Anda di halaman 1dari 12

D3 Keperawatan'15

PKY
Rabu, 19 Oktober 2016

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


SISTEMIK LUPUS ERITOMATOSUS

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


SISTEMIK LUPUS ERITOMATOSUS

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1


Pembina : Sugeng Jitowiyono S.Kep,Ns,M.Sc

Di susun :
1. Dewi Pamungkas (P07120115006)
2. Intan Puja Yulia (P07120115016)
3. Kurnia Fitri F (P07120115018)
4. Silvia Anjasmara (P07120115031)
5. Windi Asmi Saputri (P07120115038)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah. Makalah ini kami susun dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan pada
Klien Sistemik Lupus Eritematosus” guna memenuhi tugas mata kuliah KMB 1.
Kami menyadari bahwa penyelesaian makalah ini berkat bantuan semua pihak. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tri Prabowo, S.Kp, M.Sc, Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2. Rosa Delima Ekwantini, S.Kp, M.Kes, Ka Prodi D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
3. Sugeng Jitowiyono S.Kep,Ns,M.Sc Dosen mata kuliah KMB 1
4. Bapak Ibu Dosen Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
5. Teman-teman D III Keperawatan
6. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang teah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Amin.

Yogyakarta, 15 Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Sampul............................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
D. Metode...................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
A. Definisi .................................................................................................... 3
B. Etiologi ..................................................................................................... 3
C. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................... 8
Daftar Pustaka ............................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti “Anjing hutan,” atau “Serigala,”
merupakan penyakit kelainan pada kulit, dimana disekitar pipi dan hidung akan terlihat kemerah-
merahan. Tanda awalnya panas dan rasa lelah berkepanjangan, kemudian dibagian bawah wajah
dan lengan terlihat bercak-bercak merah. Tidak hanya itu, penyakit ini dapat menyerang seluruh
organ tubuh lainnya salah satunya adalah menyerang ginjal. Penyakit untuk menggambarkan salah
satu ciri paling menonjol dari penyakit itu yaitu ruam di pipi yang membuat penampilan seperti
serigala. Meskipun demikian, hanya sekitar 30% dari penderita lupus benar-benar memiliki ruam
“kupu-kupu,” klasik tersebut.
Sistem imun normal akan melindungi kita dari serangan penyakit yang diakibatkan kuman,
virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita. Tetapi pada penderita lupus, sistem imun menjadi
berlebihan, sehingga justru menyerang tubuh sendiri, oleh karena itu disebut penyakit autoimun.
Penyakit ini akan menyebabkan keradangan di berbagai organ tubuh kita, misalnya: kulit yang
akan berwarna kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal, otak, darah, dan lain-lain.
Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik,” karena mengenai hampir seluruh bagian tubuh
kita. Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena, maka disebut
LUPUS KULIT (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya dibandingkan lupus yang sistemik
(Sistemik Lupus /SLE). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk
melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu
sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh
yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering
berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat,
dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil penelitian
Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah
terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh
manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi
yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh
penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE
dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE.
Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit,
hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, dan kematian
janin.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui dan dapat memahami penjabaran tentang penyakit lupus.
2. Tujuan Khusus :
a. Mampu menjelaskan tentang defenisi, etiologi, klasifikasi / jenis-jenis penyakit lupus,
patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis (tanda dan gejala), prognosis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan serta komplikasi penyakit lupus.
b. Mampu menjabarkan dan atau membuat asuhan keperawatan pada klien yang menderita
penyakit lupus.

C. METODE
Metode penulisan dalam asuhan keperawatan ini adalah studi pustaka. Dimana dalam
penulisan ini diadapatkan data-data dari buku , karya tulis , dll.

BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI
Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit rematik autoimunyang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. (Sudoyo Aru, dkk. 2009)

2. ETIOLOGI
Penyebab dari SLE belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks
dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan factor lingkungan.
1. Factor Genetik
Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar
dizigotik (3%), peningkatan SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan control
sehat dan peningkatan prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa
factor genetic berperan dalam pathogenesis SLE.
2. Factor Hormonal

SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali
jarang terjadi pada usia pubertas dan setelah menopause.
3. Autoantibody
Antibody ini ditunjukksn kepada self molekul yang terdapat pada nucleus, sitiplasma, permukaan
sel, dan juga terdapat molekul terlarutbseperti IgG dan factor koagulasi.
4. Factor Lingkungan
Factor fisik/kimia
 Amin aromatic
 Hydrazine
 Obat-obatab (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin, penisilamin)
Factor makanan
 Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan
 L-canavanine (kuncup dari alfalfa)

