Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN SLE
(Sistemik Lupus Eritematosus)

DISUSUN OLEH :

Elma khoirul nikmah (202101116)

Resa Widi (202101117)

Krisnawati (202101118)

Rahayu Fauzy Sri L (202101119)

Aliefa Nur Hayati (202101120)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

TAHUN AJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
KMB 1 dengan judul “Makalah Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)” dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya maklah ini,
maka dengan tulus kami sampaikan terimakasi kepada semua pihak yang turut
membantu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca, supaya nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkam dalam, menyelesaikan suatu permasalahan
yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2

1.3 TUJUAN...................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Definisi......................................................................................................3

2.2 Etiologi......................................................................................................3

2.3 Patofisiologi...............................................................................................1

2.4 Manifestasi................................................................................................1

2.5 Klasifikasi..................................................................................................8

2.6 Penatalaksanaan Medis..............................................................................8

2.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9

2.8 Kompilkasi..............................................................................................10

A. Pengkajian...................................................................................................12

B. Diagnosa......................................................................................................14

C. Perencanaan/Intervensi...............................................................................14

3.1 Kesimpulan..............................................................................................32

3.2 Saran........................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Systemic Erithematosus Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan


istilah lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi
kronik. Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh salah
menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit multi sistem
dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita, sehingga setiap
penderita akan mengalami gejala yang berbeda dengan penderita lainnya
tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri.
Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan
lemah. Pada kasus yang berat, SLE bisa menyebabkan nefritis, masalah neurologi,
anemia, dan trobositopenia.
SLE dapat menyerang siapa saja tidak memandang ras apapun. Hanya saja
penyakit ini angka kejadiannya didominasi oleh prempuan dimana perbandingan
antara prempuan dan laki-laki adalah 10:1. SLE menyerang prempuan pada usia
produksi ,puncak insidennya usia antara 15-40. Di Indonesia sendiri jumlah
penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan
jumlah pendirita SLE diamerika yaitu 1.500.000 orang (yayasan lupus Indonesia)
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan
induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan
penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan
didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-
obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID
( Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs),obat-obat antimalarial, kortikosteroid,
dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat obat-obat yang lain
seperti terapi hormone,immunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi, monoclonal
antibody, dan transplasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian para
ilmuwan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi SLE ?


2. Bagaimana etiologi SLE?
3. Bagaimana patofisologi dari SLE?
4. Apa manifestasi klinis dari SLE ?
5. Apa klasifikasi dari SLE?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari SLE?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari SLE?
8. Bagiaman komplikasi dari SLE?
9. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari SLE?

1.3 TUJUAN

a) Tujuan Umum

Diharapkan agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami penyakit


imunologi SLE, serta mampu memberikan asuhan keperwatan yang tepat.

b) Tujuan Khusus

Mengetahui anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis


pemeriksaan diagnostic, penatalaksaan, komplikasi dan asuhan
keperawatan yang tepat.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi


autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit,
nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan
dari pada pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan
estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase
luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar
oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan
yang bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan
erythema dengan pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah
mengandung antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni
kompleks antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan
mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal.
Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh
lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak
diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative
dengan sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E
10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2007)
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai
sendi,ginjal,selaput serosa permukaan dan dinding pembuluh darah yang
belum jelas penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai prempuan
muda dan anak-anak 90% penderita penyakit SLE adalah prempuan.

2.2 Etiologi

Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus


neonates dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai
lesi kulit atau blok jatung congenital.

3
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai
kerabat dekat yang menderita SLE.
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menyadi lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Makanan seperti wijen
(alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi
respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE
(Delafuente 2002). Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan
peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang
akan memicu terjadinya SLE.
Observasi klinis menunjukan pernan hormone seks steroid sebagai
penyebab SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada
wanita usia produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko
yang sedikit lebih tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan
suplementasi estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai
penyebab SLE,namun studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa
pemberian kontrasepsi hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya
peningkatan aktivitas penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya
stabil.

