Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SYSTEMIC LUPUS


ERITHEMATOSUS (SLE)
Disusun dalam rangka memenuhi tugas Keperawatan Anak I

DOSEN PEMBIMBING :

Havija Sihotang, S.Kep, Ners, M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Jihan Fadhillah (20142011853)


2. Nurul Ikhwana (20142011854)
3. Liza Zuliana (20142011855)
4. Septiana Sari (20142011857)

STIKes BINALITA SUDAMA MEDAN


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Systemic Lupus Erithematosus” ini dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Havija Sihotang
S.Kep, Ners, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak I yang telah
membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada anggota kelompok yaitu : Jihan Fadhillah, Nurul Ikhwana, Liza
Zuliana dan Septiana Sari yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 19 Juni 2022

Penulis

DAFTAR ISI

2
Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................5

BAB II KONSEP MEDIS........................................................................................6

2.1 Pengertian.......................................................................................................6

2.2 Patofisiologi...................................................................................................6

2.3 Etiologi...........................................................................................................7

2.4 Klasifikasi....................................................................................................12

2.5 Gejala Klinis................................................................................................13

2.6 Tanda Gejala................................................................................................13

2.7 Komplikasi...................................................................................................14

2.8 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................17

2.9 Tindakan Penanganan..............................................................................19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................22

3.1 Pengkajian....................................................................................................22

3.2 Analisis Data................................................................................................29

3.3 Rencana Keperawatan..................................................................................31

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI.........................................................35

BAB IV PENUTUP...............................................................................................39

4.1 Kesimpulan..................................................................................................39

4.2 Saran.............................................................................................................39

3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

BAB I
PENDAHULUAN

4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakan penyakit yang
menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem yang disebabkan banyak
faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Lupus
hingga saat ini menyerang paling sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika
hingga saat ini tercatat 1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation
of America, 2015).
Penyakit autoimun merupakan penyakit yang timbul akibat patahnya toleransi
kekebalan diri. Lupus merupakan salah satu penyakit autoimun. Faktor-faktor
yang bersifat predisposisi dan ikut berkontribusi menimbulkan penyakit autoimun
antara lain, faktor genetik, kelamin (gender), infeksi, sifat autoantigen, obat-
obatan, serta faktor umur. Menurut Judha, dkk (2015), faktor yang meningkatkan
risiko penyakit lupus yakni jenis kelamin, wanita usia produktif lebih berisiko
terkena penyakit ini.
Lupus paling umum terdiagnosis pada mereka yang berusia diantara 15-40
tahun. Ras Afrika, Hispanics dan Asia lebih berisiko terkena lupus. Paparan sinar
matahari juga menjadi faktor risiko lupus. Penyakit auotoimun inimelibatkan
berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai
berat dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak
organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau
trombosit.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis
kelamin. Prevalensi SLE berbeda-beda untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika-Amerika
mempunyai prevalensi Sekitar 5% anak yang lahir dari individu yang terkena
lupus, akan menderita penyakit lupus, apabila kembar identik maka salah satu dari
bayi kembar tersebut akan menderita lupus. Sebesar 10% penderita lupus,
mengalami kelainan pada lebih dari satu jaringan tubuh. Kelainan jaringan
tersebut dikenal dengan istilah “overlap syndrom” atau “mixed connective tissue
disease” (Lupus Foundation of America, 2015).

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari SLE?
2. Bagaimana patofisiologi dari SLE?
3. Apa saja etiologi dari SLE?
4. Apa klasifikasi dari SLE?
5. Bagaimana gejala klinis dari SLE?
6. Bagaimana tanda dan gejala dari SLE?
7. Apa saja komplikasi dari SLE ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari SLE?
9. Bagaimana tindakan penanganan dari SLE?
10. Bagaimana asuhan keperawatan SLE pada anak?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian dari SLE
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari SLE
3. Untuk mengetahui etiologi dari SLE
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari SLE
5. Untuk mengetahui gejala klinis dari SLE
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari SLE
7. Untuk mengetahui komplikasi dari SLE
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari SLE
9. Untuk mengetahui tindakan penanganan dari SLE
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan SLE pada anak

BAB II
KONSEP MEDIS

6
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan
oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang
tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ
yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan
sistem saraf.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun
yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia& Lorraine,
2006 ).
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau
kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Systemic
lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan
manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama
menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung (Robins, 2007).

2.2 Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal dan lingkungan.
Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti
dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor (TNF) dan
interferon tipe 1 dan 2 (IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte
stimulator (BLyS) serta Interleukin (IL)-10. Peningkatan regulasi gen yang dipicu
oleh interferon merupakan suatu petanda genetik SLE. Namun, sel lupus T dan
natural killer (NK) gagal menghasilkan IL-2 dan transforming growth factor
(TGF) yang cukup untuk memicu CD4+ dan inhibisi CD8+. Akibatnya adalah
produksi autoantibodi yang terus menerus dan terbentuknya kompleks imun,
dimana akan berikatan dengan jaringan target, disertai dengan aktivasi

7
komplemen dan sel fagositik yang menemukan sel darah yang berikatan dengan
Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan pelepasan
kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif, dan enzim perusak. Pada
SLE, sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada SLE adalah
sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel
nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali
sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam autoantibodi pada penderita
SLE. Kerusakan organ disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui
pembentukan komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem
komplemen untuk 4 istamin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskuler yang akan memudahkan mengendapnya kompleks imun. Pembentukan
kompleks imun ini akan terdeposit pada organ sehingga menimbulkan reaksi
peradangan pada organ tersebut.
Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan
memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan
manifestasi klinis SLE tergantung dari organ mana yang terkena. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali. (Djauzi, 2009).

2.3 Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi didugaterdapat
beberapa faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya SLE,yang antara
lain terdiri dari faktor endogen dan faktor eksogen (Fandika, 2016).
a. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor endogen sebagai
predisposisi terjadinya SLE, diantaranya adalah :
 Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus
dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar
monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang
berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga
berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks

8
histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLADR2 dan HLA-DR3 serta
dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat
komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain
yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin dan sitokin.1 Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu
studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang
mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex)
mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%)
mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q.
Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks
imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya
deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal
membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun. Faktor genetik meningkatkan adanya
penemuan autoimun dibandingkan dengan populasi lain.18
Kecenderungan meningkatnya SLE yang terjadi pada anak kembar identik
menggambarkan adanya kemungkinan faktor genetik yang berperan dalam
penyakit ini. Gen-gen yang memiliki resiko tinggi terjadinya SLE terutama
Human Leukocyte Antigen-DR2 (HLADR2) yang menunjukan sel-sel
yang mampu memberikan antigen zat asing ke sel darah putih, HLA-DR3
yang mengurus gen struktural yang memproduksi berbagai jenis unsur
penting pada darah dan jaringan sel lupus, dan biasa terdapat linkage SLE
pada kromosom 1.

 Faktor Hormonal
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa
penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar
hormon estrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktifasi sel B
poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada
pasien LES.Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi
antigen nuklear (ANA dan anti-DNA).Selain itu, terdapat antibodi

9
terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan
fosfolipid.Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang
diikuti oleh aktifasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi
pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.

 Antibodi dan Kompleks Imun


Autoantibodi adalah penanda lupus yang sering kali menghasilkan
sesuatu yang tidak memiliki kepentingan klinis maupun patologis dan
menyerang sel tubuh dan jaringannya sendiri. Autoantibodi yang berperan
dalam lupus dapat digolongan menjadi empat yaitu antibodi yang
terbentuk padanucleus, seperti ANA, Anti-DNA, dan Anti-sm., antibodi
yang terbentuk pada sitoplasma seperti, antibodi pada sel-sel yang berbeda
jenis dan antibodi yang terbentuk pada antigen. Biasanya untuk dapat
mengetahui antibodi ini dilakukan tes darah.

 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus,
seperti radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV
mengarah pada selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan
apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan
mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase
induksi yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi
sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya
kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan
merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi
terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau
yaitu amino lipogenik aromatik. Pengaruh obat juga memberikan
gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya
yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya
yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada

10
penderita lupus.Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi
ekspresi sel permukaan dan apoptosis.

 Faktor Stress
Stress yang berlebihan meruakan pemicu aktifnya lupus. Odapus
akan merasa dalam lingkaran, karena ia sakit karena stress dan lupus
merupakan penyakit kronik yang menyebabkan seseorang akan lebih
rentan untuk merasa rendah diri, terbatas aktifitasnnya, dan jauh dari
pergaulan. Hal ini dapat bisa membuat Odapus stress dan membuat daya
tahan tubuh menurun sehingga menimbulkan infeksi. Demam akan
memperparah Lupus karena seorang yang membawa “gen” lupus bisa
memicu proses melalui virus dan bakteri yang berkembang karena daya
tahan tubuh menurun.

b. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor eksogen sebagai


predisposisi terjadinya SLE, diantaranya adalah :
 Kontak dengan sinar matahari
Paparan sinar matahari langsung, merupakan salah satu faktor yang
memperburuk kondisi gejala SLE. Diperkirakan sinar matahari dapat
memancarkan sinar ultraviolet yang dapat merangsang peningkatan
hormon estrogen yang cukup banyak sehingga mempermudah terjadinya
reaksi autoimun dan juga dapat mengubah struktur dari DNA sehingga
memicu terciptanya autoantibodi. Sinar ultraviolet menyebabkan sel-sel
kulit melepaskan substansi (sitokin, prostaglandin) yang memicu
inflamasi. Kemudian diserap kedalam aliran darah dan terbawa kebagian
tubuh lainnya. Akibatnya timbul inflamasi pada berbagai organ tubuh yang
terserang SL E.

 Makanan dan Minuman


Makanan dan minuman dalam kemasan, terutama minuman
berjenis isotonik yang mengandung zat pengawet, seperti Natrium

11
Benzoate, dan Kalium Sorbet serta yang mengandung kafein
menyebabkan gejala SLE.Sedangkan makanan yang dapat memicu lupus
bagi Odapus sendiri adalah yang mengandung L-canavanine dan biasa
terdapat pada jenis polong- polongan, selain itu juga makanan yang
mengandung pemanis buatan (Aspartam), serta sayuran yang mengandung
belerang, misalnya kubis, dll.

