DISUSUN OLEH :
1926010008
Kelas : Keperawatan VI A
DOSEN PENGAMPU
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan
Keperawatan pada pasien SLE”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, penulis mengambil tema tentang “Asuhan Keperawatan Ca Paru” ini
dengan harapan makalah ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi semua orang. Penulis pun
menerima kritik ataupun saran yang dapat membantu penulis memperbaiki makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................2
C. Manfaat.........................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini
adalah “Systemik Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus berasal dari bahasa latin
yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa
yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit
kemerahan di sekitar hidung dan pipi itu disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena
itulah penyakit itu diberi nama “Lupus”.Penyakit lupus adalah penyakit baru yang
mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong
lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih
dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memilikikekebalan untuk
menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika kekebalan
tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan
dengan system imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong misterius, lebih dari
5 juta orang dalam usia produktif di seluruh dunia telah terdiagnosis menyandang
lupus atau SLE ( Systemic Lupus Erythematosus ), yaitu penyakit auto imun kronis
yang menimbulkan bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau system
yang terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit lupus biasanya
menyerang wanita produktif . Meski kulit wajah pnderita lupus dan sebagian tubuh
lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang
kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau
terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan, serta sensitive
terhadap sinarmatahari. Semua itu merupakan sebagian dari gejala penyakit lupus. Factor
yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah factor lingkungan, seperti
paparan sinar matahari, stress, beberapa jenis jenis obat dan virus. Oleh karena itu,
bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau
sesudah pukul 16.00. saat berpergian, penderita memakai sun block atau sun screen
( pelindung kulit dari sengatan sinar matahari ) pada bagian kulit yang akan terpapar.
Oleh karena itu, penyakit lupus merupakan penyakit autoimun sistemik dimana pengaruh
utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan.
1
2
B. Tujuan
a. Mengetahui pengertian Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
b. Mengetahui etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
c. Mengetahui patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
d. Mengetahui manifestasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
e. Mengetahui pathway Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
g. Mengetahui penatalaksanaan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE)
C. Manfaat
a. Manfaat bagi mahasiswa/i diharapkan hasil penulisan kasus askep ini sebagai
bahan bacaan dengan kegiatan dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada
pasien SLE
b. Manfaat bagi penulis diharapkan hasil penulisan laporan ini sebagai Matahari
pengalaman langsung dan masukan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien
SLE.
BAB II
TINJAUAN TEORI
a) Definis SLE
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan gangguan multisistem
autoimun kronis yang berhubungan dengan beberapa kelainan imunologi dan
berbagai manifestasi klinis. (Krishnamurthy, 2011).
Penyakit lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.
Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh
sendiri dan organism asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi
yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan
terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam
jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2003, dalam syafi’I, 2012).
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) merupakan penyakit rematik autoimun
yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau
sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan
kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo Aru,
dkk 2009).
Dari 3 definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penyakit Sistemik
Lupus Eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.
Kelainan ini disebabkan oleh produksi antibodi dalam jumlah besar sehingga
menyebabkan sistem imun tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan
organisme asing.
b) Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada beberapa
factor yang terlibat seperti factor genetic, obat-obatan, hormonal dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. System imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibody secara terus
3
4
d. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupusdan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme
estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko
terjadinya SLE.
e. Factor farmakologi
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug
Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
1) Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid, dan isoniazid. 2) Obat yang mungkin dapat
menyebabkan lupus obat: dilantin, peninsilamin, dan kuinidin.
6
c) Klasifikasi
Menurut Hasdianah, dkk (2014), Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, sistemic lupus erythematosus, dan lupus yang
diinduksi oleh obat :
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi,
skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga,
wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan
karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan
parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap.
2. Sistemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan.
Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein
intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktivan komplemen.
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut.
d) Patofisiologi
Penyakit SLE yang terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia produktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
7
e) Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan, gejala yang paling
sering adalah sebagai berikut:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).
b. Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung,
kata Lupus berarti serigala dan mengacu kepada penampakan topeng
seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan
hipoksia kronik
e. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
f. Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
g. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan
hipertensi
i. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering
terjadi karena serangan terhadap sel darah merah dan putih serta
trombosit (Elizabeth, 2009).
8
f) WOC
g) Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan secara
penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis.
Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang
positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan
diagnostica.
h) Komplikasi
B. Askep Teoritis
a) Pengkajian
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada sasaran yang dituju, selain itu pengumpulan data dapat diperoleh
dari pasien, keluarga, tenaga kesehatan, catatan medis, medical recod dan literature
(Nurarif, 2015).
Hal-hal yang dibagi pada pasien antara lain:
a. Identitas : nama, umur, agama, pendidikan, alamat, diagnosis
Status kesehatan :
1) Keluhan utama
Biasanya klien dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus datang ke
RS dengan keluhan nyeri dan kaku pada seluruh badan, kulit kering,
bersisik dan mengelupas pada beberapa bagian kulit, rasa sakit biasanya
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, pasien juga merasa lemah (Anggraini,
2016)
Pasien masuk rumah sakit dikarenakan muncul gejala nyeri dan kaku
seluruh badan, kulit kering dan bersisik, kulit mengelupas pada beberapa
bagian kulit, dan semakin parah apabila terpapar sinar matahari (Alamanda,
11
2018).
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada pasien yang menderita Systemic Lupus Erythematosus pada
saat dikaji keluhan yang dirasakan seperti nyeri dan kaku seluruh badan,
kulit menegelupas dibeberapa bagian, pasien lemas (Fatmawati, 2018).
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien menurut Hikmah (2018):
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus kesadarannya composmentis
bahkan bisa sampai terjadi penurunan kesadaran.
b) Tanda-tanda vital
Biasanya pada penderita Systemic Lupus Erythematosus ini ditemukan
peningkatan suhu dannadi diatas rentang normal.
12
3) Pemeriksaan Sistemik
Menurut Hidayat dalam Judha (2015) data yang ditemukan pada pasien
Systemic Lupus Erythematosus adalah :
a) Sistem Muskuloskeletal
Artalgia, artritis, pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
b) Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal serta pipi.
c) Sistem Kardiaovaskuler
Pericarditis merupakan manifestasi kardiak.
d) Sistem Pernafasan Pleuritis atau efusi pleura.
e) Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole, dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku,
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjur nekrosis.
f) Sistem Perkemihan
Biasanya yang terkena glomerulus renal.
14
g) Sistem saraf
Spektum gangguan sistim saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologi, sering terjadi depresi dan psikosis.
h) Sistem Gastrointestinal Asites dan nyeri
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenairespons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017). Diagnosis Keperawatan
yang muncul pada pasien Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
g. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
h. Risiko cidera berhubungan dengan terpapar patogen
i. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
j. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
k. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
l. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
m. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
n. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
14
Intervensi Keperawatan yang muncul pada pasien Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
Diagnosis Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi dan Tindakan (SIKI)
Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
fisik berhubungan
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifiksi adanya keluhan fisik
dengan kerusakan mobilitas fisik meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
dengan kriteria hasil: pergerakan Terapeutik :
integritas struktur
1.Pergerakan ekstermitas 3. Fasilitasi melakukan pergerakan
tulang meningkat 4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
2.Kaku sendi menurun pergerakan
3.Kelemahan fisik menurun Edukasi :
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
6. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.082338)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
dengan agen pencedera
keperawatan, tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
fisiologis menurun dengan kriteria hasil: intensitas nyeri (PQRST)
1.Keluhan nyeri menurun dari 2. Identifikasi respon nyeri
skala 5 menjadi 1 Terapeutik:
2. Ekspresi wajah meringis 3. Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik
menurun relaksasi nafas dalam)
3. Kesulitan tidur menurun Edukasi:
4.Frekuensi nadi membaik 4. Jelaskan informasi pada klien dan keluarga terkait penyebab,
dalam rentang (60-100 periode dan pemicu nyeri
x/menit) 5. Jelaskan strategi meredakan
nyeri Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgetik
17
Gangguan citra tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
berhubungan dengan
keperawatan, citra tubuh 1. Identifikasi perubahan citra tubuh
perubahan meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
hasil: perkembangan Terapeutik:
struktur/bentuk tubuh
1. Verbalisasi perasaan negatif 3. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
tentang perubahan tubuh 4. Diskusikan stress yang mempengaruhi citra
menurun tubuh Edukasi:
2. Verbalisasi ke khawatiran 5. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
pada penolakan/reaksi 6. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
orang
lain menurun
Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit (I.11353)
(L.14125) Observasi:
kulit berhubungan
Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi gangguan integritas
dengan perubahan keperawatan, integritas kulit kulit Terapeutik:
dan jaringan meningkat dengan 2. Ubah posisi 2 jam tirah baring
pigmentasi
kriteria hasil: 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan
1. Elasitas meningkat tulang Edukasi:
2. Nyeri menurun 4. Anjurkan menggunakan pelembab
3. Kemerahan menurun 5. Anjurkan meningkatan asuran sayur dan buah
Penurunan curah Curah Jantung (L.02008) Perawatan Jantung (I.02075)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
jantung berhubungan
keperawatan, curah jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
dengan perubahan meningkat dengan kriteria 2. Monitor tekanan
hasil: darah Terapeutik :
irama jantung
1. Kekuatan nadi perifer 3. Posisikan pasien semi fowler/fowler
meningkat 4. Berikan diet jantung yang sesuai
2. Palpitasi menurun Edukasi :
18
BAB III
KASUS
KASUS
Seorang perempuan usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman
dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah
besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pada pagi hari dan kurang
nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan terbatas tegas,
peradangan pada siku, lesi berskuama pada daerah leher, malaise. Tekanan darah 110/80
mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38,50 C, HB 11 gr/dl, WBC
15.000/mm3.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a) Nama : Nn. A
b) Umur : 35 Tahun
c) Jenis Kelamin : Perempuan
2. Keluhan Utama :
a) Pipi dan Leher merah.
b) Nyeri pada kulit yang memerah
c) Persendian terasa kaku
4. Pemeriksaan umum :
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
22
21
- Respirasi : 20X/menit
22
23
21
- Nadi : 90X/menit
- Suhu : 38,50 C
- Hb : 11 gr/dl
- WBC : 15.000/mm3
5. Pemeriksaan Fisik :
- Ruam pada pipi yang terbatas tegas
- Peradangan pada siku
- Lesi berskuama pada daerah leher
- Malaise
6. Pemeriksaan Penunjang:
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
- Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
jantung.
- Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau
+++.
- Hitungan jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
DATA FOKUS
DS : DO :
- keluhan merasa tidak nyaman - ruam pada pipi dengan terbatas tegas,
dengan kulit memerah pada
- peradangan pada siku,
daerah pipi dan leher
- awalnya kecil setelah 1 - lesi berskuama pada daerah leher,
21
- WBC 15.000/mm3.
24
21
ANALISA DATA
21
- suhu 38,50 C,
25
21
B. Diagnosa Keperawatan
Kode D.0056
Hal : 128
(SDKI)
Kode D.0074
Hal 166
(SDKI)
25
21
26
21
C. Intervensi keperawatan
No
TUJUAN Dan Kriteria Hasil INTERVENSI TTD
.
21
Kriteria hasil :
- Kesejahteraan fisik meningkat
- Rileks meningkat
- Keluhan tidak nyamam menurun
(L.08064)
27
21
D. Implementasi Keperawatan
09.00
- Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas
Hasil : pasien mengatakan tidak dapat beraktivitas normal seperti
biasanya
09.10
- Mengkaji pasien untuk aktivitas prioritas
Hasil : pasien mengatakan lebih banyak istirahat sejak 1 minggu
09.15
- Mengkaji skala nyeri pasien
Hasil :
P : nyeri karena kekakuan sendi
Q : seperti tertekan
R : sendi-sendi
S:7
T : ada dari 1 minggu lalu, bersifat akut dan mendadak
09.20
- Melibatkan keluarga dalam rencana keperawatan dengan
mengajaknya turut berperan dalam proses kesembuhan pasien
Hasil : Keluarga ikut membantu dalam proses perawatan
09.25
- Menganjurkan pasien untuk istirahat teratur dan sesuai dengan yang
dibutuhkan
Hasil : pasien mengatakan tidur cukup
09. 28
- Menganjurkan pasien untuk berpindah dan mengubah posisi sesuai
dengan kenyamanan
Hasil : pasien mengatakan nyaman ketika posisi tiduran terlentang dan
miring kanan-kiri, pasien terlihat nyaman pada posisi sims
27
21
09.30
- Mengkaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati perubahan.
10.10
- Menginstruksikan kebersihan kulit. Misal: membasuh, kemudian
mengeringkannya dengan hati – hati dan melakukan masase dengan
lotion atau krim.
Hasil : pasien memakai lotion
Kolaborasi :
11.00
- Mendapatkan kultur dari lesi kulit terbuka
Hasil : kolaborasi dalam pengambilan kultur
12.30
- Memberikan obat – obatan topikal atau sistemik sesuai indikasi
Hasil : berkolaborasi pemberian obat
12.45
- Melindungi lesi / ulkus dengan balutan kasa atau salep antibiotik
sesuai petunjuk
Hasil : pemberian salep sesuai petunjuk dokter
08.00
- Mengajarkan teknik yoga
Hasil : pasien merasa segar dan relaks setelah yoga
27
21
08.30
- Menganjurkan klien mengubah posisi secara teratur missal dengan
mika-miki,
Hasil : pasien menerapkan mika miki
09.00
- Menutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril
Hasil : perawatan luka, pasien mengatakan lebih merasa aman
13.00
- Melihat kondisi sprei tempat tidur klien
Hasil : sprei terlihat lecek dan basah, pasien mengatakan tidak nyaman
dengan spreinya
16.15
- Mengganti sprai tempat tidur
Hasil : pasien mengatakan lebih nyaman
27
21
30
21
E. Evaluasi Keperawatan
Tangga
Evaluasi TTD
l
21
21
DAFTAR PUSTAKA
Hurst, Marlene., dkk. (2015) .Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.
Jakarta:EGC
Suddarth, Brunner.,dkk. (2013) . Keperawatan Medikal Bedah Brunnere Suddarth Ed.12.
Jakarta:EGC
Mary Digiulio.,dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Rapha Publishing
Nopa Septia Anggraini. (2016). Lupus Eritematosus Sistemik : Vol. 4, No. 4 : 124-131.
Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas klampung.
Putri, R. N., & Setiawan, D. (2020). Optimasi Prediksi Penyakit Systemic Lupus
Erythematosus Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization. Techno.
Com, 19(1), 67-75
21
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
Abstrak
Systemic lupus erythematosus (SLE) juga dikenal sebagai lupus, adalah penyakit
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehat di
banyak bagian tubuh. Jumlah penderita SLE semakin meningkat tiap tahun. Systemic
Lupus Erythematosus telah diderita sebanyak lima juta orang diseluruh dunia. Penderita
SLE di China lebih tinggi dari negara Eropa dan Amerika Utara, perkiraan prevalensi
SLE adalah 50-100 kasus per 100.000 orang. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan
Sistem Informasi Rumah Sakit Online (SIRS Online) pada tahun 2014 terdapat 1.169
penderita SLE, tahun 2015 terdapat 1.336 penderita SLE, dan tahun 2016 terdapat
2.116, dari data tersebut terlihat peningkatan angka penderita SLE setiap tahun. Salah
satu penyebab dari tingginya angka penderita penyakit SLE adalah sulitnya
mendiagnosa penyakit SLE. Tantangan terbesar dalam ilmu kedokteran adalah
bagaimana melakukan deteksi dini dalam mendiagnosa penyakit SLE. Deteksi dini
dalam diagnosa penyakit SLE dapat dilakukan dengan prediksi penyakit SLE.
Penelitian ini melakukan optimasi terhadap hasil prediksi penyakit SLE dengan metode
genetika. Metode optimasi yang digunakan adalah algoritma particle swarm
optimization. Hasil dari penelitian adalah algoritma particle swarm optimization dapat
melakukan optimasi dengan 6 pasien teridentifikasi secara tepat. Akurasi dari optimasi
adalah 88 %.
Kata kunci: prediksi, Systemic lupus Erythematosus, genetika, algoritma particle swarm
optimization
Abstract
Systemic lupus erythematosus (SLE), also known as lupus, is an autoimmune disease in which
the immune system mistakenly attacks healthy tissue in many parts of the body. The number of
SLE sufferers is increasing every year. Systemic Lupus Erythematosus has suffered as many as
five million people worldwide. People with SLE in China are higher than European countries and
North America, the estimated prevalence of SLE is 50-100 cases per 100,000 people. While in
Indonesia, based on the Online Hospital Information System (SIRS Online) in 2014 there were
1,169 SLE sufferers, in 2015 there were 1,336 SLE sufferers, and in 2016 there were 2,116, from
the data it was seen an increase in the number of SLE sufferers every year. One of the causes
67
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
of the high number of people with SLE is the difficulty of diagnosing SLE. The biggest
challenge in medical science is how to do early detection in diagnosing SLE. Early detection in
the diagnosis of SLE can be done by predicting SLE. This research optimizes the prediction
results of SLE by genetic methods. The optimization method used is the particle swarm
optimization algorithm. The results of the study are the particle swarm optimization algorithm
can optimize with 6 patients correctly identified. The accuracy of the optimization is 88%.
68
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
1. PENDAHULUAN
2. METODE PENELITIAN
2.1 Tahapan Penelitian
Tahapan dalam menyelesaikan masalah pada penelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
69
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
70
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
partikel terbaik diantara semua partikel dalam kawanan group dinyatakan sebagai
gbestd. Kecepatan partikel dinyatakan sebagai: vi = (vi,1,vi,2,....vi,d) [15]. Tahapan PSO
dapat dijabarkan sebagai berikut :
71
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
5. Cek apakah solusi yang sekarang sudah konvergen. Jika posisi semua partikel menuju ke satu
nilai yang sama, maka ini disebut konvergen. Jika belum konvergen maka langkah 4 diulang
dengan memperbarui iterasi i = i + 1, dengan cara menghitung nilai baru dari Pbest,j dan
Gbest.
72
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
Proses iterasi ini dilanjutkan sampai semua partikel menuju ke satu titik solusi yang
sama. Biasanya akan ditentukan dengan kriteria penghentian (stopping criteria),
misalnya jumlah selisih solusi sekarang dengan solusi sebelumnya sudah sangat kecil.
2.3 Evaluasi Optimasi PSO
Untuk mengukur pengoptimalan hasil prediksi penyakit SLE dapat dilihat dari hasil
akurasi yang diukur menggunakan confusion matrix. Confusion Matrix merupakan evaluasi
kinerja dari model klasifikasi berdasarkan objek dengan memperkirakan yang benar
atau salah[16]. Akurasi bertujuan untuk mengetahui keakuratan prediksi jumlah pasien
teridentifikasi penyakit SLE yang benar.
𝑇𝑃+𝑇𝑁
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
(2.3)
𝑇𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑃+𝐹𝑁
Keterangan :
1. True Positive (TP) : proporsi positif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
positif.
2. False Negative (FN) : proporsi negatif yang terdapat dalam data set yang
diklasifikasikan negatif.
3. False Positive (FP) : proporsi negatif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
positif.
4. True Negatif (TN) : proporsi positif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
negatif.
Penyakit SLE dapat menyebabkan inflamasi atau kerusakan pada bagian tubuh
seperti persendian, kulit, ginjal, jantung, paru-paru, pembuluh dara, dan otak[2]. Hasil
prediksi menggunakan genetika didapat 16 pasien yang terindentifikasi penyakit SLE
dengan rincian, SLE yang menyebabkan kerusakan pada otak 9 pasien, ginjal 6 pasien,
73
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
1. Menentukan bahwa ukuran kelompok atau kawanan (jumlah partikel) adalah N, pada kasus
ini N=3, yaitu X1 untuk kelempok pasien yang terindikasi SLE yang menyerang bagian otak,
X2 kelempok pasien yang terindikasi SLE yang menyerang bagian ginjal, X3 kelempok pasien
yang terindikasi SLE yang menyerang bagian kulit.
74
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
2. Tentukan nilai R1-R2 (Nilai Random) yang diasumsikan sendiri, untuk literasi pertama nilai
random adalah R1=0.4 dan R2=0.5
75
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
X1 X2 X3
206.92
24.85
28.42
28.42
21.28
214.06
214.06
206.92
76
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
249.76
356.86
35.56
5. Nilai Konvergen
Konvergen adalah selisih nilai x saling dekat, jika masih belum saling dekat
maka lakukan sampai iterasi ke n, pada iterasi pertama populasi yang didapatkan dapat
dilihat pada tabel 6. Karena selisih konvergen belum saling dekat maka lakukan kembali
1 sampai 4.
Pada tabel 2 iterasi 1 optimasi dengan PSO selisih konvergen yaitu selesih angka
yang saling dekat masih belum mendekati, maka dialakukan iterasi ke-n sampai selisih
angka saling dekat.
Tabel 7 Iterasi 2 Optimasi dengan Metode PSO
V1 V2 V3 X1 X2 X3
104.96 311.88
2.50 27.35
0.00 28.42
0.00 28.42
5.00 26.26
99.96 314.02
99.96 314.02
104.96 311.88
74.97 324.73
0.00 356.86
77
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
0.000 35.56
V1 V2 V3 X1 X2 X3
10.00 81.25
5.00 83.40
0.00 21.28
0.00 21.28
0.00 85.54
Pada iterasi kedua selesih angka saling dekat sudah mendekati, maka pada
iterasi ke 2 didapatkan pengoptimalan prediksi penyakit SLE.
78
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
1. Algoritma Genetika
114.24+100
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
114.24+100+14+16
= 0.88 x 100
= 88 %
2 . Algoritma PSO
42,84+100
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
42.84+100+14+6
= 0.88 x 100
= 88 %
C1-13 Otak 0
Ginjal 2
Kulit 1
Tidak Sakit 14
C14-30 Otak 1
Ginjal 2
Kulit 0
Tidak Sakit 10
Total Questioner 30
Hal ini membuktikan bahwa nilai PSO lebih stabil dari genetika[17]. Untuk
79
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
penelitian selanjutnya agar nilai optimasliasi lebih optimal perlu dilakukan modifikasi
pada PSO.
80
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
DAFTAR PUSTAKA
81
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75
82