Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

“SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (LSE)”

Di Susun Oleh:
Putri Larasati (2114901059)

Preceptor Klinik
Preceptor Akademik

( Ns. Irna Syafitri, M.Kep )


( Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep )

Preceptor Akademik Preceptor Akademik

( Ns. Hidayatul Rahmi , M.Kep ) ( Ns. Willady Rasyid , M.Kep, Sp.Kep. M.B )

SIKLUS KMB (INTERNE)


RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji atas kebesaran Sang Khalik yang telah menciptakan alam
semesta dalam suatu keteraturan hingga dari lisan terpetik berjuta rasa syukur
kehadirat ALLAH SWT. Karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah
sehingga kami diberikan kesempatan dan kesehatan untuk dapat menyelesaikan
Laporan pendahuluan ini dengan judul “Systemic Lupus Erythematosus (LSE)”
yang merupakan tugas dalam siklus interne profesi keperawatan.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang diutus ke permukaan bumi ini menuntun manusia dari lembah
kebiadaban menuju ke puncak peradaban seperti sekarang ini. Kami menyadari
sepenuhnya,dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari tantangan dan
hambatan. Namun berkat usaha dan motivasi dari pihak-pihak langsung maupun
tidak langsung yang memperlancar jalannya penyusunan Laporan Pendahuluan ini
sehingga dapat kami susun seperti sekarang ini. Olehnya itu, secara mendalam
kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan motivasi yang diberikan
sehingga Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa hanya
kepada ALLAH SWT jugalah kita menyerahkan segalanya. Semoga makalah ini
dapat menjadi referensi dan tambahan materi pembelajaran bagi kita semua,
Aamiin Yaa Robb.

Padang, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
2.1 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian.................................................................................................3
2.2 Anatomi Dan Fisiologi.............................................................................4
2.3 Klasifikasi ................................................................................................8
2.4 Etiologi ....................................................................................................9
2.5 Patofisiologi ..........................................................................................11
2.6 Manifestasi klinis ..................................................................................11
2.7 Komplikasi ............................................................................................12
2.8 Pemeriksaan penunjang .........................................................................12
2.9 Penatalaksaan ........................................................................................14
BAB III Asuhan Keperawatan Teoritis
3.1 Pengkajian .............................................................................................18
3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................22
3.3 Intervensi................................................................................................23
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................28
4.2 Saran.......................................................................................................29
Daftar Pustaka.......................................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE)
merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis multisistemik. erempuan usia
reproduktif memiliki prevalensi yang paling tinggi. SLE memiliki manifestasi
klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Faktor
genetik, imunologis, hormonal serta lingkungan berperan penting dalam
patofisiologi SLE. Berdasarkan data Infodatin 2017, diperkirakan jumlah
pasien SLE di Indonesia mencapai 1.250.000 orang (Sari, 2017).
Di dunia, dilaporkan setiap tahun ditemukan lebih dari 100 ribu
penderita SLE baru. Di Inggris pada tahun 2012 prevalensi SLE mencapai 1
dari 1000 penduduk. Di Amerika Serikat insiden tahunan SLE sebesar 2-7,6
per 100.000 penduduk dan prevalensi sebanyak 19-159 kasus per 100.000
penduduk. Prevalensi SLE di Asia Pasifik diperkirakan antara 4,3-45,3 per
100.000 penduduk dengan insiden 0,9-3,1 kasus per 100.000 penduduk per
tahun (Sari, 2017).
Insidentahunan SLE di Inggris 4.91 per 100.000 penduduk
dengan prevalensi meningkat dari tahun 1999 sebesar 64.99 per 100.000
penduduk menjadi 97.04 per 100.000 penduduk pada tahun 2012.
Kejadian SLE pada wanita 6 kali lipat dibandingkan pria (Rees et al.,
2014). Laporan serupa dari Buenos Aires, prevalensi SLE sebesar 58.6
per 100.000 penduduk dengan kejadian pada wanita 4 kali lipat
dibandingkan pria. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta, dilaporkan kasus SLE 1.4%dari total kunjungan pasien
di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sedangkan di RS Hasan
Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE atau 10.5% dari total pasien
yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010 (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia,2016).

1
1. 2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep teori tentang Systemic Lupus
Erythematosus (SLE).
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan teoritis dengan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) : Pengkajian, Diagnosa
keperawatan, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau
serigala,sedangkan erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-
merahan. Istilah lupus erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani
kuno untuk menyatakansuatu penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang
disebabkan oleh gigitan anjing hutan.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi
autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatan kerusakan jaringan.
Penyakit lupus atau lupus eritematosus adalah penyakit autoimun kronis yang
dapat menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh, termasuk kulit, sendi,
ginjal, hingga otak. Lupus bisa dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering dialami
oleh wanita (Pane, 2020).
Lupus merupakan penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem
imun tubuh yang bekerja dengan keliru. Dalam kondisi normal, sistem imun
seharusnya melindungi tubuh dari serangan infeksi virus atau bakteri.
Sedangkan pada pengidap lupus, sistem imun justru menyerang jaringan dan
organ tubuh sendiri (Fadli, 2021).

