Anda di halaman 1dari 13

EMPAT PILAR DALAM MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESSIONAL (MPKP)

1. Pilar I : Pendekaran Keperawatan Manajemen


Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen sebagai pilar
praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu pendekatan manajemen
terdiri dari :
A. Perencanaan
Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah
diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan
dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Kegiatan perencanaan dalam praktik keperawatan profesional
merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan
sehingga mutu pelayanan bukan saja dapat dipertahankan tetapi juga dapat terus
meningkat sampai tercapai derajat tertinggi bagi penerima jasa pelayanan itu sendiri.
Jenis perencanaan dalam model praktik keperawatan profesional terdiri dari
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka
panjang adalah perencanaan strategis yang disusun untuk 5 hingga 10 tahun kedepan.
Rencana jangka menengah disusun untuk kurun waktu 1 hingga 5 tahun kedepan
sedangkan rencana jangka pendek disusun untuk kurun waktu 1 jam hingga 1 tahun.
Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam ruangan MPKP meliputi perumusan
visi, misi, filosofi dan kebijakan. Selain itu, untuk jenis perencanaan yang diterapkan
adalah rencana jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan dan
tahunan.
1) Rencana Jangka Pendek
Rencana jangka pendek yang diterapkan dalam ruangan MPKP meliputi rencana
harian, bulanan dan tahunan. Rencana harian adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat (kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana) sesuai dengan perannya
dan dibuat untuk setiap jadwal dinas. Isi dari kegiatan tersebut disesuaikan dengan
peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan jaga dilakukan dan
dilengkapi lagi saat dilakukan operan dan preconference.
Rencana harian kepala ruangan meliputi asuhan keperawatan, supervisi ketua tim
dan perawat pelaksana serta melakukan supervisi terhadap tenaga selain perawat dan
melakukan kerjasama dengan unit lain yang terkait. Sedangkan rencana harian ketua
tim meliputi penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien oleh tim yang menjadi
tanggung jawabnya, melakukan supervisi perawat pelaksana, berkolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lain serta alokasi pasien sesuai dengan perawat yang
berdinas. Rencana harian perawat pelaksana berisi tindakan keperawatan untuk
sejumlah pasien yang dirawat pada jadwal dinasnya.
2) Rencana Jangka Menengah
Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh kepala
ruangan dan ketua tim. Rencana bulanan yang dibuat oleh kepala ruangan adalah
melakukan evaluasi hasil keempat pilar MPKP pada akhir bulan dan berdasarkan
evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut untuk
meningkatkan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan kepala
ruangan adalah membuat jadwal dan memimpin case conference, membuat jadwal
dan memimpin pendidikan kesehatan untuk kelompok keluarga, membuat jadwal
dinas, membuat jadwal petugas untuk terapi aktivitas kelompok (TAK), membuat
jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan, membuat jadwal supervisi dan penilaian
kinerja ketua tim serta perawat pelaksana, melakukan audit dokumentasi dan
membuat laporan bulanan. Sedangkan rencana bulanan yang dilakukan ketua tim
adalah melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh tim
nya. Kegiatan rencana bulanan ketua tim meliputi mempresentasikan kasus dalam
case conference, memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga serta
melakukan supervisi perawat pelaksana.
3) Rencana Jangka Panjang
Rencana tahunan hanya dilakukan oleh kepala ruangan yaitu dengan melakukan
evaluasi kegiatan di dalam ruangan MPKP selama satu tahun dan menjadikannya
acuan rencana tindak lanjut dan penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana
kegiatan tahunan yang dilakukan oleh kepala ruangan MPKP adalah membuat
laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik proses kegiatan empat pilar
MPKP serta evaluasi mutu pelayanan, melaksanakan rotasi tim, melakukan
pembinaan terkait dengan materi MPKP khusus kegiatan yang memiliki pencapaian
rendah dan hal ini bertujuan untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai
MPKP bahkan meningkatkan dimasa mendatang.
Hal lain yang dilakukan adalah kepala ruangan melakukan pengembangan
sumber daya manusia dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karier perawat,
rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan membuat jadwal perawat
untuk mengikuti pelatihan. Perencanaan jangka panjang juga membahas ketenagaan
yang dibutuhkan di ruang MPKP. Perencanaan yang baik mempertimbangkan
klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan
keperawatan, jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah
tenaga keperawatan. Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam
menganalisis dan merencanakan.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah
menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar
praktik yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA (PPNI, 2012).
Standar praktik keperawatan yang ditetapkan yaitu :
Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien.
Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan
Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap
klien
Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang
berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan
Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan
dalam rencana asuhan keperawatan.
Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai
hasil akhir yang sudah ditetapkan.
2. Pilar II : Sistem Penghargaan
Proses ini meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan
staf. Dalam proses rekrutmen hal yang harus diperhatikan adalah menyepakati level MPKP yang
akan didirikan dan prioritas ruangannya. Dalam hal penyeleksian maka dilakukan telaah
dokumentasi, tes tertulis untuk semua pilar MPKP, tes wawancara kepada perawat dan dilakukan
presentasi visi, misi, dan kegiatan oleh calon kepala ruangan.
a. Proses Rekrutmen Tenaga Perawat di Ruang MPKP
Perekutan di ruang MPKP berfokus pada perekrutan perawat yang ada di rumah
sakit bukan mencari tenaga perawat baru dari luar rumah sakit. Dalam menentukan
perawat di ruang MPKP, perlu diketahui kategori ruang MPKP yang akan
dikembangkan. Ruang MPKP dikategorikan menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat
Profesional I, II, III, Pemula, dan Transisi. Proses perekrutan perawat di ruang MPKP
adalah sebagai berikut :
1) Seluruh perawat di rumah sakit harus menyepakati tingkat MPKP yang
akan dipilih, disesuaikan dengan sumber daya keperawatan yang ada di
rumah sakit tersebut, dan diharapkan minimal memilih tingkat MPKP
Pemula.
2) Setelah tingkat MPKP disepakati, Kepala Bidang Keperawatan melakukan
sosialisasi pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan para pejabat
struktural yang ada dirumah sakit untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan.
3) Kepala Ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada di
ruangan tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat yang
dibutuhkan dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi kriteria.
Kepala Ruangan memotivasi perawat di ruangannya yang memenuhi
kriteria untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir pendaftaran dan
biodata

Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang dibutuhkan


harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala Ruangan (KaRu), 26
Perawat Primer sebagai ketua tim, dan Perawat Pelaksana. Berdasarkan
pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM Bogor, perbandingan pasien
Ran perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu. Kriteria dari tiap tenaga
perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki latar belakang pendidikan
D3 Keperawatan. Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah
sebagai berikut:

a) Kepala Ruangan
1) Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada,
diperbolehkan D3 Keperawatan pada MPKP Pemula.
2) Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan
bekerja pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
3) Sehat jasmani dan rohani.

4) Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):


a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok
(TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5) Lulus tes tulis
6) Lulus wawancara
7) Lulus tes presentasi

b) Perawat Primer/Ketua Tim


1) Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer),
jika belum ada, D3 Keperawatan diperbolehkan pada
MPKP Pemula.
2) Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3
Keperawatan minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan
magang 3 bulan.
3) Sehat jasmani rohani
4) Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan. c)
Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas
kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5) Lulus tes tulis
6) Lulus tes wawancara
c) Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja di bagian kesehatan umum minimal 1 tahun
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara

b. Proses Seleksi Tenaga Perawat di Ruang MPKP


Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti
proses seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi:
1) Proses seleksi dimulai dari peninjauan dokumen untuk menetapkan perawat yang
memenuhi syarat menjadi Kepala Ruangan maupun Perawat Primer/Ketua Tim dan
Perawat Pelaksana (Asosiate).
2) Semua perawat yang memenuhi kriteria, dipanggil untuk tes tulis. Hasil tes tulis
menetapkan perawat pelaksana yang memenuhi kriteria dan calon ketua tim dan
kepala ruangan.
3) Perawat yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara.
4) Tahap selanjutnya adalah presentasi yang diikuti oleh perawat yang memenuhi
kriteria Karu dan Katim untuk memilih kepala ruangan dan ketua tim.
Tes tulis dilakukan oleh orang yang independen. Materi yang diujikan adalah
pengetahuan perawat terkait konsep MPKP. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan perawat tentang konsep MPKP. Jumlah yang lulus
disesuaikan dengan kebutuhan perawat di ruang MPKP dengan nilai yang tertinggi.
Wawancara dilakukan oleh Tim Rumah Sakit yang terdiri dari: bagian administrasi
dan bidang keperawatan dengan menggunakan pedoman wawancara.
Tes wawancara diikuti oleh calon Karu, Katim, dan Perawat Pelaksana. Tujuan
wawancara calon Karu dan Katim adalah mengetahui sejauh mana pengetahuan
mereka terhadap konsep manajemen, asuhan keperawatan, kemampuan
menyelesaikan konflik, motivasi, dan disiplin. Wawancara dengan calon Perawat
Pelaksana bertujuan mengetahui pengetahuannya terhadap pengelolaan asuhan
keperawatan, motivasi dan disiplin. Presentasi dilakukan oleh calon Karu dan Katim.
Tim penilai terdiri dari Konsultan, Bidang Keperawatan, Bagian Personalia,
Pimpinan Rumah Sakit. Presentasi berisi visi, misi dan program kerja serta sesuai
standar MPKP yang akan dijalankan jika terpilih jadi Karu. Kemudian semua nilai
direkapitulasi dan hasilnya dikonsulkan kepada Pimpinan Rumah Sakit untuk
menetapkan Kepala Ruangan.
Jika nama dan jumlah perawat telah ditetapkan sesuai dengan hasil tes, Pimpinan
Rumah Sakit membuat Surat Keputusan (SK) penempatan Perawat yang bekerja di
ruang MPKP. Sebelum perawat bekerja di ruang MPKP, mereka diminta untuk
membuat pernyataan akan kesediaannya bekerja dan mengembangkan ruang MPKP
serta menandatanganinya. Perawat diberi kejelasan tentang lingkup kerja dan
pengembangan karier.
3. Pilar III : Hubungan Profesional
Hubungan Profesional didefinisikan sebagai hubungan antara tim pemberi layanan
kesehatan (gillies,1994). Hubungan ini meliputi komunikasi profesional, bekerja sama secara tim
dan kemampuan dalam memimpin. Didalam ruangan MPKP hubungan profesional tersebut
diwujudkan dalam rapat tim keperawatan yang dilakukan minimal 1 (satu) bulan sekali dengan
durasi waktu minimal 1 (satu) jam dan dilakukan saat pertukaran dinas perawat pagi dengan sore.
Hal lain yang dilakukan untuk hubungan profesional ini adalah case conference (konferensi
kasus) yaitu tim kesehatan membahas salah satu kasus pasien yang terjadi di dalam ruangan
MPKP. Rapat tim kesehatan yang dilakukan antara dokter ruangan, kepala ruangan serta ketua
tim adalah sebagai salah satu alat terjalinnya hubungan profesional yang lebih baik.
a. Ronde Keperawatan
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan
keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu
metode untuk menggali dan membahas dan secara mendalam masalah keperawatan
yang terjadi kepada pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan
oleh PN/AN, konselor, kepala ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan
melibatkan secara langsung sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi
perawat dengan harapan dalam meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh dan berlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam
praktik perawatan. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh Ketua Tim dan atau konselor, Kepala Ruangan,
perawat pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan
(Nursalam, 2014).
Adapun kegiatan ini mempunyai karakteristik yang meliputi:
1) Pasien terlibat secara langsung
2) Pasien merupakan fokus kegiatan
3) Ketua tim dan konselor melakukan diskusi bersama
4) Konselor memfasilitasi kreatifitas
5) Konselor membantu mengembangkan kemampuan PN dan ketua tim dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Menurut Nursalam (2014), manfaat dari ronde keperawatan adalah :
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat tepenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4) Terjalin kerjasama antara tim kesehatan
5) Perawat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
Langkah-langkah Kegiatan Ronde Keperawatan

Keterangan :
Pra-ronde
1) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tidak teratasi dan masalah langka).
2) Menentukan tim ronde.
3) Mencari sumber atau literature.
4) Membuat proposal.
5) Mempersiapkan pasien :informed consent dan pengkajian.
6) Diskusi: Apa diagnosis keperawatan?, apa data yang mendukung?, bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan?, dan apa hambatan yang ditemukan selama
perawatan.
Pelaksanaan Ronde
1) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah
dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
2) Diskusi antar angota tim tentang kasus tersebut.
3) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
Pasca Ronde
1) Evaluasi, revisi dan perbaikan.
2) Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis, intervensi keperawatan
selanjutnya.

Peran Masing-masing Anggota Tim

1) Peran Perawat Primer dan Perawat Associate


 Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
 Menjelaskan diagnosis keperawatan.
 Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
 Menjelaskan hasil yang didapat.
 Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil.
 Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
2) Peran Perawat Konselor
 Memberikan justifikasi.
 Memberikan reinforcement
 Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan.
 Mengarahkan dan koreksi.
 Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.

4. Pilar IV : Manajemen Asuhan Keperawatan


Manajemen asuhan keperawatan terbagi atas asuhan keperawatan dan continuity care.
Asuhan keperawatan dilakukan saat pasien masih berada dalam ruangan keperawatan, sedangkan
continuity care dilakukan saat pasien sudah tidak berada di ruangan keperawatan, seperti di
rumah atau di rumah sakit rujukan.
a. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan
bukti dari segala macam tuntutan, yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan
hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe, kualitas dan
kuantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fisbach, 1991
dalam Priadi, 2010).
Tujuan Dokumentasi Keperawatan (Potter, 2006 dalam Priadi 2010)
a) Alat komunikasi anggota tim
b) Biling keuangan
c) Bahan pendidikan
d) Sumber data dalam menyusun NCP
e) Audit keperawatan
f) Dokumen yang legal g) Informasi statistik
h) Bahan penelitian
Prinsip-prinsip dokumentasi Keperawatan (Carpenito, 1991 dalam Priadi 2010)
a) Dokumentasi harus dilakukan segera setelah pengkajian pertama dilakukan,
demikian juga pada setiap langkah kegiatan keperawatan.
b) Bila memungkinkan, catat setiap respon pasien/keluarganya tentang
informasi/data yang penting tentang keadaannya.
c) Pastikan kebenaran setiap data data yang akan dicatat.
d) Data pasien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat, dalam
hal ini perawat mencatat apa yang dilihat dari respon pasien pada saat merawat
pasien mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
e) Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: adanya
perubahan kondisi atau munculnya masalah baru, respon pasien terhadap
bimbingan perawat.
f) Harus dihindari dokumentasi yang baku sebab sifat individu/pasien adalah unik
dan setiap pasien mempunyai masalah yang berbeda.
g) Hindari penggunaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap catatan yang
dicatat, harus disepakati atas kebijaksanaan institut setempat.
h) Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan
menggunakan pensil agar tidak mudah dihapus.
i) Untuk merubah atau menutupi kesalahan apabila terjadi salah tulis, coret dan
diganti dengan yang benar kemudian ditandatangani.
j) Untuk setiap kegiatan dokumentasi, cantumkan waktu tanda tangan dan nama
jelas penulis.
k) Wajib membaca setiap tulisan dari anggota lain kesehatan yang lain sebelum
menulis data terakhir.
l) Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap

Proses Dokumentasi Keperawatan

a) Pengkajian
b) Diagnosa Keperawatan
c) Perencanaan/intervensi
d) Pelaksanaan/implementasi
e) Evaluasi
Sistem pendokumentasian yang berlaku saat ini adalah SOR (Sources Oriented
Record) yaitu sistem pendokumentasian yang berorientasi kepada lima
komponen(lembar penilaian berisi biodata, lembar order dokter, lembar riwayat
medis/penyakit, catatan perawat, catatan dan laporan khusus).
a. Uraian Tugas
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas serta tanggung jawab yang
dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan. Pernyataan tertulis untuk semua
tingkat jabatan dalam satu unit yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab,
dan kualitas yang dibutuhkan.
1) Manfaat
a) Seleksi individu yang berkualitas
b) Menyediakan alat evaluasi
c) Menentukan budget
d) Penentuan fungsi departemen
e) Klasifikasi fungsi departemen
2) Lingkup Uraian Tugas
Uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, tidak lengkap
dan kadaluarsa. Penulisan uraian tugas yang sempurna dapat menjadi
aset dan dapat menggambarkan organisasi kerja yang memberikan
pandangan operasional secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa
uraian tugas telah dirancang dan dianalisa sebagai suatu bagian
integral dari pelayanan organisasi kerja. Dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, uraian tugas
adalah subyek perubahan. Perawat atau bidang manajer harus
memelihara agar pekerjaan tetap relevan dengan uraian tugas melalui
perbaikan secara periodik dan sistematis.
3) Klasifikasi Uraian Tugas
a) Administrasi: jadwal, permintaan dan pemeliharaan alat, uraian
tugas personil, klarifikasi tanggung jawab dan akuntabilitas.
b) Jaminan mutu: pengetahuan tentang standar, pengembangan staf,
peningkatan motivasi, membangun kerjasama tim, refleksi kasus.
c) Promosi: komunikasi, motivasi, pendidikan dan bimbingan.
d) Monitoring kinerja klinik: observasi, memeriksa dokumen,
diskusi/pecatatan.
e) Kepemimpinan: pengarahan, pelimpahan wewenang, dan
advokasi.
4) Prinsip-prinsip Uraian Tugas
a) Mengidentifikasi fungsi dan tugas yang telah ditetapkan
b) Membuat urutan tugas secara logis dan jelas
c) Mulai dengan kalimat aktif
d) Gunakan kata kerja

b. Pengelolaan Sentralisasi Obat


Sentralisasi obat adalah pengolahan obat dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengolahan sepenuhnya oleh perawat (Nursalam,
2014). Dalam teknik pengelolaan obat akan dilakukan sepenuhnya oleh perawat
dengan acuan sebagai berikut:
1) Penanggung jawab pengelola obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat mendelegasikan kepada staf yang ditunjukkan.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat serta
menandatangani surat persetujuan sentralisasi obat.
3) Penerimaan Obat
 Obat yang telah diresepkan ditunjukan kepada perawat dan obat yang
telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada parawat dengan menerima
lembar serah terima.
 Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan
sediaan dalam kartu kontol obat dan diketahui (ditandatangani) oleh
keluarga atau pasien dalam buku masuk obat, kemudian pasien dan
keluarga mendapat penjelasan tentang kapan/bilamana obat tersebut akan
habis.
 Pasien atau keluarga selanjutnya mendapat kartu kontrol obat.
 Obat yang telah diserahkan selanjutunya disimpan oleh perawat dalam
kotak obat (Nursalam, 2014).
4) Pembagian obat dan penyimpanan persediaan obat
 Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disiapkan untuk diberikan
pada pasien.
 Obat yang telah disiapkan selanjutnya diberikan oleh perawat dengan
terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter.
 Pada saat memberikan obat terlebih dahulu perawat menginformasikan
kepada pasien tentang macam, kegunaan obat, jumlah obat yang
diberikan dan efek samping. Usahakan tempat obat kembali ke perawat
setelah obat dikonsumsi/disuntikan.
 Mencatat kembali dalam buku/lembar pemberian obat setelah obat
diberikan kepada pasien.
 Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala
ruangan atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku
obat masuk. Obat yang hampir habis akan diinformasikan pada keluarga
dan kemudian akan dimintai resep (jika masih diperlukan) kepada dokter
penanggung jawab pasien.
 Lemari obat selalu diperiksa dengan keamanan mekanisme kunci,
penempatan obat dipisahkan antara obat oral (untuk diminum) maupun
obat injeksi maupun obat luar (Nursalam, 2014).
5) Penambahan obat baru
 Bilamana tedapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian obat maka informasi ini akan dimasukan
dalam buku / lembar pemberian obat.
 Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada pemberian obat dan kemudian
diinfomasikan pada keluarga (Nursalam, 2014).
c. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses dimana pasien mulai mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam
proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai
pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge planning
menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan tim atau memiliki tanggung
jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP,
2001).Perawat adalah salah satu anggota tim discharge planner, dan sebagai
discharge planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan
menggunakan data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah aktual dan
potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan
tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan.
Tujuan discharge planning adalah untuk memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan
memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association, 2008) dalam
Siahaan (2009). The royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009)
menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning adalah untuk
mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke
rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis
dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan
mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman
dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang
tertinggi kepada pasien, teman-teman dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktivitas perawtan diri.
Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkunganyang
lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah
beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden Hospital (2004) dalam
Siahaan (2009), yaitu :
1) Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-
sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan
ditempatkan pada satu tempat.
2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan
kualitas tinggi pada semua pasien
3) Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4) Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
5) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
6) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim
kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan terakhir disediakan dalam
bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika
menyusun discharge planning.

Keuntungan dilakukannya discharge planning adalah

Bagi Pasien:
1) Dapat memenuhi kebutuhan pasien
2) Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai bagian
yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
3) Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
4) Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support
sebelum timbulnya masalah.
5) Dapat memilih prosedur perawatannya
6) Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya.

Bagi Perawat:
1) Merasakan bahwa keahliannya diterima dan dapat digunakan
2) Menerima informasi kunci setiap waktu
3) Memahami perannya dalam sistem
4) Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru
5) Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara yang
berbeda.
6) Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif.

Adapun pelaksanaan Discharge Planning yang idealnya dilaksanakan:


1) Ketua Tim memberi Health Education (HE) pada pasien yang akan pulang
atau yang direncanakan pulang, meliputi: obat-obatan yang masih harus
diminum di rumah, diet, aktivitas, istirahat, kapan kontrol kembali dan dimana,
apa saja yang dibawa pulang dan hal-hal yang perlu diperhatikan pasien selama
di rumah.
2) Jika pasien pulang dengan meneruskan perawatan khusus, seperti perawatan
kateter atau perawatan luka, maka pasien dan keluarga dibekali pengetahuan
tentang perawatan kateter dan perawatan luka.
3) Selain memberikan penjelasan secara lisan, Ketua Tim juga memberikan kartu
discharge planning dan leaflet-leaflet lain yang berisi penjelasan yang
diperlukan.
4) Setelah pasien dan keluarga mendapatkan discharge planning, maka pasien
atau keluarga menandatangani format discharge planning sebagai bukti telah
mendapatkan discharge planning dari perawat.
d. Metode/Standar/Pedoman/Protap
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan dan mampu
dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Berdasarkan Clinical
Practice Guidline (1990), standar merupakan keadaan ideal atau tingkat pencapaian
tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal.
Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989) adalah untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi
perawat dari kelalaian 35 dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari
tindakan yang tidak terapeutik.
Standar Pelayanan Keperawatan merupakan standar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien. Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) berdasarkan kelompok penyakit: SAK bedah, SAK interna,
SAK Anak, SAK kegawatan dan lain-lain. Masing-masing kelompok SAK akan
dijabarkan sesuai dengan jenis kasus yang ada di suatu ruangan. Standar administrasi
merupakan standar yang berisikan kebijakan-kebijakan dari suatu rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Marquis, B.L dan Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan : Teori dan aplikasi,

edisi 4. Jakarta: EGC.

Sitorus, R. (2006) Model praktek keperawatan professional di Rumah Sakit: Penataan struktur dan

proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat. Jakarta: EGC.

Sitorus, R. & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen keperawatan di ruang rawat.

Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai