Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia -Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ilmiah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Sistem Lupus Erythomathesus (SLE)" tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Ns Aprilia Veranita,
S.kep,M.kep,Sp.KMB pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns Aprilia Veranita,
S.kep,M.kep,Sp.KMB selaku dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahun kami.
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah ilmiah ini.
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 3
BAB I 4
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..4
1. Latar Belakang………………………………………………………………………… 4
2. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………. 5
BAB II 6
TINJAUAN TEORITIS………………………………………………………………………. 6
A. Definisi………………………………………………………………………………… 6
B. Etiologi………………………………………………………………………………… 7
C. Patofisiologi…………………………………………………………………………… 7
D. Patoflow Diagram…………………………………………………………………… 8
E. Manifestasi Klinis…………………………………………………………………….. 9
F. Komplikasi…………………………………………………………………………. 10
G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………………… 11
H. Penatalaksanaan Medis……………………………………………………………… 11
BAB III 12
ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………………………….. 12
A.PENGKAJIAN…………………………………………………………………………. 12
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ……………………………………………………… 17
C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………….. 17
D. IMPLEMENTASI………………………………………………………………………23
E.EVALUASI……………………………………………………………………………... 25
BAB IV 27
ANALISIS JURNAL……………………………………………………………… 27
BAB V 28
VIDEO PENKES………………………………………………………………………... 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….. 33
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun
kronis dengan manifestasi klinis yang tidak sempit serta perjalanan penyakit dan
prognosis yang beragam. Istilah ‘lupus’ (bahasa Latin untuk wolf) pertama kali
digunakan untuk mendeskripsikan lesi kulit erosif (‘wolf’s bite). Moriz Kaposi adalah
orang yang pertama kali memperkenalkan lupus sebagai penyakit sistemik dengan
berbagai macam manifestasi klinis. Penyakit SLE ditandai dengan self-tolerance yang
hilang akibat fungsi imunologik yang abnormal dan produksi autoantibodi berlebih,
diikuti dengan terbentuknya kompleks imun yang akan berdampak pada jaringan sehat.
Mekanisme etiologi SLE belum seluruhnya diketahui. Ada dugaan bahwa faktor seperti
genetik, hormonal, imunologik bahkan lingkungan memiliki peran dalam patogenesis
SLE.
Wanita memiliki risiko untuk mengalami SLE yang lebih besar dibanding pria,
terutama wanita usia produktif. Perbandingan risiko wanita dan laki-laki untuk terkena
SLE. Saat ini, belum ada data epidemiologi SLE yang mencakup seluruh daerah di
Indonesia. Diagnosis SLE tidak mudah untuk dilakukan karena perjalanan penyakit dan
juga manifestasi klinis yang beragam serta tingkat kematian yang tinggi. SLE pada
tahap awal sering kali disertai penyakit lain seperti, anemia, dermatitis, dan rheumatoid
arthritis. Penentuan diagnosis penyakit SLE menjadi suatu hal yang sangat penting.
Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan
laboratorium seperti darah lengkap, urine lengkap, faal ginjal, faal hati dan pemeriksaan
serologi untuk menentukan produksi autoantibodi yang secara umum akan meningkat
pada SLE (Tanzilia, Tambunan, and Dewi 2021).
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
1) Untuk mengetahui tentang konsep dari penyakit dan pemberian asuhan keperawatan
pada klien tentang Systemic lupus erythomathesus (SLE) .
Tujuan Khusus
1) Agar pembaca mengetahui tentang definisi dari Systemic lupus erythomathesus
(SLE)
2) Agar pembaca mengetahui tentang etiologi dari Systemic lupus erythomathesus
(SLE)
3) Agar pembaca mengetahui tentang patofisiologi dari Systemic lupus
erythomathesus (SLE)
4) Agar pembaca mengetahui mansfestasi klinis dari Systemic lupus erythomathesus
(SLE)
5) Agar pembaca mengetahui komplikasi dari Systemic lupus erythomathesus (SLE)
6) Agar pembaca mengetahui pemeriksaan dan penatalaksanaan medis dari Systemic
lupus erythomathesus (SLE)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Penyebab lupus belum diketahui secara pasti, namun autoreaktivitas kedua sel
ini, terutama sel B, dapat memicu munculnya autoantibodi lain (antibodi antinuklear),
dapat mengganggu atau merusak jaringan kompleks yang dapat meningkatkan asam
ribonukleat, asam deoksinukleat, protein. , dan kompleks protein yang terdapat pada
jaringan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan sistemik, diawali dengan
aktivitas autoimun invasif yang masuk ke dalam darah kemudian merusak sel
pembuluh darah dan jaringan darah dengan inflamasi, nekrosis dan vaskulitis sehingga
menimbulkan iskemia, sehingga dapat muncul reaksi di kemudian hari. peradangan
termasuk demam di atas 38°C. (Husain et al. 2021).
Lupus sulit didiagnosis karena tanda dan gejalanya seringkali mirip dengan
penyakit lain. Tanda paling khas dari lupus adalah ruam pada wajah yang terlihat
seperti sayap kupu-kupu dan menyebar hingga ke pipi. Gejala lainnya berupa
peradangan di seluruh tubuh, seperti erythema, kelainan pada darah, persendian, dan
paru-paru. Lupus stadium lanjut juga bisa menyerang ginjal. Bila ginjal terserang akan
menimbulkan berbagai penyakit seperti pembengkakan perut, edema kaki,
trombositopenia dan anemia berat. Beberapa orang dilahirkan dengan kecenderungan
mengidap lupus, yang bisa disebabkan oleh infeksi, obat-obatan tertentu, atau bahkan
sinar matahari. Meskipun tidak ada obat untuk lupus, pengobatan dapat membantu
mengendalikan gejalanya. (Ermawan 2014)
B. Etiologi
Lupus terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat di dalam
tubuh (penyakit autoimun). Kemungkinan besar lupus disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Orang yang secara genetis memiliki kecenderungan
terkena lupus dapat terserang penyakit ringan ketika mereka terpapar pada sesuatu di
lingkungan yang dapat memicu lupus. Penyebab lupus pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Beberapa agen potensial meliputi: (Ermawan 2014)
1. Sinar matahari. Paparan sinar matahari dapat menyebabkan lesi kulit atau memicu
respons internal pada orang yang rentan.
2. Infeksi. Memiliki infeksi dapat memulai lupus atau menyebabkan kambuh pada
beberapa orang.
3. Obat-obatan . Lupus dapat dipicu oleh beberapa jenis obat tekanan darah, obat
anti kejang, dan antibiotik. Orang yang menderita lupus akibat obat biasanya
menjadi lebih baik saat mereka berhenti minum obat.
C. Patofisiologi
Pasien dengan SLE memiliki kompleksitas kelainan yang melibatkan sistem
kekebalan tubuh. Studi keterkaitan genetika menunjukkan bahwa faktor keturunan
berperan dalam pengembangan lupus. Banyak penelitian biokimia mengungkapkan
kelainan pada fungsi sel T dan fungsi sel B, kematian sel terprogram (apoptosis), Secara
umum, penderita SLE ini di akibatkan oleh sistem kekebalan tubuh yang abnormal.
Masih belum jelas apa yang memulai disregulasi kekebalan tubuh, namun sepertinya
memerlukan hospes yang rentan secara genetis yang terkena pemicu eksogen atau
gangguan metabolisme endogen yang menyebabkan hilangnya toleransi terhadap
antigen diri.
Mayoritas penderita pada lupus berhubungan dengan endapan kompleks imun.
Kompleks imun di berbagai organ memicu pelengkap dan mediator peradangan lainnya.
Auto antibodi di SLE diarahkan terhadap berbagai macam antigen diri. Auto antibodi
yang ditujukan terhadap antigen adalah karakteristik yang paling umum dari SLE.
(Ermawan 2014)
D. Patoflow Diagram
Gangguan Imunoregulasi
Penyakit SLE
F. Komplikasi
Peradangan yang disebabkan oleh lupus dapat mempengaruhi banyak area
tubuh, termasuk: (Ermawan 2014)
1. Ginjal. Lupus dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang serius, dan gagal ginjal
adalah salah satu penyebab utama kematian di antara penderita lupus.
2. Otak dan sistem saraf pusat. Jika bagian otak terkena lupus, klien dapat mengalami
sakit kepala, pusing, peruba- han perilaku, masalah penglihatan, dan bahkan strok
atau kejang. Banyak penderita lupus mengalami masalah ingatan dan mungkin
mengalami kesulitan mengekspresikan pikiran mereka.
3. Darah dan pembuluh darah. Lupus dapat menyebabkan masalah darah, termasuk
anemia dan peningkatan risiko perdarahan atau pembekuan darah. Hal ini juga dapat
menyebabkan pembengkakan pembuluh darah (vaskulitis).
4. Paru-paru. Memiliki lupus meningkatkan kemungkinan terkena radang pada
lapisan rongga dada (pleurisy), yang bisa membuat pernapasan terasa nyeri.
Pendarahan ke paru-paru dan pneumonia juga mungkin terjadi.
5. Jantung. Lupus bisa menyebabkan radang otot jantung, arteri, atau selaput jantung
(pericarditis). Risiko penyakit kardiovaskular dan serangan jantung juga meningkat.
6. Infeksi. Orang dengan lupus lebih rentan terhadap infeksi karena penyakit dan
perawatannya dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
7. Kanker. Memiliki lupus mungkin meningkatkan risiko kanker, namun risikonya
kecil.
8. Kematian jaringan tulang (avascular necrosis). Hal ini terjadi ketika suplai darah
ke tulang berkurang, sering menyebabkan jeda kecil di tulang, dan akhirnya sampai
ke kolaps tulang.
9. Komplikasi kehamilan. Wanita dengan lupus memiliki peningkatan risiko
keguguran. Lupus meningkatkan risiko tekanan darah tinggi selama kehamilan
(preeklampsia) dan kelahiran prematur.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Penyebab lupus masih belum diketahui. Diagnosis yang digunakan didasarkan
pada pemeriksaan lengkap berdasarkan data yang dikumpulkan. Baik data objektif
maupun data subjektif. Oleh karena itu tidak ada tes tunggal untuk memastikan lupus.
American Rheumatism Association (ARA) menetapkan ada 11 kriteria lupus yang
digunakan dokter untuk mendiagnosis pasien lupus. Kesebelas diagnosis ini memiliki
selektivitas 96% jika ditemukan 4 dari 11 kriteria. Sebelas kriteria tersebut adalah
sebagai berikut. (Ermawan 2014)
1. Arthritis
Pemeriksaan atritis dilakukan pemeriksaan nanorosif. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui kondisi pasien, apakah pasien mengalami rasa nyeri, bengkak dan
periksa apakah pasien mengalami efusi di sekitar tulang persendian.
2. Tes ANA
Pemeriksaan tes Antibodi Antinuklear (ANA) salah satu cara kriteria untuk
memperoleh diagnosa lupus. ANA kepanjangan dari tes antinuclear antibodies.
Pemeriksaan tes ANA untuk mengetahui jumlah abnormal atau normal, Jika
pemeriksaan ditemukan immunofluoroscnece, maka perlu dilakukan pencatatan
untuk memudahkan dalam mendiagnosa. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk
mendiaknosa SLE pada autoimun. Pada dasarnya, pemeriksaan anak untuk
mengetahui kelompok antibodi protein yang menyerang sel tubuh. Tes ini
digunakan karena memiliki sensitif untuk mendeteksi SLE.