Agen infeksi
 Retrovirus
 DNA bakteri/endotoksin
Hormone dan estrogen lingkungan (environmental estrogen)
 Terapi sulih (HRT), pil kontrasepsi oral
 Paparan estrogen prenatal

3. PATOFISIOLOGI
Penyakit sistemik lupus eritematosus (SLE) tampaknya terjadi akibat terganggunya regulasi
kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal
(sebagaimana tebukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin
(Apresoline), prokainamid (Pronestyl), isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambabh alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibody tambahan, dan siklus
tersebut berulang kembali.

4. MANIFESTASI KLINIS
Awitan SLE dapat bersifat perlahan-lahan dan tidak jelas atau akut. Karena alasan inilah,
penderita SLE mungkin tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun. Gambaran klinis SLE meliputi
lebih dari satu sitem tubuh. Sistem musculoskeletal terlibat dengan gejala artralgia dan atritis
(sinovitis) yang merupakan gambaran yang sering ditemukan pada penyakit SLE. Pembegkakan
sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak merupakan gejala yang sering terdapat dan akan
disertai dengan rasa kaku pada pagi hari.
Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda dapat terjadi pada penderita SLE; manifestasi
ini mencakup lupus eritematosus kutan subakut (SCLE; subacute cutaneous lupus
erythematosus) dan lupus eritematosus discoid (DLE; discoid lupus erythematosus). Manifestasi
kulit yang paling dikenal (tetapi frekuensinya kurang dari 50% pasien) adalah lesi akut pada kulit
yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Gambaran
ini mungkin merupakan satu-satunya kelainan kulit pada sebagian kasus lupus eritematosus
(discoid). Pada sebagian pasien, ganggguan awal pada kulit dapat menjadi prekusor untuk
terjadinya gangguana yang bersifat lebih sistemik. Lesi sering memburuk pada saat
eksaserbasi(flares) penyakit sistemik dan dapat dipicu oleh cahaya matahari atau sinar ultraviolet
artificial.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. Ulkus ini terbentuk dimana-
mana serta sering dengan eksaserbasi dan mungkin disertai lesi kulit. Perikarditis merupakan
manifestasi kardiak yang paling sering ditemukan dan terjadi pada sampai 30% paisien. Kelainan
ini mungkin asimtomatik dan sering disertai dengan efusi pleura. Gangguan paru dan pleura terjadi
pada 20% hingga 40% pasien; gangguan ini paling sering dimanifestasikan dalam bentuk pleuritis
atau efusi pleura.

Sistem vaskuler dapat terlihat dengan proses inflamasi pada arteriole terminalis yang
menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura. Semua lesi ini dapat timbul pada ujung jari
tangan, siku, jari kaki serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat
berlanjut manjadi nekrosis.
Limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu tertentu selama
perjalanan penyakit tersebut. Gangguan renal terdapat pada sekitar 52% penderita SLE, dan
glomerulus renal merupakan bagian yang biasanya terkena. Derajat kerusakan ginjal menunjukkan
apakah gangguan renal akan bersifat reversible.
Gambaran neuropsikiatrik yang bervariasi dan frekuen pada SLE kini sudah lebih
banyak dikenali. Gambaran ini umumnya diperlihatkan oleh perubahan yang tidak jelas pada pola
perilaku atau kemampuan kognitif. Spectrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologic. Sering terjadi depresi dan psikosis.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SLE


Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi,diantaranya :
- Pemeriksaan Darah Lengkap
- Tes Darah ANA (Anti Nuclear Antibody). Tes ini akan mengidentifikasi antibody (autoantibody)
yang memakan sel-sel berguna bagi tubuh. Hasil positif tes ANA tersebut belum bisa dikatakan
seseorang menderita Lupus. Perlu dibutuhkan data lain seperti gejala, catatan fisik pasien dan tes
lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita Lupus.
- Ruam kulit atau lesi yang khas
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
- Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung.
- Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau +++
- Hitung Jenis Darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
- Biopsi ginjal
- Anibodi anti doublestranded-DNA, antibody antifosfolipid,antibody lain (anti-Ro,anti-La,anti-
RNP), factor Rheumatoid, titer komplemen C3,C4 dan CH50, titer IgM,IgG,dan IgA, Uji Coombc,
Kreatin, Ureum darah, Protein urin>0,5 gram/24 jam (Nefritis), dan encitraan (foto Rontgen
Toraks), USG ginjal, MRI kepala.