3
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Sistem imun adalah sistem kompleks yang memberikan respons imun
(humoral dan selular)untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri,
virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuhdianggap “bukan bagian diri”.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini
akanmelindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asinglain dalam tubuh. Sebaliknya, jika
sistem kekebalan melemah maka kemampuannya melindungitubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demamdan flu, dapat berkembang dalam tubuh.Imunologi
berasal dari kata Imunitas yang berarti kekebalan tubuh.
Pengertian Imunolog iyaitu cabang ilmu yang mempelajari tentang
imunitas atau kekebalan tubuh dan reaksi alergi atausensitivitas terhadap
sesuatu. Imunologi juga berarti ilmu yang mempelajari kemampuan
tubuhuntuk melawan atau mempertahankan diri dari serangan
patogen atau organisme yangmenyebabkan penyakit.Tubuh memerlukan
imunitas atau kekebalan agar tidak mudah terhindar dari
seranganpenyakit yang dapat menghabat fungsi organ tubuh. Salah satu
bentuk dari imunitas yaitu adanyaantibodi yang dihasilkan oleh sel-sel
leukosit atau sel darah putih. Sel darah putih bekerja dengancara mengikat
dan kemudian menghancurkan sel-sel patogen atau penyebab
penyakit.Imunologi antara lain mempelajari antigen, antiobodi dan fungsi
pertahanan tubuh host yangdiperantarai oleh sel, terutama yg berhubungan
dengan imunitas terhadap penyakit, mempelajarireaksi biologis
hipersensitifitas, alergi dan penolakan benda asing. peranan fisiologi system
imunyang baik dalam keadaan sehat maupun sakit malfungsi system imun
pada gangguan imunologi

Organ Yang Terkait Sistem Imun


Berbagai organ sistem kekebalan tubuh bertanggung jawab untuk
melindungi tubuh dariparasit, bakteri, virus, infeksi jamur dan pertumbuhan
sel tumor. Sistem kekebalan tubuh terdiri dariorgan sistem kekebalan

4
tubuh, yang pada gilirannya terdiri dari beberapa sel yang
salingbergantung, yang membunuh tumor dan sel-sel parasit, menghancurkan
sel-sel virus yang terinfeksidan menelan bakteri. Organ-organ sistem
kekebalan tubuh membuat sel-sel, yang baik berkontribusidalam respon imun,
atau bertindak sebagai lokasi untuk fungsi kekebalan tubuh.Organ utama
dalam sistem kekebalan tubuh adalah sumsum tulang, timus, limpa dan
kelenjargetah bening

Fungsi dari Sistem Imun


Fungsi sistem imun dalam kehidupan yaitu :
- Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan.
- Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Anatomi Fisiologi –
Sistem Imunologi
- Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri,
virus, parasit, jamur,sel kanker, dll. Fungsi ini sangat penting,
karena harus bisa membedakan manakawan (bakteri yang
menguntungkan dan sel tubuh yang baik) mana lawan (virus,
bakterijahat, jamur, parasit, radikal bebas dan sel-sel yang

5
bermutasi yang bisa menjaditumor/kanker) dan mana yang orang
biasa (alergen, pemicu alergi) yang harus dibiarkanlewat.
- Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing itu
- Sistem Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu (rupa & rumus
kimiawi antibodiyang digunakan untuk mengalahkan mereka yang
disimpan didalam Transfer Factor tubuh)sehingga bisa dengan cepat
menolak serangan ulang di masa depan.
- Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan
menghancurkan danmenghilangkan mikroorganisme atau substansi
asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, sertatumor) yang masuk ke
dalam tubuh.
- Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan.
- Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit
merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel
mast).Sistem imun yang sehat adalah sistem imun yang
seimbang yang bisa meningkatkankemampuan tubuh dalam melawan
penyakit.

Macam-Macam Sistem Imun


Pertahanan lapis pertama: Pertahanan fisik (physical barrier)Ada 2 sistem
kekebalan tubuh yaitu Sistem kekebalan nonspesifik (alami) (innate
immunesystem) dan Sistem kekebalan spesifik (didapat/buatan/adaptif)
(learned/adaptive immune system
1) Sistem Kekebalan Non-spesifik (Kekebalan Alamiah)
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen
nonadaptif atau innate, atauimunitas alamiah, artinya mekanisme
pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenisantigen, tetapi
untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi
lahirdan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan
merupakan pertahanankhusus untuk antigen tertentu.Kekebalan alami
diperoleh ketika sakit; dimana antibodi tetap dalam darah

6
untukmencegah serangan lain penyakit yang sama. Jika tubuh terserang
suatu penyakit, misalnyacampak, tubuh akan membentuk antibodi untuk
melawan campak. Dibentuknya antibodi ini menyebabkan tubuh menjadi
kebal (imun) terhadap campak. Kekebalan (imunitas) terhadapsuatu
penyakit yang dimiliki tubuh tanpa perlakuan tertentu ini
dinamakan kekebalanalami/kekebalan perolehan (aquired immune).
Contoh kekebalan alami yang lain adalahkebalnya bayi terhadap
beberapa penyakit setelah menyusu pada hari pertama. Di dalam airsusu
ibu tersebut terkandung kolostrum yang kaya antibodi dan mineral.
Kekebalan bayi inibertahan beberapa hari sampai beberapa minggu
Macam- macam Pertahanan Lapis Pertama :
a) Kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahanan pertama
karena sifatnya yang impermeabel terhadap infeksi berbagai organisme.
b) Membran mukosa yang melapisi permukaan bagian dalam tubuh
mensekresi mukus untukmenjebak mikroba dan partikel asing lainnya
serta menutup jalur masuknya ke sel epitel.
c) Faktor mekanik seperti gerak silia, batuk, bersin, aliran air mata, saliva
dan urin juga turutberperan dalam perlindungan. Yang termasuk dalam
sistem kekebalan non-spesifik adalah reaksi inflamasi/peradangan.
inflamasi merupakan respons jaringan terhadap cedera akibat
infeksi, pungsi, abrasi,terbakar, objek asing, atau toksin. Inflamasi
meliputi rangkaian peristiwa kompleks yangdapat bersifat akut (jangka
pendek) atau kronik

2) Sistem Kekebalan Spesifik (Kekebalan Buatan)


Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen
adaptif atau imunitasdidapat adalah mekanisme pertahanan yang
ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen,karena itu tidak dapat
berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan
tubuhnon spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak
atau ditimbulkan terlebihdahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan

7
terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifiksudah ada sebelum ia
kontak dengan antigen.

2.3 Klasifikasi
1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
Lupus yang menyerang kulit.
2) Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system
didalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati,
otak, dan sistem saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE
(Systemics Lupus Erythematosus).
3) Drug-Induced (Lupus obat). Penyakit Lupus yang timbul setelah
penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah
pemakaian obat dihentikan

2.4 Etiologi
Lupus merupakan penyakit autoimun. Kondisi ini terjadi saat sistem imun
yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi atau cedera justru menyerang
sel dan jaringan yang sehat. Hal ini akan menyebabkan peradangan dan
kerusakan pada berbagai organ dan bagian tubuh. Penyebab lupus belum
diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diduga memicu
terjadinya lupus, yaitu:
1) Lingkungan, seperti paparan sinar matahari, paparan asap rokok, atau
paparan racun atau bahan kimia tertentu, seperti merkuri dan silika
2) Kondisi genetik, termasuk memiliki keluarga yang menderita penyakit
lupus. Ras. Gangguan ini lebih rentan terjadi pada orang-orang dengan
kulit berwarna, terutama pada ras Asia, Afrika, dan Hispanik. Riwayat
keluarga. Seseorang yang memiliki kerabat tingkat pertama atau kedua
dengan penyakit lupus akan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkannya (Fadli, 2021)
3) Hormon, terutama peningkatan hormon estrogen.
4) Penyakit infeksi, seperti infeksi virus Epstein-Barr atau cytomegalovirus
5) Obat-obatan tertentu, seperti hydralazine dan procainamide (Pane, 2020).

8
2.5 Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasanya terjadi selama
usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, stres, infeksi). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat preparat antikonvulsan antikonvulsan di samping samping makanan
makanan seperti seperti kecambah kecambah alfalfa alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini
menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam tubuh, yaitu :
A. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
B. Pembentukan sitokin yang berlebihan
C. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun yaitu :
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun
maupun sitokin dalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekuler
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody di dalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibody. Selanjutnya antibodyantibodi yang
tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada
jaringan atau organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan
jaringan.