 Infeksi virus/bakteri
Partikel Ribonucleat Acid (RNA) virus telah ditemukan pada
jaringan ikat Odapus yang membuat reaksi respon imun abnormal. Virus-
virus yang terlibat dalam penyebab SLE diantaranya myxoviruz, reovirus,
measle, parainfluenza, mump, Epstein-Barr, dan onco atau retroviruz jenis
C. Hal ini bisa diketahui dari adanya partikel-partikel virus dalam jaringan
lupus, dan dari beberapa catatatan yang menunjukan bahwa mikroba bisa
menyerupai zat-zat asing atau antigen yang menyebabkan autoimun.

 Obat golongan sulva


Obat-obatan dari jenis klorpromazin, metilpoda, isoniazid, dilantin,
penisilamin, kuinidine, hydralazine (obathipertensi) dan procainamide
(untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur), jika terus dikonsumsi
akan membentuk antibodi penyebab lupus. Sedangkan untuk pengobatan
yang dilakukan dalam kedokteran gigi yang dianggap berbahaya dan
dianggap sebagai pencetus penyakit lupus adalah tambalan amalgam, yang
disebabkan oleh kandungan merkurinya.

2.4 Klasifikasi
Ada tiga jenis type lupus:
a. Cutaneous Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas
pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka,
leher, atau kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada

12
daerah kulit yang terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar
fluorescent). Meski terdapat beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi
yang umum terdapat adalah ruam yang timbul, bersisik dan merah, tetapi
tidak gatal.
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapat menyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ.
Untuk beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan
kulit dan sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah
ataupun organ dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada
sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul
(remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat
yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis
hidralazin (untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid
(untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak
semua orang yang memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus.
Hanya 4 persen dari orang yang mengkonsumsi obat itu yang bakal
membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4 persen itu, sedikit sekali yang
kemudian menderita lupus. Bila pengobatan dihentikan, maka gejala lupus
ini biasanya akan hilang dengan sendirinya.

Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic


Lupus selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat
menyerang organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan
persendian yang diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian,
paru-paru, ginjal, darah, organ atau jaringan lain.

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis yang mungkin muncul pada pasein SLE yaitu:
a. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.

13
b. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan
penurunan berat badan
c. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, myositis
d. Kulit: ruam kupu-kupu (butter• ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria,
vaskulitis.
e. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
f. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
g. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
h. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
i. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali,
hepatomegali)
j. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
k. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis
transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
Kecurigaan terhadap adanya SLE jika terdapat dua atau lebih tanda gejala diatas.

2.6 Tanda Gejala


Tanda dan gejala umum dari penyakit lupus antara lain:
1. Demam
2. Lelah
3. Merasa tidak enak badan
4. Penurunan berat badan
5. Ruam kulit
6. Ruam kupu-kupu
7. Ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
8. Sensitif terhadap sinar matahari
9. Pembengkakan dan nyeri persendian
10. Pembengkakan kelenjar
11. Nyeri otot
12. Mual dan muntah

14
13. Nyeri dada pleuritik
14. Kejang
15. Psikosa.
16. Hematuria (air kemih mengandung darah)
17. Batuk darah
18. Mimisan
19. Gangguan menelan
20. Bercak kulit
21. Bintik merah di kulit
22. Perubahan warna jari tangan bila ditekan
23. Mati rasa dan kesemutan
24. Luka di mulut
25. Kerontokan rambut
26. Nyeri perut
27. Gangguan penglihatan. (Albar, 2003)

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat penyakitnya
sendiri atau komplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit SLE
sendiri yang paling seringterjadi adalah infeksi sekunder karena system immune
penderita yang immunocompromised.Selain itu, sering juga terjadi komplikasi
penyakit aterosklerosis akibat peningkatanan tiphospholidip antibody. Komplikasi
akibat pengobatan SLE adalah infeksi oportunistik akibat terapii munosupresan
jangka panjang, osteonekrosis, dan penyakit aterosklerosis dan infark
miokardprematur
Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :
1. Serangan pada Ginjal
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
2. Serangan pada Jantung dan Paru

15
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau Miocarditis
f. Gagal jantung
g. Perdarahan paru (batuk darah)
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
1) Cognitive dysfunction
2) Sakit kepala pada lupus
3) Sindrom anti-phospholipid
4) Sindrom otak
5) Fibromyalgia (kondisi kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
dan kepekaan dari otot-otot, tendon-tendon, dan sendi-sendi.).
b. Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak
yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh
sistem saraf otonom
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung
cahaya disebut lesi diskoid.
Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada
akhir 70-an:
a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat
sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult
subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis
atau lesi tidak berparut berbentuk koin.

16
b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat
mencakup area yang luas di bagian tubuh
c. Lesi non spesifik
d. Rambut rontok (alopecia)
e. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku
dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang
dapat menjadi borok
f. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan
kadang di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
a. Radang sendi pada lupus
b. Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Darah
a. Anemia
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan
d. Limfositopenia
7. Serangan pada Hati
a. Hepatosplenomegali non spesifik
b. Hepatitis lupoid (Djauzi, 2009).

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan urin, darah lengkap ( Hb, lekosit, trombosit, LED=laju endap
darah )
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus
Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah pada penderita LES
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia, limfopenia, atau
leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama
penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin tinggi,
ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu,

17
hasil pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
heme granular atau sel darah merah pada urin.
2. ANA test, antidsDNA.
a. ANA test = Anti Nuclear Antibody test. Nuclear adalah inti sel
(nukleus). Antibodi adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel
kekebalan tubuh kita (limfosit) untuk memerangi kuman-kuman yang
menyerang kita. Nah, pada Lupus, antibodi ini justru menyerang sel-
sel kita sendiri terutama inti dan struktur di dalam inti. Antibodi jahat
ini secara umum dinamakan sebagai autoantibodi. Jadi, ANA adalah
autoantibodi yang menyerang inti sel kita. ANA test termasuk dalam
salah satu kriteria penting untuk mendiagnosa lupus. ANA test positif
tidak selalu terkena lupus. Karena ANA test positif bisa terjadi pada
beberapa penyakit lain.
b. AntidsDNA = anti double stranded DNA. DNA (deoxyribonucleic
acid) adalah pembentuk gen kita, yang tersusun dalam rantai ganda
(double stranded/ double helix). Gen ada di dalam inti sel kita. Jadi
antidsDNA ini merupakan bagian dari ANA, yang menyerang DNA.
AntidsDNA ini cukup spesifik untuk Lupus. Artinya, pada penyakit
lain, jarang didapatkan.
c. Antibodi terhadap DNA, antibodi terhadap DNA (Anti ds-DNA) dapat
digolongkan dalam antibodi yang reaktif terhadap DNA natif ( double
stranded-DNA). Anti ds-DNA positif dengan kadar yang tinggi
dijumpai pada 73% SLE dan mempunyai arti diagnostik dan
prognostik.
d. Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal
ditemukan 4 kriteria yang positif. Inilah kesebelas item kriteria itu:
1) Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash). Kulit
pada kedua pipi dan batang hidung menjadi berwarna kemerahan,
kalau menyembuh akan berwarna gelap. Jika dilihat, bentuknya

18
seperti kupu-kupu. Ruam ini menjadi signature sign dari Lupus,
meskipun tidak selalu  terdapat pada semua penyandang Lupus.
2) Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan, kalau
menyembuh akan berwarna kehitaman.
3) Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti sariawan,
yang berulang di mulut, kadang juga di lidah.
4) Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka
terhadap cahaya matahari, atau lebih spesifik lagi sinar ultra violet.
Kalau terkena sinar, maka kulit penyandang Lupus akan menjadi
kemerahan, dan bahkan gejala Lupusnya bisa kambuh atau
memberat.
5) Radang sendi (arthritis).  Sendi-sendi akan terasa nyeri, bahkan
kemerahan dan kadang juga bengkak.
6) Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal atau
infeksi ginjal, melainkan keradangan ginjal. Lebih tepatnya lagi
keradangan pada filter ginjal (glomerulus). Gangguan ini mudah
diperiksa dengan pemeriksaan urin lengkap pada saat tidak mens.
Disini akan didapatkan protein dan  sel darah merah pada urin yang
normalnya tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah yang sangat
sedikit.
7) Radang pada selaput serosa. Selaput serosa adalah selaput yang
membungkus beberapa organ tertentu dari tubuh kita. Yang paling
sering adalah radang selaput pembungkus jantung (pericarditis,
pericard= selaput pembungkus jantung, itis = radang), radang
selaput paru (pleuritis). Keadaan ini dapat langsung ditemukan
oleh dokter saat pemeriksaan, tetapi kadang perlu konfirmasi
dengan foto ronsen dan echo cardiography (semacam USG khusus
untuk memeriksa jantung).
8) Gangguan pada sistem syaraf. Dapat terjadi penurunan kesadaran
bahkan sampai koma. Kejang-kejang yang kadang dikira ayan
(epilepsi). Bahkan bisa terjadi gangguan ingatan. Nyeri kepala

19
(nyeri yang bukan pusing, pusing = rasa berputar) tidak termasuk
salah satu kriteria ini.
9) Gangguan pada sistem darah. Gangguan ini bisa pada sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) atau  trombosit (keping-
keping darah yang berfungsi untuk pembekuan darah). Anemia
hemolitik adalah hancurnya sel-sel darah merah sebelum waktunya
(sel darah merah yang normal akan dihancurkan setelah 120 hari)
dikarenakan faktor autoimun. Lekosit jumlahnya akan menurun,
trombosit juga akan menurun.
10) Pemeriksaan imunologi yang positif. Maksudnya disini adalah
pemeriksaan autoantibodi khusus. Yang paling sering diperiksa
adalah antidsDNA. Bila anti dsDNA negatif, biasanya akan
diperiksa antiSm.
Pada ANA test positif Lupus dapat didiagnosa jika minimal 4 dari 11
kriteria diatas. (Djauzi, 2009).

2.9 Tindakan Penanganan


Tidak ada obat untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan
gejala.
1. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala ringan:
a. NSAID : untuk mengatasi gejala reumatik, radang selaput dada dan
radang lainnya
b. Krim kortikosteroid : untuk mengatasi gejala ruam pada kulit
c. Obat anti malaria (hydroxychloroquine) : untuk mengatasi gejala di
kulit dan artritis
d. Pembatasan diet
1) Rendah garam
2) Tinggi asam folat : Alpukat, daging, kuning telur
3) Omega 3 : minyak ikan, ikan tuna, salmon
4) Cukup kalsium : susu, keju, bayam, brokoli

20
5) Rendah lemak : hindari gorengan, jeroan, daging berlemak tinggi,
santan
2. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala berat
a. Glukokortikoid sistemik
b. Sitotoksik imunosupresif
Contoh obat: Cyclophosphamide
Mychophenolate Mofetil
Azathioprine
3. Pendidikan Kesehatan
a. Penjelasan tentang lupus dan etiologinya
b. Klasifikasi dan gejalanya masing-masing
c. Masalah fisik
d. Masalah psikis
e. Pemakaian obat dan efek samping
f. Pemaparan pada yayasan lupus (YLI (Yayasan Lupus Indonesia)

Pendidikan Kesehatan ke keluarga dan pasien untuk perawatan di rumah


a. Pasien dianjurkan untuk cukup istirahat dan menghindari kelelahan.
Namun tidak terlalu membatasi aktifitas.
b. Pasien dianjurkan memakai baju tertutup, topi, payung dan anti UV spf
30 bila pergi ke luar ruangan.
c. Pasien dianjurkan untuk menghangatkan sendi yang sakit dengan cara
kompres lembab.
d. Pasien dianjurkan untuk berolahraga namun juga memperhatikan
tingkat kelelahan.
e. Pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap
rokok.
Keluarga pasien dijelaskan mengenai dampak sosial yang akan dialami pasien.
(Wallace, 2007)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Hari, tanggal : Selasa, 17 Juni 2022
Jam : 11.00 WIB
Tempat : Bangsal Melati 4 RSUP Dr Sardjito
Oleh : Kelompok 4
Sumber data : Pasien, keluarga pasien, status pasien
Metode pengumpulan data : Observasi, anamnesa, studi dokumen

1. Identitas Klien
Nama : An.”L”
Tempat, tanggal lahir:Bantul, 15 April 2019
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 5 Juni 2022
Dx Medis : Systemic Lupus Eritematosus
Alamat :Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
No.RM : 1.55.96.04

Identitas Penanggung jawab


Nama :Tn.”N”
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Hub.dengan pasien : Ayah kandung

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama

22
Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas
beraktivitas karena nyeri di persendian
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS
terdapat nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak
belum terlalu pucat, tidak mau makan minum demam dan batuk
pilek menetap. 4 hari SMRS anak demam tinggi, suhu tidak diukur,
tidak dapat berjalan, muncul bercak merah dari perut hingga
tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam nglemeng, batuk
pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Antenatal
Selama kehamilan ibu klien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia
6-7 bulan plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah
darah dan vitamin selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama
kehamilan.
b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB
49 cm di PKU Bantul. Anak tidak langsung menangis, diberikan
resusitasi tahap awal.
c. Postnatal
Tidak ada trauma lahir, imunisasi lengkap di bidan
d. Penyakit yang pernah diderita
Klien menderita kekurangan zat kapur di usia 6 bulan, ISK diusia 8
bulan, flek/ TB paru di usia < 1 tahun.
e. Riwayat Hospitalisasi
Klien sebelumnya pernah dirawat di PKU Bantul dengan ISK
f. Riwayat Injury
Klien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan
g. Riwayat Alergi

23
Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat
dan makanan
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar :
Hepatitis : 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan)
BCG : 1 kali (2 minggu)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Campak : 1 kali
i. Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan ISK usia 8 bulan, terapi pijat dan ekstra zat
kapur usia 6 bulan, TB paru usia <1 tahun.

4) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Personal sosial
Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka
ditinggal sendiri
b. Motorik halus
Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-
coret pada usia 1,5 tahun. Saat ini klien senang bermain boneka dan
menyusun lego
c. Motorik kasar
Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi
d. Bahasa
Anak dapat mengucapkan 1-3 kata namun tidak membentuk kalimat.

5) Riwayat Keluarga
a. Status ekonomi
Status ekonomi keluarga anak menengah kebawah, penghasilan Rp
700.000,00. Pembiayaan pengobatan dengan jamkesmas.
b. Lingkungan rumah

24
Ibu klien mangatakan rumah klien 9x6 meter lantai ubin, tembok,
atap genteng,ventilasi baik, septic tank 6 m dari sumber air. Letak
rumah berdekatan dengan tetangga, terdapat sungai didekat rumah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang
mengalami penyakit kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada riwayat
hipertensi, penyakit jantung, DM, dan penyakit menular lain.

6) Pola Kesehatan Fungsional


a. Aspek Fisik-biologis
1. Pola Nutrisi
Selama sakit anak makan nasi 3x sehari, klien menghabiskan diet
yang diberikan. Nafsu makan anak meningkat selama dirawat.
Klien minum susu dan air putih sampai 1,5 liter dan mulai
dibatasi minumnya.
2. Pola Eliminasi
Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi
6x sehari warna dan bau khas. Klien BAB setiap hari sekali
konsistensi lunak warna kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3
hari sekali.
3. Pola Aktivitas
Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan
karena nyeri sendi, aktivitas sudah mulai meningkat.
4. Kebutuhan Istirahat
Klien tidur malam dengan nyenyak 8 jam dan tidur siang 1-2 jam.
7) Aspek Persepsi dan Psikososial orang tua
a. Persepsi Orang tua
Ibu klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit SLE
yang diderita anaknya, namun belum mengetahui cara
perawatannya
b. Psikososial Orang tua

25
Kecemasan orang tua sudah mulai berkurang karena kondisi
anaknya mulai membaik
8) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
KU : Sedang, composmentis
TTV : Suhu : 37oC
Nadi : 130x/menit
Resp : 32x/menit
Antropometri : BB : 12 kg TB : 88 cm LK : 45 cm
LLA :15 cm SG : Baik

b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal


1. Kepala
Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat,
tidak tampak kemerahan/ butterfly rash, tidak ada alopesia,
konjungtiva agak anemis, mulut bersih, mukosa lembab.
2. Integumen
Sisa bintik- bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai
tungkai, turgor baik,CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam
3. Thorax
Paru-paru
Inspeksi : ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri
dan batuk, tidak ada retraksi
Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri. Suara
resonan pada intercosta 1-5 dada kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa
abnormal, taktil fremitus simetris
Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor

Jantung

26
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis
normal
Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal
Auskultasi: S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising
jantung.
4. Abdomen
Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada
asites.
Auskultasi: Terdapat bising usus normal
Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran
lain
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
5. Genitalia
Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche
6. Ekstermitas
Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang
teraba dingin, palmar kadang pucat
Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak
(-)

9) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kimia darah (14 september 2013)
No Pemeriksaan Hasil Satuan
1. SGOT/AST 39 u/L
2. SGPT/ALT 33 u/L
3. BUN 7.8 Mg/dL
4. Creatine 0.30 Mg/dL

b. Pemeriksaan darah lengkap (14 september 2013)


No Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan

27
Rujukan
1 WBC 17,37 3,6-11 103/uL
2 RBC 2,90 3,6-5,2 106/uL
3 HGB 8,5 11,7-15,5 g/dL
4 HCT 28,0 32-47 %
5 MCHC 30,4 32-36 fL
6 RDW 23,1 11,5-14,5 g/dL
7 HDW 3,05 2,2-3,2 %
8 EOS% 4,6 1-3 g/dL
9 LUC% 5,2 0-4 %
10 Neutrofil # 11,11 1,9-8 103/uL
11 Leukosit # 0,9 0-0,4 103/uL

c. Pemeriksaan urine (12 september 2013)


Sel Silinder
Leukosit pucat 1-2 Hialin 0
Gliter cell 0 Granuler 0
Leukosit gelap 0-1 Epitel 0
Eritrosit 0 Eritrosit 0
Ep tubuli 0 Leukosit 0
Ep. Vesika urine 3-4 Kristal 0
Ep vagina 0 Ca-oksalat 0
Ep uretra 0 Tn fosfat 0
Asam urat 0

10) Pemeriksaan imunologi (11 september 2013)


Komponen Hasil Nilai normal Metode
ANA test 44,85 UI/ml <23 IU/ml ELISA

28
11) Program terapi
a. Protokol SLE fase akut:
Obat Dosis Waktu Rute
Metil prednisolone 360 mg/hari 5 hari IV
30mg/kg BB/ hari
Prednison 12 mg/hari 7 hari Oral
0,5-2mg/kg BB/hari 1-1-0,5
tablet
b. Transfusi WBC Gol AB 150 cc 6 September 2013 (Hb 4,6 gr/dL)

3.2 Analisis Data


Nama Klien : An. L Tanggal : 17 Juni 2022
Usia : 3 tahun Jam : 10.00 WIB
Data Masalah Penyebab
DS : Gangguan penurunan
- Ibu klien mengatakan anak sering perfusi komponen
tampak pucat jaringan seluler yang
DO : diperlukan untuk
- Hb 8,5 gr/dL pengiriman
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi oksigen / nutrisi
WBC ke sel
- CRT 2”
- N : 130x/menit R: 32x/menit
- Wajah dan konjungtiva agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
DS : Resiko Prosedur invasif
- Ibu klien mengatakan anak dipasang infeksi
infus sejak masuk RS tanggal 5

29
September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir
diganti pada tanggal 16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC N: 130x/menit R:
32x/menit
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
DS : Intoleransi Nyeri pada
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau aktivitas persendian
berjalan karena nyeri sendi tungkai
DO :
- Anak tampak sering tiduran, digendong
atau hanya di tempat tidur saja
- WBC : 17,3x103 / uL
DS : Kurang Kurang terpapar
- Ibu klien mengatakan hanya mengetahui pengetahuan informasi
anak menderita kelainan imun dan belum orang tua tentang
mengetahui perawatan anak SLE perawatan SLE
DO :
- Ibu klien tampak tidak paham dengan
perawatan SLE
- Pendidikan terakhir SLTP

