Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

DISUSUN OLEH :

Dita Cahayani Septiriana

1926010008

Kelas : Keperawatan VI A

DOSEN PENGAMPU

Ns. Devi Listiana, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan
Keperawatan pada pasien SLE”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis mengambil tema tentang “Asuhan Keperawatan Ca Paru” ini
dengan harapan makalah ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi semua orang. Penulis pun
menerima kritik ataupun saran yang dapat membantu penulis memperbaiki makalah ini.

Bengkulu, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................2
C. Manfaat.........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Teoritis Penyakit
a) Definisi ................................................................................................................3
b) Etiologi ...............................................................................................................3
c) Klasifikasi ............................................................................................................6
d) Patofisiologi ........................................................................................................6
e) Manifestasi Klinis ...............................................................................................7
f) WOC ....................................................................................................................8
g) Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................8
h) Komplikasi ..........................................................................................................10
B. ASKEP TORITIS
a) Pengkajian.............................................................................................................10
b) Diagnosa Keperawatan ........................................................................................14
c) Intervensi Keperawatan .......................................................................................14

BAB III ANALISIS KASUS


A. Kasus...........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini
adalah “Systemik Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus berasal dari bahasa latin
yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa
yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit
kemerahan di sekitar hidung dan pipi itu disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena
itulah penyakit itu diberi nama “Lupus”.Penyakit lupus adalah penyakit baru yang
mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong
lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih
dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memilikikekebalan untuk
menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika kekebalan
tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan
dengan system imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong misterius, lebih dari
5 juta orang dalam usia produktif di seluruh dunia telah terdiagnosis menyandang
lupus atau SLE ( Systemic Lupus Erythematosus ), yaitu penyakit auto imun kronis
yang menimbulkan bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau system
yang terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.

Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit lupus biasanya
menyerang wanita produktif . Meski kulit wajah pnderita lupus dan sebagian tubuh
lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang
kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau
terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan, serta sensitive
terhadap sinarmatahari. Semua itu merupakan sebagian dari gejala penyakit lupus. Factor
yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah factor lingkungan, seperti
paparan sinar matahari, stress, beberapa jenis jenis obat dan virus. Oleh karena itu,
bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau
sesudah pukul 16.00. saat berpergian, penderita memakai sun block atau sun screen
( pelindung kulit dari sengatan sinar matahari ) pada bagian kulit yang akan terpapar.
Oleh karena itu, penyakit lupus merupakan penyakit autoimun sistemik dimana pengaruh
utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan.

1
2

B. Tujuan
a. Mengetahui pengertian Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
b. Mengetahui etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
c. Mengetahui patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
d. Mengetahui manifestasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
e. Mengetahui pathway Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
g. Mengetahui penatalaksanaan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE)

C. Manfaat
a. Manfaat bagi mahasiswa/i diharapkan hasil penulisan kasus askep ini sebagai
bahan bacaan dengan kegiatan dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada
pasien SLE
b. Manfaat bagi penulis diharapkan hasil penulisan laporan ini sebagai Matahari
pengalaman langsung dan masukan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien
SLE.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teoritis Penyakit

a) Definis SLE
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan gangguan multisistem
autoimun kronis yang berhubungan dengan beberapa kelainan imunologi dan
berbagai manifestasi klinis. (Krishnamurthy, 2011).
Penyakit lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.
Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh
sendiri dan organism asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi
yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan
terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam
jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2003, dalam syafi’I, 2012).
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) merupakan penyakit rematik autoimun
yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau
sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan
kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo Aru,
dkk 2009).
Dari 3 definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penyakit Sistemik
Lupus Eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.
Kelainan ini disebabkan oleh produksi antibodi dalam jumlah besar sehingga
menyebabkan sistem imun tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan
organisme asing.

b) Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada beberapa
factor yang terlibat seperti factor genetic, obat-obatan, hormonal dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. System imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibody secara terus

3
4

menerus. Antibody ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga


mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemikdengan kerusakan multiorgan
dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self
tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa
factor :
a. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
b. Hiperaktivitas sel T helper
c. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Factor penyebab yang terlibat dalam timbulnya penyakit SLE
a. Factor genetic
Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih
sering daripada pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik,
dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di
mana terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
b. Faktor Imunologi
1. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihaninformasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali
perintah dari sel T.
2. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T
dan sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki
reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan
sel B juga akan sulit mengalami apoptosis sehingga menyebabkan
produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
3. Kelainan antibody
c. Terdapat beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE,
seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai
antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi autoantibodi, sel T
5

mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi autoantibodi, dan


kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan Factor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi
dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan
tersebut terdiri dari:
1) Infeksi virus dan bakteriAgen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat
berperan dalam timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein
Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.
2) Paparan sinar ultra violetSinar ultra violet dapat mengurangi penekanan
sistem imun, sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat
kambuh atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di
tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
3 )StresStres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon
imun tubuh akan terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres.
Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem
autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal.

d. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupusdan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme
estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko
terjadinya SLE.

e. Factor farmakologi
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug
Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
1)      Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid, dan isoniazid. 2)      Obat yang mungkin dapat
menyebabkan lupus obat: dilantin, peninsilamin, dan kuinidin.
6

3)      Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis antibiotik, dan


griseofulvin

c) Klasifikasi
Menurut Hasdianah, dkk (2014), Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, sistemic lupus erythematosus, dan lupus yang
diinduksi oleh obat :
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi,
skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga,
wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan
karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan
parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap.
2. Sistemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan.
Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein
intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktivan komplemen.
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut.

d) Patofisiologi
Penyakit SLE yang terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia produktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
7

hidralazin, prokainamid, isoniazid, klopromazin dan beberapa preparat antikonvulsan


di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE
akibat senyawa kima atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul
penumpukan komples imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya akan merangsang pembentukan antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.

e) Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan, gejala yang paling
sering adalah sebagai berikut:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).
b. Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung,
kata Lupus berarti serigala dan mengacu kepada penampakan topeng
seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan
hipoksia kronik
e. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
f. Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
g. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan
hipertensi
i. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering
terjadi karena serangan terhadap sel darah merah dan putih serta
trombosit (Elizabeth, 2009).
8

f) WOC

g) Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan secara
penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis.
Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang
positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan
diagnostica.

Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus


Sistemik ( SLE ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil
pemeriksaan darah pada penderita SLE menunjukkan adanya anemia
hemolitik, trombositopenia, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation
rate (ESR) meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level
IgG mungkin tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin
meningkat. Selain itu, hasil pemeriksaan urin pada penderita SLE menunjukkan
adanya proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
heme granular atau sel darah merah pada urin
Anti ds DNA
9

Batas normal : 70 –200iu/mL


Negatif :< 70 iu/mL
Positif : > 200iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan jarang
pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi merupakan spesifik untuk
SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada
penderitadengan penyakit reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi
mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit terutama
Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negativ pada penyakit SLE yang
tenang.Antibodi anti-DNA merupakan subtype dari antibody antinukleus
(ANA). Ada dua tipe dari antibody anti DNA yaitu yang menyerang double stranded
DNA ( anti ds-DNA ) dan yang menyerang single stranded DNA ( anti ss-
DNA ). Anti ss-DNA kurang sensitive dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk
penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibody-antigen pada penyakit autoimun
tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan konstributor yang besar
dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan menginduksi
system komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik local maupun
sistemik ( Pagana and Pagana,2002 )
Antinuklear antibodies ( ANA )
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimunyang lain. ANA adalah
sekelompok antibody protein yang beraksi menyerang inti dari suatu sel. Ana
cukup sensitif untuk mendektisi danya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95%
penderita SLE tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga
berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah
pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumblah ANA
diperkirakan menurun.Jika hasil test negativ, maka pasien belum tentu negativ
terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinis dan test
laboratoriumyang lain, jika hasil test positif maka sebaiknya dilakukan
testserologi yang lain untuk menunjang diagnose bahwa pasien tersebut
menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith ( anti-Sm ), anti-RNP (anti-
ribonukleoprotein), dan anti –SSA (Ro) atau anti-SSB (La) ( Pagana and
Pagana,2002 )
10

h) Komplikasi

Komplikasi pada SLE dalah Sebagai berikut :

a) Kerusakan ginjal, salah satunya berujung pada gagal ginjal


b) Gangguan pada sistem saraf atau otak, misalnya kejang
c) Gangguan pada darah, seperti peradangan pembuluh darah (vaskulitis)
d) Gangguan pada paru-paru, seperti pleuritis
e) Gangguan pada jantung, seperti perikarditis
f) Rentan mengalami penyakit infeksi
g) Avaskular nekrosis atau kematian jaringan tulang

Penderita lupus harus berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum merencanakan


kehamilan, karena lupus dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan,
seperti keguguran, kelahiran prematur, preeklamsia, dan gangguan jantung pada janin.

B. Askep Teoritis

a) Pengkajian
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada sasaran yang dituju, selain itu pengumpulan data dapat diperoleh
dari pasien, keluarga, tenaga kesehatan, catatan medis, medical recod dan literature
(Nurarif, 2015).
Hal-hal yang dibagi pada pasien antara lain:
a. Identitas : nama, umur, agama, pendidikan, alamat, diagnosis
Status kesehatan :
1) Keluhan utama
Biasanya klien dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus datang ke
RS dengan keluhan nyeri dan kaku pada seluruh badan, kulit kering,
bersisik dan mengelupas pada beberapa bagian kulit, rasa sakit biasanya
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, pasien juga merasa lemah (Anggraini,
2016)
Pasien masuk rumah sakit dikarenakan muncul gejala nyeri dan kaku
seluruh badan, kulit kering dan bersisik, kulit mengelupas pada beberapa
bagian kulit, dan semakin parah apabila terpapar sinar matahari (Alamanda,
11

2018).
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada pasien yang menderita Systemic Lupus Erythematosus pada
saat dikaji keluhan yang dirasakan seperti nyeri dan kaku seluruh badan,
kulit menegelupas dibeberapa bagian, pasien lemas (Fatmawati, 2018).

b. Riwayat kesehatan terdahulu


1) Riwayat penyakit sebelumnya.
Biasanya pada penderita Systemic Lupus Erythematosus mengalami
penyakit nyeri terutama pada persendian. Pasien merasa panas seluruh
badan badan selama 1 bulan, dan pasien merasakan kulitnya kering/
bersisik, pecah-pecah rambut rontok dan semakin parah apabila terpapar
sinar matahari (Alamanda, 2018).
2) Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit Systemic Lupus Erythematosus ini belum diketahui secara
pasti penyebab penyakitnya tetapi faktor genetik juga sering dikaitkan
dengan penderita (Alamanda, 2018).
3) Riwayat pengobatan
Pada penderita Systemic Lupus Erythematosus sebelum mengalami penyakit
ini biasanya sering mengkonsumsi obat asam urat seperti Allopurinol 100
mg yang diminum setiap hari selama 1 tahun (Fatmawati, 2018).

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien menurut Hikmah (2018):
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus kesadarannya composmentis
bahkan bisa sampai terjadi penurunan kesadaran.

b) Tanda-tanda vital
Biasanya pada penderita Systemic Lupus Erythematosus ini ditemukan
peningkatan suhu dannadi diatas rentang normal.
12

2) Pemeriksaan head to toe


a) Kepala
Terdapat ruam (malar) pada pipi yang tampak kemerah – merahan,
terdapat butterfly rash pada wajah terutama pipi dan sekitar hidung,
telinga, dagu, daerah pada leher
b) Mata
Pada pemeriksaan mata di dapatkan hasil mata tampak pucat (anemis)
c) Telinga
Melakukan inspeksi dan palpasi struktur telinga luar, melakukan inspeksi
struktur telinga tengah dengan ostoskop dan menguji telinga dalam
dengan mengukur ketajaman pendengaran.
d) Hidung
Mengobservasi bentuk, ukuran, warna kulit, dan adanya deformitas atau
inflamasi. Jika ada pembengkakan, perawat melakukan palpasi dengan hati-
hati
e) Mulut
Mengobservasi bentuk, ukuran, warna kulit, dan adanya deformitas atau
inflamasi. Melakukan palpasi ada nyeri tekan terhadap pasien pada
bagian mulut & bibirnya. Pada pasien biasanya akan terjadi sariawan dan
bibir pecah – pecah.
f) Leher
Memulai dengan leher dalam posisi anatomik biasa dengan sedikit
hiperekstensi. Inspeksi kesimetrisan bilateral dari otot leher untuk
menguji fungsi otot sternokleidomastoideus. Periksa adanya pembesaran
kelenjar tiroid
g) Payudara
Mengenali adanya abnormalitas dengan tampilan payudara pasien.
Melakukan palpasi untuk menentukan adanya nyeri tekan,
konsistensi dan ukuran besarnya payudara
h) Genetalia
Melakukan inspeksi karakteristik warna kulit sekitar genetalia adanya
gangguan serta nyeri tekan hingga benjolan lain yang didapatkan saat
sakit
i) Dada
Inspeksi adanya luka/parut sekaligus bekas luka dan kesimetrisan
13

dinding dada, perkusi biasanya peranannya menurun sesudah ada foto


rontgen toraks sekaligus dapat dilakukan dengan cara sederhana untuk
menentukan letak jantung dengan ketukan
j) Muskuloskeletal
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan megubah posisi,
kekuatan otot pasien serta kelemahan yang dialami.Sendi dilakuakn
dengan tes ROM yang menentukan gerakan sendi normal/tidak. ROM
dibagi menjadi 2 yaitu pasif dan aktif
k) Abdomen
Pemeriksaan abdomen pasien harus rileks. Otot abdomen yang
mengencang akan menyembunyikan keakuratan palpasi dan auskultasi.
Perawat meminta pasien untuk berkemih sebelum pemeriksaan dimulai.
Inspeksi dilakukandengan cara melihat kondisi abdomen secara
keseluarahan yang nampak

