Dosen pembimbing :
NAMA KELOMPOK :
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Lupus” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Anak
I. Selain itu,makalah ini disusun untuk memperluas ilmu tentang “Lupus”
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Oleh karena
itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan tentang Lupus.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
hormone, immunoglobulin intravena UV A- 1 fototerapi,
monoclonal antibody, dan transplasi sumsum tulang yang masih
menjadi penelitian para ilmuan.
1.2 Rumusan masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
6
Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik, seperti
siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan
terapi yang aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.
2.2 ETIOLOGI
1. Factor genetic.
Kejadian LES yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%)
dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi
LES pada keluarga penderita LES dibandingkan dengan control sehat
dan peningkatan prevalensi LES pada kelompok etnik tertentu,
menguatkan dugaan bhawa factor genetic berperan dalam pathogenesis
LES.
2. Factor hormonal.
LES merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan.
Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah
menopause.
3. Autoantibody.
Antibody ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada
nucleus sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut
seperti igG dan factor koagulasi.
4. Factor lingkungan.
Factor fisik/kimia.
- Amin aromatic
- Hydrazine
- Obat-obatan ( prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid,
feniton, penisilamin.)
Factor makanan.
- Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan.
- L-canavanine ( kensup dari elfalfa )
7
Agen infeksi.
- Restrovirus
- DNA bakteri/ endotoksin
Hormone dan estrogen lingkungan.
- Terpai sulih (HRT), pil kontrasepsi oral
- Paparan estrogen prenatal
Kecurigaan akan penyakit LES bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ
seperti:
8
7. Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindrom nefrotik.
8. Gastrointestinal: mual-muntah, nyeri abdomen.
9. Retikulo-endo organomegali
10. Hematologi: anemia, leucopenia, dan trombositopenia.
11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organic, myelitis
transfersa neuoropati cranial dan perifer.
2.4 PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus
eritematosus (SLE) menggunakan medikamentosa antara lain:
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
- Ibuprofen : 30-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis,
maksimal 2,4 gram per hari pada anak atau 3,2 g/hari pada
dewasa
- Natrium diklofenak : 100 mg per oral satu kali per hari
Kortikosteroid
- Prednison : 0.5 mg/kg/hari
- Metil prednisolon : 2-60 mg dalam 1-4 dosis terpisah
- Peningkatan dosis harus melihat respon terapi dan penurunan
dosis harus tappering off.
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) non-biologis :
- Azathioprin (AZA) : 1-3 mg/kg/hari per oral, dihentikan bila
tidak ada respon dalam 6 bulan
- Siklofosfamid (CYC) : dosis rendah 500 mg IV setiap 2 minggu
sebanyak 6 kali, atau dosis tinggi 500-1000 mg/m2 luas
permukaan tubuh setiap bulan sebanyak 6 kali
- Mikofenolat mofetil (MMF) : 2-3 gram/hari selama 6 bulan
dilanjutkan 1-2 gram/hari.
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) biologis:
- Rituximab : 1 gram IV dibagi menjadi dua dosis dengan jarak 2
minggu [1,2,5]
Tata laksana pasien dengan SLE bergantung pada derajat keparahan
penyakit yang dibagi menjadi:
9
1. Ringan:
Secara klinis tenang, tidak ada keterlibatan organ yang mengancam
nyawa, fungsi organ normal atau stabil. Misalnya SLE dengan
manifestasi kulit dan artritis
Pilihan penatalaksanaan : penghilang nyeri (paracetamol, OAINS),
kortikosteroid topikal, klorokuin atau hidroksiklorokuin, kortikosteroid
dosis rendah, tabir surya.
2. Sedang
Manifestasi klinis yang lebih serius yang bila tidak ditangani dapat
menyebabkan kerusakan jaringan kronis. Misalnya bila ditemukan
nefritis ringan hingga sedang, trombositopenia, dan serositis.
Pilihan penatalaksanaan : metil prednisolon atau prednisone, AZA atau
MTX atau MMF, hidroksiklorokuin.
3. Berat
Terdapat ancaman kerusakan organ berat hingga kehilangan nyawa,
merupakan bentuk terparah dari SLE dan membutuhkan imunosupresi
yang poten. Misalnya ditemukan gejala endokarditis, hipertensi
pulmonal, vaskulitis berat, keterlibatan neurologi, anemia hemolitik, dll.
1. Pemeriksaan darah.
Leukopeni/limfopeni, anemia, trombositopenia, LED meningkat.
2. Imunologi.
- ANA ( antibody anti nuclear )
- Antibody DNA untai ganda (ds DNA) meningkat.
- Kadar komplemen C3 dan C4 menurun.
- Tes CRP (C- reactive protein) positif
3. Fungsi ginjal.
- Kreatinin serum meningkat.
- Penurunn GFR.
- Protein uri ( ‹ 0,5 gram per 24 jam )
- Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular.
4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus.
10
- APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma
normal.
5. Serologi VDRL ( sifilis )
- Pemberian hasil positif palsu.
6. Tes vital lupus.
- Adanya pita fg 6 yang khas atau deposit ig M pada
persambungan dermo-epidermis pada kulit yang terlibat dan
yang tidak.
2.6 PATOFISIOLOGI.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.
11
2.7 WOC
SLE
Gangguan
Citra tubuh
12
BAB III
KASUS
DI RS ...................
Kasus
Seorang prempuan bernama Ny.S usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya
kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari dan kurang nafsu makan.
Saat dikaji pasien mengatakan malas untuk melakukan ibadah. Pada pemeriksaan
fisik diperolah ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan pada siku, lesi pada
daerah leher, malaise. Pasien mengatakan terdapat sariawan pada mukosa mulut.
Pasien ketika bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan menutupi wajahnya
dengan masker. Tekanan darah 110/80mmHg, RR 20x/mnt, Nadi 90x/mnt Suhu
38,5 ºC, Hb 11 gr/dl, WBC 15.000/mm
13