Anda di halaman 1dari 5

ETIK DALAM KEPERAWATAN PALIATIF

1. Pengertian
Etik atau ethics berasal dari bahasa yunani yaitu ethos, yang artinya ada, kebiasaan,
perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus Webster, etik adalah suatu ilmu
yang mempelajari tentang apa yang baik secara moral. Dari pengertian di atas, etika
adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia
hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan atau prinsip – prinsip
yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : baik dan buruk dan kewajiban dan
tanggung jawab.
Dalam memberikan perawatan pelayanan pada individu, keluarga atau
komunitas perawat sangat memerlukan etika keperawatan yang merupakan filsafat
yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasar terhadap pelaksanaan
praktik keperawatan, dimana inti dari falsafah tersebut adalah hak dan martabat
manusia.

2. Prinsip – Prinsip Etik Keperawatan


1) Beneficence (kemurahan hati/berbuat baik)
Adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaika yang menguntungkan klien dan
menghindari perbuatan yang merugikan atau membahayakan klien. Prinsip ini
sering kali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan.
Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien,
tetapi dengan meningkatnya teknologi dalam sistem asuhan kesehatan, dapat juga
merupakan resiko dari suatu tindakan yang membahayakan.
2) Justice (keadilan)
Menurut Beauchamp dan Childress adalah mereka yang sederajat harus
diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakuan secara tidak
sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan
kesehatan mereka yang sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan
dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang
besar maka menurut prinsip ini, ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang
besar pula. Kegiatan alokasi dan distribusi sumber ini memungkinkan dicapainya
keadilan dalam pembagian sumber asuhan kesehatan kepada klien secara adil
sesuai kebutuhan.
3) Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebesan untuk
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih.
Masalah yang muncul dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi klien yang dipengaruhi dalam banyak hal seperti : tingkat
kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya
informasi dll.
4) Non – maleficienci (tidak merugikan )
Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan psikologis pada
klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkwaiban jika melakukan suatu
tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain.
5) Veracity(kejujuran)
Menurut Veatch dan Fry didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya
dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan
klien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara
perawata – klien. Perawat sering tidak memberitahukan pada klien yang sakit
parah. Namun penelitian pada klien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa
klien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur.
6) Fidelity (ketaatan)
Didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada
suatu kesepakatan. Tanggng jawab dalam konteks hubungan perawat – klien
meliputi tanggung menjaga janji, mempertahakan konfidensi, dan memberikan
perhatian atau kepedulian dalam hubungan antar manusia, individu cenderung
menempati janji dan tidak melanggar, kecuali ada alasan demi kebaikan.
Pelanggaran terhdap konfdensi merupakan hal yag serupa, terutama bila
pelanggaran terseut merupakan pilihan tindakan yang lebih baik daripada jika
tidak dilanggar.
Kesetiaan perawat terhadap janji janji tersebut mungkin tidak mengurangi
penyakit atau mencegah kematian, tetapi akan mempengaruhi kehidupan klien
serta kualitas kehidupannya.
Salah satu cara untuk menerapakan prinsip dalam menepati janji adalah
dengan memasukkan ketaatan dalam tanggung jawab. Untuk mewujudkan hal ini,
perawat haru selektif dalam mempertimbangkan informasi apa yang perlu dijaga
konfidensinya dan mengetahui waktu yang tepat untuk menepati janji sesuai
hubungan perawat –klien.
Peduli pada klien merupakan salah satu aspek dari prinsip keperawatan. Peduli
pada klien merupakan komponen paling penting dari praktik keperawatan,
terutama pada klien dalam keadaan terminal. Rasa kepedulian perawat di
wujudkan dalam memberi keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap
baik pada klien, memberikan kenyamanan, dan menunjukan kemampuan
professional.
7) Confidentality (kerahasiaaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien
harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orang
pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien dengan
bukti pesetujuannya.