4
2.3 Patofisiologi

Factor resiko :genetic, hormone, sinar UV, imunitas,obat, infeksi dan stress

Gangguann regulasi kekebalan

Fungsi sel T-Supresor menjadi abnormal

Autoantibodi (dalam aliran darah) berlebih

Kurang Pasien bertanya-tanya


Prognosis Kompleks imun( ikatan antigen-autoantibodi) informasi tentang penyakit SLE
penyakit buruk mengenai dan cara pengobatanya
penyakit SLE
Menyerang sel-sel jaringan organ tubuh normal
Pasien cemas dan
gelisah Kurang
Kerusakan jaringan dari berbagai organ pengetahuan
Ansietas
)
SLE
(Systemic Lupus Erythematocus)

Fotosensitif Kuman masuk


secara sistemik
1
Paparan sinar UV
Gastrointestinal Pernapasan

Ruam kulit
Hipersensitivitas Kerusakan integritas kulit
(malarash/butterfly rash Produksi asam lambung Merangsang sel epitel
(HCL) mukosa
Peristaltic usus
Ruam kulit
meningkat
(malarash/butterfly rash Iritasi mukosa lambung
Produksi mukus Penyempitan
area bronkus
Perubahan penampilan Absorbsi air di usus Mual, muntah
besar Penumpukan secret
Konsumsi O2
Pasien tidak mampu menurun, konsentrasi
Asupan nurtisi menurun Batuk berdahak, suara
melihat bagian Pasien BAB > 3 kali CO2 meningkat
napas abnormal
tubuhnya sehari konsistensi feses
cair Penurunan BB >4kg, Pasien sesak,
albumin serum< 3,5 Bersihan jalan napas penggunaan otot
gr/dl tidak efektif bantu napas
Gangguan citra tubuh
Perubahan pola
eliminasi BAB (Diare) Defisit nutrisi
Pola napas
tidak efektif

Musculoskeletal Jantung Hemato

Inflamasi pada otot Kegagalan sumsum tulang


Saraf afferent Inflamasi otot
dan sendi membentuk sel darah
jantung
2
Merangsang nosiseptor
Merangsang (bradikinin, histamin, Kontraksi ototfungsi
jantung Anemia Keletihan
Suhu tubuh meningkat Hipotalamus Penurunan
hipotalamus prostaglandin) menurun
jantung

Hipertermi Persepsi nyeri


Penurunan jumlah
darah yang dipompa
Nyeri akut jantung

Curah jantung
menurun

Takikardi, jantung
teraba lemah

Penurunan curah
jantung

3
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali
dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar
ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon
imun didalam tubuh yaitu :
1. Sel T dan B menjadi autoreaktif
2. Pembentukan silokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :
a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun
maupun sitokin didalam tubuh
b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang
membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama
usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-
obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-
alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

2.4 Manifestasi

Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ


pada suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ
tersebut. Sebagai tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien.
Keparahan dapat bervariasi dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan
membahayakan hidup. Karena perbedaan multisystem dari manifestasi
kliniksnya,lupus telah menggantikan sifilis sebagai great imitator.

1
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang
dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara
terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan
peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang
sangat jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan
remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun
SLE dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan
gejala pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat
menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan,khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.
1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif, namun
penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan
terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit,
dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang diterapi dengan
glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada tahap
selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang
paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat
penyakit. Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit,
efek samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor
psikogenik terlibat dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini
dijumpai gejala demam namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh
infeksi pneumonia. Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien.
Sesuai dengan teori yang mengatakan kelelahan dan malaise merupakan
salah satu gejala yang paling umum yang memperberat penyakit,gejala ini
turut ditemukan kasus ini.
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi
ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang
berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau
parastesisi setelah terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan.

2
fotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi pada semua kelompok
ras dan etnis, walapun belum ada studi mengenai prevalensinya dipopulasi
umum. Ruam berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di
area malar pipi dan persambungan hidung yang membagi lipatan
nasolabial, lebih dikenal sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini
dapat ditemukan pada 20-25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan
sangat meradang, bertahan selams berminggu-minggu atau berbulan-
bulan. Gejala ini hilang tanpa jaringan parut. Plak eritematosa dengan
adherent scale dan telangiektasis umumnya terdapat diwajah,leher dan
kulit kepala. Lupus kutis akut dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas
dapat dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik
lebih sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar matahari dalam waktu
lama (lengan depan, daerah V dileher ) tanpa pacaran sinar matahari dalam
waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo riticularis, eritema
periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris, vesikel atau bula, urtikaria
akut atau kronik, panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis.
Alopesia dapat timbul akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya
muncul pada puncak SLE. Alopesia bersifat reversible, kecuali jika
terdapat lesi discoid kepala. Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan
harus dibedakab dari infers virus maupun jamur. Mata dan mulut kering
(sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh inflamasi autoimun pada kelenjar
lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang tindih dengan sindrom
sjogren. Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek samping
pengobatan. Pada kasus ini ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai
dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi
ruam dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini juga ditemukan
ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash) pada bagian
pipi dan hidung pasien. Alopesia juga ditemukan pada pasien ini yang
mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu menyikat rambut.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis
dan nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang

3
adalah deformitas jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun
berkurang dan tidak terbukti secara radiologis menyebabkan desttruksi
kartilago dan tulang. Kelemahan otot biasanya merupakan akibat terapi
glukokortikoid atau antimalaris, namun myositis dengan peningkatan
enzim otot jarang ditemukan dan biasannya merupakan gejala yang
tumpah tindih. Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon
dapat merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek
pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput
hormonal, lempemg tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan
gejala lain yang sering ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek
samping pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati
dan faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu
nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan
gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal yang
ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis.
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional
dan terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan
efusi atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium.
Tamponade atau hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat
diinduksi oleh karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus
dicurigai pada pasien dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas,
perubahan ECG minimal, aritmia atau perubahan hemodinamik.
Miokarditis dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi dengan tanda
gagal jantung kiri. Endokarditid trombotik nonifeksi (Libman-sacks)
jarang dan seringkali tidak menimbulkan gejala, namun dapat
menimbulkan disfungsi katup mitral atau katup aorta atau embilisasi.
Arterisklerosis premature dengan angina pektrois dan infark miokardium
merupakan sumber mortalitas dan morbilitas jangka panjang yang paling
serius. Penyakit sendiri, hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid
kronik,menopause premature, serta faktor diet dan gaya hidup dapat

4
menyebabkan arterosklerosis. Fenomena Raynaud, vasospasme yang
diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan pada SLE. Penyempitan arteri
ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih dengan scleroderma.
Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat menyebabkan
hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun seringkali fatal.
Sebagian besar cedera vascular trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh
antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan pada sekitar 30% pasien SLE.
aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri dan vena spontan pada semua
ukuran pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi
protein C dan protein S, faktor V Leiden dan antitrombin III dapat
menyebabkan terjadinya trombisis, namun defisiensi faktor-faktor ini lebih
dihubungkan dengan terjadinya thrombosis vena dibandingkan trpmbosis
arteri.
5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan
efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien,
namun sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif.
Infeksi parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan
batuk, hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat
membahayakan hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa
pneumonitis akut dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi.
Pneumonitas lupus kronik dengan perubahan fibrotic dan paru mirip
dengan fibrosis paru idiopatik, dengan perjalanan yang progresif dan
prognosis yang buruk. Penyakit paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh
perubahan pleuritik jangka panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan,
termasuk diafragma dan bahkan neuropati nervus frenikus. Emboli paru
rekuren disebabkan oleh antibody antifosfilipid harus disingkirkan pada
pasien dengan gejala paru yang tidak dapat dijelaskan.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum
keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang
sama sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis

5
membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran
klinis ditandai dengan temuan minimalis, termasuk proteinuria ringan dan
hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan proteinuria berat,
hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi
atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal
eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus
progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini
ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan
kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria
25,00mg/dL dan leucocyte pada urin 25,00 leu/πL
7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan
terkadang merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien
dapat memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau
meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis
tramsversa. Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh temuan
abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti peningkatan kadar
protein, pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT scan atau
MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau
bahkan pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran
alternatis lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada
kasus ini cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan
diagnosis banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat
sangat sulit untuk ditentukan. Masalah ini adalah gangguan kognitif dan
kepribadian ringan. Sakit kepala sering ditemukan dengan intesitas yang
beragam. Sakit kepala lupus yang berat dan menyerupai migren yang
hanya responsive terhadap glikokortikoid merupakan kasus yang jarang.
Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan dapat menggambarkan
vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark pada pasien ini disuspek lupus
serbri karena penurunankesadaran.

6
8. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual,
kas untuk pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun
merupakan komplikasi abdomen yang serius. Banyak gejala
gastrointestinal atas berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau
gastropati terkait glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala.
Pada kasus jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah
akut. Terkadang pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit atau
merupakan efek pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang
dihubungkan dengan hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat
dibedakan dengan hepatitis autoimun melalui gambar histologis.
Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan oleh penggunaan NSAID,
azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan jangka panjang
glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan hati dengan
peningkatan transaminase ringan.
9. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang
sering namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan
khas, dapat disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif,
kadar haptoglobin rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau
dengan mielosupresi. Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan
sintesis eritropoietin dan mielosupresi uremikum pada pasien nefritis
lupus. Hal ini dapat diperberat dengan perdarahan ringan kronik dan
ketidask cukupan asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia sangat
sering terjadi namun jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk
menghungkan limfopenia dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi
pada pasien SLE. Leukositosis dapat disebabkan oleh glukokortikoid.
Trombisitopenia ringan (100000-150000/πL) dapat disebabkan oleh
antibody antifosfolipid. Trombositopenia autoimun berat (kurang dari
50000/πL), disebabkan oleh antibody antiplatelet dapat mempersulit
diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis sebagai purpura
trombositopenik idiopatik. Pada kasus ini ditemukan kelainan atau

7
manifestasi hematologi sesuai dengan gambaran yang sering ditemukan
pada pasien SLE. Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan nilai
haemoglobin yang rendah.

2.5 Klasifikasi

Diagnosis SLE jika terdapat empat diantra 11 kriteria berikut beruntun


atau secara stimultan, selama satu interval observasi :
1. Ruam dibagian malar wajah
2. Ruam berbentuk discoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus dimulut
5. Setositosis (pleuritis, pericarditis)
6. Gangguan ginjal
7. Gangguan neurologis ( kejang atau psikosis )
8. Arthritis
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik,leucopenia,trombositopenia)
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear

2.6 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :


1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis
oral tinggil tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-
obat antimalarial.

8
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius

2.7 Pemeriksaan Penunjang

SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang


menujukan berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga
timbul manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan
adanya periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar
gambaran klinis disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa
autoantibodi yang paling sering digunakan adalah antinukelar antibody
( ANA, terapi antibody ini juga dapat ditemukan pada wanita yang tidak
menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik adalah antibouble standed
DNA antibody (anti DNA), pengukuran bermanfaat untuk menilai ruam pada
lupus. Anti-Ro, anti-La dan antibody antifosfolipidpenting untuk diukur
karena meningkatkan resiko pada kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus
dilaksanakan secara multidisiplin. Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk
didiagnosa. Keterlibatan ginjal sering kali disalah artikan dengan pre-
eklamsia, tetapi temuan adanya peningkatan antibody anti DNA serta
penurunan tingkat komplemen membantu mengarahkan pada ruam.
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko
keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh
arteri, vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan
dan trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus
meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA),

9
anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan
diagnosis yang dilakukan adalah biopsy.

2.8 Kompilkasi

1. Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein
didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap) pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal
sehingga penderita perlu mengalami dialysis atau pencangkokan ginjal.
2. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang
paling sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan,
tetapi kelainan bias terjadi pada bagaiamanapun dari otak, korda spinalis,
maupun sistem saraf. Kejang, pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bias terjadi.
3. Penggumplan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk
bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke
dan emboli paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk
antibody yang melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan
perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas.

10
6. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri didaerah tersebut.
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar
matahari.

11
2.9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SLE

A. Pengkajian

1.   Anamnesis
a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun
pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan
perbandingan wanita dan pria 10 :1
b. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
c. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit
ini
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra dari pasien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita
penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun
yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya
ruam malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa
menimbulkan : artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada
pleuritik, pericarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus
dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.

12
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakityang sama atau penyakit autoimun yang lain
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
a. B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan
otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri
saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi
pleuritis atau efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi
systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction
rup pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan dibawah atau sisi lateral tangan.
c. B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale
secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma
(kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga
serangan kejang-kejang.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai
filtrasi glomelorus)
e. B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,
turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

13
B. Diagnosa

1. Nyeri akut b/d inflamasi pada otot dan sendi


2. Defisit nutrisi b/d penurunan asupan makanan karena peningkatan asam
lambung (HCL)
3. Keletihan b/d anemia karena kegagalan sumsum tulang membentuk sel-sel
darah
4. Ansietas b/d prognosis penyakit yang buruk
5. Kerusakan integritas kulit b/d ruam kulit karena paparan sinar UV
6. Pola napas inefektif b/d peningkatan produksi mucus pada paru-paru
7. Penurunan curah jantung b/d penurunan fungsi jantung karena inflamasi
otot jantung
8. Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit yang
diderita

C. Perencanaan/Intervensi

Diagnose SLKI SIKI

1. Nyeri Akut. Tujuan dan kriteria Manajemen Nyeri


Definisi hasil: Observasi
Pengalaman sensorik atau Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan dengan Tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan actual atau selama 2x24 jam frekuensi, kualitas,
fungsional, dengan onset diharapkan : intensitas nyeri
mendadak atau lambat dan Tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
berintensitas ringan hingga berat  Frekuensi nadi 3. Identifikasi respon
yang berlangsung kurang dari 3 membaik nyeri non verbal
bulan.  Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor
Gejala dan Tanda Mayor menurun yang meperberat dan
Subjektif  Gelisah memperingan nyeri
1. Mengeluh nyeri menurun 5. Identifikasi pengaruh
Objektif  Meringis nyeri pada kualitas
1. Tampak meringis menurun hidup

