Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Tn.K DENGAN DIAGNOSA MEDIS SYSTEM LUPUS
ERYTHEMATOUS (SLE)
DI RUANG 22 RSUD Dr.SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
NAMA : Nisya Diyah Anggraeni
NIM : P17220184064

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan SYESTEM LUPUS ERYTHEMATOUS (SLE)


Dan Asuhan Keperawatan SYESTEM LUPUS ERYTHEMATOUS (SLE)
Ini di periksa dan disetujui pada

Hari: ……………………………………
Tanggal:…………………………………

Mengetahui,
Mahasiswa

(NISYA DIYAH ANGGRAENI)

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
3

Kata Pengantar

Dengan menyebut Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
”SYSTEM LUPUS ARYTHEMATOUS (SLE)”. Laporan ini kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan ini untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
laporan ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kaliamat maupun tata bahanya oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata kami berharap semoga
laporan ini ada manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pemabaca.

Malang, 6 MEI 2020

Penulis
4

DAFTAR ISI
Judul………………………………………………………………………1
LembarPengesahan…………………………………………………….....2
Kata Pengantar…………………………………………………………….3
Daftar Isi…………………………………………………………………..4

1.1 Pengertian .............................................................................................................5


1.2 Etiologi ..................................................................................................................5
1.3 Patofisiologi............................................................................................................6
1.4 Manifestasi Klinis ..................................................................................................9
1.5 Penatalaksanaan......................................................................................................10
1.6 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................12

B. KONSEP ASKEP
2.1 Pengkajian .........................................................................................................14
2.2 Diagnosa.............................................................................................................14
2.3 Intervensi............................................................................................................15
2.4 Implementasi......................................................................................................17
2.5 Evaluasi..............................................................................................................17

Daftar Rujukan.........................................................................................................18
5

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang
kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini
dapat bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis.
Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini
sulit untuk diperoleh. (Price A. Sylvia, 2006)
Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan
berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat.
Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya
sering tidak terjadi bersamaan. (Mansjoer Arif, 2001)
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai
dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga,
kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. (www.medicastrore.com)
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Systemic Lupus
Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai
system tubuh dengan manifestasi klinis yang bervarisi.

2. Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan


peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus
menerus. Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga
mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem
6

pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan
menyerang sel tubuhnya sendiri (Lewis, 2000). Antibodi ini menyerang sel darah,
organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya
dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa
faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
 Infeksi
 Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
 Sinar ultraviolet
 Stres yang berlebihan
 Obat-obatan tertentu
 Hormon.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang
wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau
selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen)
mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab
yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-
menstruasi, masih belum diketahui.

3. Patofisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang


menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
(Erfansyah, 2011)
7

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi


sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
merangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. (Smeltzer
and Suzane, 2001)
8

PATHWAY
9

Sumber : http://scribd.com

4. Manifestasi Klinis
10

Menurut, Aniez 2017 :


a. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada
jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada
tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah
tersebut.
b. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena
sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain
yang terpapar oleh sinar matahari.
c. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di
dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal
sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
d. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem
saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan
beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
e. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke
dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk
antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan
perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit
menahun.
f. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
11

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi


sebagai akibat dari keadaan tersebut.
g. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

5. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan, dan sakit kepala (Hidayat, 2018)
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan :
a. Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b. Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti
peradangan non-steroid
c. Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d. Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e. Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai
kebutuhan
g. Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya
pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang
ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis
lupus, dan perdarahan paru.
12

Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;


a. Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya
(anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas,
penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh
ahlinya
b. Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan
dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.
c. Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang
berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan
d. Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat
pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon
yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan Umum :
a. Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi,
demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau
stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah
cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu
mengubah gaya hidup
b. Hindari Merokok
c. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
d. Hindari stres dan trauma fisik
e. Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
f. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00
sampai 15.00
g. Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung
hormon estrogen
4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a. Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan
sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan
13

b. Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada
respon dalam 4 minggu,
ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4
mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
c. Perikarditis Ringan 
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif
dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
Perkarditis Berat : Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
d. Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat
dikombinasikan dengan siklofosfamid
e. Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi
pleura/drainase
f. Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
g. Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan
perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari
berturut-turut

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau
menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,
terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada
suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.
(Baniyah, 2017)