3. Hal – hal yang harus mendapat perhatian dalam hal etika perawatan paliatif
1) Persetujuan tindakan terapi (informed consent)
Semua isi dalam bab ini menganggap pasien telah memberikan persetujuan
tindakan terapi. .Kegagalan untuk mendapatkan persetujuan adalah risiko klaim
malpraktik. Seorang dokter harus memberikan informasi tentang risiko,
keuntungan, dan alternatif untuk pengobatan tertentu dengan cukup detil sehingga
orang yang mampu dapat mengandalkan informasi tersebut untuk mengambil
keputusan. Perawatan paliatif memerlukan perhatian khusus untuk persetujuan
karena adanya taruhan emosional yang tinggi, dan pasien sedang dalam kondisi
.yang baik untuk mendengarkan. Masih terdapat perdebatan etis yang serius di
masyarakat tentang perawatan paliatif pada penyampaian kebenaran pada akhir
kéhidupan. 33 Praktisi yang memilih untuk melindungi pasien dari fakta-fakta
yang berat harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu adalah keputusan yang
matang dan hati-hati.
2) Memberi harapan palsu
Tenaga kesehatan seringkali merasa tidak tega untuk menyampaikan fakta yang
sebenarnya kepada penderita dan keluarga sehingga memberikan harapan yang
berlebihan, bahkan harapan palsu. Penderita dan keluarga berhak untuk
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam
menyampaikan berita tersebut, dokter perlu mempertimbangkan keadaan
psikologis penderita. Namun pada prinsipnya dokter tidak berhak
menyembunyikan informasi yang perlu diketahui oleh penderita.
3) Tindakan diskriminatif
Prognosis yang buruk untuk penyakit penderita seringkali dijadikan alasan untuk
tidak memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada penderita. Seringkali, haI-
hal yang sangat ’ mengganggu bagi penderita kanker lanjut seperti rasa nyeri,
tidak terlalu diperhatikan dan pengobatan diberikan dari jarak jauh. Padahal,
kehadiran tenaga kesehatan pada saat-saat ini sangatlah diperlukan untuk
rr‘wemberikan rasa aman bagi penderita.
4) / Tidak resusitasi
Bila terjadi keadaan yang membutuhkan dokter untuk melakukan resusitasi,
seringkali halangannya adalah kehendak penderita agar dirinya tidak diresusitasi.
Dalam hal ini, sebaiknya masalah resusitasi tidak diputuskan oleh dokter seorang,
tetapi dibicarakan terlebih dahulu dengan penderita dan keluarga.
5) Eutanasia aktif
Penyakit kanker stadium lanjut seringkali menyebabkan penderita mengalami
ketidaknyamanan yang amat sangat sehingga penderita menjadi putus asa dan
ingin mengakhiri hidupnya. Penderita akan meminta tenaga kesehatan untuk
mengakhiri hidupnya atau setidaknya mempercepat kematian. Di Indonesia,
eutanasia ini bertentangan dengan etika. ‘3
6) Mengakhiri dan menghentikan perawatan sebagai eutanasia pasif
Kapan dan bagaimana berhenti melakukan perawatan kuratif agresif adalah isu
etis yang vital. Pertanyaan etisnya adalah bagaimana untuk mendefinisikan
persyaratan yang siapa yang boleh membuat keputusan untuk menghentikan
perawatan dan kapan serta bagaimana keputusan itu diambil.
7) Dokter memutuskan siapa yang kompeten untuk mengambil keputusan
Hanya pasien yang memiliki. kemampuan untuk mengambil keputusanlah yang
dapat memberikan persetujuan. Kemampuan untuk mengambil keputusan
didefinisikan sebagai "kemampuan individu untuk memahami manfaat yang
aignifikan, risiko, dan alternatif untuk diusulkan kesehatan dan untuk membuat
dan mengkomunikasikan keputusan kesehatan". Dokter memiliki hak dan
tanggung jawab untuk menentukan apakah pasien memiliki kompetensi tersebut.
Ini adalah kewajiban hukum dari dokter dan kewajiban tugas kepada pasien.
Dalam praktiknya, etika dan konsultasi kejiwaan dapat membantu membentuk
keputusan, dan terdapat peluang untuk diskusi sensitif dengan anggota keluarga.
Jika anggota keluarga tidak setuju, mereka harus membawa keprihatinan mereka
untuk disahkan oleh hakim pengadilan.
8) Pasien yang kompetenlah yang berhak mengambil keputusan setelah mendapat
informasi yang cukup
Orang dewasa yang kompeten memiliki hak yang tak terbatas untuk menolak
perawatan medis dan untuk mengundurkan diri dari perawatan. Pasien yang
kompeten tidak harus sakit parah untuk menolak perawatan. Keputusan tidak
harus masuk akal bagi tim medis atau berada dalam kepentingan terbaik pasien.
Keluarga tidak harus setuju dan, kecuali pasien masih kecil, bahkan tidak
memiliki hak hukum untuk tahu. Dalam beberapa yurisdiksi, terdapat istilah
pengecualian untuk "dewasa remaja" sehingga sejumlah anak di bawah umur bisa
mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri. Kewajiban hukum dokter adalah
untuk menginformasikan kepada pasien secara penuh, memastikan bahwa
konsekuensi dan risiko telah dipahami, dan kemudian menghormati instruksi
pasien atau merujuk pasien ke dokter lain yang mau melakukan instruksi pasien.
9) Komgman ponderita dan warisan
Tanaga kesehatan seringkali kurang memperhatikan keinginan pendants yang
menghadapi kematian. Penderita seringkali ingun untuk didampingi oleh keluarga
dan penasehat agamanya don ngin dilaksanakan upacara ritual sesuai dengan
agamanya. Same halnya dengan keinginan untuk menulis surat warisan hendaknya
sedapat mungkin dipenuhi.

Anda mungkin juga menyukai