3. Butterfly rash
Butterfly rash sering juga disebut dengan malar rash atau vercak malar.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan eritema. Dilakukan pemeriksaan, apakah
terjadi eritema dengan batas tegas, berelevasi atau data di muka, tertama di wilayah
pipi dan sekitar hidung.
4. Fotosensitif Bercak Reaksi Sinar Matahari
Seseorang yang menderita lupus akan kambuh bila terpapar langsung dengan
sinar UV matahari. Dampaknya, akan membentuk dan memperparah ruam pada
kulit. Di tahap inilah perawat perlu melakukan pemeriksaan fotosensitif bercak
akibat reaksi sinar matahari sebagai bahan diagnosa.
5. Bercak Diskoid
Pemeriksaan bercak diskoid. Bercak diskoid disebut juga dengan ruam pada
kulit.
6. Kelainan Darah
Seseorang yang diduga menderita lupus segera dilakukan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah terdapat kelainan darah. Adapun hal
penting yang dicatat selama melakukan pemeriksaan darah. Diantarannya,
pemeriksaan leukosit, limfosit dan trom- bosit. Termasuk dilakkan juga
pemeriksaan anemia hemolitik. Khusus pemeriksaan leukosit tidak kurang dari
4000/mm³, pemeriksaan limfosit tidak kurang dari 1500/ mm³ terakhir pemeriksaan
trombosit
7. Pemeriksaan Ginjal
Pasien lupus ditemukan mengalami kelainan pada ginjal. Adapun hal perlu
dicatat terkait dengan kelainan ginjal, yaitu pemeriksaan proteinuria (>0,5g)
selama 24 jam dan pemeriksaan sedimen seluler. Pemeriksaan sedimen seluler
dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi abnormalitas pada air kemih. Di
dalam air kemih terdapat zat yang diperoleh dari sel darah metah, sel darah putih
dan sel tubulus ginjal.
8. Pemeriksaan serositis
Pemeriksaan serositis meliputi pemeriksaan pleuritis dan perikarditis. Pasien
yang mengalami serositis memper- lihatkan gejala kesulitan saat melakukan
inspirasi. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik dan radiologis akan menun- jukan
efusi pleura.
9. Pemeriksaan Neurologis
Pasien yang diduga mengalami lupus perlu dilakukan tes secara neurologis.
Pemeriksaan neurologis dapat membantu perawat mengumpulkan beberapa data
pendu- kung diagnosa mengenai konvulasi (kejang) dan psikosis. Secara
neurologis, pemeriksaan lupus berhubungan dengan CNS Lupus. Gejala yang
tampak disertai dengan gangguan kognitif. Ciri gangguan kognitif meliputi
kepenatan, lemah ingatan, kebingungan, kesulitan mengungkapkan pikiran dan
penat. Adapun bentuk gangguan kognitif yang lain, yaitu karena faktor gangguan
vasculitis, sakit kepala lupus dan sindrom otak organis. Peradangan otak pada
pasien lupus disebut seizure. Peradangan ini disebabkan karena peradangan akut
akibat A beberaha hal seperti stroke akut dan reaksi terhadap obat tertentu. dalam
bentuk lain, juga akan mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya perubahan
kesadaran. Bisa setengah sadar, koma dan mengantuk secara berlebihan. Sakit
kepala ini juga dapat dikaitkan dengan sakit kepala karena terjadi peradangan di
sel saraf tulang belakang, atau yang lebih kita kenal dengan meningitis. Ada
beberapa bentuk neurologis lupus, seperti gangguan kognitif (misalnya, tidak
berpikir jernih), sakit kepala, seizure, perubahan ketajaman mental (misal, stupor,
koma), aseptic meningitis, strok, peripheral neuropathy (misalnya, mati rasa, panas
pada tangan dan/kaki), kelainan gerak,paralisis, perubahan perilaku, perubahan
visual,autonomic neuropathy (misalnya, merona, kulit burik).
10. Pemeriksaan Mulut
Pemeriksaan ulser mulut. Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan ulkus oral
dan nasofaring.
11. Tes Anti dsDNA
Pemeriksaan imunologi Anti dsDNA. Pemeriksaan imunologi meliputi
pemeriksaan sel LE+, tes serologi sifilis positif palsu dan pemeriksaan Anti dsDNA
di atas titer normal, termasuk juga pemeriksaan anti Sm (Smith) di atas titer normal.
Penyakit lupus satu ini sering ditemukan pada lupus SLE aktif sebesar 65%-80%.
Tes anti dsDNA atau anti DNA termasuk subtype dari antibodi antinukleus (ANA).
Tes anti-DNA memiliki dua tipe, ds- DNA dan Anti ss-DNA.
a) Ds-DNA
Ds-DNA menyerang double standed DNA. Pasien LES yang ditemukan
pada ginjal pasien ditemukan menunjukan patogenisis NL. Timbulnya NL
melalui pembentukan kompleks imun dengan DNA mampu mneingkatkan
aktivitas penyakit ginjal yang disertai dengan peningkatan anti-dsDNA
antibodi. Anti- dsDNA terdapat beberapa tipe yang LES-nya terikat di sel
mesangial dan endotel. Proses pengikatan ini terkait dengan aktivitas NL.
Selain terjadi peningkatan aktivitas NL, anti-dsDNA mampu berpenetrasi sel
hidup. Sel-sel seperti sel tubulus ginjal, fibroblast, sel neuronal, dan sel
mononuclear pun dapat di penetrasi oleh anti-dsDNA.
Anti-dsDNA yang mengalami penetrasi seluler dapat menimbulkan
apoptosis atau meningkatkan per- tumbuhan dan proliferasi. Keterlambatan
apoptosis yang terlambat akibat efek terjadinya peningkatan anti-dsDNA pada
DNAse I di nucleus sel hidup. Sudut pandang lain, ketika efek apoptosis
menyebabkan peningkatan akibat anti ds-DNA karena pengaruh dari
masuknya anti ds-DNA ke dalam sitosol pada antigen, yang nantinya akan
mempengaruhi jalur pro inflamasi.
b) Ss-DNA
Ss-DNA menyerang single standded DNA. Jika diban- dingkan dengan
ds-DNA, ss-DNA memiliki respons kurang sensitif dan spesifik pada SLE,
sebaliknya untuk gangguan autoimun yang lain dapat bereaksi positif. Ss-DNA
terbentuk dari sel mati yang meng- alami apoptosis. Ketika di cek laboratorium,
ss-DNA 70% ditemukan pada penderita lupus, selebihnya ditemukan pada
penyakit autoimun lain.
Kesepuluh pemeriksaan laboratorium di atas dapat didukung dengan
pemeriksaan penunjang lain. Seperti pemeriksaan antiribosomal P, lupus
antikoagulan, antikardiolipin, anti-histon, coombs test, marker reaksi inflamasi,
complete blood count (CBC), pemeriksaan kadar komplemen (C3 dan C4) dan
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan urinalisis, tes fungsi hepar, serum
kreatinin dan kreatinin kinase. Termasuk juga dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan pasien lupus yang memperlihatkan gejala
ruamkulit, rontgen dada untuk mengetahui apakah terjadi pleuritis atau
perikarditis. Tidak lupa juga dilakukan analisa air kemih, pemeriksaan saraf dan
biopsi ginjal.