1. Pemeriksaan Autoantibodi
14

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA
karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada
beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga
pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi
namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan
kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada
pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan
yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk
SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel
Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari
aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun
terhubung lebih baik dengan nephritis.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE


a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga
bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi
antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap
DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang
berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya,
mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya
penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
15

f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel


darah
g) Biopsi ginjal
h) Pemeriksaan saraf (Donger, 2017)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.  Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik di
fokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah di alami.
Seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam / panas,
anoreksia efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri
pasien.
b. Kulit : Ruam eritematous, plak eritematouspada kulit kepala, muka
atau leher.
c.  Kardiovaskuler : Friction rup perikardium yang menyertai
miokarditis dan efusi pleura, lesi eritematous papuler dan purpura
yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di
ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan.
d. Sistem musculoskeletal : Pembengkakan sendi, nyeri tekan ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
e. Sistem integument : Lesi akut pada kulit yang terdiri tas ruam yang
berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung dan pipi
f.  Sistem pernapasan : Pleuritis atau efusipleura.
g. Sistem vaskuler : Inflamasi pada arteriole terminalis yang
menimbulkan lesi papuler, eritomatous dan parpura di ujuna jari
kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosit.
h.  Sistem renal : Edema dan hematuria.
i.  Sistem syaraf : Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan
kejang-kejang, korea atau manifestasi SPP lainnya (Heri, 2018).
16

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b/d inflamasi dan kerusakan jaringan.
b. Keletihan b/d peningkatan aktifitas penyakit, rasa nyeri, depresi
c. Ganggun integritas kulit b/d perubahan fungsi, ballier kulit, penumpukan,
kompleks imun.
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelemahan otot,
rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik
e. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta
fisiologis yang di akibatkan penyakit kronik.

3.      Intervensi Keperawatan
1.    Nyeri b/d inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan: perbaikan dalam tingkat kenyamanan.
Intervensi:
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan
(kompres panas/dingin, masase, perubahan posisi, istirahat, kasur busa,
bantal penyangga, bidai, teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan
perhatian)
b. Berikan preparat anti inflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c.  Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien
terhadap penatalaksanaan nyeri.
d.  Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri
serta sifat kronik penyakitnya
e. Jelaskan patofisiologi nyeri dan membantu pasien untuk menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang
belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa
pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subyek pada rasa nyeri.

2.    Keletihan b/d peningkatan aktifitas penyakit, rasa nyeri, depresi


Tujuan: mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup
sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi:
a. Berikan penjelasan tentang keletihan.\
b. Hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan.
c. Menjelaskan tindakan untuk memberi kenyamanan sementara
melaksanakannya.
17

d. Menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik,


artikuler dan emosional.
e. Menjelaskan cara menggunakan teknik-teknik untuk menghemat
tenaga.
f. Kelainan faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan
kelelahan.
g. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas / istirhat yang tepat.
h. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya
i. Rujuk dan dorong program kondisioning.\
j. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan
suplemen.

3.    Ganggun integritas kulit b/d perubahan fungsi, ballier kulit,


penumpukan, kompleks imun.
Tujuan: pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi:
a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan makserasi.
b. Hilangkan kelembaban dari kulit.
c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera akibat
penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
d. Nasihati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kostikosteroid.

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelemahan otot,


rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan: mendapat dan mempertahankan mobilitas fungsional yang
optimal.
Intervensi:
a. Dorong verbalisasi yang berkenan dengan keterbatasan dalam
mobilitas.
b.  Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi ukupasi / fisioterapi.
c.  Menekankan kisaran gerak pada sendi yang sakit.
d.  Meningkatkan pemakaian alat bantu.
e.  Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
f. Menggunakan postur / pengaturan posisi yang tepat
g. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
h.  Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
18

5.    Gangguan citra tubuh b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta


fisiologis yang di akibatkan penyakit kronik.
Tujuan: mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan perubahan fisik serta
psikologi yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi:
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendaligejala penyakit
dan penanganannya.
b.  Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut.
c.  Membantu menilai situasi sekarang dan mengenali masalahnya.
d.  Membantu mengenali mekanismenya koping pada masa lalu.
e.  Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

4.      Implementasi
Sesuai dengan intervensi.

5.      Evaluasi
Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil.
19

REFERENSI

1. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih


bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
2. Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC
3. Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition 2nd
Volume. United States of America : Mosby, Inc.
4. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
5. Aniez, 2017 . Patofisiologi SLE.(Online) di akses pada 6 Mei 2020
http://www.Jkb.ub.ac.id
6. Baniah, 2017 . lupus. (Online) di akses pada 6 Mei 2020
http://www.jurnal.unja.com
7. Donges. 2011 . Pedoman Keperawatan KMB I . Salemba Medika : Jakarta
8. Erfansyah. 2011. Penatalaksanaan SLE. (Online) di akses pada 8 April
2020 http://www.netiti.com/publications/71161/hidrosefalus-pada-anak
9. Heri , 2018 . Klasifikasi SLE . Salemba Medika : Jakarta
10. Hidayat. 2018. Ilmu keperawatan KMB .Media Perawat : Semarang
11. www.scribd.id

Anda mungkin juga menyukai