6. DIAGNOSIS BANDING SLE


Pada tahun 1982, American Rheumatism Association (ARA) menetapkan kriteria baru untuk
klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun 1997. Kriteria SLE ini mempunyai selektivitas 96%.
Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau lebih
kriteria dari 11 kriteria yaitu :
(1) Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerah hidung
dan pipi.
(2) Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi
dengan sisik keratin yang melekat dan sumbatan
folikel dapat terjadi jaringan parut.
(3) Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat
abnormalitas terhadap cahaya matahari.
(4) Ulserasi mulut : ulserasi di mulut atau nasofaring,
umumnya tidak nyeri.
(5) Artritis : artritis nonerosif yang mengenai 2
sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak, atau efusi.
(6) Serositis
a. Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi
gesekan pleura atau adanya efusi pleura.
b.Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau
terdengarnya bunyi gesekan perikard atau efusi perikard.
(7) Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang lebih besar 0,5 g/dL atau lebih dari 3+
b.Ditemukan eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran.
(8) Kelainan neurologis : kejang tanpa sebab atau psikosis tanpa sebab.
(9) Kelainan hematologik :
Anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari 400/mm3) atau limfopenia (kurang dari
1500/mm3), atau trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3) tanpa ada obat penginduksi gejala
tersebut.
(10) Kelainan imunologik
Anti ds-DNA atau anti-Sm positif atau adanya antibodi antifosfolipid
(11) Antibodi antinukleus
Jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan yang
ekuivalen pada setiap saat dan tidak ada obat yang menginduksi sindroma lupus

7. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan Klien, meliputi :
- Biografi Klien (nama, alamat, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, dan etnis klien)
- Keluhan utama klien
- Riwayat kesehatan yang lampau (riwayat imunisasi, alergi, penyakit dan pemeriksaan diagnostic
yang pernah dijalani klien)
- Riwayat kesehatan keluarga (penyakit yang diidap anggota keluarga yang lain)
- Profil klien (pengetahuan,lingkungan,factor spiritual, gaya hidup, seksualitas, dan respon stress
dari klien)
b. Pengkajian Keperawatan (bisa dengan metode head to toe atau system by system)
- Inspeksi area kulit terutama bagian wajah/inspeksi adanya butterfly rash
- Palpasi area abdomen, apakah terdapat nyeri abdomen
- Perkusi bagian abdomen untuk mengkaji adanya gas pada GI Tract klien
- Auskultasi dada dan punggung klien untuk memastikan kebersihan jalan nafas klien
- TTV, meliputi suhu tubuh, nadi, kecepatan pernafasan, dan tekanan darah.
c. Rekam medis

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
- Dx : Nyeri akut b.d inflamasi/kerusakan jaringan

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan : Nyeri akut b.d inflamasi/kerusakan jaringan


Tujuan : Setelah diberikan askep 1x24 jam inflamasi
berkurang
INTERVENSI RASIONAL
1. Selidiki keluhan nyeri (PQRST).1. Membantu dalam menentukan
Catat respon nonverbal kebutuhan manajemen nyeri
2. Berikan matras/kasur busa,2. Memberikan kenyamanan.
bantal, tinggikan linen tempat3. Mencegah terjadinya kelelahan umum
tidur sesuai kebutuhan. dan kekakuan sendi.
3. Dorong untuk sering mengubah4. Meningkatkan relaksasi, membeikan
posisi. Bantu pasien untuk rasa control dan meningkatkan
bergerak di tempat tidur, hindari kemampuan koping.
gerakan keras. 5. Meningkatkan relaksasi, mengurangi
4. Dorong penggunaan teknik spasme, memudahkan untuk turut serta
manajemen stress. Misalnya : dalam terapi.
relaksasi progresif, sentuhan6. Mengurangi nyeri otot, jaringan lain.
terapeutik, biofeedback,
visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, pengendalian
nafas.
5. Beri obat sebelum
aktivitas/latihan yang
direncanakan sesuai petunjuk.
a. Berikan NSAID sesuai order
Diagnosis keperawatan : Kerusakan Integritas kulit b.d perubahan
fungsi
barier kulit
Tujuan : Pemeliharaan Integritas kulit
INTERVENSI RASIONAL
1. Lindungi kulit yang sehat1. Mencegah kemungkinan terjadinya
terhadap kemungkinan laserasi. laserasi.
2. Beritahu pasien untuk2. Mengurangi/ mencegah
penggunaan tabir surya. photosensitivity.
3. Kolaborasi pemberian NSAID 3. NSAID atau kortikosteroid adalah
atau kortikosteroid. anti-inflamasi.

Diagnosis keperawatan : Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari


kebutuhan tubuh b.d factor biologis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi
secara adekuat
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi 1. Mengetahui kekurangan nutrisi
klien klien.
2. Kaji penurunan nafsu makan klien.2. Agar dapat dilakukan intervensi
3. Jelaskan pentingnya makan bagi dalam pemberian makanan pada
proses penyembuhan. klien.
4. Ukur tinggi dan BB klien. 3. Dengan pengetahuan yg baik
5. Ciptakan suasana makan yang tentang nutrisi akan memotivasi
menyenangkan. untuk meningkatkan pemenuhan
6. Berikan makanan dengan jumlah nutrisi.
kecil dan bertahap. 4. Membantu dalam identifikasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk malnutrisi protein-kalori khususnya
membantu memiliki makanan yang bila BB kurang dari normal.
dapat memenuhi kebutuhan gizi 5. Membuat waktu makan lebih
selama sakit menyenangkan, yang dapat
mengingkatkan nafsu makan.
6. Untuk memudahkan proses makan.
7. Ahli gizi adalah spesialisasi ilmu
gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan
sakitnya, usia,tinggi,berat
badannya.

4. IMPLEMENTASI
Tatalaksana primer pada pasien lupus meliputi:
1. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi
Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati simptomatik artralgia nyeri sendi.

b. Antimalaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap
6 bulan.

c. Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, efusi pleura.
Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis
lupus, gejala nefritis, SSP, dan anemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus
dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian
kortikosteroid.
e. Obat antihipertensi, Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif

f. Kalsium, Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison berisiko untuk
mengalami mosteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium.

2. Dialisis atau transplantasi ginjal


Pasien dengan stadium akhir lupus nefropati, dapat dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal

3. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan
saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah
garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.

4. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas
tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan
dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar
matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu
fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien LES.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosis SLE (Sistemik Lupus Eritmatosus) dibuat berdasarkan riwayat sakit yang lengkap
dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup, demam, keletihan, serta penurunan
berat badan dan kemungkinan pula artritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada satu tes
laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnosis SLE sebaliknya, pemeriksaan serum
dapat menggungkapkan anemie yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau
leukemia dan antibodi nukleus yang pofitif. Tes imunologi diagnosis lainnya kainnya
mendukung tetapi tidak bisa memastikan diagnosisi.

DAFTAR PUSTAKA

Joe. Systemic Lupus Eritematosus (SLE) atau Lupus Eritmatosus Sistemik


(LES). 2009.(http://perawattegal.wordpress.com/2009/09/01/systemic-
lupus- erytematosus-sle-atau-lupus-eritematosus-sistemik-les/, diakses tanggal
30 Oktober 2011, jam 17.42)

Gopar,Adul. Lupus Eritematosus


Sistemik.2009. (http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupus-
eritematosus- sistemik.pdf, diakses tanggal 27 Oktober 2011, jam 21.43)
Nanang. Lupus Eritematosus
Sistemik. (http://staff.ui.ac.id/internal/140067028/material/LupusEritematosusSiste mikp
endidikan-drnanang.pdf, diakses tanggal 24 Oktober 2011, jam (21.45)

Judith M, Wilkinson. Nursing Diagnosis Hand Book. 2005. New Jersey : Pearson Education,Inc.

Nanda International. Nursing Diagnoses : Definition And Classification 2009- 2011. 2011.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Diposting oleh Eviana Dwihastuti di 23.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


Mengenai Saya

Eviana Dwihastuti
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

 ▼ 2016 (8)
o ▼ Oktober (8)
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN LIMF...
 MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SISTEMIK LU...
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TALASEMIA
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEUKEMIA
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOFILIA
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POLISITEMIA
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TROMBOSITOPE...

Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai