Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA HERPES

A. Definisi Herpes

Penyakit Herpes merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang disebabkan
oleh adanya virus herpes yang menyerang manusia. Virus yang menyebabkan
seseorang terkena penyakit herpes adalah Human Herpes Virus, disingkat HHV.
Adanya virus ini akan menyebabkan terjadinya infeksi pada kulit. Penyakit herpes
kulit juga bisa diartikan sebagai kondisi kulit yang mengalami peradangan
(Yuliyanti, 2017).

Penyakit herpes adalah jenis penyakit menular, dengan cara penularan yang
sangat mudah dan bisa dikatakan sangat cepat. Bukan hanya menular melalui
sentuhan atau kontak langsung dengan penderita tetapi penyakit ini juga bisa
menular melalui berbagai media seperti barang yang sudah terkena cairan dari
kulit penderita herpes, atau penggunaan pakaian yang sama dengan penderita
(Yuliyanti, 2017).

B. KLASIFIKASI HERPES
1. Herpers simpleks
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus (virus herpes hominis) tipe I
atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun renkuren
(Menaidi et.al, 2015).

Gambar 1.Herpes Simpleks


2. Herper Genitalis
Adalah infeksi akut pada genetalia denag gambaran khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa, dan cenderung bersifat rekurens
(Siregar, 2015).

3. Herpes Zoster
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-Zoster yang
Gambar 1.
sifatnya localized, terutama Herpes Genitalis
menyerang orang dewasa dengan ciri khas
berupa nyeri radikuler, unilateral dan gerombolan vesikular yang
tersebar sesuai dermatom yang dinervasi oleh satu ganglion saraf
sensoris (Airlangga, 2007).

Gambar 1. Herpes Zoster Generalisata Gambar 2. Herpes Zoster


Oftalmika

Gambar 3. Herpes Zoster Thorakhalis Gambar 4. Herpes Zoster Fasialis


C. ETIOLOGI
1. Etiologi Herpes Simpleks
VHS tipe I dan tipe II merupakan virus herpes hominis yang merupakan
virus DNA. Pembagian tipe I dan tipe II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenetik melker dan lokasi klinis
(Menaidi & et.al, 2015).
2. Etiologi Herpes Genitalis
1) Penyebab: umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe II
(herper virus hominis tipe II), tetapi bagian kecil dapat pula pada
tipe I.
2) Umur: dewasa atau masa seksual aktif
3) Jenis kelamin: insiden yang sama pada pria dan wanita
4) Faktor yang mempengaruhi frekuensi penyakit atau triger faktor,
antara lain: menstruasi, koitus, gangguan pencernaan, stress emosi,
pencapaian, dan obat-obatan (Siregar, 2015).
3. Etiologi Herpes Zoester
Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela zoester (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA. Virus iini berukyran 140-200 nm, yang
termasuk subfamily alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup
laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma.
VVZ dalam sub family alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi
primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk
laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya
akan menimbulkan kekambuhan secara periodic. Secara in vitro herpes
alfa mempunyai jajaran penjamu yang relative luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang
terinfeksi (Muttaqin, 2011).

D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Herpes Simpleks
Infeksi primer dimulai 2 samapai 20 hari setelah mengalami kontak.
Infeksi genetalia HSV tipe 1 dan 2 secara klinis identik. Individu dengan
riwayat lesi oral dan antibody HSV tipe 1 cenderung untuk menderita HSV
tipe 2 yang tidak begitu berat. infeksi primer dapat menimbulkan lesi atau
gejala yang ringan atau tidak sama sekali. Akan tetapi, pada wanita, infeksi
herpes genetalis primer secara khas ditunjukkan oleh adanya vesikel multipel
pada labia mayora dan minora, menyebar pada perineum dan paha, yang
kemudian berlanjut menjadi tukak yang sangat nyeri.
HSV mempunyai kemampuan untuk reaktivasi melalui bebrapa
rangsangan (misalnya demam, trauma, stress emosional, sinar matahari, dan
menstruasi). HSV-1 dapat aktif kembali dan lebih sering pada bagian oral
daripada genetalia. Sementara itu, HSV-2 dapat aktif kembali 8-10 kali lebih
sering didaerah genetalia daripada di daerah orolabial. Reaktivasi lebih umum
dan parah terjadi pada individu dengan kondisi penurunan fungsi imun
(Muttaqin, 2011).
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus yang diyakini sebagai
penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif didalam sel-sel saraf di
dekat otak dan medulla spinalis. Kemudian hari ketika virus yang laten ini
mengalami pada
Predisposisi reaktivasi, virus itu
klien pernah berjalan lewat saraf perifer
menderita ke kulit.
Reaktivasi virus Virus
cacar
yangair,dorman
system imun yang lemah
diaktifkan dan yangvesikel-vesikel meradang unilateral
dan timbul
menderita kelainan malignitas
disepanjang satu dermatom. Kulit disekitarnyaVesikula mengalami edema dan
yang tersebar
perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan/ atau
rasa terbakar. Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf torakal,
Respons inflamasi lokal Respons inflamasi sistemik Respons
lumbal, dan cranial agaknya paling sering terserang (Muttaqin, 2011).
psikologis

Kerusakan Kerusakan Gangguan Kondisi


saraf perifer integritas kulit gastrointestinal kerusakan
Mual, anoreksia jaringan
kulit

Nyeri Gangguan istirahat Ketidakseimbangan Gangguan


dan tidur nutrisi kurang dari gambaran
kebutuhan diri
Adanya keterlibatan saraf perifer secara local memberikan respon nyeri,
kerusakan integritas Patofisiologi Herpes
jaringan terjadi ke Masalah
akibat adanya Keperawatan
vesikula. Respon sistemik
memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh, persaan tidak enak badan, dan
gangguan gastrointestinal. Respons psikologis pada kondisi adanya lesi pada kulit
memberikan respons kecemasan dan gangguan gambaran diri (Muttaqin, 2011).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Herpes Simpleks
Gejala klinis infeksi VHS ini berlangsung pada tiga tingkat
1) Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang keatas terutama di
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai dari usia anak-anak inkulasi
dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawatan,
dokter gigi, atau orang yang sering menggigit jari. Virus ini juga
sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II
mempunyai tempat redileksi didaerah pinggang kebawah, terutama
didaerah genetal, juga dapat menyebabkan herper meningitis dan
infeksi neonatus (Menaidi & et.al, 2015).
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan berat, kira-kira 3
minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise
dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah
bening regional. Kelainan klinis berupa fesikel yang berkelompok
diatas kulit yang dekat dan eritematosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi kusta dan kadang-kadang
dan mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul
infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80%
infeksi HVS pada genetalia eksterna disertai infeksi pada serviks
(Menaidi & et.al, 2015).

2) Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak diteukan gejala klinis, tetapi
VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsali
(Menaidi & et.al, 2015).
3) Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti HVS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan
tidak aktif, denagn mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa
trauma fisik (demam infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya) trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan
dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang
merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi
primer yang berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala
prodoma lokal sebelum timbul fesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama atau
tempat lain atau tempat sekitarnya (Menaidi & et.al, 2015).
2. Herpes Genitalis
1) Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:
umumnya kelainan klinis atau keluhan utama adalah timbulnya
sekumpulan vesikel pada kulita atau mukosa denagan rasa terbakar dan
gatal pada tempat lesi, kadang-kadang disertai gejala konsitusi seperti
malaise, demam, nyeri otot. Masa inkubasi sukar ditentukan; biasanya
berkisar antara 2-12 hari (Siregar, 2015).
2) Pemeriksaan kulit
Lokalisasi: pada wanita, biasanya pada libia mayora, libia minora,
klitoris, dan introitus vagina. Pada pria, vesikel biasanya terdapat pada
prepusium, glans penis, dan korpus penis (Siregar, 2015).
3) Sifat-sifatnya: vesikel berkelompok diatas daerah eritematosa pada alat
kelamin. Fesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus-ulkus kecil,
dangkal, dan jika sembuh tidak menimbulkan jaringan parut (Siregar,
2015).
3. Herpes Zoester
1) Stadium prodomal
Gejala pertama adalah berupa gatal atau rasa nyeri pada dematom yang
terangsang disertai dengan panas, malise dan nyeri kepala.
2) stadium erupsi mula-mula timbul gerombolan vesikular diatas kulit yang
eritematus sedangkan kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi
pada satu gerombolan adalah sama dengan sama sedangkan usia lesi
denagn gerombolan lain tidak sama. Lokasi lesi sesuai denagn
dermatom atau unilateral yang biasanya tidak melewati garis tengah dari
tubuh.
3) Stadium kurtasi vesikula menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas
dalam waktu 1-2 minggu. Sering menjadi neuralgi pasca herpetika,
terutama pada orang tua yang dapat berlangsung berbulan-bulan
parastesi yang bersifat sementara.

F. PENATALAKSANAAN
1. Herpes Simpleks
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan
repikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekurens
secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep
atau krim yang mengandung preparat indoksuridin (stoxsil, virugent,
virugent-P) dengan cara aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam.
Preparat asiklovir yang dipakai secara topikal tampaknya menjadi masa
depan yang lebih cerah. Pengobatan oral berupa preparat asiklovir
tanpaknya memberikan hasil yang lebih baik, penyakit berlangsung lebih
singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5 kali 200 mg
selama 5 hari. Pengobatan parenteral dengan asiklovir pertama ditunjukkan
kepada penyakit yang lebih berat atau timbul komplikasi pada alat
dalam.begitu pula dengan preparat adeninarabinosid, dapat mengahambat
reproduksi virus juga dapat dipakai secara parenteral. Untuk mencegah
rekurens macam-macam usaha yang dilakukan denagn tujuan meningkatkan
imunitas selular, pernah dilakukan pemberian preparat lupidon H (untuk
VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe II) dalam satu seri pengobatan
(Siregar, 2015).
Pemeriksaan kulit
1) Lokalisasi: paling sering pada atau dekat sambungan mukokutan.
2) Efloresensi atau sifat-sifatnya: fesikel-fesikel miliar berkelompok, jika
pecah membentuk ulkus yang dangkal denagn kemerahan pada daerah
disekitarnya (Siregar, 2015).
2. Herpes Genital
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genetalis, terapi pengobatan secara umum perlu diperhatikan (Menaidi &
et.al, 2015).
1) Menjaga kebersihan lokal
2) Menghindari trauma atau faktor pencetus
Obat-obat topikal yang sering dipakai adalah: povidon yodium,
idoksuridin atau (IDU). Dapat pula dengan inaktivasi fotodinamik dan
larutan zat warna seperti birumethylent, merah netral atau vlavin (Menaidi
& et.al, 2015).
1) Lesi inisial: asiklovir 5x200 mg selama 7 hari
Valasiklofir 2x500mg selama 7 hari
Vamsiklofir 3x500mg selama 7 hari
2) Lesi rekurens
Asiklofir: 5x200mg per hari selama 5 hari atau valaslikofir 2x500mg
perhari sela 5 hari.
3) Pengobatan supresif:
Asiklovir 2x400mg/hari selama 7 hari
Valasiklovir 2x500mg mg/hari selama 7 hari
Famsiklovir 2x250mg/hari selama 7 hari (Menaidi & et.al, 2015).
3. Herpes Zoester
Umum :
1) Analgetika: metampiron 4x1 tablet/hari
2) Bila ada sekunder infeksi: antibiotika eritromisin: 4x250-500mg/hari,
dikloksasilin: 3x125-250mg/hari.
3) Lokal: bila basah: kompres larutan garam faali, bila erosi: salep sodium
fusidat bila kering bedak salisil 2%
Khusus
1) Asiklovir
Dosis dewasa: 5x800mg/hari selama 7-10 hari
Untuk anak: 20mg/kgBB/x-800mg/x, 4 x /hari
Asiklovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetika.
2) Neuralgi pasca herpetika
Aspirin: 3x1 tablet (500mg/hari)
Antidepresan trisiklik misalnya, amitrtitiline 50-500mg/hari:
Hari1: 1 tablet (25 mg)
Hari2: 2x1 tablet
Hari3: 3x1 tablet
Karbamasepin (tegretol): 1-2x1 tablet (200mg)/hari khusus untuk
trigeminalneuralgia
3) Pada H.Z optalmikus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat
diberikan
Asiklovir salep mata 5x/4 jam dan juga oflosasin atau siplofloxacin
obat tetes mata hari 1 dan 2: 1 tetes/ 2-4 jam
Hari 3-7: 1 tetes 4x/hari
4) Pencegahan
Pemberian vaksin varisella virus Vaccine (oka strain)
Indikasi:
Usia tua (>60 tahun)
Pasien imunokompromaise dengan penyakit kronis (Siregar, 2015)