3) Pemeriksaan Sistemik
Menurut Hidayat dalam Judha (2015) data yang ditemukan pada pasien
Systemic Lupus Erythematosus adalah :
a) Sistem Muskuloskeletal
Artalgia, artritis, pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
b) Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal serta pipi.
c) Sistem Kardiaovaskuler
Pericarditis merupakan manifestasi kardiak.
d) Sistem Pernafasan Pleuritis atau efusi pleura.
e) Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole, dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku,
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjur nekrosis.
f) Sistem Perkemihan
Biasanya yang terkena glomerulus renal.
14

g) Sistem saraf
Spektum gangguan sistim saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologi, sering terjadi depresi dan psikosis.
h) Sistem Gastrointestinal Asites dan nyeri

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenairespons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017). Diagnosis Keperawatan
yang muncul pada pasien Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
g. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
h. Risiko cidera berhubungan dengan terpapar patogen
i. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
j. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
k. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
l. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
m. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
n. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
14

atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan meliputi


15

penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang


tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan.
Dalam menetapkan kriteria hasil, mengguanakan prinsip SMART (Smeltzer, 2014) :
a. S : Spesific (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)
b. M : Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur khususnya tentang
perilaku klien dapat di lihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau)
c. A : Achivable (tujuan harus dapat dicapai)
d. R : Realistic (tujuan harus masuk akal dan dapat di pertanggungjawabkan
secara ilmiah)
T : Time (tujuan harus tercapai dalam jangka waktu yang ditentukan)

Intervensi Keperawatan yang muncul pada pasien Systemic Lupus


Erythematosus antara lain:
16

Intervensi Keperawatan yang muncul pada pasien Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
Diagnosis Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi dan Tindakan (SIKI)
Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
fisik berhubungan
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifiksi adanya keluhan fisik
dengan kerusakan mobilitas fisik meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
dengan kriteria hasil: pergerakan Terapeutik :
integritas struktur
1.Pergerakan ekstermitas 3. Fasilitasi melakukan pergerakan
tulang meningkat 4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
2.Kaku sendi menurun pergerakan
3.Kelemahan fisik menurun Edukasi :
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
6. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.082338)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
dengan agen pencedera
keperawatan, tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
fisiologis menurun dengan kriteria hasil: intensitas nyeri (PQRST)
1.Keluhan nyeri menurun dari 2. Identifikasi respon nyeri
skala 5 menjadi 1 Terapeutik:
2. Ekspresi wajah meringis 3. Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik
menurun relaksasi nafas dalam)
3. Kesulitan tidur menurun Edukasi:
4.Frekuensi nadi membaik 4. Jelaskan informasi pada klien dan keluarga terkait penyebab,
dalam rentang (60-100 periode dan pemicu nyeri
x/menit) 5. Jelaskan strategi meredakan
nyeri Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgetik
17

Gangguan citra tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
berhubungan dengan
keperawatan, citra tubuh 1. Identifikasi perubahan citra tubuh
perubahan meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
hasil: perkembangan Terapeutik:
struktur/bentuk tubuh
1. Verbalisasi perasaan negatif 3. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
tentang perubahan tubuh 4. Diskusikan stress yang mempengaruhi citra
menurun tubuh Edukasi:
2. Verbalisasi ke khawatiran 5. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
pada penolakan/reaksi 6. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
orang
lain menurun
Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit (I.11353)
(L.14125) Observasi:
kulit berhubungan
Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi gangguan integritas
dengan perubahan keperawatan, integritas kulit kulit Terapeutik:
dan jaringan meningkat dengan 2. Ubah posisi 2 jam tirah baring
pigmentasi
kriteria hasil: 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan
1. Elasitas meningkat tulang Edukasi:
2. Nyeri menurun 4. Anjurkan menggunakan pelembab
3. Kemerahan menurun 5. Anjurkan meningkatan asuran sayur dan buah
Penurunan curah Curah Jantung (L.02008) Perawatan Jantung (I.02075)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
jantung berhubungan
keperawatan, curah jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
dengan perubahan meningkat dengan kriteria 2. Monitor tekanan
hasil: darah Terapeutik :
irama jantung
1. Kekuatan nadi perifer 3. Posisikan pasien semi fowler/fowler
meningkat 4. Berikan diet jantung yang sesuai
2. Palpitasi menurun Edukasi :
18

3. Brakikardi menurun 5. Anjurkan beraktivitas sesuai toleransi


4. Takikardi menurun 6. Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian antiaritmia
Pola nafas tidak efektif Pola napas (L.01004) Manajmen Jalan Napas (I.01011)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
berhubungan dengan
keperawatan, pola napas 1. Monitor pola napas
depresi pusat membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi
1. Kapasitas vital meningkat napas Terapeutik:
pernafasan
2. Dispnea menurun 3. Posisikan semi fowler/ fowler
3. Frekuensi napas dalam Edukasi:
rentang normal (16-20 4. Ajarkan fisioterapi dada
x/menit) 5. Ajarkan teknik napas dalam
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
(L.03020) Observasi:
berhubungan dengan
Setelah dilakukan asuhan 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
gangguan mekanisme keperawatan, keseimbangan 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
cairan meningkat dengan 3. Monitor intake dan output
regulasi
kriteria hasil: Terapeutik:
1. Haluaran urine meningkat 4. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
2. Kelembatan membran Edukasi:
mukosa menngkat 5. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
3. Edema menurun 6. Ajarkan cara membatasi cairan
4. Turgor kulit membaik Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian diuretik
19

Risiko cidera Tingkat Cidera (L.14136) Pencegahan Cidera (I.14537)


Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan Observasi:
keperawatan, tingkat cidera
1. Identifikasi lingkungan yang berpotensi menyebabkan cidera
terpapar patogen membaik dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
1. Toleransi aktivitas
cidera Terapeutik:
meningkat
3. Sediakan pencahayaan yang memadai
2. Kejadian cidera menurun
4. Pastikan bel panggilan mudah
3. Ketegangan otot menurun
dijangkau Edukasi:
4. Gangguan mobilitas
5. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh
menurun
6. Anjurkan berganti posisi secara perlahan
Risiko defisit
nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
berhubungan dengan
keperawatan, status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan membaik dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makan yang makanan Terapeutik:
mencerna makanan
dihabiskan meningkat 3. Anjurkan makan sedikit tetapi
2. Nafsu makan membaik sering Edukasi:
3. Membran mukosa membaik 4. Edukasi pentingnya nutrisi untuk kebutuhan
tubuh Kolaborasi:
5. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait nutrisi yang diperlukan, jika perlu
Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
berhubungan dengan
keperawatan, toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik dan mental
tirah baring meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola tidur dan jam
hasil: tidur Terapeutik:
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Lakukan latihan gerak
2. Keluhan lelah menurun pasif/aktif Edukasi:
4. Anjurkan tirah baring
20

5. Anjurkan melakukan aktivitas


bertahap Kolaborasi:
6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Risiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
berhubungan dengan
keperawatan tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
efek prosedur invasif menurun dengan kriteria hasil: sistemik Terapeutik :
1. Tidak terdapat kemerahan 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
pada tusukan infus lingkungan pasien
2. Bengkak pada daerah 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
tusukan infus menurun Edukasi :
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi kepada pasien dan keluarga
5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar kepada pasien dan
keluarga
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
Risiko jatuh Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
berhubungan dengan
keperawatan tingkat jatuh 1. Identifikasi risiko jatuh
gangguan menurun dengan kriteria hasil: 2. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala humpty dumpty
1. Jatuh dari tempat tidur Terapeutik :
keseimbangan
menurun 3. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
2. Jatuh saat berdiri menurun terkunci
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi
terendah Edukasi :
5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
6. Libatkan keluarga untuk selalu mendampingi pasien
21

Defisit pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan (I.12383)


(L.12111) Observasi:
berhubungan dengan
Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
kurang terpapar keperawatan tingkat 2. Identifikasi faktor yang dapat menngkatkan dan menurunkan
pengetahuan meningkat dengan motivasi perilaku
informasi
kriteria hasil: Terapeutik:
1. Perilaku sesuai anjuran 3. Sediakan materi
meningkat 4. Jadwalkan pendidikan
2. Verbalisasi minat dalam Edukasi:
belajar meningkat 5. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempngaruhi kesehatan
3. Pertanyaan tentang masalah 6. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
yang dihadapi menurun
21

BAB III

KASUS

KASUS

Seorang perempuan usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman
dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah
besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pada pagi hari dan kurang
nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan terbatas tegas,
peradangan pada siku, lesi berskuama pada daerah leher, malaise. Tekanan darah 110/80
mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38,50 C, HB 11 gr/dl, WBC
15.000/mm3.

A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas
a) Nama : Nn. A
b) Umur : 35 Tahun
c) Jenis Kelamin : Perempuan

2. Keluhan Utama :
a) Pipi dan Leher merah.
b) Nyeri pada kulit yang memerah
c) Persendian terasa kaku

3. Riwayat kesehatan sekarang:


Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit
memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah
besar, demam nyeri dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan.

4. Pemeriksaan umum :
- Tekanan darah : 110/80 mmHg

22
21

- Respirasi : 20X/menit

22
23

21

- Nadi : 90X/menit
- Suhu : 38,50 C
- Hb    : 11 gr/dl
- WBC : 15.000/mm3

5. Pemeriksaan Fisik :
- Ruam pada pipi yang terbatas tegas
- Peradangan pada siku
- Lesi berskuama pada daerah leher
- Malaise

6. Pemeriksaan Penunjang:
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
- Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
jantung.
- Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau
+++.
- Hitungan jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
DATA FOKUS
DS : DO :
- keluhan merasa tidak nyaman - ruam pada pipi dengan terbatas tegas,
dengan kulit memerah pada
- peradangan pada siku,
daerah pipi dan leher
- awalnya kecil setelah 1 - lesi berskuama pada daerah leher,

minggu bertambah besar, - Tekanan darah 110/80 mmHg,


- demam,
- pernapasan 20x/menit,
- nyeri dan terasa kaku seluruh
persendian terutama pada pagi - nadi 90x/menit,
hari
- suhu 38,50 C,
- kurang nafsu makan.
- HB 11 gr/dl,
23

21

- WBC 15.000/mm3.
24

21

ANALISA DATA

No Data Problem Etiologi

1. DS : Intoleran Aktivitas Imobilitas


- Klien mengatakan, nyeri
dan persendian terasa
kaku, utamanya dipagi
hari.
DO :
– Peradangan pada siku.

2. DS : Gangguan rasa Gejala penyakit


- Klien merasa tidak nyaman
nyaman dengan kulit
memerah pada daerah
pipi dan leher.
DO :
- Ruam pada pipi dengan
terbatas tegas.
- Lesi berskuama pada
daerah leher

3. DS : Nyeri Akut Agen pencedera


- Klien mengatakan, nyeri fisiologis
dan persendian terasa
kaku, utamanya dipagi
hari
- Pasien mengeluh merasa
tidak nyaman
- Pasien mengatakan
kurang nafsu makan
DO :
24

21

- suhu 38,50 C,
25

21

B. Diagnosa Keperawatan

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan

1. 23 Maret 2021 Nyeri akut berhubungan dengan agen


pencedera fisiologis
Kode D.0077
Hal 172
(SDKI)

2. 23 maret 2021 Intoleran Aktivitas berhubungan dengan


imobilitas

Kode D.0056

Hal : 128

(SDKI)

3. 23 maret 2021 Gangguan rasa nyaman berhubungan


dengan gejala penyakit

Kode D.0074

Hal 166

(SDKI)
25

21
26

21

C. Intervensi keperawatan

No
TUJUAN Dan Kriteria Hasil INTERVENSI TTD
.

Setelah diberikan asuuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi nyeri


selama 2×24 jam, masalah nyeri pasien 2. Identifikasi skala nyeri
dapat teratasi dengan Kriteria Hasil : 3. Identifikasi faktor yang
- Kemampua menuntaskan memperberat dan
1
aktivitas meningkat memperingan nyeri
- Keluhan nyeri menurun 4. Berikan teknik non
- Nafsu makan membaik farmakologi
(L.08066) (I.08238)

2 Setelah diberikan asuuhan keperawatan 1. Identifikasi defisit


selama 3×24 jam, pasien dapat tingkat aktivitas
melakukan aktivitas yang dapat di 2. Identifikasi kemampuan
intoleransi karena kehilangan energy berpartisipasi dengan
Ketidakmampuan ADL aktivitas tertentu
Kriteria Hasil : (I.05186)
- Kemudahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari meningkat
- Kekuatan tubuh bagian atas dan
bawah meningkat
(L05047)

3 Setelah diberikan asuhan keperawatan


selama 3×24 jam, gangguan rasa 1. Identifikasi kesendian
nyaman membaik dengan Ruam pada 2. Periksa ketegangan otot
beberapa bagian tubuh, muka (kupu- 3. Monitor respons terhadap
kupu), rambut rontok, daerah ulkus terapi relaksasi
diujung jari, keluhan dari urtikaria dan (I.09326)
fotosensitif.
26

21

Kriteria hasil :
- Kesejahteraan fisik meningkat
- Rileks meningkat
- Keluhan tidak nyamam menurun
(L.08064)
27

21

D. Implementasi Keperawatan

Tgl Implementasi TTD

09.00
- Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas
Hasil : pasien mengatakan tidak dapat beraktivitas normal seperti
biasanya
09.10
- Mengkaji pasien untuk aktivitas prioritas
Hasil : pasien mengatakan lebih banyak istirahat sejak 1 minggu
09.15
- Mengkaji skala nyeri pasien
Hasil :
P : nyeri karena kekakuan sendi
Q : seperti tertekan
R : sendi-sendi
S:7
T : ada dari 1 minggu lalu, bersifat akut dan mendadak
09.20
- Melibatkan keluarga dalam rencana keperawatan dengan
mengajaknya turut berperan dalam proses kesembuhan pasien
Hasil : Keluarga ikut membantu dalam proses perawatan
09.25
- Menganjurkan pasien untuk istirahat teratur dan sesuai dengan yang
dibutuhkan
Hasil : pasien mengatakan tidur cukup
09. 28
- Menganjurkan pasien untuk berpindah dan mengubah posisi sesuai
dengan kenyamanan
Hasil : pasien mengatakan nyaman ketika posisi tiduran terlentang dan
miring kanan-kiri, pasien terlihat nyaman pada posisi sims
27

21

09.30
- Mengkaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati perubahan.

Hasil : tampak lesi, ruam merah

10.10
- Menginstruksikan kebersihan kulit. Misal: membasuh, kemudian
mengeringkannya dengan hati – hati dan melakukan masase dengan
lotion atau krim.
Hasil : pasien memakai lotion

Kolaborasi :
11.00
- Mendapatkan kultur dari lesi kulit terbuka
Hasil : kolaborasi dalam pengambilan kultur

12.30
- Memberikan obat – obatan topikal atau sistemik sesuai indikasi
Hasil : berkolaborasi pemberian obat

12.45
- Melindungi lesi / ulkus dengan balutan kasa atau salep antibiotik
sesuai petunjuk
Hasil : pemberian salep sesuai petunjuk dokter

08.00
- Mengajarkan teknik yoga
Hasil : pasien merasa segar dan relaks setelah yoga
27

21

08.30
- Menganjurkan klien mengubah posisi secara teratur missal dengan
mika-miki,
Hasil : pasien menerapkan mika miki

09.00
- Menutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril
Hasil : perawatan luka, pasien mengatakan lebih merasa aman

13.00
- Melihat kondisi sprei tempat tidur klien
Hasil : sprei terlihat lecek dan basah, pasien mengatakan tidak nyaman
dengan spreinya

16.15
- Mengganti sprai tempat tidur
Hasil : pasien mengatakan lebih nyaman
27

21
30

21

E. Evaluasi Keperawatan

Tangga
Evaluasi TTD
l

23 S : klien mengatakan adanya kekakuan sendi seperti


maret tertekan dan tiba-tiba muncul sudah 1 minggu lalu, klien
2021 mengatakan lemas

O : Keluarga ikut membantu dalam proses perawatan,


tampak lesi, ruam merah, pasien memakai lotion

A : masalah nyeri, intoleransi aktivitas dan kerusakan


integritas jaringan masih ada
P : Intervensi dilanjutkan

24 S : pasien merasa segar dan relaks setelah yoga, pasien


maret mengatakan lebih merasa aman, pasien mengatakan tidak
2021 nyaman dengan spreinya, pasien mengatakan lebih nyaman
O : pasaien tampak lebih segar, pasien menerapkan mika
miki,
A : Pasien tidak merasakan nyeri, pasien mulai dapat
melakukan kegiatan, ruam merah samar
P : Masalah teratasi, intervensi di hentikan
30

21
21

DAFTAR PUSTAKA

Hurst, Marlene., dkk. (2015) .Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.
Jakarta:EGC
Suddarth, Brunner.,dkk. (2013) . Keperawatan Medikal Bedah Brunnere Suddarth Ed.12.
Jakarta:EGC
Mary Digiulio.,dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Rapha Publishing
Nopa Septia Anggraini. (2016). Lupus Eritematosus Sistemik : Vol. 4, No. 4 : 124-131.
Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas klampung.

Evi Roviati. (2013) . Systemic lupus Erythematosus (SLE) : Kelainan Authoimun


Bawaan yang langka dan Mekanisme Molekulnya (Review terhadap Jurnal Systemic
lupus Erythematosus, Oleh  Rahman Isenberg, 2008. NEJM). Jakarta : Jurnal
Scientiae Educatia. Vol. 2 Edisi : 20-32.

Putri, R. N., & Setiawan, D. (2020). Optimasi Prediksi Penyakit Systemic Lupus
Erythematosus Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization. Techno.
Com, 19(1), 67-75
21
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Optimasi Prediksi Penyakit Systemic Lupus


Erythematosus Menggunakan Algoritma Particle Swarm
Optimization
Optimization of Systemic Lupus Erythematosus Prediction using Particle Swarm
Optimization Algorithm

Ramalia Noratama Putri1, Debi Setiawan2


1
Sistem Informasi, Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Pelita Indonesia
2
Teknik Informatika, STMIK Amik
Riau
E-mail: 1ramalianoratamaputri@lecturer.pelitaindonesia.ac.id,
2
debisetiawan@stmik-amik- riau.ac.id

Abstrak

Systemic lupus erythematosus (SLE) juga dikenal sebagai lupus, adalah penyakit
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehat di
banyak bagian tubuh. Jumlah penderita SLE semakin meningkat tiap tahun. Systemic
Lupus Erythematosus telah diderita sebanyak lima juta orang diseluruh dunia. Penderita
SLE di China lebih tinggi dari negara Eropa dan Amerika Utara, perkiraan prevalensi
SLE adalah 50-100 kasus per 100.000 orang. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan
Sistem Informasi Rumah Sakit Online (SIRS Online) pada tahun 2014 terdapat 1.169
penderita SLE, tahun 2015 terdapat 1.336 penderita SLE, dan tahun 2016 terdapat
2.116, dari data tersebut terlihat peningkatan angka penderita SLE setiap tahun. Salah
satu penyebab dari tingginya angka penderita penyakit SLE adalah sulitnya
mendiagnosa penyakit SLE. Tantangan terbesar dalam ilmu kedokteran adalah
bagaimana melakukan deteksi dini dalam mendiagnosa penyakit SLE. Deteksi dini
dalam diagnosa penyakit SLE dapat dilakukan dengan prediksi penyakit SLE.
Penelitian ini melakukan optimasi terhadap hasil prediksi penyakit SLE dengan metode
genetika. Metode optimasi yang digunakan adalah algoritma particle swarm
optimization. Hasil dari penelitian adalah algoritma particle swarm optimization dapat
melakukan optimasi dengan 6 pasien teridentifikasi secara tepat. Akurasi dari optimasi
adalah 88 %.

