disusun oleh:
Aditya Edo Mulyono
Dwi Toyibah Anggraini
Happy Novia Purnamasari
Pembimbing:
drg. Setyo Hastuti
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer
terlokalisir, laten dan adanya kecendurangan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis
virus yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya
menimbulkan gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat
menyerang alat-alat genital atau mukosa mulut.
Tersebar di seluruh dunia. Hampir 50%-90% orang dewasa memiliki
antibodi terhadap HSV 1. Infeksi awal HSV 1 biasanya terjadi sebelum usia 5
tahun, namun saat ini banyak infeksi primer ditemukan terjadi pada orang dewasa.
Infeksi HSV 2 biasanya dimulai karena aktivitas seksual dan jarang terjadi
sebelum menginjak dewasa, kecuali kalau terjadi pelecehan seksual pada anakanak. Antibodi HSV 2 ditemukan sekitar 20%-30% pada orang Amerika dewasa.
Prevalensi antibodi HSV 2 meningkat (lebih dari 60%) pada kelompok sosial
ekonomi rendah dan pada orang-orang yang berganti-ganti pasangan.
Dari enam lokasi di daerah Bali diperoleh 66 sampel darah, 57 sampel
(86,36%) memberikan reaksi positif terhadap antigen HSV-1 dengan frekuensi
yang bervariasi sesuai kelompok umur; Pada kelompok umur remaja, dewasa
muda, dan dewasa ditunjukkan prevalensi antibodi HSV-1 secara berturut-turut
16.7%, 80.9%, dan 100%. Dari daerah Sumatera Selatan diperoleh 660 sampel
darah, 139 sampel (21.1%) memberikan reaksi positif, dengan variasi menurut
kelompok umur remaja, dewasa muda berturut-turut 2.9%, 19.2%, dan 69.4%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Herpes Simpleks
Definisi
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi
akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaituHSVTipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type
II).
HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes),
sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital
Herpes). HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri
pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan
melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri
pada membran mukosa alat kelamin.
Etiologi
Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili
herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies HSV tipe 1
dan tipe 2, keduanya dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan
antibody spesifik atau antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda
kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur
dan pada binatang percobaan.
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini
mengandung lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter.
Genom ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106 X 10 6) berbentuk lurus. Tipe 1
dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi.
Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus
permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten).
HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral, virus menyebar melalui droplet
pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering
terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang
terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama
seks oral-genital.
herpetic whitlow
Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara yang
paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi melalui
perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien
HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2
biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin
ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal,
atau anal-genital. Penularan kepada neonatus biasanya terjadi melalui jalan lahir
yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau postpartum.
Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-kadang
lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi genital
primer. Setelah itu, HSV dapat ditemukan secara intermittent pada mukosal
selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan atau tanpa
gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitas lebih pendek dibandingkan
infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah 5 hari.
Gejala Klinis
Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling
berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi
nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan
pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut
selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan
keropeng atau kerak (scab).
Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan
spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1
minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti
dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai
munculnya
gejala
dan
komplikasi
kulit
menyerupai
eczema
kronis,
Herpes gingivostomatitis
Bibir dan gingiva dan mukosa buccal terlibat tetapi kadang-kadang juga
lidah dan retropharynx. Lesi individual dapat dimulai sebagai vesikula tetapi
mungkin meluas ke mukosa dan lapisan kulit dalam, menyukai penyebaran
sistemik. Ada reaksi inflamasi lebih besar dan akibatnya edema dan eritema.
Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard
diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat kali
lipat antibodi. Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan hasil. Chairside kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu beberapa menit pada
lesi smear/ coreng menggunakan immunofluoressence yang tersedia, tapi terbatas
pada biaya. Biopsi jarang digunakan tapi jika dilakukan akan memperlihatkan
vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi dengan multinucleated giant cells yang
menggambarkan viral- infected keratinocytes.
Pasien, dan anak- anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar dan
diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk membatasi
bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di daerah lainnya.
Terapi suportif simptomatik termasuk obat kumur clorhexidine, terapi analgesik,
soft diet, dan cukup minum. Menggunakan acyclovir, agen antivirus dengan
melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis standard 200mg acyclovir, 5 kali
sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk anak dibawah 2
tahun.
Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus
dilakukan. Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup asupan
cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik untuk
mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam adalah
gejala.
yang mengalami infeksi herpes simplex sebelumnya dan yang memiliki serum
antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi yang berulang ini
terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa. Herpes yang berulang tidak
merupakan infeksi tetapi virus yang aktif kembali dari masa laten di jaringan
saraf. Herpes simplex dikultur dari trigeminal ganglion dari cadavers manusia,
dan lesi herpes yang berulang biasanya tampak setelah pembedahan ganglion.
Herpes recurrent mungkin dapat diaktifkan oleh trauma bibir, demam, sunburn,
imunosuresi
dan
menstruasi.
Perjalanan
virus
menginfeksi
sel
epitel,
untuk hal ini adalah kerentanan yang meningkat terhadap lesi virus herpes simplex
rekuren pada kulit yang terpapar akut terhadap sinar matahari.
Seluruh pasien yang mengalami infeksi herpes primer tidak mengalami
herpes recurrent. Jumlah pasien dengan riwayat infeksi genital primer dengan
HSV1 yang kemudian mengalami infeksi HSV rekuren kira-kira 15%. Rata- rata
angka kambuhan untuk infeksi HSV1 oral antara 20-40%.