G. PROGNOSIS
1. Herpes Simpleks
Cenderung rekurens.
2. Herpes Genital
Cukup baik meskipun tidak ada pengobatan yang memuaskan untuk
mencegah kekambuhan.
3. Herpes Zooster
Pada orang muda dan anak-anak, umumnya baik.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Masa inkubasi 1-5 hari. Lesi mula-mula berbentuk makula atau papula yang
segera berubah menjadi pustula yang kemudian pecah membentuk ulkus yang
khas, meliputi berbentuk multipel, lunak, nyeri tekan, dasarnya kotor dan mudah
berdarah, serta kulit sekitar ulkus berwarna merah (Muttaqin, 2011).
Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang
penis, dan frenulum dan anus; sedangkan pada wanita terletak di vulva, klitoris,
serviks,dan anus. Pembesaran kelenjar limfe ingunial tidak multipel, terjadi pada
30%kasus yang diserai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah
dengan membentuk sinus yang sangat nyeri diserai badan panas (Muttaqin, 2011).
Vagina dan serviks sering kali terserang sehingga menimbulkan sekret
vagina yang banyak dan nyeri sewaktu berkemih karena daerah permukaan vulva
yang sensitif. Pada pria, vesikel terdapat pada glans, prepusium, dan batang penis.
Kelenjar limfe inguinal biasanya membesar. Gejala-gejala umum dapat berupa
melaise, demam, dan sakit kepala. Pada wanita mungkin mengalami retensi kemih
karena disuria eksternal. Gejala-gejala dan lesi yang infeksius ini, umumnya
berlangsung 3 minggu atau lebih dan akan menghilang sepenuhnya (Muttaqin,
2011).
Herpes genetalis rekuren diduga berhubungan dengan menstruasi, aktivitas
seksual, dan stres. Pada saat beraktivitas, virus yang infeksius ditransportasi dari
ganglia radiks dorsalis ke permukaan tubuh yang sepanjang sara sensorik menuju
bagian-bagian kulit di mana terdapat lesi yang khas. Kekambuhan lesi genetalis
terjadi pada 80% kasus dengan riwayat infeksi primer (Muttaqin, 2011).
Sebagian besar pasien mengalami prodroma (gejala awal) rasa gatal,
terbakar, dan neuralgia setempat 1 sampai 2 hari sebelum munculnya vesikel.
Infeksi sekunder atau kekambuhan tidak seperti nyeri infeksi primer, tidak
melibatkan manifestasi seluruh tubuh, dan berlangsung lebih singkat. Umumnya
lesi pada episode kekambuhan menyembuh dalam rata-rata 4-8 hari. Dengan
berjalannya waktu (beberapa tahun), kekambuhan menjadi lebih jarang. Vesikel
dan tungkak rekuren bersifat infeksius terhadap pasangan seksual sampai tukak
menyembuh rata-rata 4-8 hari. Dengan berjalannya waktu beberapa tahun,
kekambuhan menjadi lebih jarang (Muttaqin, 2011).

2. MASALAH KEPERAWATAN
1) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 11, kelas 2, kode 00046)
Kerusakan integritas kulit adalah Kerusakan pada epidermis dan/ atau
dermis (NANDA, 2016).
2) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 12, kelas 1, kode 00132)
Nyeri Akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi (NANDA, 2016).
3) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 11, kelas 6, kode 00007)
Hipertermi adalah suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena
kegagalan termoregulasi (NANDA, 2016).
4) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 5, kelas 4, kode 00126)
Defisiensi Pengetahuan tentang penyakit adalahketiadaan atau defisiensi
informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (NANDA,
2016).
5) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 11, kelas 1, kode 00004)
Risiko infeksi adalah rentang mengalami invasi dan multiplikasi
organism patogenik yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA,
2016).
6) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 6, kelas 3, kode 00118)
Gangguan Citra Tubuh adalah konfusi gambaran mental tentang diri
fisik individu (NANDA, 2016).
7) Toksonomi Diagnosa Keperwatan (domain 9, kelas 2, kode 00146)
Ansietas adalah persaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memapukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA, 2016).
ANALISA DATA

Tabel Analisa Data (NANDA, 2016)

No DATA PENYEBAB MASALAH


1. Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan Kerusakan Integritas Kulit
1) Benda asing menusuk permukaan kulit. 1) eksternal
2) kerusakan integritas kulit a. Agens farmaseutikal
b. Cedera kimiawi (mis., luka bakar,
kapsaisin, metilen klorida, agens
mustart)
c. Faktor mekanik (mis., daya gesek,
tekanan, imobilitas fisik)
d. Hipertimia
e. Hipotermia
f. Kelembapan
g. Lembap
h. Terapi radiasi
i. Usia ekstrem

2) internal
a. Gangguan metabolisme
b. Gangguan pigmentasi
c. Gangguan sensasi (akibat cidera
medula spinalis, diabetus militus,
dll)
d. Ganguan sirkulasi
e. Gangguan turgor kulit
f. Gangguan volume cairan
g. Imunodefisiensi
h. Nutrisi tidak adekuat
i. Perubahan hormonal
j. Tekanan pada tonjolan tulang
2. Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan Nyeri Akut
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar 1) Agens cedera biologis (mis.,
daftar perksa nyeri untuk pasien yang tidak infeksi, iskemia, neoplasma)
2) Agens cedera fisik (mis., abses,
daat mengungkapkannya (mis., neonatal
amputasi, luka bakar, terpotong,
infant pain scale, pain assessment checklist
mengangkat berat, prosedur bedah,
for senior with limited ability to
trauma, olahraga berlebihan)
communicate)
3) Agens cedera kimiawi (mis., luka
2) Diaforesis
3) Dilatasi pupil bakar, kapsaisin, metilen klorida,
4) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang
agens mustard)
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu fokus,
meringis)
5) Fokus menyempit (mis., persepsi waktu,
proses berfikir, interaksi dengan orang dan
lingkungan)
6) Fokus pada diri sendiri
7) Keluhan tentag integritas enggunakan
standart skala nyeri (mis., skala wong-baker
FACES, skala analog visual, skala penilaian
numerik)
8) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan
menggunakan standar instrumen nyeri (mis.,
MeGill pain questionnaire, brief pain
inventory)
9) Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan
aktifitas (mis., anggota keluarga, pemberi
asuhan)
10) Mengeskpresikan perilaku (mis.,
gelisah, merengek, menangis, waspada)
11) Perilaku distraksi
12) Perubahan pada parameter fisiologis
(mis., tekanan darah, frekuensi jantung,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan
endtidal karbon dioksida)
13) Perubahan posisi untuk menghindari
nyeri
14) Perubahan selera makan
15) Putus asa
16) Sikap melindungi area nyeri
17) Sikap tubuh melindungi

3. Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan Hipertermia


1) Apnea 1) Agens farmaseutikal
2) Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu 2) Aktivitas berlebihan
3) Gelisah hipotensi 3) Dehidrasi
4) Kejang 4) Iskemia
5) Koma 5) Pakaian yang tidak
6) Kulit kemerahan
sesuaipeningkatan laju metabolisme
7) Kulit terasa hangat
6) Penurunan perspirasi
8) Letergi
7) Penyakit
9) Postur abnormal
8) Sepsis
10) Stupor
9) Suhu lingkungan tinggi
11) Takikardia
10) trauma
12) Takipnea
13) Vasodilatasi
4. Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan Defisiensi pengetahuan
1) ketidakakuratan melakukan tes 1) gangguan fungsi kognitif
2) ketidak akuratan mengikuti perintah 2) gangguan memori
3) kurang pengetahuan 3) kurang informasi
4) perilaku tidak tepat (mis., histeria, 4) kurang minat untuk belajar
5) kurang sumberpengetahuan
bermusuhan, agitasi, apatatis)
6) salah pengertian terhadap orang lain
5. Faktor Resiko Resiko infeksi
1) kurang pengetahuan untuk menghindari
pemanjaan patogen
2) malnutrisi
3) obesitas
4) penyakit kronis (mis., diabetus militus)
5) prosedur invasif
6) pertahanan tubuh primer tidak adekuat:
gangguan integritas kulit, gangguan
periltalsis, merokok, pecah ketuban dini,
pevah ketuban lambat, penurunan kerja
siliaris, perubahan pH sekresi, statis cairan
tubuh
7) pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat:
imunosupresi,leukopenia,penurunan
hemoglobin, supresi respons inflamasi (mis.,
interleukin 6), vaksin tidak adekuat
8) pemanjaan terhadap patogen lingkungan
mengikat: terpajan pada wabah
6. Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan Gangguan citra tubuh
1) berfokus pada fungsi masa lalu 1) cedera
2) berfokus pada kekuatan sebelumnya 2) gangguan fungsi psikososial
3) befokus pada pada penampilan masa lalu 3) ketidaksesuaian budaya
4) depersonalisasi bagian tubuh melalui 4) ketidaksesuaian spiritual
5) penyakit
penggunaan kata ganti impersonal
6) perubahan fungsi kognitif
5) depersonalisasi kehilangan melalui
7) perubahan fungsi tubuh (karena
penggunaan kata ganti impersonal
anomali, penyakit, medikasi,
6) gangguan fungsi tubuh
7) gangguan pandangan tentang tubuh kehamilan, radiasi, pembedahan,
seseorang (mis., penampilan, struktur, trauma, dll)
8) perubahan persepsi diri
fungsi)gangguan stuktur tubuh
9) program pengobatan
8) memperluas batasan tubuh (mis.,
memasukkan objek eksternal)
9) menekan pada kekuatan yang tersisa

