Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

HERPES GENITALIS

Disusun oleh :
Nurunnisa Isny
1102012208

Pembimbing :
dr. Didi Supriadi, Sp.KK

Disusun Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kabupaten Subang
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Periode 25 Desember 2017 – 26 Januari 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes Simplek adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang termasuk dalam
Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui
sel epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke jaringan saraf, di mana
mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan
biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi
genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat
menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan
HSV-2 melalui kontak oral-genital.

Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik
terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang,
biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital
primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral.2,9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Herpes Simplek adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

2.2. ETIOLOGI
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan
replikasi secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang terdeteksi
dalam preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang
termasuk dalam Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus,
bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke
jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada
lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih
dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun
virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi
silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.

2.3. MANIFESTASI KLINIS


Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik
terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang,
biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital
primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral.2,9
Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah
terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti
limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan
rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-
kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan
adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk krusta
dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Gejala prodromal serupa
dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir sering mengalami penurunan dalam
jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan infeksi primer.4,7,15

Gambar 1. Gambaran vesikel pada herpes


simplek.
Infeksi Orofacial

Herpes Orolabial: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering
dikaitkan dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi
yang biasanya sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1 sering terjadi pada
masa kanak-kanak dan biasanya asimtomatik.11

Infeksi Genital
Herpes genital adalah presentasi klinis utama dari infeksi HSV-2, tetapi dapat
juga disebabkan HSV-1 yaitu 10%-40% dari kasus, terutama berkaitan dengan kontak
oral-genital.2,7
Herper genitalis primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah
terpapar virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala episode primer
biasanya berlangsung 2-3 minggu.11
Vesikel muncul sekitar 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel membentuk
cekungan ditengah (umbilikasi) di hari 2 atau 3, kemudian terkikis. Krusta dan lesi
sembuh pada satu atau dua minggu kedepan. Jaringan parut dapat terbentuk pada
inflamasi yang hebat. Discharge, dysuria, dan limfadenopati inguinal biasanya terjadi.
Adanya keluhan sistemik, termasuk demam, mialgia, kelesuan, dan photophobia, terjadi
pada 70% pada pasien dan lebih sering terjadi pada perempuan. Diagnosis klinis tidak
sensitif dan spesifik. Nyeri khas vesikel atau lesi ulseratif tidak tampak pada
kebanyakan orang yang terinfeksi.7
Pada laki-laki, lesi biasanya muncul pada glans penis atau batang penis. Pada
pria, nyeri, eritem, lesi vesikular yang mengalami ulserasi paling sering terjadi pada
penis, tetapi mereka juga dapat terjadi di anus dan perineum. 2,11

2.4.
Gambar 2. Herpes simpleks pada genital
Pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau cervix.
Wanita memiliki gejala penyakit yang lebih luas dan insiden yang tinggi mungkin
dikarenakan area permukaan yang terlibat lebih luas. HSV servisitis terjadi pada 80
persen wanita dengan infeksi primer. Dapat tampak sebagai vaginal discharge purulen
atau berdarah , dan pada pemeriksaan menunjukkan area yang difus dan kemerahan,
lesi ulseratif yang luas di eksoserviks, atau, yang jarangn terjadi, nekrotik servisitis.
Cervical discharge biasanya berbentuk mukoid tetapi kadang-kadang mukopurulen.2,7
Adanya keterlibatan lokal yang lebih luas, limfadenopati regional dan demam
umumnya membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren. Rekurensi lebih sering
terjadi pada bulan pertama sampai satu tahun setelah infeksi pertama. Reaktivasi HSV-2
pada ganglion lumbosakral menyebabkan rekurensi pada daerah di bawah pinggang.
Rekurensi dari lesi genital dapat didahului dengan gejala prodromal seperti bengkak,
gatal, rasa terbakar, atau geli dan perjangkitan penyakitan tidah separah pada infeksi
primer.2,4,11

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel raksasa
khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus (inklusi)
mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini
tidak dapat membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan herpes
zoster.14
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi
dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk
melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini
sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin membuat hasil
yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas,
tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada
tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif. 14
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC
merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika
mendiagnosa herpes ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus
sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.14
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis,
Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes
virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi
spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan
bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.14
2.6. DIAGNOSIS
Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis
lesi. Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi
vesikuler pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat
menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir
sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang
berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan
kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya
khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium.
Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak
selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes6,18
2.7. DIAGNOSIS BANDING

Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus
mole, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.3
1. Impetigo Vesikobulosa

Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula
hipopion. Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya
masih eritematosa.3

2. Ulkus durum

Chancre (ulkus durum) sifilis biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak
menyakitkan dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah jaringan
granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Yang khas ialah
ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi.3,8

3. Chancroid (Ulkus Mole)

Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan oleh
organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan eksudat
abu-abu kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak pada perabaan,
tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan
dikelilingi halo yang eritematosa.2,3
2.8. TATALAKSANA
Edukasi
Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan
seksual selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan
kondom antara perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressidapat menjadi pilihan untuk
individu yang peduli transmisi pada pasangannya.2
Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali
sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala,
meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam
mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi. 4,19
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan
secara cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu
penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir,
Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan
memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara intravena
adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan.14

Acyclovir
menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa sakit yang lebih
kurang dan resolusi yang lebih cepat dari lesi kulit bila digunakan dalam waktu 48 jam
dari onset ruam. Mungkin dapat mencegah rekurensi.

Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5 mg/kg/hari IV
setiap 8 jam.

Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari (non-FDA :
400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari)

Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari

Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12 tahun.19

Famciclovir

Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset gejala.

Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari

Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam pada
saat onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama)

Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari

HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren : 500 mg
peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi ginjal)

Supresi herpes simplex genital rekuren (pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral 2
kali/hari19

Valacyclovir
 Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus diberikan pada
gejala pertama/prodromal)
 Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari.
 Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari.
Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500 mg
peroral 1 kali/hari.
 Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral
2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1 kali/hari.

Foscarnet

HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari

Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12 jam
selama 2-3 minggu atau hingga sembuh.19

2.10.PROGNOSIS

Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-
penyakit dengan tumor di system retikuloendoteial, pengbatan dengan imunosupressan
yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.
Terapi anti virus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.3,16
DAFPUS

ETIOLOGI

1. Sterling JC. Virus Infections.In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.


Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Victoria: Blackwell Publishing Ltd.; 2004.
p.25.15-22
2. Mahler V. Herpes Simplex. In: Williams H, Bigby M, editors. BMJ Evidence Based
Dermatology 2nd.Edition.USA: Blackwell Publishing:2008
3. Dugdale DC. Herpes Simplex. 2009. Available from: http://medlineplus.com

Anda mungkin juga menyukai