14
2. Bersikap protektif  Pola nafas 6. Monitor efek samping
(mis.waspada,posisi membaik penggunaan analgetik
menghindar nyeri)  Kesulitan tidur Terapuetik
3. Gelisah menurun 7. Berikan tekhnik non
4. Frekuensi nadi meningkat farmakologi untuk
5. Sulit tidur mengurangi rasa
Gejala dan Tanda Minor nyeri
Subjektif 8. Control lingkungan
(tidak tersedia) yang memperberat
Objektif nyeri
1. Tekanan darah meningkat 9. Fasilitasi istirahat
2. Pola nafas berubah tidur
3. Nafsu makan berubah 10. Pertimbangkan jenis
4. Proses berpikir terganggu dan sumber nyeri
5. Menarik diri dalam pemilihan
6. Berfokus pada diri sendiri stratetgi meredakan
nyeri
Edukasi
11. Jelaskan penyebab,
priode, dan pemicu
nyeri
12. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
13. Ajarkan tekhnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemeberian analgetik,
jika perlu
Pemberian Analgesik

15
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, durasi)
2. Identifikasi riwayat
alergi obat
3. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesic (mis
narkotik, non
narkotik/NSAID
dengan tingkat
keparahan nyeri)
4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic
Terapeutik
5. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
6. Dokumentasikan
respon terhadap reflek
analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
7. Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat

16
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
dosis jenis analgesic
2. Defisit Nutrisi Tujuan dan Kriteria Manajemen nutrisi
Definisi Hasil: Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Setelah dilakukan 1. Identifikasi status
memenuhi kebutuhan metabolisme tindakan keperawatan nutrisi
Gejala dan Tanda Mayor selama 2 x 24 jam 2. Identifikasi
Subjektif diharapkan: kebutuhan kalori dan
(tidak tersedia) Status nutrisi jenis nutrient
Objektif  Pengetahuan 3. Identifikasi alergi
1. Berat badan menurun tentang dan intoleransi
minimal 10% dibawah pemilihan makanan
rentang ideal makanan yang 4. Monitor asupan
Gejala dan Tanda Minor sehat makanan
Subjektif meningkat 5. Monitor berat badan
1. Cepat kenyang setelah makan  Porsi makanan 6. Monitor hasil
2. Kram/nyeri abdomen yang pemeriksaan
3. Nafsu makan menurun dihabiskan laboratorium
Objektif meningkat Terapeutik
1. Bising usus hiperaktif  Sikap terhadap 7. Sajikan makanan
2. Otot pengunyah lemah makanan/minu secara menarik dan
3. Otot menelan lemah man sesuai suhu yang sesuai
4. Membrane mukosa pucat dengan tujuan 8. Lakukan oral hygine
5. Sariawan kesehatan sebelum makan, jika
6. Diare meningkat perlu

 BB membaik 9. Fasillitasi

 Frekuensi menentukan

makan pedoman diet (mis.

membaik Piramida makanan)

 Nafsu makan 10. Berikan makanan

membaik tinggi serat untuk

17
mencegah konstipasi
11. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
12. Berikan suplement
makanan jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan diet yang
diprogramkan
14. Anjurkan posisi
duduk
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
16. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan (jika
perlu)
Promosi berat badan
Observasi
1. Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB
berkurang
2. Monitor jumlah kalori

18
yang dikonsumsi
sehari – hari
3. Monitor berat badan
4. Monitor albumin,
limfosit dan elektrolit
serum
Terapeutik
5. Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makanan,
jika perlu
6. Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien
7. Hidangkan makanan
secara menarik
8. Berikan sumplemen
jika perlu
Edukasi
9. Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
3. Keletihan Tujuan dan kriteria Edukasi aktivitas/istirahat
Definisi : hasil yang diharapkan : observasi :
Penurunan kapasitas kerja fisik dan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kesiapan
mental yang tidak pulih dengan tindakan keperawatan dan kemampuan
istirahat. selama 2 x 24 jam menerima informasi
Gejala dan Tanda mayor diharapkan: Terapeutik :
Subjektif Tingkat keletihan 2. Jadwalkan pemberian
 Verbalisasi Pendidikan
1. Merasa energi tidak putih
kepulihan Kesehatan sesuai
walaupun telah tidur
energi kesepakatan

19
2. Merasa kurang tidur  Tenaga 3. Berikan kesempatan
 Aktivias rutin pasien dan keluarga
3. Mengeluh lelah
 Motivasi untuk bertanya

Objektif  Lesu Edukasi :

1. Tidak mampu 4. Jelaskan pentingnya


 Gelisah
mempertahankan aktivitas melakukan aktivitas
 Selera makan
rutin fisik/olahraga secara
 Pola nafas
2. Tampak lesu rutin
 Pola istirahat
Gejala dan Tanda Minor 5. Anjurkan Menyusun