7. Batasan karakteristik Faktor yang Berhubungan Ansietas


1) perilaku: agitasi, gelisah, gerakan 1) ancaman kematian
2) ancaman pada status terkini
ekstra,innsomnia, kontak mata yang
3) hereditas
buruk,melihat sepintas 4) hubungan interpersonal
2) afektif: berfokus pada diri sendiri, distres, 5) kebutuhan yang tidak dipenuhi
6) konfliknnilai
gelisah, gugup, kesedihan yang mendalam
7) konflik tentang tujuan hidup
ketakutan,menggemerutukan gigi 8) krisis maturasi
3) fisiologis: gemetar, peningkatan keringat, 9) krisis situasi
10) pajanan pada toksin penularan
peningkatan ketegangan,suara
interpersonal
bergetar,termor,termor wajah, wajah tegang
11) penyalahgunaan zat
4) simpatis: anoreksia,diare, dilatasi pupil,
12) perubahan besar
eksitasi kardiovaskular, gangguan 13) riwayat keluarga tentang
pernafasan, jantung berdebar-debar, kedutan ansietas
14) stressor
otot, lemah, mulut kering, peningkatan
denyut nadi, peningkatang frekuensi
pernafasan, peningkatan refleks,
peningkatan tekanan darah, vasokontriksi
superfisial, dan wajah memerah.
5) Parasimpatis: anyang-anyangan, diare,
dorongan segera berkemih, gangguan pola
tidur, kesemutan pada ekstremitas, mual,
letih, nyeri abdomen, penurunan denyut
nadi, penurunan tekanan darah, pusing, dan
sering berkemih
6) Kognitif: bloking pikiran, cenderung
menyalahkan orang lain, gangguan
kosentrasi, gangguan perhatian, konfusi,
lupa melamun, menyadari gejala fisiologis,
penurunan kemampuan untuk belajar,
penurunan kemampuan untuk memecahkan
masalah
7) Penurunan lapang persepsi
8) Preokupasi

INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel Intervensi (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013) (Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013)
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Kerusakan Integritas 1. Integritas Jaringan: Kulit dan Membran 1. Monitor tanda-tanda vital
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
Jaringan Kulit mukosa
1) Suhu Kulit, sensasi, elastisitas, hidrasi, dan status pernafasan dengan cepat
2) Monitor tekanan darah setelah
keringat, tekstur, ketebalan, perfusi jaringan,
pasien minum obat
pertumbuhan rambut pada kulit, dan
3) Monitor warna kulit, suhu dan
integritas kulit dapat dipertahan kan dengan
kelembapan
skala 5 (tidak terganngu) 4) Identifikasi kemungkinan penyebab
2) Tidak terdapat pigmentasi abnormal, lesi
perubahan tanda-tanda vital
pada kulit, lesi mukosa membrane, jaringan 2. Pemberian obat kulit
1) Ikuti prinsip 5 benar pemberian obat
parut, kanker kulit, pengelupasan kulit,
2) Catat riwayat alergi pasien dan alergi
penebalan kulit, eritema, wajah pucat, 3) Tentukan pengetahuan pasien mengenai
nekrosis, pengerasan (kulit), dan abrasi medikasi dan pemahaman pasien
kornea dalam skala 5 (tidak ada) mengenai metode pemberian obat
4) Tentukan kondisikulit paien diatas area
dimana obat akan diberikan
3. Control infeksi
1) Bersihkan lingkungan dengan baik
setelah digunkaan untuk setiap pasien
2) Ganti peralatan perawatan per pasien
sesuai protocol institusi
3) Isolasi orang yang terkena penyakit
menular
4) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
yang bersifat universal
2 Nyeri Akut 1. Kontrol Nyeri 1. Pemberian analgesic
1) Klien dapat mengenali kapan nyeri terjadi 1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
2) Klien dapat menggambarkan factor
dan keparahan nyeri sebelum
penyebab
mengobatinpasien
3) Klien dapat menggunakan tindakan
2) Monitor tanda vital sebelum dan
pencegahan untuk nyeri
sesudah erian analgesic
4) Menggunkan anlgesik yang
direkomendasikan 3) Cek intah
5) Klien dapat melaporkan perubahan terhadap
pengobatan
gejala nyeri pada professional kesehatan
meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
6) Klien dapat mengenali apa yang terkait
analgesic yang diresepkan
dengan gejala nyeri
4) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
7) Klien dapat melaporkan nyeri yang
aktivitas lain yang dapat membantu
terkontrol
2. Tingkat Nyeri relaksasi untuk memfasilitasi
1) Skala Nyei 0-3
penurunan nyeri
2) Tidak ada ekspresi nyeri wajah
3) Panjangnya episode nyeri dengan skala 5
(tidak ada)
4) Klien dapat beristirahat
3 Hipertermi 1. Termoregulasi 1. pengaturan hemodinamik
1) Klien tidak merasa merinding saat dingin 1) lakukan penilain komprehensif
2) Klien tidak terganggu berkeringat saat panas
terhadap status hemodinamik (yaitu,
3) Klien tidak menggigil saat dingin
4) Denyut jantung radial dan tingkat memeriksa tekanan darah, denyut
pernafasan dalam rentang normal jantung, denyut nadi, tekanan vena
5) Klien dapat melaporkan kenyamanan suhu
jugularis, tekanan vena sentral, atrium
6) Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu
kiri dan kanan, tekanan ventrikel dan
kulit
7) Tidak ada perubahan warna kulit tekanan arteri pulmonalis )
8) Tidak ada dehidrasi 2) Kurangi kecemasan dengan
memberikan informasi yang akurat
3) Identifikasi adanya tanda dan gejala
peringatan dini system hemodinamik
misalnya, dyspnea, penurunan
kemampuan untuk olahraga, ortopnea,
sangat kelelahan, pusing, edema,
palpitasi, dyspnea, perubahan berat
badan tiba-tiba.
4 Defisiensi Pengetahuan 1. Pengetahuan: Perilaku Kesehatan 1. Bimbingan antisipasi
1) Klien dapat mengembangkan rencana 1) Bantu klien mengidentifikasi
tindakan kemungkinan perkembangan situasi
2) Klien dapat memperoleh dukungan yang
krisis yang akan terjadi dan efek dari
diperlukan
krisis yang bisa berdampak pada klien
3) Klien dapat mempertahankan harga diri
dan keluarga
positif
2) Instruksikan klien mengenai perilaku
4) Mengungkapkan kinerja akan kemampuan
dan perkembangan dengan cara yang
untuk melakukan tindakan
tepat
3) Berikan informasi mengenai harapan-
harapan yang realities terkait dengan
perilaku pasien
5 Risiko infeksi 1. Keparahan infeksi 1. Control infeksi
1) Adanya kemerahan dalam skala 5 (tidak 5) Bersihkan lingkungan dengan baik
ada) setelah digunkaan untuk setiap pasien
2) Tidak ada vesikel yang tidak mengeras 6) Ganti peralatan perawatan per pasien
permukaannya sesuai protocol institusi
3) Tidak ada cairan yang berbau busuk 7) Isolasi orang yang terkena penyakit
4) Tidak terjadi demam dan hipotermi
menular
5) Kestabilan tubuh normal
8) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
6) Tidak ada nyeri, malaise, lethargy, dan
yang bersifat universal
hilang nafsu makan
7) Tidak ada peningkatan sel darah putih
6 Gangguan Citra Tubuh 1. Citra Tubuh 1. Peningkatan citra tubuh
1) Gambaran internal diri dalam skala 5 1) Tentukan harapan citra diri pasien
(konsisten positif) didasarkan pada tahap perkembangan
2) Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal 2) Gunakan bimbingan antisipatif
tubuh dengan penampilan tubuh menyiapkan pasien terkait dengan
3) Dapat menyesuaikan terhadap perubahan
perubahan-perubahan citra tubuh yang
fungsi tubuh
diprediksi
4) Dapat menyesuaikan terhadap perubahan
3) Tukan perubahan fisik saat ini apakah
tampilan fisik
berkonstribusi pada citra diri pasien.
5) Dapat menyesuaikan terhadap perubahan
akibat cidera
7 Ansietas 1. Tingkat kecemasan 1. Pengurangan kecemasan
1) Klien dapat beristirahat 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
2) Perasaan gelisah tidak ada
meyakinkan
3) Tidak ada ketegangan pada otot dan wajah
2) Nyatakan dengan jelas harapan
4) Tidak ada rasa takut dan cemas yang
disampaikan secara lisan terhadap perilakuklien
5) Tidak terjadi peningkatan tekanan darah, 3) Jelaskan semua prosedur termasuk
frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, sensasi yang akan dirasakan yang akan
dilatasi pupil, pusing, dan gangguan tidur. dialami klien selama prosedur
4) Berikan informasi actual terkait dengan
diagnosis, perawatan, dan prognosis
DAFTAR PUSTAKA

