Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena


berkat karunia Nyalah, makalah yang berjudul “LUPUS”ini bisa diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal
bedah II. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan
tentang segala sesuatu tentang penyakit systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah
memberikan tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang
telah terlibat dalam proses penulisannya, yang senantiasa memotivasi.
Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan
makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Surabaya, 20 Maret 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................... 1
1.2 TUJUAN ......................................................................................................... 2
1.3 MANFAAT .................................................................................................... 3
BAB II STUDI LITERATURE ..........................................................................................
2.1DEFINISI ...........................................................................................................
2.2ETIOLOGI .........................................................................................................
2.3KLASIFIKASI ...................................................................................................
2.4PATOFISIOLOGI ..............................................................................................
2.5MANIFESTASIKLINIS ....................................................................................
2.6PEMERIKSAANDIAGNOSTIK.......................................................................
2.7PENATALAKSANAAN ...................................................................................
2.8PROGNOSIS .....................................................................................................
2.9WOC ..................................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................................
3.1PENGKAJIAN ...............................................................................................................
3.2 DIAGNOSAKEPERAWATAN ...................................................................................
3.3 INTERVENSI ...................................................................................................
3.4SAPdanLEAFLET .............................................................................................
BAB IV ANALISA JURNAL ........................................................................................... .
BAB V PENUTUP..............................................................................................................
5.1KESIMPULAN ..............................................................................................................
5.2 SARAN .........................................................................................................................
DAFTARPUSTAKA ..........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti “ Anjing hutan,” atau
“ Serigala,” merupakan penyakit kelainan pada kulit, dimana disekitar pipi dan
hidung akan terlihat kemerah-merahan. Tanda awalnya panas dan rasa lelah
berkepanjangan, kemudian dibagian bawah wajah dan lengan terlihat bercak-
bercak merah. Tidak hanya itu, penyakit ini dapat menyerang seluruh organ
tubuh lainnya salah satunya adalah menyerang ginjal. Penyakit untuk
menggambarkan salah satu ciri paling menonjol dari penyakit itu yaitu ruam di
pipi yang membuat penampilan seperti serigala. Meskipun demikian, hanya
sekitar 30% dari penderita lupus benar - benar memiliki ruam “ kupu-kupu,”
klasik tersebut.
Sistem imun normal akan melindungi kita dari serangan penyakit yang
diakibatkan kuman, virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita. Tetapi pada
penderita lupus, sistem imun menjadi berlebihan, sehingga justru menyerang
tubuh sendiri, oleh karena itu disebut penyakit autoimun. Penyakit ini akan
menyebabkan keradangan di berbagai organ tubuh kita, misalnya: kulit yang
akan berwarna kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal, otak,
darah, dan lain-lain. Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik,”
karena mengenai hampir seluruh bagian tubuh kita. Jika Lupus hanya
mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena, maka disebut LUPUS
KULIT (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya dibandingkan lupus
yang sistemik (Sistemik Lupus/SLE). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh
sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun
virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena
organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya,
maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal

1
terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang
sangat rendah.

Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut


hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di
RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (
sistemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit
yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi
yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang
dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum
terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi,
pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari
SLE bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit,
hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata,
trombosis, dan kematian janin.
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan
banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit
ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang
menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya.
Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum,
anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Sekitar 80%
kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit, dan darah 30-50%
menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf, serta 10-30%
menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan antibodi
antikardiolipin.
Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik
psikiosis, kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka
kejadian mielopati transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden
kejadian mielopati transversa pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi
LES diantara etnik adalah wanita kulit hitam 1:250, wanita kulit putih 1:4300,
dan wanita cina 1:1000.

2
1.2 Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus Sistemik
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia
diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui penyebab asfeksia dan
pencegahannya agar terhindar dari asfeksia baik untuk dirinya sendiri
maupun keluarga.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui
mengenai penyaki asfeksiadan memberikan penyuluhan kepada masyarak
agar mampu menjaga kesehatan anaknya.
1.3.3 Bagi Institusi
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
refrensi untuk mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia
yang dapat menyebabkan kematian

3
BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT

2.1. Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang
menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk
kulit, persendian dan organ dalam.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi
karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan
dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh,
dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat
episodik diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari
penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
2.2 Etiologi
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,
Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam
komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
Mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas selbe.hal ini
dapat terjadi sekunder terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B

4
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Meskipun para dokter tidak mengetahui apa yang menyebabkan lupus pada
banyak kasus, mereka telah mendidentifikasi faktor apa saja yang meningkatkan
resiko penyakit yang memicu timbulnya lupus :
 Jenis kelamin
Penyakit lupus lebih umum menyerang pada wanita pada masa usia
produktif, karena itulah maka jika dilihat dari nilai sosioekonomi penyakit
inibmerugikan. Disamping itu dampak dari penyakit ini dari sistem
reproduksi wanita menyebabkan beberapa gangguan pada wanita.
 Usia
Meskipun lupus dapat berefek pada segala usia termasuk bayi, anak dan
orang dewasa, tetapinlupus paling umum terdiagnosis pada mereka yang
berusia antara 15-40 tahun
 Ras
Lupus umumnya terdapat ppada ras afrika hispanics dan asia
 Sinar matahari
Terkena sinar matahari dapat membawa pada lupus kuliy ataubmemicu
respon internal pada merekabyang rentan
 Terinfeksi vorus Epstein – Barr
Merupakan virus yang biasanya tertidur di dalam sel dari sistem imun
anda meskipun tidak jelas alasan mengapa dan apa yang membuat virus
tersebut aktif kembali.
 Terkena zat kimia
Beebrapa studi menunjukkan bahwa mereka yangvbekerja dan rentan
terekspos merkuri dan salica memiliki peningkatan resiko lupus. Merokok
juga dapat meningkatkanvresiko mengalami lupus.
 Obat-obatan yang tertentu
Obat tertentu yang digunakan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan drug – induced lupus. Banyak obat yang secara potensial
dapt memicu lupus, sebagi contoh antara lain ; antipsychotic
cholopromazine ; obat tekanan darah tinggi, seperti hydralazine ; obat

5
tubercolosis isonoazid dan obat jantung procainamide. Biasanya
membutuhkan jangka waktu penggunaan dalam beberapa bulan sebelum
gejala timbul.
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
 Infeksi
Suatu gangguan kesehatan pada tubuh manusia yang disebabkan
oleh serangan dan perkembangbiakan mikroorganisme biologis alias
patogen. Beberapa patogen yang paling sering menyebabkan kondisi ini
adalah bakteri, virus, dan parasit yang pada dasarnya nggak berasal dari
dalam tubuh . Suatu keadaan saat tubuh kemasukan bibit penyakit (kuman)
sehingga menimbulkan gejala demam atau panas tubuh sebagai suatu
reaksi tubuh menolak antigen (kuman) agar dapat melumpuhkan atau
mematikan kuman tersebut.
 Antibiotik
Kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah
infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan
menghentikan bakteri berkembang biak di dalam tubuh. Meskipun
antibiotik dapat digunakan pada bakteri, namun antibiotik tidak dapat
digunakan pada virus.
 Sinar ultraviolet
Jenis radiasi elektromagnetik, seperti gelombang radio, radiasi
inframerah, sinar-X dan sinar gamma. Sinar UV, yang berasal dari
matahari, tidak terlihat oleh mata manusia. Sinar ultraviolet bisa
mengakibatkan kulit terbakar dan berwarna kecoklatan, namun terlalu
banyak paparan radiasi UV dapat merusak jaringan hidup.
 Stres yang berlebihan
Stres adalah keadaan ketika seseorang mengalami tekanan yang
sangat berat, baik secara emosi maupun mental, tidak hanya menyerang
kesehatan mental namun menyerang kesehatan secara umum. Sistem
kekebalan seseorang yang sedang stres juga akan menurun, sehingga
menjadikan tubuh sulit melawan penyakit. Hasilnya, Anda akan lebih

6
mudah terkena penyakit. Saat Anda sedang menderita penyakit, stres
mungkin bisa memperparah kondisi Anda
 Obat-obatan yang tertentu
Obat tertentu yang digunakan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan drug-induced lupus. Banyak obat yang secara potensial
dapat memicu lupus. Biasanya membutuhkan jangka waktu penggunaan
dalam beberapa bulan sebelum gejala timbul.
 Hormon Commented [wx1]: jelaskan

Zat yang dihasilkan secara alami oleh kelenjar endokrin. Karena


kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hormon dialirkan langsung ke
pembuluh darah, tanpa melalui saluran apapun. Zat yang bergerak dalam
aliran darah ke jaringan dan organ. Zat ini sangat berpengaruh bagi fungsi
tubuh, sedikit saja jumlah hormon berubah maka akan memengaruhi suatu
fungsi tubuh tertentu bahkan kesehatan Anda secara umum. Maka itu,
penting untuk menjaga keseimbangan jumlah hormon dalam tubuh.
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat
menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan
2.3 KLASIFIKASI.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang
ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan
kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada
beberapa organ tubuh. LES dapat menyerang satu atau lebih sistem organ. Pada
sebagian orang hanya kulit dan sendinya saja yang terkena, akan tetapi pada
sebagian pasien, lupus lainnya menyerang organ vital seperti jantung, paru-paru,

7
ginjal, susunan saraf pusat atau perifer. Umumnya tidak ditemukan adanya dua
orang pasien lupus terkena sistemik lupus dengan gejala yang persis sama.
Ada tiga jenis type lupus :
a. Cutaneous Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas
pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher,
atau kulit kepala.Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit
yang terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent).Meski
terdapat beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat
adalah ruam yang timbul, bersisik dan merah, tetapi tidak gatal.
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapat menyebabkan inflamasi pada beberapa macam
organ.Untuk beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada
gangguan kulit dan sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal,
darah ataupun organ dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada
sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi)
dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf.Obat
yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin
(untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan
detak jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang
memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang
yang mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab
lupus.Dari 4 persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila
pengobatan dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan
sendirinya Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun,
Systemic Lupus selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan
dapat menyerang organ atau sistem tubuh.Pada beberapa orang, cuma kulit dan
persendian yang diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak
persendian, paru-paru, ginjal, darah, organ atau jaringan lain. Terdapat
perbedaan antara klasifikasi dan diagnosis SLE.Diagnosis ditegakkan

8
berdasarkan kombinasi gambaran klinis dan temuan laboratorium dan mungkin
tidak memenuhi kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR)
yang didefinisikan dan divalidasi untuk keperluan uji klinis.

2.4 PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda
SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibody tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Commented [wx2]: review di buku

Patofisiologi lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus


eritematosus (SLE) didasari oleh autoantibodi dan kompleks imun yang berikatan
ke jaringan dan menyebabkan inflamasi multisistem. Penyebab spesifik SLE
hingga saat ini belum diketahui, namun berbagai faktor seperti faktor genetik,
sistem imun, hormonal serta lingkungan berhubungan dengan perkembangan
penyakit ini.
Sistem imun bawaan maupun didapat memberikan respon imun yang tidak
seharusnya kepada partikel sel tubuh.Salah satunya adalah pembentukan
autoantibodi terhadap asam nukleat yang disebut antinuclear antibodies (ANA).
Pada umumnya ANA dapat ditemukan pada populasi umum, namun tidak seluruh
orang yang memiliki ANA mengalami SLE, oleh karena itu terdapat mekanisme
lain yang menyebabkan progresi kondisi autoimun ini menjadi penyakit. Selain
ANA, terdapat dua autoantibodi yang spesifik ditemukan pada pasien SLE
dibandingkan dengan penyakit autoimun lainnya yaitu antibodi anti-Smith (Sm)
dan antibodi anti-double-stranded DNA (dsDNA).
Patofisiologi SLE disebabkan oleh respon imun yang abnormal berupa:

9
 aktivasi sistem imun bawaan (sel dendritik, monosit/makrofag) oleh DNA
dari kompleks imun, DNA atau RNA virus dan RNA dari protein self-
antigen
 ambang batas aktivasi sel imun adaptif (limfosit T dan limfosit B) yang
lebih rendah dan jaras aktivasi yang abnormal
 regulasi sel T CD4+ dan CD8+, sel B dan sel supresor yang tidak efektif,
 penurunan pembersihan kompleks imun dan sel yang mengalami
apoptosis.
Autoantibodi mengenali self-antigen yang ada di permukaan sel yang
apoptosis dan membentuk kompleks imun. Oleh karena proses pembersihan
debris sel terganggu maka autoantigen, autoantibodi dan kompleks imun tersedia
dalam waktu yang lama, memicu terjadinya proses inflamasi dan menyebabkan
timbulnya gejala.
Autoantibodi dan kompleks ini kemudian berikatan dengan jaringan target,
menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan menyebabkan pelepasan sitokin,
kemokin dan peptida vasoaktif, oksidan dan enzim proteolitik. Kondisi tersebut
menyebabkan aktivasi sel endothelial, makrofag jaringan, sel mesangial, podosit
yang ada di jaringan serta mengakibatkan sel B, sel T, sel dendritik dan makrofag
mendatangi jaringan target tersebut dan menyebabkan terjadinya proses inflamasi.
Inflamasi kronis ini menyebabkan kerusakan jaringan yang irevesibel di
glomerulus ginjal, arteri, paru dan jaringan lainnya.
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang
mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel
TCD
4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen.Sebagai
akibatnyamuncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta
ekspansi sel B, baik yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk
didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet danberbagai macam infeksi.Pada
SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein

10
histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khasautoantigen ini ialah bahwa mereka
tidak tissue-spesific
dan merupakan komponen integralsemua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-
sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Denganantigennya yang spesifik,
ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.Telah ditunjukkan
bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu.Dapat berupagangguan
klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan kompleks
imundalam hati, dan penurunuptakekompleks imun pada limpa. Gangguan-
gangguan inimemungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem
fagosit mononuklear.Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai maca
organ dengan akibat terjadinyafiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa
ini menyebabkan aktivasi komplemen yangmenghasilkan substansi penyebab
timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yangmenyebabkan timbulnya
keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan sepertiginjal, sendi,
pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya.Bagian yang penting dalam
patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme regulasiyang dalam keadaan
normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang resisten

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga
menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang
terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi.
Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan
biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang,
kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah
demam, kadang-kadang disertai menggigil.
 Gejala Muskuloskeletal

11
Sistem muskuloskeletal: Sakit sendi (tanpa pembengkakan) lebih
sering terjadi pada radang sendi pada penderita lupus. Artritis lupus
biasanya ditemukan di kedua sisi tubuh. Sendi yang paling sering terjadi
adalah sendi tangan, lutut, dan pergelangan tangan, biasanya mirip
penyakit sendi rheumatoid arthritis. Orang dengan lupus, terutama yang
membutuhkan kortikosteroid dosis tinggi (steroid, prednison), dapat
menderita aliran darah yang lambat ke tulang, menyebabkan kematian
tulang (nekrosis avaskuler). Otot-otot itu sendiri terkadang bisa meradang
dan sangat menyakitkan, berkontribusi pada kelemahan dan kelelahan.
 Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85%
kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi
kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak
edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat,
kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang
terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena
hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang
khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema,
hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa
yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan
folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk
kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema
periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering
ditemui pada SLE.
 Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi
paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik
kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.

12
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan
nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling
berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta
gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa
lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan
fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung
cepat atau lambat tapi progresif.Kelainan ginjal yang lain yang mungkin
ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal
ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
 Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu
psikosis organik dan kejang-kejang.Penyakit otak organik biasanya
ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya.
Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak
seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali gambar-
gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak
dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru
dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang
dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan
sebaliknya.Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal.
Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
 Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival
dan adanya badan sitoid di retina
 Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi
sebagai akibat keadaan tersebut.
 Paru-paru

13
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
 Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan
diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya
mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan
oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan
usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan
pankreatitis.
 Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,
dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah
splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien
berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus
antikoagulan.Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit
LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia
2. Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti
DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi
• Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-
Sacks.
• Ginjal :

14
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa
• Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular
pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%)
maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik
untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan
terpanjan.
c. Radiology :
 Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

2.7 PENATALAKSANAAN
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan
organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter
laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.
a. Pendidikan terhadap Pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya
(perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif
terhadap penanggulangan penyakit.
b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE
1. Monitoring yang teratur
2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol.
Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan
pentingnya tidur yang cukup.
3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga
digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
langsung.
4. Mengatasi infeksi

15
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas
sebabnya, pasien harus memeriksanya.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
c. pengobatannya
 Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim
luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi
dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif
terhadap 50% pasien.
 Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap
gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis
rendah.
 Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan
untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake
inhibitor antidepresan (amitriptilin)
 Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan
prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen
meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan
untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara
pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak
lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
 Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan
nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
 Lupus nefritis

16
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan
membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai
karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah.
Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN.
Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid
intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14
hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid
selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah
leukositnya (normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen
terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2)
terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid,
azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan
terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
 Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini
adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi
hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan
spelenektomi.
 Pneumonitis intersititialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena.
 Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena

2.8 PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.
Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien
dengan LES telah menurun selama 20 tahun terakhir. Sebelum 1955, tingkat
kelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada LES kurang dari 50%. Saat ini,
tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata melebihi
90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun terakhir adalah

17
sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir di Asia
dan Afrika secara signifikan lebih rendah, mulai dari 60-70%. Penurunan angka
kematian yang berhubungan dengan LES dapat dikaitkan dengan diagnosis yang
terdeteksi secara dini, perbaikan dalam pengobatan penyakit LES, dan kemajuan
dalam perawatan medis umum.

18
2.9 WOC

WOC SLE

Etiologi

Faktor Intrinsik : Faktor Ekstrinsik :


- Genetik - Infeksi
- Hormon estrogen - Obat-oatan
- Sinar UV

Gx imunoregulasi

Sel T supresor yang abnormal

Penumpukan kompleks
imun

Keruasakan jaringan

Peningkatan autoantibodi

SLE

Menimbulkan reaksi
inflamasi

Inflamasi pada dermal

Adanya bercak-bercak
kemerahan

Lesi akut pada kulit


19
Ruam pada wajah
berbentuk kupu2

Kerusakan jaringan kulit

Mk : kerusakan Integritas
kulit

Inflamasi di Inflamasi perikardium Aliran darah tidak In


pleura (pleuritis) (perikarditis) adekuat ke otak

Penu
Eksudasi cairan di rongga Iskemia jaringan otak
Gangguan fungsi pleura
perikard

Penurunan fungsi serebral Penur


Terjadi tekanan intra
cair
pleura
Penurunan fungsi
motorik
Gangguan Jumlah produksi
cairan dengan absorpsi
yang bisa dilakukan pleura
viseralis Pengisian Kehilangan keseimbangan
Ventrikel kiri dan koordinasi
terhambat Gag
Akumulasi/penimbunan
cairan di kavum pleura MK : Resti
Curah jantung menurun
cidera
Nefro
Pengembangan paru
Insufisiensi pengisian sistem
tidak optimal
arteri
Pro
m
Penurunan kapasitas ventilasi MK :Gg. Perfusi jaringan

Ur

Dispnea
MK : Kerusakan
pertukaran gas
MK : Gg.
MK :
- Pola nafas tidak 20
efektif
Psik

Inflamasi di saluran Inflamasi di - Adanya


pencernaan persendian invasif
- Perubah
kesehata
HCl meningkat Peningkatan cairan
sinovial

Mual, muntah - Ketidakt


Edema - Koping
efektif
Anoreksia Nyeri

M
MK: Perubahan MK : - Ansietas
nutrisi kurang dari - Gg. Rasa nyaman - Kurang p
kebutuhan tubuh nyeri
- Intoleransi aktifitas

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan
terakhir, alamat
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun.
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang
sama dengan penyakit yang dialami pasien.
3.Kebiasaan sehari-hari
 Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai
 Pola minum : frekuensi
 Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur
 Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi
 Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai
mau tidur kembali
 Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa, frekuensinya.
4.Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan
 TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- ND : 100 x
- RR : 18 x

22
- S : 40 C
 BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)
 Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah
 Mulut : Terdapat luka
 Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru
 Sendi : adanya artritis
 Darah :
- Anemia
- Leukosit < 4000 sel/mm
- Limfosit < 1500 sel/mm
- Trombosit < 100.000 sel/mm
5. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen dada : menunjukkan pleuritis
 Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan
pleura
 Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas
 Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah
 Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan

3.1.1 Dasar Data Pengkajian Pasien


1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan
Tanda : Penurunan semangat bekerja, toleransi terhadap aktivitas rendah,
penurunan rentang gerak sendi, gangguan gaya berjalan
2.Sirkuasi
Gejala : Nyeri dada
Tanda : TD : tekanan nadi melebar dan desiran (menunjukkan
mekanisme anemia)
Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa dan kulit terdapat ruam
3.Integritas Ego

23
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain,
harga diri buruk dan kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang
mendekat
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri
4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
Tanda : Nyeri tekan pada abdomen
Urine encer : terdapat darah atau protein
5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan, adanya
penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah daging
Bibir : disudut bibir terdapat luka
6. Higiene
Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat) dan
berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi
Tanda : cerobaoh, tak rapih, kurang bertenaga
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan, bayangan
pada mata kelemahan, keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas
Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang, pembekakan
sendi simetris
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi, sakit kepala
berulang, nyeri tekan abdomen, nyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap
palpitasi pada area yang sakit
9. Penapasan
Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, napas pendek pada
istirahat dan aktivitas
Tanda : takipnea, distres pernapasan akut, bunyi napas menurun
10. Keamanan

24
Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam ringan
menetap, lesi kulit, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk
Tanda : berkeringat, mengigil berulang, gemetar
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya masalah
dengan penyembuhan luka/perdarahan
Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama
dirawat : 4,8 hari, memerlukan bantuan dalam perawatan diri,
pemeliharaan rumah

12. Pemeriksaan diagnostik


 Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses
autoimun sebab penyebab AR
 Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada
jaringan lunak, erosi sendi, memperkecil jarak sendi
 Kerapuhan erirosit : menurun
 Jumlah trombosit : menurun
 JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN Commented [wx3]: sdki

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik bengkak pada sendi
2. Hipertermia berhubungan denganproses penyakit. Peningkatan tingkat
metabolisme penyakit
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
lesi/malar pada lapisankulit
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan
sesak
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan oksigen
6. Resiko defist nutrisi berhubungan dengan hati tidak dapat mensintesa zat-
zat penting untuk tubuh.
7. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret

25
8. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi serebral kehilangan
kondisi dan koordinasi kegagalan mekanisme tubuh
9. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi
10. Ansietas berbuhungan dengan terpapar bahaya lingkungan dan koping
individu tidak efektif

3.3 INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawtan
1. Nyeri akut - Skala nyeri turun Observasi 1. Untuk memperoleh data untuk
berhubungan - Kemampuan 1. Kaji skala nyeri merencanakan intervensi selanjutnya.
dengan agen untuk (PQRST), 2. Untuk mengenal indikasi kemajuan atau
pecedera fisik menuntaskan lokalisasi,respons, penyimpangan dari hasil yang
2. Kaji keberhasilan
bengkak pada aktivitas diharapkan
terapi yang sudah
sendi - Ekspresi wajah 3. Untuk mengurangi rasa nyeri akibat
diberikan dan efek
tidak faktor dari lingkungan
samping
menyeringai lagi. 4. Untuk mengalihakan rasa nyeri yang
penggunaan alagetik
- Kegiatan tidak Terapeutik
dialami pasien dan danmtngetahui cara
terganggu 3. Kontrol lingkungan yang tepat agar nyeri menurun
dengan nyeri yang memperberat 5. Untuk mengetahui dan mengenal
- Mengetahui rasa nyeri, indikasi kemajuan atau penyimpangan
pengetahuan 4. Fasilitasi istirahat dari hasil yang diharapkan
tentang nyeri dan tidur dan 6. Menggunakan teknik non farmakologi
keyakinan tetang pertimbangkan jenis untuk menghilangkan atau mengurangi
nyeri serta
nyeri nyeri sampai pada tingkat yang
pemilihan strategi
diinginkan
meredakan nyeri
7. Menggunakan teknik farmakologi untuk
Edukasi
menghilangkan atau mengurangi nyeri.
5. Jelaskan penyebab
nyeri dan pemicu
nyeri jelaskan
strategi meredakan

26
nyeri
6. Ajarkan teknik
relaksasi / strategi
meredakan nyeri.
Kolaborasi
7. Kolaborasi dalam
pemberian
analgesic

2. Hipertermia - Suhu tubuh Observasi 1. Sebagai indikator untuk mengetahui


berhubungan dalam rentang 1. Monitor tanda- status hipertermi
dengan proses normal. tanda vital : suhu 2. Dalam kondisi demam terjadi
penyakit. - TTV dalam tubuh,kadar peningkatan evaporasi yang memicu
Peningkatan rentang normal, eletrolit, haluan timbulnya dehidrasi
tingkat - Tidak ada urine 3. Menghambat pusat simpatis di
metabolisme perubahan warna Terapeutik hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi
penyakit kulit merah dan 2. Ajarkan klien kulit dengan merangsang kelenjar
tidak ada pusing, pentingnya keringat untuk mengurangi panas tubuh
pucat mempertahankan melalui penguapan.
cairan yang 4. Kondisi kulit yang mengalami lembab
adekuat sedikitnya memicu timbulnya pertumbuhan jamur,
2000ml/ hari juga akan mengurangi kenyamanan
untuk mencegah klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
dehidrasi. 5. Istirahat menurunksn mobiltias dan
3. Berikan kompres menurunkan metabolisme dan infeksi
dengan air biasa 6. Untuk penurunan suhu tubuh dengan
pada lipatan ketiak cara mempengaruhi tingkat aliran darah
dan femur. yang mengalir ke perifer
4. Anjurkan klien
untuk memakai
pakaian yang
menyerap
keringat.

27
Edukasi
5. Jelaskan tujuan
tirah baring untuk
mencegah
komplikasi dan
mempercepat
proses
penyembuhan
Kolaborasi
6. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
dan eletrolit
intravena

3. Gangguan - Mempertahankan Observasi 1. Untuk mengetahui dan meidentifikasi


integritas kulit integritas kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan pada kulit

berhubungan - Mengidentifikasi penyebab 2. Agar klien terhindar dari faktor alergi


dan kulit sensitif
dengan faktor gangguan
3. Dikarenakan timbul terjadinya iritasi
perubahan resiko/perilaku integritas kulit
pada kulit yang sensitif
hormonal klien untuk Terapeutik
4. Untuk meningkatkan metabolisme tubuh
lesi/malar mencegah cedera 2. Gunakan produk
dan menjaga kulit agar tetap sehat dan
pada dermal berbahan
lemab
lapisankulit kemerahan dan ringan/alami dan
5. Mengindari dari panas matahari/cahaya
hipoalergik kulit
pendarahan pada matahari agar kulit terhindar dari
sensitif
kulit gangguan
3. Hindarkan produk
- Observasi
berbahan dasar
perbaikan
alkohol pada kulit
luka/penyembuha
kering
n lesi bila ada
Edukasi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi, buah
dan sayur

28
5. Anjurkan
mengindari suhu
ekstrim (cahaya
matahari)

4. Gangguan - Menyatakan Observasi 1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa


rasa nyaman nyeri 1. Tentukan derajat pada pneumonia, juga dapat
(nyeri kronik) hilang/terkontrol karakteristik nyeri, timbul komplikasi pneumonia seperti
berhubungan - Menunjukkan mis : tajam, perikarditis dan endokarditis
dengan efusi rileks, ditusuk. Selidiki 2. Perubahan frekuensi jantung
sendi dan istirahat/tidur, perubahan menunjukkan pasien merasa nyeri.
sesak peningkatan lokasi/intensitas 3. Tindakan non-analgesik diberikan
aktivitas dengan nyeri dengan sentuhan lembut dapat
cepat 2. Pantau tanda vital menghilangkan ketidaknyamanan dan
- Menggabungkan memperbesar efek terapianalgesik
Terapeutik
keterampilan 4. Mencegah terjadinya kelelahan umum
3. Berikan tindakan
relaksasi dan dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
nyaman, mis :
aktivitas hiburan mengurangi gerakan/rasa sakit pada
relaksasi/latihan
ke dalam sendi
napas
program 5. Panas meningkatkan relaksasi otot dan
4. Dorong untuk
kontrol/nyeri mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
sering mengubah
melepaskan kekakuan di pagi hari.
posisi. Bantu
Sensitivitas terhadap panas dapat
pasien untuk
dihilangkan dan luka dermal dapat
bergerak di atas
disembuhkan
tempat tidur,
6. Menigkatkan relaksasi/mengurangi
songkong sendi
tegangan otot
yang sakit di atas
7. Memberikan dukungan panas untuk
dan dibawah,
sendi yang sakit.
hindari gerakan
yang menyentak
Edukasi

29
5. Anjurkan pasien
untuk mandi air
hangat. Sediakan
waslap hangat
untuk
mengompres
sendi-sendi yang
sakit beberapa kali
sehari.
6. Berikan masae
yang lembut
Kolaborasi :
7. Bantu dengan
terapi fisik mis :
bak mandi dengan
kolam
bergelombang

5. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi 1. Mempengaruhi pilihan


aktivitas intervensi 1. Kaji kemampuan intervensi/bantuan
berhubungan keperawatan pasien untuk 2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
dengan tidak 1x24 jam, melakukan tugas. jantung dan paru untuk membawa jumlah
Catat laporan
seimbangnya diharapkan oksigen adekuat ke jaringan
kelelahan dan
suplai dan menunjukkan 3. Meningkatkan secara bertahap tingkat
keletihan
kebutuhan penurunan tanda aktivitas sampai normal dan
2. Awasi TD, nadi
oksigen fisiologis memperbailai tonus otot tanpa
pernapasan,
intorelansi kelemahan.
selama dan
- Adanya 4. Mendorong pasien melakukan banyak
sesudah aktivitas.
peningkatan dengan membatasi penyimpangan energi
toleransi aktivitas Terapeutik dan mencegah kelemahan
(termasuk aktivitas
3. Rencanakan 5. Sters berlebihan dapat menimbulkan
sehari-hari)
kemajuan aktivitas kegagalan.

30
- Berpartisipasi dengan pasien, 6. Untuk mengetahui tentang cara dan
dalam aktivitas termasuk aktivitas program apa untuk menigkatkan asupan
sehari-hari sesuai yang pasien yang makanan
tingkat menenagkan dan
kemampuan lingkungan yang
nyaman

Edukasi
4. Anjurkan tirah
baring dan
aktivitas bertahap
untuk teknik
penghematan
energi
5. Anjurkan pasien
berhenti bila
terjadi nyeri dada,
kelemahan atu
pusing terjadi

Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan
ahli gizi

6. Resiko defist - Klien dapat Obeservasi 1. Berguna untuk menentukan kebutuhan


Monitor asupan dan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi
nutrisi mencapai BB
keluarnya makanan keadekuatan rencana nutrisi
berhubungan yang dan cairan serta 2. Untuk menjamin nutrisi
dengan hati direncanakan kebutuhan kalori
Terapeutik adekuat/meningkatkan kalori total
tidak dapat mengarah pada 3. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi
1. Kaji kebiasaan
mensintesa BBnormal. rileks, bersih dan menyenangkan
diet, input-output
zat- - Klien dapat 4. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
dan timbang BB
zat penting menoleransi diet 5. Untuk mengatur asupan makan dengan cara
setiap hari.dan
yang tepat
untuk tubuh yang dianjurkan
diskusikan 6. Untuk menambah daya nafsu makan dan
- Tidak

31
menunjukkan perilaku makan, memberikan informasi tentangnutrisi yang
tanda malnutrisi jumlah aktivitas tepat

- Nutrisi kembali fisik,lakukan


seimbang. Diet: kontak perilaku
Makan habis satu (target berat
porsi, Pola badan)
makan 3X/hari 2. Berikan makan
Antropometri: berat porsi kecil tapi
badan, tinggi badan, sering dan dalam
lingkar lengan, Berat dan berikan
badan tidak turun motivasi terhadap
(stabil). keberhasilan target
- Biokimia: Hb dan perubahan
normal (laki-laki perilaku
13,5-18 g/dl dan 3. Rencanakan
perempuan 12-16 program
g/dl), Albumin pengobatan
normal (dewasa dirumah
3,5-5,0 g/dl). Edukasi
- Klinis: Tidak 4. Ajarkan
tampak kurus, pengaturan diet
Rambut tebal dan yang tepat
hitam, Terdapat
5. Ajarkan
lipatan lemak
keterampilan
subkutan.
koping untuk
penyelesaian
masalah perilaku
makan
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan
ahli gizii dalam
pemberian nutrisi

32
yang tepat

7. Pola Untuk Observasi 1. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit


1. Monitor pola
napas tidak membersihkan 2. Untuk memudahkan agar pasien batuknya
nafas,bunyi,tamba
efektif sekret/ benda asing efektif
han, dan sputum
berhubungan di nafas atau 3. Meredakan dan mengurangi produksi secret
Terapeutik
dengan obstruksi jalan nafas di tenggorokan
2. Posisikan pasien
dengan semi 4. Untuk mengurangi produksi secret
peningkatan agar
fowler/ fowler 5. Untuk membantu klien mengeluarkan
produksi mempertahankan
3. Berikan minum sumbatan benda asing
secret jalan nafas tetap hangat
6. Untuk memebantu agar pasien tidak
paten 4. Lakukan
penghisapan lendir megalami sesak nafas dan tetap nyaman
- Ventilasi dan
5. Keluarkan 7. Untuk membantu klien agar dalam batuk
kapasitas vital
sumbatan benda bisa mengeluarkan secret
meningkat padat dengan
8. Untuk mengorangi produksi secret
- Diameter thoraks forsep McGill
6. Berikan oksigen 9. Dapat diberikan untuk organisme khusus
dan anterior
jika perlu yang teridentifikasi dengan kultur dan
meningkat
sensitifitas/ diberikan secra profilatik karena
- Tekanan ekspirasi Edukasi
7. Anjurkan teknik resiko tinggi
dan inspirasi
batuk efektif
meningkat
8. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari

Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemebrian
bronkodilator

1.
8. Resiko cidera Untuk mengurangi Observasi 1. Untuk menimalisir terjdinya bahaya di
berhubungan keparahan dari 1. Identifikasi lingkungan

dengan cidera yang dalami kebutuhan 2. Untuk memudahkan agar tetap aman
keselamatan dan 3. Meredakan dan mengurangi bahaya di
penurunan pasien agar semakin
perubahan status lingkungan sekitar
fungsi meningkat
keselamatan 4. Untuk memudahkan saat membutuhkan
serebral - Toleransi aktifitas
sesuatu yang membuat agar tetap aman

33
kehilangan meningkat lingkungan 5. Agar tubuh terhindar dari resiko cidera
kondisi dan - Kejadian cedera 6. Untuk menimalisir adanya bahaya di
Terapeutik
koordinasi luka /lecet lingkungan sekitar kita agar tidak terjadi
2. Hilangkan bahaya
menurun bahaya yang mengancam jiwa
kegagalan keselamatan
7. Agar individu, keluarga, dan kelompok tau
mekanisme lingkungan
tentang resiko tinggi bahaya lingkungan dan
tubuh 3. Modifikasi
menimalisir terjadinya cidera.
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya dan resiko
4. Sediakan alat bantu
keamanan
5. Gunakan perangkat
pelindung
6. Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang
nyam dan lakukan
program skrining
bahaya lingkungan

Edukasi
7. Ajarkan invidu,
keluarga dan
kelompok resiko
tinggi bahaya
lingkungan
9. Gangguan Oksgienasi dan / Observasi 1. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit
pertukaran eliminasi 1. Monitor frekuensi, 2. Untuk memudahkan agar pasien batuknya
gas karbodioksida pada pola nafas, irama, efektif dan mengetahui sumbatan pada jalan

berhubungan membran alveolus kedalaman, nafas, nafas


dan saturasi oksigen 3. Untuk mendengarkan suara apakah ronkdi
dengan kapiler dalam batas
2. Monitor whezing adanya sumbatan
ketidakseimba normal
kemampuan batuk 4. Untuk megetahui adanya sumbatan di dalam
ngan ventilasi - Tingkat kesadaran
efektif, adanya pertukaran gas
– perfusi meningkat
sputum,sumbatan 5. Untuk memebantu agar pasien tidak
- Dipsnea, dan
jalan nafas

34
bunyi nafas 3. Auskutasi bunyi megalami sesak nafas dan tetap nyaman
tambahan nafas, dan palpasi 6. Agar pasien mengerti dan tidak
menurun ekspansi paru menimbulkan kesalapaham terhdapa
- PCO2 dan PO2 4. Monitor hasil x-ray perawat kepada pasein dan keluarga
membaik 7. Memberikan informasi kepada pasien dan
Terapeutik
- Takikardi dan pola kelurga pasien tentang hasil perawatan yang
5. Atur interval
nafas membaik dilakukan
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien dan
dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi
6. Jelaskan tujuan
prosedur
7. Informasikan hsil
pemantauan

10. Ansietas - Tingkat Observasi 1. Memperoleh data untuk merencanakan


1. Kaji tingkat
berbuhungan kecemasan dapat intervensi selanjutnya.
kecemasan klien,
dengan berkurang/berub 2. Dengan mengungkapkan perasaan dan
saat tingkat
terpapar ah emosinya diharapkan kecemasan klien
ansietas berubah
bahaya - Tingkatt berkurang.
Terapeutik
lingkungan khawatir akibat 3. Teknik yang pernah digunakan klien
2. Dorong klien
dan koping kondisi yang pada masa lalu dalam mengatasi
untuk
individu tidak dihadapi kecemasnnya kemungkinan juga dapat
mengungkapkan
efektif menurun berhasil untuk mengatasi kecemasannya
perasaan dan
sekarang.
emosinya.
4. Memberikan informasi tentang tengan
3. Diskusikan kepada
dx faktual,pengobatan agar terhindar
klien tentang
dari kesalapahaman natara perawat
teknik yang
pasien dan keluarga
berhasil mengatasi
5. Dengan adanya hiburan setidaknya klien

35
kecemasan dimasa dapat melupakan sejenak masalahnya
lalu dan mengurangi kecemasannya.
Edukasi 6. untuk mengurangi tingkat kecemasan agar
4. Jelaskan prosedur, pasein tidak merasa sendiri

sensasi yang 7. Menggunakan teknik farmakologi untuk


menghilangkan atau mengurangi cemas
dialami dan
8. Untuk mengurangi kecemasan yang
informasikan secra
dialaminya
faktual tentang dx,
pengobatan, dan
prognosis
5. Latih kegiatan
pengalihan,Fasilita
si media hiburan
seperti tv, radio
dan lain-lain.
6. Anjurkan keluarga
tetap bersama
klien
7. Latih teknik
relasasi dan
penggunaan
mekanismen
pertanan yang
tepat
Kolaborasi
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat
antiansietas

36
3.4 SAP dan LEAFLET

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : SLE ( sistemic lupus erythematosus )


Sub pokok bahasan : Pengetahuan tentang SLE
Sasaran : Ny.X
Tempat : Spesialis penyakit dalam
Hari/Tanggal : Kamis 04 April 2019
Waktu : 1 x 30 Menit

A. LATAR BELAKANG
Tidak banyak yang mengetahui apa itu penyakit Lupus. Penyakit ini
memang belum banyak dikenal orang. Seabad lalu, penyebab penyakit ini
diperkirakan adalah karena faktor keturunan, selain faktor hormon dan
lingkungan (seperti stres, sinar matahari, infeksi, makanan dan obat-obatan).
Namun, kini disimpulkan para ahli bahwa penyebab dari penyakit Lupus adalah
bukan merupakan penyakit keturunan.Penyakit Lupus tidak diturunkan, hanya 5-
10% pasien Lupus yang diturunkan dalam keluarga.Sebagian besar (90%) pasien
Lupus tidak mempunyai saudara ataupun orangtua yang juga sakit Lupus.Penyakit
Lupus menyerang hampir 90% perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia atau
WHO mencatat jumlah penderita penyakit Lupus di seluruh dunia dewasa ini
mencapai lima juta orang. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan usia
produktif dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100 ribu penderita baru. Data di
Amerika menunjukkan angka kejadian penyakit Lupus Ras Asia lebih tinggi
dibandingkan ras Kaukasia. Di Indonesia jumlah penderita Lupus yang tercatat
sebagai anggota YLI 789 orang, tetapi bila kita melakukan pendataan lebih
seksama jumlah pasien Lupus di Indonesia akan lebih besar dari Amerika (
1.500.000 orang).

B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum

37
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Penyakit Lupus.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit tentang lupus diharapkan
nona .H dan keluarga dapat:
a. Menyebutkan Pengertian Lupus
b. Menyebutkan Penyebab Lupus
c. Menyebutkan Tanda dan Gejala Penyakit Lupus
d. Menjelaskan Pencegahan Lupus
e. Menyebutkan Pengobatan/Penatalaksanaan Lupus
C. Metode Pembelajaran
Ø Ceramah
Ø tanya jawab
D. Media Pembelajaran
1. Lembar balik
2. Leaflet
E. Materi
Terlampir
F. Kegiatan Penyuluhan

No Tahapan dan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Klien dan keluarga


Waktu
1. Pembukaan 1. Mengucapkan 1. Menjawab
(5 menit) salam
2. Memperkenalkan 2. Mendengarkan
diri
3. Menjelaskan tujuan
umum
2. Kegiatan inti 1. Menjelaskan 1. Mendengarkan
(10 menit) pengertian Lupus
2. Penjelasan 2. Memperhatikan
penyebab penyakit 3. Memperhatikan
Lupus

38
3. Menjelaskan tanda 4. Memperhatikan
gejala lupus
4. Menjelaskan cara
pencegahan 5. memperhatikan
penyakit lupus
5. Menjelaskan cara
penanganan
penyakit lupus

3. Penutup 1. Mengajukan 1. Menjawab


(5 menit) beberapa
pertanyaan 2. Memperhatikan
2. Merangkum hasil/
kesimpulan materi 3. Menjawab
3. Salam penutup

g. Kriteria Evaluasi
a. Apakah yang dimaksud dengan penyakit Lupus?
b. Jelaskan cara masuk dari antibody yang berlebihan ke jaringan tubuh !
c. Sebut dan jelaskan tanda dan gejala dari penderita Lupus!

Jawab :
a. Pengertian Lupus :
Lupus dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan/serigala”.Istilah ini
mulai dikenal sekitar satu abad lalu. Hal ini disebabkan penderita penyakit
ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk
kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi serigala, tetapi berwarna putih.
b. Cara antibody berlebih masuk ke jaringan :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh,
seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur.
Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah
atau anemia.

39
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang
pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun,
yaitu gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai
tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan.
c. Tanda dan Gejala
· a. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya
gangguan pencernaan.
· Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang
berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada
masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
·Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi,
mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash).Namun ruam merah
menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan
kadang-kadang bersisik.Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita
yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap
Lupus.
· Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan
oleh penyakit LUPUS ini. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang
berlebihan

Lampiran Materi

SLE ( Sistemic Lupus Erithrmatosus)


A. PENGERTIAN LUPUS
Lupus dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan/serigala”.Istilah ini mulai
dikenal sekitar satu abad lalu. Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada
umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi
yang serupa di pipi serigala, tetapi berwarna putih. Penyakit Lupus dalam ilmu
kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika
penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia.Dalam
ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker
atau HIV/AIDS. Pada Penyakit Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap

40
rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau
semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri.
Dengan demikian, Penyakit Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit
dengan kekebalan tubuh berlebihan). Pada penderita penyakit lupus, antibodi yang
berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :.
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti
pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang
mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan
antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun, yaitu gabungan
antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh
darah kapiler akan menimbulkan peradangan.
Gejala Lupus dapat terjadi dari ringan sampai berat.Gejala pada sebagian
Odapus cukup ringan. Sedangkan bagi yang lainnya, lupus bisa menjadi masalah
serius dan dapat berakibat fatal bahkan mengancam kelangsungan hidupnya. Pada
kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam merah yang rasanya
terbakar (lupus DLE).pada kasus lain ketika system imun yang berlebihan itu
menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).

B. TANDA DAN GEJALA LUPUS


Adapun tanda dan gejala penyakit Lupus ialah :
1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan
pencernaan.
2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan,
demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif,
sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip
kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai
cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang
bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah
terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.

41
4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh
penyakit LUPUS ini
5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan
C. PENYEBAB LUPUS
1. Faktor Genetik : Tidak diketahui gen atau gen – gen apa yang menjadi
penyebab penyakit tersebut, 10% dalam keluarga Lupus mempunyai keluarga
dekat ( orang tua atau kaka adik ) yang juga menderita lupus, 5% bayi yang
dilahirkan dari penderita lupus terkena lupus juga, bila kembar identik,
kemungkinan yang terkena Lupus hanya salah satu dari kembar tersebut.
2. Faktor lingkungan sangat berperan sebagai pemicu Lupus, misalnya : infeksi,
stress, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya
ultra violet (matahari) dan penggunaan obat – obat tertentu.
3.Faktor hormon, dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering
terkena penyakit lupus dibandingkan dengan laki-laki. Meningkatnya angka
pertumbuhan penyakit Lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa
kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya ekstrogen
menjadi penyebab pencetus penyakit Lupus. Akan tetapi hingga kini belum
diketahui jenis hormon apa yang menjadi penyebab besarnya prevalensi lupus
pada perempuan pada periode tertentu yang menyebabkan meningkatnya
gejala Lupus masih belum diketahui.
4. Faktor sinar matahari adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk
gejala Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak
ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmune. Tetapi
bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari.Pasien
Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00
dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari.
Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor
pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari
dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan
terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak
normal terhadap sinar matahari.
D. JENIS-JENIS LUPUS

42
Jenis-jenis penyakit Lupus ada 3 yaitu :
1. Discoid Lupus – organ tubuh yang terkena hanya bagian kulit!
Dapat dikenali dari ruam yang muncul dimuka, leher dan kulit
kepala, ruam di sekujurtubuh, berwarna kemerahan, bersisik, kadang
gatal.Pada Lupus jenis ini dapat didiagnosa dengan menguji biopsi dari
ruam. Pada discoid lupus hasil biopsi akan terlihat ketidak normalan yang
ditemukan pada kulit tanpa ruam. Dan, jenis ini pada umumnya tidak
melibatkan organ-organ tubuh bagian dalam.Oleh karena itu, tes ANA
(pemeriksaan darah yang digunakan untuk mengetahui keberadaan
sistemik lupus – hasilnya bisa saja bersifat negatif pada pasien pengidap
discoid lupus. Akan tetapi pada sebagian besar pasien dengan jenis
discoid lupus – hasil pemeriksaan ANA-nya positif, tetapi masih dalam
tingkatan atau titer yang rendah. 10% pasien Discoid dapat menjadi
SLE.
2. Drug-Induced Lupus – lupus yang timbul akibat efek samping obat.
Pada lupus jenis ini baru muncul setelah odapus menggunakan
jenis obat tertentu dalam jangka waktu yang panjang.Ada 38 jenis obat
yang dapat menyebabkan Drug Induced. Salah satu contoh faktor yang
mempengaruhi DIL adalah akibat penggunaan obat-obatan hydralazine(
untuk mengobati darah tinggi ) dan procainamide ( untuk mengobati
detak jantung yang tidak teratur ). Tapi tidak semua penderita yang
menggunakan obat-obatan ini akan berkembang menjadi drug induced
Lupus, hanya sekitar 4% orang-orang yang menggunakan obat-obatan
tersebut yang akan berkembang menjadi drug induced dan gejala akan
mereda apabila obat-obatan tersebut dihentikan.Gejala dari drug-induced
lupus (DIL) serupa dengan sistemik lupus. Umumnya gejala akan hilang
dalam jangka waktu 6 bulan setelah obat dihentikan. Pemeriksaan Tes
AntiNuclear Antibody ( ANA ) dapat tetap positif.
3. Sistemic Lupus Erythematosus.
Lupus ini lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus – karena
gejalanya menyerang banyak organ tubuh atau sistim tubuh pasien
Lupus. Pada sebagian orang hanya kulit dan sendinya saja yang terkena ,

43
akan tetapi pada sebagian pasien lupus lainnya menyerang organ vital
organ: Jantung – Paru, Ginjal, Syaraf, Otak.
E. CARA PENCEGAHAN LUPUS
Karena penyakit ini menyerang bagian kulit sebaiknya hindari terpaan sinar
matahari secara langung dan berkelebihan.Selain itu anda juga harus berganti
pola hidup anda dengan pola hidup sehat seperti olah raga yang teratur
mengganti menu makanan anda dengan di banyaki sayuran dan buah-
buahan.Dalam makanan sendiri anda juga harus memperhatikan kandungannya,
untuk lebih baiknya sebaiknya konsumsi makanan yang mengandung banyak
vitamin D dan protein.Selain itu waspadai juga penyakit yang menyerang bagian
pencernaan, namun karena penyakit ini termasuk penyakit genetik sehingga ada
juga yang di sebabkan oleh keturunan. Secara ringkas, dapat disebutkan cara
pencegahan penyakit Lupus ialah :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu.

44
LEAFLET

LUPUS
Macam-Macam Macam-Macam
Faktor Lingkungan Lingkungan Yan
Disusun Oleh :
Yang Dapat Memicu Timbul
1. Fitri Kumala Memicu 1. Infeksi
Dewi Timbulnya Lupus:
2. Diah Ayu 2. Antibiotik
Nurhandini 7. Infeksi 3. Sinar Ultravi
3. Lufi Safinah
8. Antibiotik 4. Stres Yang B
9. Sinar 5. Obat-Obatan
Ultraviolet Tertentu
10. Stres Yang 6. Hormon
Lupus adalah suatu
penyakit autoimun Berlebihan
menahun yang 11. Obat-
menimbulkan Obatan Yang
peradangan dan bisa Tertentu
menyerang berbagai 12. Hormon
organ tubuh,
termasuk kulit,
persendian dan organ
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH dalam.
SURABAYA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI SI KEPERAWATAN
SURABAYA
2018

45
Tanda dan Gejala

1. Kulit yang mudah gosong


JENIS-JENIS LUPUS
akibat sinar matahari serta
Jenis penyakit Lupus ada 3 yaitu :
timbulnya gangguan
1. Discoid Lupus – organ tubuh
pencernaan.
yang terkena hanya bagian kulit
2. Gejala umumnya penderita
Dapat dikenali dari ruam yang
sering merasa lemah,
muncul dimuka, leher dan
kelelahan yang berlebihan,
kulit kepala, ruam di sekujur
demam dan pegal-pegal.
tubuh, berwarna kemerahan,
Gejala ini terutama didapatkan
bersisik, kadang gatal
pada masa aktif, sedangkan
2. Drug-Induced Lupus – lupus yang
pada masa remisi (nonaktif)
timbul akibat efek samping obat
menghilang.
Pada lupus jenis ini baru CARA PENCEGAHAN
3. Pada kulit, akan muncul ruam
muncul setelah odapus LUPUS
merah yang membentang di 1. Menghindari stress
menggunakan jenis obat
kedua pipi, mirip kupu-kupu.
tertentu dalam jangka waktu 2. Menjaga agar tidak
disebut (butterfly rash).
yang panjang langsung terkena sinar
Namun ruam merah
3. Sistemic Lupus Erythematosus. matahari
menyerupai cakram bisa
Lupus ini lebih berat 3. mengurangi beban
muncul di kulit seluruh tubuh,
dibandingkan dengan discoid kerja yang berlebihan
menonjol dan kadang-kadang
lupus – karena gejalanya
4. menghindari CARA PENCEGAHAN
bersisik. Melihat banyaknya
menyerang banyak organ tubuh
pemakaian obat LUPUS
gejala penyakit ini, maka
atau sistim tubuh pasien Lupus. 5. Menghindari stress
wanita yang sudah terserang
tertentu.
6. Menjaga agar tidak
dua atau lebih gejala saja,
langsung terkena
harus dicurigai mengidap
sinar matahari
Lupus.
7. mengurangi beban
4. Anemia yang diakibatkan oleh
kerja yang berlebihan
sel-sel darah merah yang
dihancurkan oleh penyakit 8. menghindari
LUPUS pemakaian oba
tertentu.
5. Rambut yang sering rontok
dan rasa lelah yang berlebihan 46
2. macam-macam
47 lingkungan yang
memicu timbuln

13. Infeksi
BAB IV
ANALISA JURNAL

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN


SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS DI RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Abstrak

Systemic Lupus Erithemathosus (SLE) merupakan penyakit autoimun


yang menyebabkan peradangan kronis pada tubuh manusia sehingga
menyebabkan nyeri, kelelahan yang berlebihan, dan penurunan
kualitas kinetik. Pada kasus ini, karena aktifitas autoantibodi yang
salah dalam mendeteksi antigen sehingga menyerang sel, jaringan, dan
organ tubuh akan menimbulkan problematika fisioterapi yaitu nyeri
dan penurunan kualitas kinetik serta kemungkinan gejala lain yang
dapat timbul seperti tighness dan spasme. Dalam hal ini fisioterapi
dapat menggunakan modalitas berupa IRR (Infra Red Radiation), ES
(Electrical Stimulation) arus Interverensial, dan Exercise. Untuk
mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas IRR
(Infra Red Radiation), ES (Electrical Stimulation) arus Interverensial,
dan Exercise.pada kasus Sysstemic Lupus Erithematosus (SLE)
terhadap penururnan nyeri, kualitas kinetik, dan aktifitas fungsional
pasien. Setelah dilakukan terapi selama 4 kali maka hasil yang didapat
adalah penurunan nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi, dan
peningkatan kemampuan aktifitas fungsional. IRR (Infra Red
Radiation), ES (Electrical Stimulation) arus Interverensial, dan
Exercise dapat mengurangi nyeri, menjaga kualitas kinetik, dan
meningkatkan kemampuan fungsional pasien.

Kata kunci: Sysstemic Lupus Erithematosus (SLE), IRR (Infra Red


Radiation), ES (Electrical Stimulation) arus Interverensial, dan
Exercise.
Abstract

48
Systemic Lupus Erithemathosus (SLE) is an autoimmune disease that
causes chronic inflammation in the human body causing pain,
excessive fatigue, and decreased kinetic quality. In this case, because
of the wrong autoantibody activity in detecting antigens so that
attacking cells, tissues, and organs will cause physiotherapy problems
that is pain and decrease of kinetic quality and possibly other
symptoms that can arise such as tighness and spasm. In this case
physiotherapy can use the modalities of IRR (Infra Red Radiation), ES
(Electrical Stimulation) Interverensial currents, and Exercise. To know
the benefits of physiotherapy management with IRR (Infra Red
Radiation) modality, ES (Electrical Stimulation) Interverensial
currents, and Exercise. In Sysstemic Lupus Erithematosus (SLE) cases
of pain relief, kinetic quality, and functional activity of the patient.
After 4 weeks of therapy, the results obtained were decreased pain,
increased scope of joint motion, and increased ability of functional
activity. IRR (Infra Red Radiation), ES (Electrical Stimulation)
Interverensial currents, and Exercise can reduce pain, maintain kinetic
quality, and improve the functional ability of the patient.

Keywords: Sysstemic Lupus Erythematosus (SLE), IRR (Infra Red Radiation), ES


(Electrical Stimulation) Interverensial currents, and Exercise

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semakin banyak ditemukannya kasus SLE pada masyarakat dengan
tingkat pemahaman yang rendah terhadap peran fisioterapi menjadi
landasan utama pada karya tulis ilmiah ini. Sejak tahun 1970 menurut
WHO, fisioterapi termasuk dalam medical rehabilitation yang dikemas
dalam suatu wadah bernama CBR (Community based rehabilitation)
berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu,
keluarga maupun kelompok yang mengalami penurunan kualitas fisik
maupun fungsional sepanjang daur kehidupan. Problem yang timbul

49
secara tidak langsung diantaranya yaitu nyeri dan kelelahan yang dapat
mengganggu aktifitas fungsional pasien SLE menjadi indikasi
dilakukan tindakan fisioterapi.Banyak pasien SLE dengan gejala
ringan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi karena mereka tidak
dapat melakukan aktifitas fungsional secara maksimal.Dengan
demikian peran pengobatan dan tindakan fisioterapi yang sejalan dapat
membantu problem pasien.Semua pengobatan yang dibutuhkan pasien
SLE harus berjalan rutin dan berkala, namun masalah biaya
pengobatan yang mahal adalah kendala bagi mereka.Adanya kendala
tersebut fisioterapi memberikan peranan penting untuk membantu
menangani masalah utama yang ditimbulkan oleh aktifitas penyakit
SLE sihingga menghambat aktifitas fungsional pasien.Pengobatan dan
tindakan fisioterapi yang sejalan dapat memberikan manfaat bagi
pasien SLE.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul pada kasus SLE ditinjau dari
segi fisioterapi yang berhubungan dengan impairment, functional, dan
disability yang akan dikemukakan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah
patofisiologi SLE (Systemic lupus erythematosus) dapat menimbulkan
nyeri yang berlebihan?, 2) Apakah pengaruh pemberian modalitas IRR
(Infrared radiations) dan ES (Electrical stimulation) dapat mengurangi
nyeri pada SLE (Systemic lupus erythematosus)?, 3)Apakah pengaruh
pemberian terapi latihan atau exercise dapat mempengaruhi kualitas
kinetik pasien SLE (Systemic lupus erythematosus)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1) Untuk
mengetahui mengapa SLE (Systemic lupus erythematosus) dapat
menimbulkan nyeri yang berlebihan, 2) Untuk mengetahui pengaruh
pemberian IRR (Infrared radiations) dan ES (Electrical Stimulatio)
dalam mengurangi nyeri pada SLE (Systemic lupus erythematosus), 3)
Untuk mengetahui pengaruh terapi latihan terhadap kualitas kinetik
pada pasien SLE (Systemic lupus erythematosus).

50
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh pada penulisan Karya tulis
ilmiah mengenai “Penatalaksaan Fisioterapi pada kasus SLE (Systemic
lupus erythematosus)” adalah sebagai berikut: 1) Menambah
pengetahuandan pemahaman mengenai kasus SLE dan
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus SLE bagi penulis, 2)
Memberitahukan informasi tentang kasus SLE dan penangannya pada
rekan fisioterapi khususnya, 3) Memberikan manfaat bagi institusi
yang mana berperan dalam sarana atau media pembelajaran dan
penelitian mahasiswa mengenai kasus SLE dan penangan
fisioterapinya, 4) Memberikan informasi mengenai peran fisioterapi
terhadap kasus SLE kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sehingga
dengan pendekatan ini kondisi diri sendiri dan sekitar dapat
mendukung kelancaran, keberhasilan, dan kesembuhan pasien.
2. METODE
2.1 Teknologi Intervensi Fisioterapi
2.1.1 Infra red radiation (IRR)
Infra red radiation (IRR) adalah lampu yang memancarkan
radiasi elektromaknetik yang menimbulkan efek panas saat
diserap oleh tubuh.IRR memiliki panjang gelombang 770 – 106
nm terdiri dari cahaya tampak dan gelombang mikro pada
spektrum elektromaknetik. Kisaran panjang 5 gelombang 1200
nm dapat menembus 0,8 mm dibawah kulit sehingga dapat
mempengaruhi kapiler subkutaneus. Efek thermal yang
dihasilkan IRR akan merangsang thermoreceptor di kulit untuk
mengirimkan sinyal melalui sumsum tulang belakang lebih
tepatnya di segmen torakolumbal menuju ke otak agar
menghambat mediator nyeri dan dengan demikian dapat
menurunkan aktifitas simpatik. Penurunan aktifitas simpatik
menyebabkan penurunan kontraksi otot halus kemudian
menyebabkan vasodilatasi pada daerah yang disinar dan
vasodilatasi pembuluh kapiler di kulit (Cameron, 2013).

51
2.1.2 Interverensial
Arus interverensial adalah hasil penggabungan dari dua arus
frekuensi menengah (1000-10.000 Hz) yang masing-masing
mempunyai frekuensi yang berbeda sehingga akan
menimbulkan frekuensi dengan amplitudo yang mengalami
modulasi yang dikenal sebagai Amplitude modulation
frequency (AMF). Arus Interferensial lebih sering digunakan
dan lebih nyaman daripada arus yang lain karena amplitudo
yang diberikan melalui kulit rendah sambil memberikan
amplitudo lebih tinggi pada jaringan yang dalam melaui AMF.
AMF adalah selisih antara frekuensi 1 dengan lebih tinggi ke
jaringan yang lebih dalam.Dengan mengaktivasi interneuron
inhibitori di spinal cord yaitu saraf non-nociceptor (serabut
saraf A-beta) dapat menghambat transmisi rangsangan nyeri
dari spinal cord menuju ke otak (Cameron, 2013).
2.1.3 Exercise Therapy
Exercise therapy dirancang sesuai kebutuhan individual setiap
penderita dengan tujuan untuk mengoptimalkan kerja fungsi
tubuh. Fungsi tubuh yang dimaksud meliputi mobilisasi,
fleksibilitas, stabilitas, kebugaran kardiorespirasi,
keseimbangan, kontrol motorik, kontrol neuromusculer, dan
kontrol postural (Arofah, 2010). Untuk memberikan terapi
latihan pada pasien SLE harus menyesesuaikan dengan kondisi
6 fisiologis tubuhnya yang tidak dapat ditebak karena suatu
saat apabila mereka melakukan aktifitas fisik berlebihan akan
menimbulkan fatigue ekstrim sehingga justru akan berujung
pada penurunan kondisi pasien.

52
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan
banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini
dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang
menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya.
Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum,
anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit
lupus meliputi pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap
respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan
organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis.
4.2 Saran
1. Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik.
2. Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik
dengan cepat, teliti dan terampil.
3. Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun pasien
dalam tahap pengobatan.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta :


FKUI
2. Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta: EGC
3. Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6.
Volume 2 Jakarta : EGC
4. Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI
5. Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
7. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
8. NASKAH PUBLIKASI-103 DEA

54

Anda mungkin juga menyukai