporkan segera pada petugas 6. Menambah pengetahuan pasien tentang

mengarah ke potensi terjadinya kesehatan penyakit, Agar pasien terhindar dari


infeksi 6. Beritahu pasien bagaimana cara kondisi yang lebih buruk
 Identifikasi strategi untuk mencegah infeksi

melindungi diri dan keluarga


terhadap infeksi

55
 Monitor kebiasaan yang bisa
menjadi factor terjadinya infeksi
 Mempraktekan cara untuk
mencegah infeksi

5. Dx 5 : Defisit Pengetahuan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : 1. Untuk menambah pengetahuan pasien
selama …x 24 jam, pasien menunjukkan 1. Teaching disease proses tentang penyakitnya
pengetahuan tentang proses penyakit 2. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 2. Mengetahui seberapa jauh pemahaman
dengan kriteria hasil:
keluarga pasien dan keluarga akan penyakit
Kowlwdge : disease process
 Pasien dan keluarga menyatakan 3. Jelaskan patofisiologi dari penyakit yang dialami dan dapat memberi
pemahaman tentang penyakit, proses dan bagaimana hal ini berhubungan tambahan informasi yang tepat
penyakit, penyebab, kondisi (tanda dan dengan anatomi dan fisiologi, dengan 3. Pasien dapat mengetahui penyebab dan
gejala), prognosis dan program cara yang tepat. perjalanan penyakitnya.
pengobatan 4. Gambarkan tanda dan gejala yang 4. Menambah pengetahuan pasien
Kowledge : health Behavior biasa muncul pada penyakit, dengan mengenai penyakitnya dan pasien
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan cara yang tepat mampu melaporkan perubahan kondisi
prosedur pengobatan yang dijelaskan
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, kesehatannya.
secara benar
dengan cara yang tepat 5. Memberi informasi yang tepat kepada

56
6. Sediakan informasi pada pasien pasien mengenai penyebab terjadinya
tentang kondisi, dengan cara yang penyakit sehingga pasien mampu
tepat menghidarkan diri dari hal tersebut.
7. Sediakan bagi keluarga informasi 6. Menambah pengetahuan pasien
tentang kemajuan pasien dengan cara mengenai penyakitnya dan pasien
yang tepat memperoleh informasi yang tepat.
8. Diskusikan pilihan terapi atau 7. Keluarga mengetahui perkembangan
penanganan kondisi pasien sehingga meminimalisir
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi tingkat kecemasan.
atau mendapatkan second opinion 8. Agar pasien memperoleh terapi atau
dengan cara yang tepat atau penangan yang tepat dan sesuai dengan
diindikasikan kondisi yang dialami
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau 9. Support yang positif akan membuat
dukungan, dengan cara yang tepat pasien mau mengutarakan treatment
yang ingin dilakukan
10. Memperkuat mekanisme koping pasien

E. implementasi

57
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada
pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan
masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit
(Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
F. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa
hasil yang diharapkan telah dicapai,Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi,
intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.

58
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan
oleh virus yang ditularkan melalui kontak secara langsung baik
bersentuhan maupun hubungan seks. Terkadang ditemukan juga
pada mulut penderita karena yang bersangkutan melakukan oral
seks dengan penderita herpes. Ada beberapa jenis herpes adalah
sebagai berikut : a. Herpes Simpleks terbagi dalam Virus herpes
simpleks tipe I (HVS1) dan Virus herpes simpleks tipe II (HVS II
“virus of love”). b. Herpes Zoster, Klasifikasinya Herpes Zoster
Oftalmikus, Herpes Zoster Fasialis, Herpes Zoster Brakialis,
Herpes Zoster Torakalis, Herpes Zoster Sarkalis.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan
sensitisasi terhadap sarcoptes scabies dan produknya (Mansjoer,
2000). Klasifikasi Scabies yaitu : Skabies pada orang bersih
(scabies of cultivated), Skabies incognito, Skabies nodular, Skabies
yang ditularkan melalui hewan, Skabies Norwegia, Skabies pada
bayi dan anak, Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh
factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan
gatal (Djuanda, Adhi, 2007). Klasifikasi dermatitis yaitu :
Dermatitis kontak terbagi atas (Dermatitis kontak iritan, Dermatitis
kontak alergik, Dermatitis kontak fototoksik, Dermatitis kontak
fotoalergik), Dermatitis Atopik, Dermatitis medikamentosa dan
Dermatitis Seboroik

59
B. Saran
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara
maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi
untuk menunjang proses pembelajaran dan setelah penyusunan
makalah ini penulis mengharapkan pembaca dapat lebih
mengetahui tentang apa definisi herpes ,apa saja klasifikasi dari
herpes, bagaimana etiologi dari herpes, bagaimana konsep asuhan
keperawatan pada herpes, apa definisi dari scabies, apa saja
klasifikasi dari scabies, bagaimana etiologi dari scabies, bagaimana
konsep asuhan keperawatan pada scabies, apa definisi dermatitis,
apa saja klasifikasi dari dermatitis, bagaimana etiologi dari
dermatitis, bagaimana konsep asuhan keperawatan pada dermatitis.

60
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates


Hetharia, Rospa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen.Jakarta : TIM
Smeitzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

61

Anda mungkin juga menyukai