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan untuk lupus tergantung pada tanda dan gejala. Menentukan apakah
tanda dan gejala harus diobati dan obat apa yang harus digunakan. Obat yang paling
umum digunakan untuk mengendalikan lupus meliputi: (Ermawan 2014)
KASUS
A. Kasus
Seorang perempuan bernama Ny.S usia 20 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dan nyeri dibagian kulit yang memerah dan gatal pada daerah pipi
dan leher, awalnya kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar,
sehingga pasien tampak berfokus pada diri sendiri dan selalu menutupi wajahnya
dengan masker. nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari. Pasien
tampak meringis, gelisah, dan menghindari daerah yang terasa nyeri Pada pemeriksaan
fisik diperolah ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan pada siku, lesi pada
daerah leher, malaise. Tekanan darah 110/80mmHg. RR 20x/mnt, Nadi 90x/mnt Suhu
36,9oC, Hb 11 gr/dl, WBC 15.000/mm
1. Identitas Klien
Inisial klien : Ny. S
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bahasa dominan : Indonesia
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Bekasi
Tanggal masuk : 4 September 2023
Tanggal pengkajian : 4 September 2023
Ruang rawat : Cempaka
Nomor rekam medik : xxx210
Diagnosa medis : Systemic lupus erythematosus
Riwayat alergi : Tidak ada
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri diseluruh persendian
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 September 2023 pasien
mengeluh gelisah, tampak meringis, dan mengeluh nyeri pada bagian
pipi, leher dan seluruh persendian
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Antenatal
Selama kehamilan ibu Pasien memeriksakan diri rutin di bidan. Usa 6- 7 bulan
plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah darah dan vitamin
selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan.
b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu. BBL 2800 gram. PB 49 cm di
Puskesmas. Anak langsung menangis.
c. Postnatal
Tidak ada trauma lahir, imunisasi tidak lengkap
d. Penyakit yang pernah diderita
Lupus
e. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan
f. Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar :
Hepatitis : 3 kali (lahir, I bulan, 3 bulan)
BCG : 1 kali (2 minggu)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Campak : 1 kali
4. Riwayat Keluarga
a. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami penyakit
kelainan kekebalan tubuh.
5. Genogram
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
KU :Composmentis
TTV : Suhu :36,90 C
Nadi : 90x/menit Resp: 20x/menit
Antropometri : BB: 50kg, TB : 155cm, LLA:30 cm,
b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat. tampak
kemerahan/ butterfly rash, konjungtiva tidak anemis, mulut bersih, mukosa
lembab.
2) Integumen
Tidak ada bintik-bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai tungkai.
turgor baik,CRT 2 detik, terdapat lesi dan ruam
3) Thorax
Paru-paru
Inspeksi: ekspansi simetris, nafas normal, tidak ada batuk, tidak ada
rétraksi
Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri, Suara resonan
pada intercosta 1-5 dada kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, taktil
fremitus simetris
Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor Jantung
Inspeksi: Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus normal
Perkusi Suara dullness di intercosta 1-4 kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal
Auskultasi: tidak ada bising jantung.
4) Abdomen
Inspeksi: supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada asites.
Auskultasi: Terdapat bising usus normal
Perkusi Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran lain
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
5) Genitalia
Genitalia bersih, tidak ada lesi
6) Ekstermitas
Atas: kekuatan otot (+), akral kadang teraba
dingin, palmar kadang pucat
Bawah: simetris, kekuatan otot (+)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kimia darah
No Pemeriksaan Hasil Satuan
1 SGOT/AST 44 U/L
2 SPGT/ALT 11 U/L
3 Creatine 0,4 Mg/dL
4 HCT 33 30-40 %
5 MCHC 33 32-36 fL
c. Pemeriksaan imunoserologi
9. Program terapi
a. Protokol SLE fase akut
DATA FOKUS