30
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Klien : An. L Tanggal : 17 Juni 2022
Usia : 3 tahun Jam :10.00 WIB
No Diagnosis Keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi jaringan b.d 17 Sept 2013 jam 10.00 1. Observasi TTV, warna kulit,tingkat 1. Memberi informasi keadekuatan
penurunan komponen seluler Setelah diberi asuhan kesadaran dan keadaan ekstermitas perfusi jaringan
yang diperlukan untuk keperawatan selama 3x24 2. Atur posisi semi fowler 2. Pengembangan paru akan lebih
pengiriman oksigen / nutrisi ke anemia klien dapat teratasi 3. Kelola pemberian transfusi WBC maksimak sehingga pemasukan
sel d.d dengan kriteria : bila perlu oksigen lebih adekuat
DS : 1. TTV normal 4. Jadwalkan aktivitas –istirahat 3. Mengurangi kerja jantung dan
- Ibu klien mengatakan anak 2. Hb 10-14 gr/dL cukup dengan melibatkan klien paru-paru
sering tampak pucat 3. CRT<2” dalam penjadwalan 4. Mengurangi risiko kelelahan yang
DO : 4. Konjungtiva, kulit, 5. Anjurkan anak makan makanan membutuhkan supply oksigen dan
- Hb 8,5 gr/dL ekstermitas tidak pucat yang meningkatkan Hb energy lebih banyak
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL 5. Akral teraba hangat 5. Sayuran hijau dan daging
dengan transfusi WBC meningkatkan kadar Hb dalam
- CRT 2” darah
- Wajah dan konjungtiva

31
agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
2. Risiko infeksi b.d prosedur 17 Sept 2013 jam 10.00 1. Kaji tanda-tanda infeksi tiap 24 1. Mencegah timbulnya infeksi
invasif d.d Setelah dilakukan asuhan jam sekali dini
DS : keperawatan selama 3 x 24 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 2. Perubahan TTV menunjukkan
- Ibu klien mengatakan jam tidak terdapat tanda- jam sekali terjadinya infeksi atau
anak dipasang infus sejak masuk tanda infeksi dengan gangguan homeostatis
3. Ganti threeway dan GV tiap 3 hari
RS tanggal 5 September 2013 kriteria hasil: 3. Mengurangi risiko infeksi
sekali
- Ibu klien mengatakan IV 1. Tidak muncul tanda- prosedur invasif
4. Anjurkan untuk menjaga
line terakhir diganti pada tanggal tanda infeksi (kalor, 4. Kebersihan daerah threeway
kebersihan daerah threeway
16 september 2013 dolor, rubor dan functio mencegah kontaminasi bakteri
DO : laesa)
- Suhu : 37oC
2. Tanda-tanda vital
- WBC : 17,3x103 / uL
dalam batas normal
- ANA test : 44,85 IU/mL
(Suhu 36,5 – 37,5 C,
- Hb 8,5 gr/dL
Nadi 70 – 110)
- Terpasang IV line three
way
3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri 17 September 2013 jam 1. Kaji rentang aktivitas yang dapat 1. Mengetahui tingkat intoleransi

32
pada persendian d.d 10.00 dilakukan anak anak
DS : Setelah diberi asuhan 2. Berikan latihan gerak sesuai 2. Mencegah timbulnya kekakuan
- Ibu klien mengatakan keperawatan selama 3x24 toleransi dan kelemahan sendi
anak tidak mau berjalan karena jam anak dapat beraktivitas 3. Anjurkan untuk mengubah posisi 3. Melancarkan peredaran darah dan
nyeri sendi tungkai sesuai toleransi dengan dan tidak malas bergerak mempercepat peningkatan
DO : kriteria : 4. Kelola pemberian Metil aktivitas
- Anak tampak sering - Nyeri sendi berkurang Prednisolon 360 mg dan 4. Kortikosteroid menurunkan
tiduran, digendong atau hanya di - TTV normal sesudah Prednison 12 mg artritis
tempat tidur saja beraktivitas
- WBC : 17,3x103 / uL - ADL terpenuhi sesuai
toleransi anak
4 Kurang pengetahuan orang tua Selasa, 17 September 2013 1. Tentukan tingkat pengetahuan dan 1. Menentukan kebutuhan belajar
berhubungan dengan kurang jam 11.00 WIB kesiapan belajar keluarga klien. klien
terpapar informasi tentang Setelah dilakukan asuhan 2. Gali pengetahuan klien tentang 2. Mengetahui tingkat pengetahuan
perawatan SLE di tandai keperawatan selama 1x20 proses penyakit klien tentang proses penyakit
dengan : menit keluarga klien paham 3. Jelaskan definisi, tanda gejala dan 3. Definisi dasar memberikan
DS : perawatan klien selama proses penyakit pada keluarga. gambaran umum tentang penyakit
dirumah denan kriteria hasil 4. Jelaskan tentang cara perawatan SLE
- Ibu klien mengatakan
yang harus dilakukan ketika 4. Perawatan yang benar dapat
hanya mengetahui anak

33
menderita kelainan imun dan : dirumah meningkatkan risiko kekambuhan
belum mengetahui perawatan 1. Keluarga klien mampu 5. Kaji ulang informasi tentang anak
anak SLE menyebutkan definisi, definisi, tanda gejala dan proses 5. Meyakinkan terserapnya
DO : tanda gejala dan proses penyakit. Dorong untuk bertanya. informasi yang diberikan
penyakit dari SLE 6. Kaji ulang informasi tentang cara 6. Redemonstrasi meningkatkan
- Ibu klien tampak bngung
perawatan yang harus dilakukan tingkat kepahaman klien
dengan pertanyaan tentang 2. Keluarga klien mampu
ketika dirumah
perawatan SLE menyebutkan 5 dari 10
- Tingkat pendidikan SLTP macam perawatan klien
selama dirumah

34
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Dx
Kegiatan Evaluasi
Kep.
1. Selasa, 17 Juni 2022 S : keluarga klien menyatakan anak
Jam 10.00 wib tidak demam
Memonitor tanda-tanda vital O : Suhu tubuh :37 oC
Nadi : 130x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam Sekali
Selasa, 17 Juni 2022 S : Ibu klien mengatakan nafsu
Jam 12.00 makan anak meningkat
Menganjurkan makan makanan O : Ibu tampak mengerti dengan
yang meningkatkan kadar Hb anak anjuran perawat
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Periksa kadar Hb
Selasa, 17 Juni 2022 S : keluarga klien menyatakan anak
Jam 15.00 wib tidak demam
Memonitor tanda-tanda vital O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 100x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam
Sekali
Rabu 18 Juni 2022 S : keluarga klien menyatakan anak
Jam 6.00 WIB tidak demam
Memonitor TTV O : Suhu tubuh :36 oC
Nadi : 90x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4

35
jam
Sekali
Rabu 18 Juni 2022 S : keluarga klien menyatakan anak
Jam 15.00 tidak demam
Memonitor TTV O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 110x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam
Sekali
Kamis, 19 Juni 2022 S:-
Jam 10.00 O : Darah vena brachialis siap
Membentu menyiapkan spesimen untuk pemeriksaan darah rutin
darah vena A : Gangguan perfusi jaringan
P : Kaji hasil pemeriksaan
2 Selasa, 17 Juni 2022 S:-
Jam 10.00 O : Tidak ada tanda infeksi di
Mengkaji tanda infeksi daerah threeway
A : Risiko infeksi
P : Kaji setiap hari
Rabu, 18 Juni 2022 S : Ibu klien mengatakan paham
Jam 14.00 tentang menjaga kebersihan daerah
Menganjurkan menjaga kebersihan threeway
daerah threeway O : Daerah threeway tampak bersih
A : Risiko infeksi
P : Lakukan ganti lokasi threeway
setiap 3 hari
Kamis, 19 Juni 2022 S:-
Jam 10.00 O : Tidak ada tanda infeksi, tidak
Membantu mengganti threeway dan ada plebitis
balutan

36
A : Risko infeksi
P : Lakukan ganti threeway dan
balutan tiap 3 hari
3 Selasa, 17 Juni 2022 S :-
12.00 O : Prednison 1 tab masuk jam
Mengelola pemberian Prednison 12 12.00 rute oral
mg tablet A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
Selasa, 17 Juni 2022 S: Ibu klien mengatakan paham
14.00 dengan penjelasan perawat
Menganjurkan untuk meningkatkan O : Sendi tidak bengkak, anak
aktivitas gerak sendi tampak lebih aktif
A : Intoleransi aktifvitas
Rabu, 18 Juni 2022 S :-
06.00 O : Prednison 1 tab masuk jam
Mengelola pemberian Prednison 12 06.00 rute oral
mg tablet A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
Kamis, 19 Juni 2022 S :-
Jam 12.00 O : Prednison 1 tab masuk jam
Mengelola pemberian prednison 12 12.00 rute oral
mg A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
4 Selasa 17 Juni 2022 S : ibu klien mengatakan belum
Mengkaji tingkat pengetahuan ibu banyak tahu tentang perawatan SLE
klien tentang SLE dan O : Ibu lien tampak belum paham
perawatannnya dengan perawatan anak dengan

37
SLE
A : Kurang pengetahuan orang tua
P : Berikan informasi tentang
perawtan SLE
Selasa, 17 Juni 2022 S : Ibu klien mengatakan lebih
Memberikan informasi tentang paham dengan perawatan anak SLE
perawatan anak dengan SLE O : Ibu klien tampak lebih paham
A : Kurang pengetahuan orang tua
P : Evaluasi pengetahuan ibu klien

38
BAB IV
PENUTUP
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan dx medis Sistemik
Lupus Eritematosis didapatkan 4 diagnosis keperawatan yaitu :

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sel penyalur


oksigen dan nutrisi
2. Risikoinfeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri sendi
4. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Dari keempat diagnosis keperawatan di atas semua teratasi sebagian dan


melanjutkan tindkan keperawatan sampai tujuan tercapai seluruhnya.

4.2 Saran
Untuk perawat :
1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin
antara sesama perawat maupun tim kesehatan lain
2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan
asuhan keperawatan sesuai standar
3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah
kepada klien
Untuk praktikan :
1. Diharapkan mampu menerapkan teori yangsudah dipelajari dengan praktik
nyata di Ruang Melati 4 RSUP Dr Sardjito
2. Diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan yang singkat untuk
mendapatkan pembelajaran
3. Diharakan aktif bertanya kepada perawat maupun tim kesehatan lainnya
apabila ada hal yangbelum dimengerti

39
Untuk Keluarga Klien :
1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada
2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga
kesehatan

40
DAFTAR PUSTAKA

Askep SLE (Lupus Anak),https://pdfcoffe.com/askep-sle-lupus-anak-pdf-


free.html, diakses pada 18 Juni 2022.

41

Anda mungkin juga menyukai