Subjektif jadwal aktivitas dan

1. Merasa bersalah akibat istirahat

tidak mampu menjalankan 6. Ajarkan cara

tanggung jawab mengidentifikasi

2. Libido menurun kebutuhan istirahat


(mis kelelahan, sesak
Objektif nafas saat aktivitas)
Kebutuhan istirahat Manajemen energi
meningkat Observasi
1. Identifikasi
gangguan fungsi
tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan
fisik dan emosional
3. Monitor pola dan
jam tidur
Terapeutik
4. Sediakan
lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
(mis cahaya, suara,

20
kunjungan)
5. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/atau aktif
6. Fasilitasi duduk sisi
tempat tidur, jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi
7. Anjurkan tirah
baring
8. Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
4. Ansietas Tujuan dan kriteria Reduksi ansietas
Definisi : hasil yang diharapkan : Observasi :
Kondisi emosi dan pengalaman Setelah dilakukan 10. Identifikasi saat
subyektif terhadap objek yang tindakan keperawatan tingkat ansietas
tidak jelas dan spesifik akibat selama 2 x 24 jam berubah (mis
antisipasi bahaya yang diharapkan: kondisi, waktu,
memungkinkan individu Tingkat ansietas : stressor)
melakukan tindakan untuk  Verbalisasi 11. Identifikasi
menghadapi ancaman kebingungan kemampan
Gejala dan Tanda Mayor.  Verbalisasi mengambil
Subjektif khawatir akibat keputusan
1. Merasa bingung. kondisi yang 12. Monitor tanda-tanda

21
2. Merasa khawatir dengan dihadapi ansietas
akibat.  Perilaku Terapeutik :
gelisah 13. Ciptakan suasana
3. Sulit berkonsenstrasi.
 Perilaku tegang terapeutik untuk

Objektif.  Anoreksia menumbuhan

1. Tampak gelisah.  Frekuensi kepercayaan

2. Tampak tegang. pernapasan 14. Pahami situasi yang

 Frekuensi nadi membuat ansietas


3. Sulit tidur
15. Dengarkan dengan
 Tremor
penuh perhatian
Gejala dan Tanda Minor.  Pucat
16. Gunakan pendekatan
Subjektif.  Konsentrasi
yang tenang dan
1. Mengeluh pusing.  Pola tidur
meyakinkan
2. Anoreksia.
17. Motivasi
3. Palpitasi. mengidentifikasi

4. Merasa tidak berdaya. situasi yang memicu


kecemasan
Objektif. Edukasi
1. Frekuensi napas meningkat 18. Jelaskan prosedur,
2. Frekuensi nadi meningkat termasuk sensasi
yang dialami
3. Tekanan darah meningka
19. Informasikan secara
4. Diaforesis factual mengenai
diagnosis,
5. Tremos.
pengobatan dan
6. Muka tampak pucat. prognosis
20. Anjurkan keluarga
7. Suara bergetar.
tetap bersama pasien
8. Kontak mata buruk. Kolaborasi :
21. Kolaborasi
9. Sering berkemih.
pemberian obat anti
10. Berorientasi pada masa ansietas jika perlu

22
lalu.
Terapi relaksasi
Observasi ::
1. Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
2. Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
3. Monitor respon
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik :
4. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
5. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetic atau
Tindakan medis lain,
jika sesuai

23
Edukasi :
6. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
7. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
8. Demonstrasikan dan
latih Teknik relaksasi
(mis nafas dalam,
perengangan, atau
imajinasi terbimbing.
5. Kerusakan integritas kulit Tujuan dan kriteria Perawatan integritas kulit
Definisi hasil yang diharapkan : Observasi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab
epidermis) atau jaringan (membran tindakan keperawatan gangguan integritas
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, selama 2 x 24 jam kulit (mis perubahan
tulang, kartilago, kapsul sendi diharapkan: sirkulasi, perubahan
dan /atau ligament Integritas kulit dan status nutrisi,
Gejala dan tanda mayor jaringan : penurunan
Subjektif   Elastisitas kelembapan, suhu
(tidak tersedia)  Hidrasi lingkungan ekstrim,
Objektif  Perfusi penurunan mobilitas
1. Kerusakan jaringan jaringan Terapeutik
dan/atau lapisan kulit  Kerusakan 2. Ubah posisi tiap 2
Gejala dan tanda minor jaringan jam bila tirah baring
Subjektif       Kerusakan 3. Gunakan produk
(tidak tersedia) lapisan kulit berbahan ringan atau
Objektif alami dan hipoalergi
 Nyeri
1. Nyeri pada kulit sensitive
 Perdarahan
2. perdarahan 4. Hindari produk
 Kemerahan
3. Kemerahan berbahan dasar

24
4. Hermatoma  Jaringan parut alcohol pada kulit
 Suhu kulit kering
Edukasi
5. Anjurkan gunakan
pelembab
6. Anjurkan minum air
yang cukup
7. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
8. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
9. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrim
10. Anjurkan mandi
menggunakan sabun
secukupnya
Edukasi pencegahan
infeksi
Observasi :
1. Periksa kesiapan dan
kemampuan
menerima informasi
Terapeutik :
2. Siapkan materi,
media tentang faktor-
faktor penyebab, cara
mengidentifikasi dan
pencegahan resiko
infeksi di rumah

25
sakit maupun di
rumah
3. Jadwalkan waktu
yang tepat untuk
memberikan
Pendidikan
Kesehatan
4. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi :
5. Informasikan hasil
pemeriksaan hasil
laboratorium (mis
leukosit, WBC)
6. Anjurkan mengikuti
Tindakan
pencegahan sesuai
kondisi
7. Anjurkan kecukupan
nutrisi, cairan dan
istirahat
8. Anjurkan mengelola
antibiotic sesuai
resep
6. Pola napas tidak efektif Tujuan dan kriteria Manajemen jalan napas
Definisi : yang diharapkan : Observasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang Setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas
tidak memberikan ventilasi adekuat tindakan keperawatan (frekuensi,
Gejala dan Tanda Mayor : selama 2 x 24 jam kedalaman, usaha
Subjektif : diharapkan: nafas)
1. Dispnea 2. Monitor bunyi nafas
tambahan (gurgling,

26
Objektif Pola napas mengi, wheezing,
1. Penggunaan otot bantu  Dipsnea rochi kering)
pernapasan  Penggunaan Terapeutik
2. Fase ekspirasi memanjan otot bantu 3. Posisikan semi
3. Pola napas abnormal (mis. nafas fowler atau fowler
takipnea. bradipnea,  Pemanjangan 4. Berikan oksigen jika
hiperventilasi kussmaul fase ekspirasi perlu
cheyne-stokes).  Ortopnea
Gejala dan Tanda Minor:  Pernafasan
Subjektif : cuping hidung
1. Ortopnea
 Frekuensi nafas
Objektif
 Kedalaman
1. Pernapasan
nafas
pursed-lip.
2. Pernapasan
cuping hidung
3. Diameter
thoraks anterior—posterior 
meningkat
4. Ventilasi
semenit menurun
5. Kapasitas
vital menurun
6. Tekanan
ekspirasi menurun
7. Tekanan
inspirasi menurun
8. Ekskursi
dada berubah

7. Penurunan Curah Jantung. Tujuan dan kriteria Perawatan jantung


Definisi yang diharapkan : Observasi

27
Ketidakadekuatan jantung Setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda dan
memompa darah untuk memenuhi tindakan keperawatan gejala primer dan
kebutuhan metabolisme tubuh.  selama 2 x 24 jam penurunan curah
Gejala dan Tanda Mayor diharapkan: jantung (dipsnea,
Subjektif Curah jantung : kelelahan, edema,
1. Perubahan irama jantung  Kekuatan nadi ortopnea,paroxysmal
1) Palpitasi. perifer nocturnal dipsnea,
2. Perubahan preload  Palpitasi peningkatan CPV
1) Lelah. bradikardi 2. Identifikasi tanda
3. Perubahan afterload :  Palpitasi atau gejala sekunder
1) Dispnea. takikardi penurunan curah
4. Perubahan kontraktilitas :  Gambaran jantung meliputi
1) Paroxysmal nocturnal EKG peningkatan berat
dyspnea (PND);  Lelah badan,
2) Ortopne  Edema hematomegali,distens
3) Batuk. i vena jugularis,
 Distensi vena
 Objektif palpitasi, ronchi
jugularis
1. Perubahan irama jantung basah, oliguria,
 Dipsnea
1) Bradikardi/takikardi batuk, kulit pucat
 Pucat
2) GambaranEKG aritmia 3. Monitor tekanan
 Tekanan darah
atau gangguan konduksi darah
 Capiraly refil
2. Perubahan preload 4. Monitor intake dan
time (CPT)
1) Edema output cairan
 CPV
2) Distensi vena jugularis 5. Monitor saturasi
3) Central vanous pressure oksigen
(CVP) meningkat atau 6. Monitor keluhan
menurun nyeri dada
4) Hepatomegaly 7. Monitor EKG 12
3. Perubahan afterload sadapan
1) TD meningkat/menurun 8. Monitor aritmia
2) Nadi perifer teraba lemah (kelainan irama dan
3) CRT > 3detik frekuensi)

28
4) Oliguria Terapeutik
5) Warna kulit pucat da/atau 9. Posisikan semi
sianosis fowler atau fowler
4. Perubahan kontraktilitas 10. Berikan diet jantung
1) Terdengar suara jantung S3 yang sesuai
dan/atau S4 11. Fasilitasi pasien dan
2) Ejection fraction (EF) keluarga untuk
menurun modifikasi hidup
Gejala dan tanda minor sehat
Subjektif 12. Berikan terapi
1. Perubahan preload relaksasi untuk
(Tidak tersedia) mengurangi strees,
2. Perubahan afterload jika perlu
(Tidak tersedia) 13. Berikan dukungan
3. Perubahan kontraktilitas emosionaldan
(Tidak tersedia) spiritual
4. Perilaku/emosi 14. Berikan oksigen
1) Cemas untuk
2) Gelisah mempertahankan
Objektif saturasi oksigen
1. Peru >94%
bahan preload Edukasi
1) Murmur jantung 15. Anjurkan aktivitas
2) BB bertambah fisik sesuai toleransi
3) Pulmonary artery wedge 16. Ajarkan pasien dan
pressure (PAWP) menurun keluarga mengukur
2. Peru berat badan, intake
bahan afterload dan output cairan
1) Pulmonary vascular harian
resistance (PVR) Kolaborasi
meningkat/menurun 17. Kolaborasi
2) Systemic vascular pemberian anti

29
resistance (SVR) aritmia, jika perlu
meningkat/menurun
3. Perubahan kontraktilitas
1) Cardiac index (CI) menurun
2) Left ventricular stroke work
index (LVSWI) menurun
3) Stroke volume index (SVI)
menurun
4. Perilaku/emosi
(Tidak tersedia)
8. Defisit Tujuan dan Kriteria Edukasi Kesehatan
Pengetahuan Hasil: Observasi
Definisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi kesiapan
Ketiadaan atau kurangnya tindakan keperawatan dan kemampuan
informasi kognitif yang berkaitan selama 2 x 24 jam menerima informasi
dengan topik tertentu diharapkan: 2. Identifikasi faktor-
Gejala dan tanda Mayor Tingkat Pengetahuan faktor yang dapat
Subjektif  Perilaku sesuai meningkatkan dan
1) Menanyakan masalah yang anjuran menurunkan
dihadapi meningkat motivasi perilaku
Objektif  Pertanyaan hidup bersih dan
1) Menunjukkan perilaku tidak tentang sehat
sesuai anjuran masalah yang Terapeutik
2) Menunjukkan persepsi yang dihadapi 3. Sediakan materi dan
keliru terhadap masalah menurun media pendidikan
Gejala dan Tanda Mayor  Persepsi kliru kesehatan
Subjektif tentang 4. Jadwalkan
(tidak tersedia) masalah pendidikan kesehatan
Objektif menurun sesuai kesepakatan
1) Menjalani pemeriksaan yang  Menjalani 5. Berikan kesempatan
tidak tepat pemeriksaan untuk bertanya
2) Menunjukkan perilaku yang tidak Edukasi

30
berlebihan (mis.apatis, tepat menurun 6. Jelaskan faktor
bermusuhan, agitasi, histeria) resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat

D. Implementasi

Implementasi adalah perencanaan dari rencana intervensi untuk mencapai


tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,
2008). Menurut Doengoes (2014), implementasi adalah tindakan pemberian
keperawatan yang dilakasanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang
dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan, yaitu cara pendekatan pada klien
efektif, teknik komunikasi terapeutik, serta penjelasan untuk setiap tindakan yang
diberikan pada pasien.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari


tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai tindakan
keperawatan, dan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan (Nursalam,
2011).

31
Penyusunan evaluasi dengan menggunakan SOAP yang operasional, dengan
pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan saat
implemantasi. O adaah objektif dengan pengamatan objektif perawat setelah
implementasi. A merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif
dan objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar mengacu pada
intervensi keperawatan.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi


autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri
sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada
pria dengan faktor 10:1. Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit
vaskuler kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia
menghasilkan antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak
organ tersebut dan fungsinya.

Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor


hormonal dan faktor lingkungan. Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya
regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetika, hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi
selama usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin
dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-
alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

32
3.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa


keperawatan khusus pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Tauran, Yenni dkk. (2019). Laporan asuhan keperawatan pada pasien


SLE (Lupus Eritematosus Sistemik). Stikes Indonesia Maju

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

33

Anda mungkin juga menyukai