Nama : Ny.S Tanggal : 4 September 2023
DX. 3
- klien mengeluh tidak nyaman - Klien tampak gelisah dan tampak
- klien mengeluh gatal merintih
- TTV : N : 90x/menit
TD : 110/80 mmHg
RR : 20x/menit
S : 36oC
ANALISA DATA
Nama : Ny. S Tanggal : 4 September 2023
Do:
- klien tampak
meringis dan gelisah
- klien terlihat bersikap
protektif terhadap
bagian yang terasa
nyeri
- klien tampak
berfokus pada diri
sendiri
Ds:
Do:
- kulit tampak Gangguan integritas kulit Perubahan Pigmenttasi
memerah pada daerah
pipi dan leher
Ds:
- klien mengeluh tidak
nyaman
- klien mengeluh gatal
Do:
- klien tampak gelisah
dan tampak merintih
RENCANA KEPERAWATAN
Tanggal No Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan Paraf
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri CAS
tindakan (I.08238)
keperawatan 1 x 24 Observasi :
jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
Tingkatan Nyeri karakteristik, durasi,
(L.08066) menurun frekuensi, kualitas,
dengan krtiteria intensitas nyeri
hasil: 2. Identifikasi skala
1. kemampuan nyeri
menuntaskan 3. Identifikasi respon
aktivitas nyeri non verbal
meningkat 4. Identifikasi pengaruh
2. keluhan nyeri nyeri pada kualitas
menurun hidup
3. meringis Terapeutik :
menurun 5. Berikan teknik
4. sikap protektif nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi
5. gelisah rasa nyeri
menurun 6. Fasilitasi isirahat dan
6. kesulitan tidur tidur
menurun Edukasi :
7. berfokus pada 7. Ajarkan teknik
diri sendiri nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi
8. pola tidur rasa nyeri
membaik Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas CAS
Integritas Kulit tindakan Kulit (L.11353)
keperawatan 1 x 24
jam diharapkan
Integritas Kulit Observasi :
dan Jaringan
(L.14125) 1. Identifikasi
meningkat dengan penyebab gangguan
krtiteria hasil:
integritas kulit
1. kerusakan
lapisan kulit (mis. Perubahan
menurun sirkulasi,perubahan
2. nyeri menurun
status nutrisi,
3. kemerahan
menurun kelembapan, suhu
4. pigmentasi lingkungan
abnormal
ekstrem, penurunan
menurun
mobilitas)
Terapeutik :
1. gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada
kulit kering
2. gunakan produk
berbahan ringan /
alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif
Edukasi :
1. anjurkan
menggunakan
pelembab
2. anjurkan minum air
yang cukup
3. anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
3. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri CAS
Rasa Nyaman tindakan (I.08238)
keperawatan 1 x 24
jam diharapkan Observasi :
status 1. Identifikasi lokasi,
kenyamanan karakteristik, durasi,
( L.08064 )
frekuensi, kualitas,
meningkat dengan
krtiteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan tidak
nyaman 1. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Gelisah
2. Identifikasi respon
menurun
3. Keluhan gatal nyeri non verbal
menurun 3. Identifikasi
4. Keluhan
pengaruh nyeri
merintih
menurun pada kualitas hidup
5. Pola tidur Terapeutik :
membaik 4. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Fasilitasi isirahat
dan tidur
Edukasi :
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi
pemberian
analgetik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama :Ny.S Tanggal : 5 dan 6 September
2023
EVALUASI
Nama : Ny.S Tanggal : 5 september 2023
ANALISIS JURNAL
1. Jurnal 1
Judul : Penggunaan Terapi Komplementer pada Orang dengan Lupus di Sumatera Selatan
(Wahyuni et al. 2023).
Terakreditasi : S5
P Semua Odapus yang menjadi anggota Persatuan Lupus Sumatera Selatan
I Terapi komplementer
C -
T Februari 2023
2. Jurnal 2
Judul : Terapi Tafakkur untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Orang dengan Lupus
(Odapus) (Tarsono and Hermawati 2019)
Terakreditasi : S2
P Seorang wanita yang menderita lupus
I Terapi tafakkur
C -
O Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi tafakkur berpengaruh terhadap
meningkatnya kesejahteraan psikologis pasien dengan lupus. Hal ini terlihat dari
peningkatan setiap kesejahteraan psikologis dalam setiap sesi terapi tafakkur. Dimana
pada fase baseline kondisi kesejahteraan psikologis pasien terlihat rendah, setelah fase
treatment mengikuti kegiatan terapi tafakkur, kondisi kesejahteraan psikologis subjek
meningkat menjadi lebih baik.
T Desember 2019
3. Jurnal 3
Judul : Efektivitas Terapi Kebermaknaan Hidup Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada
Odapus (Purnomo, Nashori, and Astuti 2020).
Terakreditasi : S5
P Wanita odapus (orang dengan penyakit lupus) dengan usia antara 20-40 tahun dengan
kriteria memiliki tingkat reiliensi rendah hingga sedang
C -
T 2020
PENDIDIKAN KESEHATAN
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit kronis yang
menyebabkan peradangan dan rasa sakit dibeberapa bagian tubuh seperti kulit, persendian, dan
organ dalam tubuh. Penyakit ini juga biasa disebut dengan kondisi autoimun yaitu sistem
kekebalan tubuh yang biasanya melindungi tubuh dari infeksi justru sebaliknya menyerang
jaringan sendiri seolah-olah jaringan tersebut adalah benda asing. Penyembuhan untuk
penyakit lupus ini belum diketahui caranya namun, pengobatan yang dilakukan dapat
mengurangi gejala yang timbul serta kerusakan organ pada penderita SLE. Ada beberapa upaya
yang bisa dilakukan untuk mencegah terkena penyakit lupus yaitu dengan cara menghindari
faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan gejalanya. Beberapa cara pencegahannya, antara
lain: (Greene and Pisano, 2019)
Bagi pasien yang sudah terkena penyakit SLE untuk penanganan dalam mengurangi
keparahan bisa dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang sudah dianjurkan oleh dokter,
dan perubahan gaya hidup dengan hindari paparan sinar matahari dan jika keluar rumah
guanakan tabir surya, hindari atau berhenti merokok, batasi asupan alkohol, rutin berolahraga,
dan terus memeriksakan kondisi kesehatan tubuh.
Kami memiliki video edukasi tentang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan durasi 2
menit. Video tersebut kami akses dari aplikasi youtube, berikut link video edukasi tersebut:
https://www.youtube.com/watch?v=HtRhzoboRTE
DAFTAR PUSTAKA
Ermawan, Budhy. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. PUSTAKA BARU PRESS.
Greene, Robert, and M. Michele Pisano. 2012. “基因的改变NIH Public Access.” Birth Defects
Res C Embryo Today 90(2):133–54. doi: 10.1097/MAJ.0b013e3182449be9.The.
Husain, Fida, Anita Okty Purnamasari, Anjula Roselini Istiqomah, and Ardhiapramesth Laksita
Putri. 2021. “Aisyiyah Surakarta Journal of Nursing.” Aisyiyah Surakarta Journal of
Nursing 2:1–6.
Purnomo, Nourma Ayu Safithri, H. Fuad Nashori, and Yulianti Dwi Astuti. 2020. “Efektivitas
Terapi Kebermaknaan Hidup Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Odapus.” Jurnal
Ilmiah Psikomuda Connectedness 1(1):15–27.
Tanzilia, May Fanny, Betty Agustina Tambunan, and Desak Nyoman Surya Suaemitria Dewi.
2021. “Tinjauan Pustaka: Patogenesis Dan Diagnosis Sistemik Lupus Eritematosus.”
Syifa’ MEDIKA: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan 11(2):139. doi:
10.32502/sm.v11i2.2788.
Tarsono, Tarsono, and Nisa Hermawati. 2018. “Terapi Tafakkur Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis Orang Dengan Lupus (Odapus).” Psympathic : Jurnal Ilmiah
Psikologi 5(2):175–86. doi: 10.15575/psy.v5i2.3534.
Wahyuni, Dian, Eddy Mart Salim, Nova Kurniati, Eka Yulia Fitri, and Khoirul Latifin. 2023.
“Penggunaan Terapi Komplementer Pada Orang Dengan Lupus Di Sumatera Selatan.”
6(1):154–61. doi: 10.32524/jksp.v6i1.821.