Kata kunci: prediksi, Systemic lupus Erythematosus, genetika, algoritma particle swarm
optimization
Abstract

Systemic lupus erythematosus (SLE), also known as lupus, is an autoimmune disease in which
the immune system mistakenly attacks healthy tissue in many parts of the body. The number of
SLE sufferers is increasing every year. Systemic Lupus Erythematosus has suffered as many as
five million people worldwide. People with SLE in China are higher than European countries and
North America, the estimated prevalence of SLE is 50-100 cases per 100,000 people. While in
Indonesia, based on the Online Hospital Information System (SIRS Online) in 2014 there were
1,169 SLE sufferers, in 2015 there were 1,336 SLE sufferers, and in 2016 there were 2,116, from
the data it was seen an increase in the number of SLE sufferers every year. One of the causes

67
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

of the high number of people with SLE is the difficulty of diagnosing SLE. The biggest
challenge in medical science is how to do early detection in diagnosing SLE. Early detection in
the diagnosis of SLE can be done by predicting SLE. This research optimizes the prediction
results of SLE by genetic methods. The optimization method used is the particle swarm
optimization algorithm. The results of the study are the particle swarm optimization algorithm
can optimize with 6 patients correctly identified. The accuracy of the optimization is 88%.

68
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Keywords: prediction, Systemic lupus Erythematosus, genetics, particle swarm optimization


algorithm

1. PENDAHULUAN

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) juga dikenal sebagai lupus, adalah


penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan
sehat di banyak bagian tubuh. Bagian tubuh yang diserang yaitu kulit, sendi, jantung,
paru-paru, ginjal, paru, dan organ dalam lainnya.[1].
Jumlah penderita SLE semakin meningkat tiap tahun. Systemic Lupus
Erythematosus telah diderita sebanyak lima juta orang diseluruh dunia[2]. Penderita
SLE di China lebih tinggi dari negara Eropa dan Amerika Utara, perkiraan
prevalensi SLE adalah 50-100 kasus per
100.000 orang [3]. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit
Online (SIRS Online) pada tahun 2014 terdapat 1.169 penderita SLE, tahun 2015
terdapat 1.336 penderita SLE, dan tahun 2016 terdapat 2.116, dari data tersebut terlihat
peningkatan angka penderita SLE setiap tahun[4]. Salah satu penyebab dari tingginya
angka penderita penyakit SLE adalah sulitnya mendiagnosa penyakit SLE. SLE dikenal
dengan penyakit seribu wajah yang memiliki gambaran klinis yang luas dan riwayat
penyakit yang beragam. Sehingga menyebabkan keterlambatan diagnosis[4].
Tantangan terbesar dalam ilmu kedokteran adalah bagaimana melakukan deteksi
dini dalam mendiagnosa penyakit SLE[5]. Deteksi dini dalam diagnosa penyakit SLE
dapat dilakukan dengan prediksi penyakit SLE. Banyak peneliti terdahulu yang sudah
melakukan penelitian tentang prediksi penyakit SLE dengan menggunakan metode yang
berbeda-beda yaitu, peneliti sebelumnya menggunakan metode Natural Language
Processing (NLP) untuk memprediksi penyakit SLE, hasil penelitian terbsebut
mendapatkan akurasi 86 %[6]. Penerapan Recurrent Neural Networks (RNNs) sebagai
model pembelajaran mesin untuk memprediksi kerusakan Kronis pada pasien SLE
menghasilkan akurasi 77%[7].
Pada penelitian sebelumnya penulis sudah menerapkan metode backpropagation
[8] dan genetika [9] dalam memprediksi penyakit Autoimun. Perbandingan akurasi pada
penerapan metode backpropagation dan genetika adalah 83 % dan 76 %[10], dari hasil
penelitian tersebut metode backpropagation lebih baik melakukan prediksi dari
genetika. Pada penelitian ini penulis menerapkan optimasi menggunakan algoritma
Particle Swarm Optimization untuk meningkatkan prediksi penyakit SLE hasil dari
metode genetika.
Penerapan algoritma PSO untuk optimasi telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, yaitu optimasi pemenuhan gizi balita, hasil penelitian tersebut algoritma
PSO sangat berpengaruh terhadap pemenuhan gizi balita dan menghemat pengeluaran
orang tua balita sebesar 25%[11], dan optimasi parameter SPA dengan PSO sehingga
menemukan parameter SPA yang optimal pada enam kombinsai virus dangue[12]. Oleh
karena itu peneliti menggunakan PSO untuk optimasi hasil prediksi algoritma genetika.
Sehingga hasil prediksi penyakit SLE lebih tepat.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Tahapan Penelitian

Tahapan dalam menyelesaikan masalah pada penelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
69
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Pengambilan Analisa Prediksi


data data
Penyakit SLE
(dengan dengan
algoritma
Questioner) genetika
Optimasi hasil
prediksi
algoritma
genetika
dengan
Gambar 1 Tahapan Penelitian

70
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan questioner


pada pasien penyakit dalam di Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru, Riau.
Questioner berisikan daftar pertanyaan yang mewakili variable dari penyakit SLE.
berikut daftar pertanyaan pada questioner :
Tabel 1 Daftar Pertanyaan pada Questioner
No. Daftar Pertanyaan
1 Apakah bapak/ibu merasakan sariawan berulang dalam dua atau tiga minggu ini ?
2 Apakah bapak atau ibu merasakan demam yang tidak diketahui penyebabnya ?
3 Apakah bapak/ibu mengidap hipertensi atau tekanan darah tinggi dalam seminggu ini ?
4 Apakah bapak/ibu mengalami limfadenopati, atau disebut juga pembekan kelenjer getah bening, contoh
ada bengkak pada ketiak ,dagu belakang telinga, leher pangkal, paha belakang kepala ?
5 Apakah bapak/ibu mengalami sakit kepala hebat dalam minggu ini ?
6 Apakah bapak/ibu mengalami migraine ?
7 Apakah bapak/ibu mengalami rambut rontok ?
8 Apakah bapak/ibu mengalami mata kering dalam beberapa waktu ini, dan mewajibkan bapak ibu
menggunakan obat tetes mata ?
9 Apakah bapak ibu dalam beberapa hari ini agak depresi ?
10 Apakah bapak/ibu mengalami nyeri pada dada ?
11 Apakah bapak/ibu mengalami hilang ingatan ?
12 Apakah bapak/ibu napas pendek akibat anemia, inflamasi paru-paru atau jantung ?
13 Apakah ada tanda retensi dan akumulasi cairan tubuh, terjadi pembengkakan pada pergelangan kaki ?
14 Apakah bapak/ibu merasakan jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa
dingin atau karena stres (fenomena Raynaud) ?

2.2 Algoritma Particle Swarm Optimization


Algoritma PSO pertama kali dikenalkan oleh J. Kennedy tahun 1995 [13]. PSO
merupakan salah satu metode metaheuristic yang pencarian solusi berdasarkan populasi
dari sekelompok burung atau ikan, dimana setiap populasi memiliki individu yang dapat
mempengaruhi individu lainya[14].
Untuk menemukan solusi yang optimal, masing-masing partikel bergerak kearah
posisi yang terbaik sebelumnya dan posisi terbaik secara global. Sebagai contoh,
partikel ke-i dinyatakan sebagai: xi = (xi1, xi2,. xid) dalam ruang d-dimensi. Posisi
terbaik sebelumnya dari
partikel ke-i disimpan dan dinyatakan sebagai pbesti = (pbesti,1, pbesti,2,. pbesti,d). Indeks

partikel terbaik diantara semua partikel dalam kawanan group dinyatakan sebagai
gbestd. Kecepatan partikel dinyatakan sebagai: vi = (vi,1,vi,2,....vi,d) [15]. Tahapan PSO
dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Asumsikan bahwa ukuran kelompok atau kawanan (jumlah partikel) adalah N


2. Tentukan nilai R1-R2 (Nilai Random) yang diasumsikan sendiri, untuk literasi pertama
3. Hitung kecepatan partikel j pada iterasi ke i dengan rumus sebagai berikut :

𝑣𝑗 (𝑖) = 𝑣𝑗 (𝑖 − 1) + 𝑐1𝑟1[𝑃𝑏𝑒𝑠𝑡,𝑗 − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)] + (6) 𝑐2𝑟2[𝐺𝑏𝑒𝑠𝑡 − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)], 𝑗 = 1, 2, … , 𝑁

dimana c1 dan c2 masing-masing adalah learning rates untuk kemampuan individu


(cognitive) dan pengaruh sosial (kawanan), dan r1 dan r2 bilangan random yang
berdistribusi uniforml dalam interval 0 dan 1. Jadi parameter c1 dan c2 menunjukkan
bobot dari memory (position) sebuah partikel terhadap memory (posisi) dari kelompok
(swarm). Nilai dari c1 dan c2 biasanya adalah 2 sehingga perkalian c1r1 dan c2r2
memastikan bahwa partikel-partikel akan mendekati target sekitar setengah selisihnya.

4. Hitung x baru dengan cara mengurangkan v lama dengan x lama.

71
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

5. Cek apakah solusi yang sekarang sudah konvergen. Jika posisi semua partikel menuju ke satu
nilai yang sama, maka ini disebut konvergen. Jika belum konvergen maka langkah 4 diulang
dengan memperbarui iterasi i = i + 1, dengan cara menghitung nilai baru dari Pbest,j dan
Gbest.

72
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Proses iterasi ini dilanjutkan sampai semua partikel menuju ke satu titik solusi yang
sama. Biasanya akan ditentukan dengan kriteria penghentian (stopping criteria),
misalnya jumlah selisih solusi sekarang dengan solusi sebelumnya sudah sangat kecil.
2.3 Evaluasi Optimasi PSO
Untuk mengukur pengoptimalan hasil prediksi penyakit SLE dapat dilihat dari hasil
akurasi yang diukur menggunakan confusion matrix. Confusion Matrix merupakan evaluasi
kinerja dari model klasifikasi berdasarkan objek dengan memperkirakan yang benar
atau salah[16]. Akurasi bertujuan untuk mengetahui keakuratan prediksi jumlah pasien
teridentifikasi penyakit SLE yang benar.

𝑇𝑃+𝑇𝑁
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
(2.3)
𝑇𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑃+𝐹𝑁

Keterangan :

1. True Positive (TP) : proporsi positif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
positif.
2. False Negative (FN) : proporsi negatif yang terdapat dalam data set yang
diklasifikasikan negatif.
3. False Positive (FP) : proporsi negatif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
positif.
4. True Negatif (TN) : proporsi positif yang terdapat dalam data set yang diklasifikasikan
negatif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Prediksi dengan Algoritma Genetika

Pada penelitian sebelumnya yaitu prediksi penyakit SLE menggunakan metode


genetika didapatkan hasil seperti tabel berikut ini :

Tabel 2 Hasil Prediksi Penyakit SLE dengan Metode Genetika


Prediksi
C1-13 Otak 6
Ginjal 4
Kulit 1
Tidak Sakit 6
C14-30 Otak 3
Ginjal 2
Kulit 0
Tidak Sakit 8
Total Questioner 30

Penyakit SLE dapat menyebabkan inflamasi atau kerusakan pada bagian tubuh
seperti persendian, kulit, ginjal, jantung, paru-paru, pembuluh dara, dan otak[2]. Hasil
prediksi menggunakan genetika didapat 16 pasien yang terindentifikasi penyakit SLE
dengan rincian, SLE yang menyebabkan kerusakan pada otak 9 pasien, ginjal 6 pasien,
73
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

dan kulit 1 pasien.

3.2 Tahapan Optimasi dengan Algoritma Particle Swarm Optimization

1. Menentukan bahwa ukuran kelompok atau kawanan (jumlah partikel) adalah N, pada kasus
ini N=3, yaitu X1 untuk kelempok pasien yang terindikasi SLE yang menyerang bagian otak,
X2 kelempok pasien yang terindikasi SLE yang menyerang bagian ginjal, X3 kelempok pasien
yang terindikasi SLE yang menyerang bagian kulit.

74
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

Tabel 3 Kelompok Jumlah Partikel


XI X2 X3
Otak Ginjal Kulit
56.98
21.28
28.42
28.42
14.14
71.26
71.26
56.98
142.66
356.86
35.56

2. Tentukan nilai R1-R2 (Nilai Random) yang diasumsikan sendiri, untuk literasi pertama nilai
random adalah R1=0.4 dan R2=0.5

3. Hitung kecepatan partikel j pada iterasi ke i dengan rumus sebagai berikut :

𝑣𝑗 (𝑖) = 𝑣𝑗 (𝑖 − 1) + 𝑐1𝑟1[𝑃𝑏𝑒𝑠𝑡,𝑗 − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)] + (6) 𝑐2𝑟2[𝐺𝑏𝑒𝑠𝑡 − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)]


Diperoleh :
V1 = 0 + 0.4 * (56.98-56.98)+0.5*(356,86-56.98) = 149.94

Lanjutkan langkah ke 3 sampai langkah ke V1,V2…Vn

Tabel 4 Iterasi 1 Optimasi dengan Metode PSO


V1 V2 V3
149.94
3.57
0.00
0.00
7.14
142.80
142.80
149.94
107.10
0.00
0.000

4. Hitung x baru dengan cara mengurangkan v lama dengan x


lama. X 1 (baru)= V1(awal)-X1(awal)
X1 (baru) =149.94-56.98 = 206.92

Tabel 5 Populasi X baru

75
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

X1 X2 X3
206.92
24.85
28.42
28.42
21.28
214.06
214.06
206.92

76
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

249.76
356.86
35.56

5. Nilai Konvergen
Konvergen adalah selisih nilai x saling dekat, jika masih belum saling dekat
maka lakukan sampai iterasi ke n, pada iterasi pertama populasi yang didapatkan dapat
dilihat pada tabel 6. Karena selisih konvergen belum saling dekat maka lakukan kembali
1 sampai 4.

Tabel 6 Nilai selisih X


XI X2 X3
Otak Ginjal Kulit
206.92
24.85
28.42
28.42
21.28
214.06
214.06
206.92
249.76
356.86
35.56
XI X2 X3
Otak Ginjal Kulit
71.26
78.40
21.28
21.28
85.54

Pada tabel 2 iterasi 1 optimasi dengan PSO selisih konvergen yaitu selesih angka
yang saling dekat masih belum mendekati, maka dialakukan iterasi ke-n sampai selisih
angka saling dekat.
Tabel 7 Iterasi 2 Optimasi dengan Metode PSO
V1 V2 V3 X1 X2 X3
104.96 311.88
2.50 27.35
0.00 28.42
0.00 28.42
5.00 26.26
99.96 314.02
99.96 314.02
104.96 311.88
74.97 324.73
0.00 356.86

77
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

0.000 35.56
V1 V2 V3 X1 X2 X3
10.00 81.25
5.00 83.40
0.00 21.28
0.00 21.28
0.00 85.54

Pada iterasi kedua selesih angka saling dekat sudah mendekati, maka pada
iterasi ke 2 didapatkan pengoptimalan prediksi penyakit SLE.

78
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

3.3 Evaluasi Optimasi PSO


Evaluasi Optimasi PSO dilakukan untuk mengatahui nilai akurasi prediksi
jumlah pasien yang terindikasi penyakit SLE setelah diterapkan algoritma PSO, berikut
nilai akurasi :

1. Algoritma Genetika

114.24+100
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
114.24+100+14+16

= 0.88 x 100
= 88 %

2 . Algoritma PSO

42,84+100
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
42.84+100+14+6

= 0.88 x 100
= 88 %

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Akurasi dari hasil prediksi dengan genetika adalah 88 %, setelah dilakukan


optimalisai menggunakan algortima PSO nilai akurasi tetap 88%. Namun, hasil prediksi
dengan optimalisasi menjadi lebih baik, pada prediksi menggunakan genetika terdapat
16 pasien yang diprediksi menderita penyakit SLE, setelah dilakukan optimalisasi
menggunakan PSO jumlah pasien yang diprediksi menderita penyakit SLE menjadi 6
pasien dengan nilai konvergen yang saling dekat.

Tabel 8 Hasil Prediksi Penyakit SLE denga Optimasi PSO


PREDIKSI

C1-13 Otak 0
Ginjal 2
Kulit 1
Tidak Sakit 14

C14-30 Otak 1
Ginjal 2
Kulit 0
Tidak Sakit 10
Total Questioner 30

Hal ini membuktikan bahwa nilai PSO lebih stabil dari genetika[17]. Untuk

79
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

penelitian selanjutnya agar nilai optimasliasi lebih optimal perlu dilakukan modifikasi
pada PSO.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan pada Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan


Tinggi atas dana Penelitian Dosen Pemula tahun 2019.

80
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Waluyo and B. Marhendra, Penyakit-Penyakit Autoimun. Jakarta: Gramedia, 2014.


[2] N. Putu, W. Purnama, F. Keperawatan, U. Katolik, W. Mandala, and S. Telp, “Faktor
Pencetus Gejala Dan Perilaku Pencegahan Systemic Lupus Erythematosus (
Precipitating Factors and Preventive Behavior towards the Exposures of Systemic Lupus
Erythematosus ),” J. Ners, vol. 11, no. 1, pp. 213–219, 2014.
[3] L. Mu, “Mortality And Prognostic Factors In Chinese Patients With Systemic Lupus
Erythematosus,” pp. 1–11, 2018.
[4] Kemenkes RI, Situasi Lupus Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian
kesehatan, 2017.
[5] R. Felten et al., “10 Most Important Contemporary Challenges In The Management Of
SLE,” pp. 1–6, 2019.
[6] T. Li, L. Jiang, L. Wang, and H. Xu, “Artificial Intelligence Predict The Lupus Nephritis
Based On Full-Phenotype Database With Natural Language Processing Technology,”
Lupus Sci. Med., vol. 2, no. table 1, pp. 212–213, 2019.
[7] F. Ceccarelli et al., “Prediction Of Chronic Damage In Systemic Lupus Erythematosus By
Using Machine- Learning Models,” vol. 35, pp. 1–13, 2017.
[8] D. Setiawan and R. N. Putri, “Prediction of Autoimmune Disease Using
Backpropagation Method,” Pros. CELSciTech 3, vol. 3, pp. 52–60, 2018.
[9] D. Setiawan, R. N. Putri, and R. Suryanita, “Implementasi Algoritma Genetika Untuk
Prediksi Penyakit Autoimun,” RABIT (Jurnal Teknol. dan Sist. Inf. Univrab), vol. 4, no. 1,
pp. 8–16, 2019.
[10] D. Setiawan, R. N. Putri, and R. Suryanita, “Perbandingan Algoritma Genetika dan
Backpropagation pada Aplikasi Prediksi Penyakit Autoimun,” khazanah Inform., vol. 5,
no. 1, pp. 21–27, 2019.
[11] L. Istikomah and I. Cholissodin, “Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization (
PSO ) untuk Optimasi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Balita,” J. Pengemb. Teknol. Inf. dan
Ilmu Komput., vol. 1, no. 11, 2017.
[12] D. Rahmalia, A. Romatullah, and M. S. Pradana, “Estimasi Parameter Super Pairwise
Alignment pada Kombinasi Virus Dengue Menggunakan Particle Swarm Optimization,”
Techno.COM, vol. 18, no. 3, pp. 264–274, 2019.
[13] J. Kennedy and R. Eberhart, “Particle Swarm Optimization,” IEEE, pp. 1942–1948, 1995.
[14] T. Rahajoeningroem and M. Aria, “Pada Aplikasi Filter Adaptive Noise Cancellation,”
Maj. Ilm. UNIKOM, vol. 11, no. 1, pp. 135–146.
[15] M. Badrul, “Optimasi Algoritma Neural Network Dengan Algoritma Genetika Dan
Particle Swarm Optimization Untuk Memprediksi Hasil Pemilukada,” J. Pilar Nusa
Mandiri, vol. 13, no. 1, pp. 1–11, 2017.
[16] D. M. Agustina and Wijanarto, “Analisis Perbandingan Algoritma ID3 Dan C4 . 5 Untuk
Klasifikasi Penerima Hibah Pemasangan Air Minum,” J. Appl. Intell. Syst., vol. 1, no. 3,
pp. 234–244, 2016.
[17] Y. Marbun, N. Nikentari, and M. Bettiza, “Perbandingan Algoritma Genetika dan
Particle Swarm Optimization dalam Optimasi Penjadwalan Matakuliah,” Fak. Tek.
Umr, pp. 1–7, 2013.

81
Techno.COM, Vol.19, No.1, Februari 2020: 67-75

82

Anda mungkin juga menyukai