Airlangga, U. P. (2007). Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin/Bagian SMF Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga, University Press.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Intervention Classification. Oxford OX5 IGB: Licensing
Department, Elsevier, 1600 JFK Blvd, Suite 1800, Philadelphia.
Menaidi, S. L., & et.al. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification. Oxford: Licensing Departement, Elsevier, 1600
JFK Blvd., Suite 1800, Philadelphia.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Intergumen. Jakarta:
Salemba Medika.
NANDA. (2016). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siregar, R. (2015). Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit . Jakarta: EGC.
Yuliyanti. (2017, Februari 1). Penyakit Herpes Penyebab, Gejala, Bahaya Dan
Pengobatannya. Retrieved Agustus 6, 2017, from Beritaharianmu:
http://www.beritaharianmu.com/penyakit-herpes-penyebab-gejala-bahaya-
dan-pengobatannya/
Lampiran 1
Pertanyaan dan Jawaban Presentasi KMB (Herpes)

1. Indirani Zahra (5/15011)


Penatalaksanaan farmakologi herpes 3 mengenai pasien tersebut apakah
diberikan?
Jawab: tidak diberikan semua penatalaksanaannya tergantung dari tanda
dan gejal yang muncul, untuk penatalaksanaannya herpes
simpleks dan genital pentalaksanaannya sama dengan
memberikan Asiklovir 2x400mg/hari selama 7 hari, Valasiklovir
2x500mg mg/hari selama 7 hari, dan Famsiklovir 2x250mg/hari
selama 7 hari, jika herpes zooster berikan Analgetika:
metampiron 4x1 tablet/hari. Bila ada sekunder infeksi:
antibiotika eritromisin: 4x250-500mg/hari, dikloksasilin: 3x125-
250mg/hari.
2. Fandi
Herpes genetalia adalah herpes yang sulit disembuhkan dengan obat-
obatan. Walaupun tanda gejala herpes menghilang tapi virus masih
bersembunyi dalam sel apa masih bisa menular saat berhubungan seksual?
Jawab: bisa, karena jika tanda dan gejala herpes masih belum bisa
diidentifikasi dan masa inkubasi sukar ditentukan; biasanya
berkisar antara 2-12 hari, pasien belum bisa dikatakan sembuh
dan jika melakukan hubungan suami istri, pasangan beresiko
terkena herpes genitalis juga.

Anda mungkin juga menyukai