Fever blister
Cold sore" atau "fever blister" merupakan suatu lesi vesikuler mukosa
biasanya terletak di sekitar lubang seperti bibir dan hidung. Sering beberapa lesi
muncul secara serentak atau berturut-turut. Sering ada riwayat infeksi saluran
pernafasan sebelumnya atau demam, paparan sinar matahari atau dingin, atau
trauma ke daerah, tetapi apakah pada kenyataannya pengaruh ini mengaktifkan
virus tetap tidak jelas.
Cold sore atau fever blisters, diperparah oleh faktor presipitasi demam,
menstruasi, sinar UV, dan mungkin stres emosional. Lesi didahului oleh periode
prodormal yaitu tingling atau burning. Diiringi dengan edema di tempat lesi,
diikuti dengan formasi cluster vesikel kecil. Masing- masing vesikel berdiameter
1-3 mm, dengan ukuran cluster 1-2 cm. Ukuran lesi secara umum tergantung imun
individu.
obatan
dapat
menekan
formasi
dan
mempercepat
waktu
penyembuhan dari lesi recurrent yang baru. Acyclovir, obat antiherpes, aman dan
efektif. Obat antivirus yang baru seperti valacyclovir, prodrug dari acyclovir, dan
famciclovir, prodrug dari penciclovir, memiliki bioavailabilitas yang lebih besar
dari pada acyclovir, tapi tidak mengurangi masa laten HSV. Tetapi , pada
percobaan tikus, famciclovir dapat menekan HSV laten. Keefektivan obat
antiherpes untuk mencegah kambuhan genital HSV. Acyclovir 400mg dua kali
sehari, valaciclovir 250 mg dua kali sehari dan famciclovir 250mg yang lebih
terbukti
atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan
mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi herpes
berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah).
Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi
pasien dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi
strain virus herpes yang resosten terhadap acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir
baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan
efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan
frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya
diobati dengan acyclovir intravena.
Beberapa kasus yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan.
Orang-orang yang telah parah atau lanjut, orang dengan masalah sistem
kekebalan, atau mereka yang sering mengalami rekuren akan baik jika diberikan
obat antivirus seperti asiklovir, famciclovir, dan valacyclovir. Orang-orang yang
telah lama menderita oral rekuren atau herpes genital atau manifestasi klinis berat
dapat melanjutkan penggunaan obat antivirus untuk mengurangi frekuensi dan
tingkat keparahan rekuren.
Pengobatan spesifik pada infeksi herpes, misalnya gejala akut dari herpetic
keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin atau adenine
arabisonide (vidarabine, via-A atau Ara-A) dalam bentuk ophthalmic ointment
atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali
dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat berpengalaman. Acyclovir IV
sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitis tetapi mungkin
tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis.
Prognosis
Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 sampai 14 hari.
Infeksi mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang memiliki
kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap dalam
tubuh seumur hidup seseorang. Mungkin akan kembali dan menyebabkan gejala,
atau kambuh. Rekuren dapat dipicu oleh kelebihan sinar matahari (UV), demam,
stres, penyakit akut, obat-obatan atau kondisi yang melemahkan sistem kekebalan
tubuh (seperti kanker, HIV/AIDS, atau penggunaan kortikosteroid).
Pencegahan
1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan
perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan
infeksius.
2. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan
infeksius.
3. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat
berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular.
4. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada
ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan
trimester akhir, karena risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (3050%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi.
Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelah infeksi berulang lebih
rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesi aktif
pada saat persalinan.
5. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual
mengurangi risiko infeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir mungkin
dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi
kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan
defisiensi imunitas.
BAB III
KESIMPULAN
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi
akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSVTipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type
II). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes). Gejala
klinis yang ditimbulkan beragam, dari yang tidak menimbulkan gejala sama sekali
hingga yang berakibat fatal. Manifestasi yang ditimbulkan dalam rongga mulut
diantaranya herpes ginggivostomatitis, herpes simplex kronis dan herpes labialis.
Penggunaan antivirus efektif untuk pengobatan HSV. Pencegahan yang perlu
dilakukan antara lain meminimalisir penularan virus HSV dengan cara menjaga
kebersihan dan menggunakan alat pengaman diri bagi mereka yang beresiko tinggi
untuk tertular.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim.
Herpes
simplex.
2010.
(http://www.scribd.com/doc/20911610/Herpes-Simplex)
2. Pamungkas dkk. Prevalensi Antibodi Herpes Simplex Virus 1 Pada Macaca
fascicularis
Dari
Beberapa
Lokasi
Di
Indonesia.
2002.
(http://web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php?
view=penelitian/hasilcari&status=buka&id_haslit=X017)
3. Anonim. Manifestasi Oral dari Penyakit Infeksi Karena Virus dalam Makalah
Tutorial
FKG
Unpad.
2007.
(http://www.scribd.com/doc/20853525/Manifestasi-Oral-Dari-PenyakitInfeksi-Karena-Virus)
4. Sardjito R. Herpesviridae dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2003. Hal: 303-323.
5. Brightman V. Sexually Transmitted and Bloodborne Infection dalam Buku
Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment Edisi 9. Lippincott-Raven
Publisher. Philadelphia. 1997. Hal: 629-713.
6. Cawson dan Odell. Disease of the Oral Mucosa : Introduction and Mucosal
Infection dalam Buku Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine Edisi 7. Churchill Livingstone. London. 2002. Hal: 178-191.
7. Dugdalle.
Herpes
Simplex.
2009.
(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001324.htm)
8. Moses
S.
Oral
Herpes.
2008.
(http://www.fpnotebook.com/ent/mouth/orlhrps.htm)
9. Masdin. Pengaruh Sinar Ultraviolet terhadap Kulit: Efek Akut dan Kronis.
2010.
(http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/01/pengaruh-sinar-ultraviolet-
terhadap.html)