9
SLE

10
2.6 Manifestasi Klinis
Meski gejala SLE bervariasi, tetapi ada tiga gejala utama yang umumnya
selalu muncul, yaitu:
1. Rasa Lelah yang Ekstrem
Melakukan rutinitas sehari-hari yang sederhana, misalnya tugas rumah
tangga atau rutinitas kantor, dapat membuat pengidap SLE merasa sangat
lelah. Rasa lelah yang ekstrem ini mungkin saja tetap dialami
pengidapnya, meski sudah mendapatkan istirahat yang cukup.
2. Ruam pada Kulit
Ruam yang menyebar pada batang hidung dan pipi merupakan ciri khas
dari SLE. Gejala ini dikenal dengan istilah ruam kupu-kupu (butterfly
rash) karena bentuknya yang mirip sayap kupu-kupu.
Selain hidung dan pipi, tangan dan pergelangan tangan merupakan bagian
tubuh lain yang mungkin mengalami ruam. Ruam pada kulit akibat SLE
dapat membekas secara permanen dan bertambah parah jika terpapar sinar
matahari akibat reaksi fotosensitivitas.
3. Nyeri pada Persendian
Gejala utama lain dari SLE adalah rasa nyeri. Pada sebagian besar
kasusnya, gejala ini muncul pada persendian tangan dan kaki. Rasa nyeri
juga mungkin dapat berpindah dengan cepat dari sendi satu ke sendi lain.
Meskipun demikian, kondisi tersebut tidak akan menyebabkan kerusakan
atau cacat permanen pada persendian.
Ada beragam gejala lain yang dapat muncul selain yang gejala di atas.
Berikut ini beberapa gejala SLE lain yang mungkin dialami pengidapnya:
- Sariawan yang terus muncul;
- Demam tinggi (38 derajat Celsius atau lebih);
- Tekanan darah tinggi;
- Pembengkakan kelenjar getah bening;
- Sakit kepala;
- Rambut rontok;
- Mata kering;

11
- Sakit dada;
- Hilang ingatan
- Napas pendek akibat inflamasi paru-paru, dampak ke jantung, atau
anemia.
- Tubuh menyimpan cairan berlebihan, sehingga terjadi gejala, seperti
pembengkakan pada pergelangan kaki
- Jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa
dingin atau karena stres (fenomena Raynaud) (Fadli, 2021).

2.7 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh lupus. Hal ini
dapat terjadi akibat peradangan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Beberapa
kemungkinan komplikasi akibat lupus yang dapat terjadi, antara lain:
1) Gangguan ginjal: Peradangan yang timbul akibat penyakit ini dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan bahkan gagal ginjal.
2) Darah atau pembuluh darah: Lupus dapat terjadi akibat peradangan yang
terjadi pada pembuluh darah, disebut juga vaskulitis. Selain itu, lupus
juga mampu menyebabkan masalah pada perdarahan atau pembekuan
darah.
3) Penyakit jantung: Saat peradangan akibat lupus terjadi pada jantung dan
jaringan di sekitarnya, seseorang berisiko lebih tinggi untuk mengalami
penyakit jantung, serangan jantung, hingga stroke.
4) Paru-paru: Radang paru-paru akibat lupus dapat menyebabkan nyeri saat
bernapas.
5) Sistem saraf: Saat lupus menyerang otak, pengidapnya dapat mengalami
pusing, sakit kepala, atau bahkan kejang (Fadli, 2021).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Hasil pemeriksaan pemeriksaan darah pada penderita penderita SLE
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia, limfopenia, atau
leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama

12
penyakit aktif,  penyakit aktif, Coombs test Coombs test mungkin positif,
mungkin positif, level IgG m level IgG mungkin tinggi, ungkin tinggi,
ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu,
hasil pemeriksaan urin pada penderita SLE menunjukkan adanya
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
heme granular atau sel darah merah pada urin  
b. Anti ds DNA
Batas normal : 70 –  200 iu/mL  Negatif  Negatif : < 70 iu/mL < 70 iu/mL
Positif Positif : > 200 iu/mL Antibodi ini ditemukan pada Antibodi ini
ditemukan pada 65-80% penderita dengan SLE % penderita dengan SLE
aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi
merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang
dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit reumatik dan lain-lain,
hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi
ini dapat turun dengan pengobatan yang tep ang tepat dan dapat at dan
dapat meningkat pada penyebaran pen meningkat pada penyebaran
penyakit terutama Lupus g yakit terutama Lupus glomerulonetritis.
lomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negatif pada penyakit SLE yang
tenang.   Antibodi Antibodi anti-DNA anti-DNA merupakan merupakan
subtype subtype dari antibody antibody antinukleus (ANA). Ada dua tipe
dari antibody anti DNA yaitu yang menyerang double stranded DNA ( anti
ds-DNA ) dan menyerang double stranded DNA ( anti ds-DNA ) dan yang
menyerang ang menyerang single stranded DNA ( anti ss-DNA ). Anti ss-
DNA kurang sensitif dan sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk
penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibody-antigen pada penyakit
autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan kontributor
yang besar dalam  perjalanan  perjalanan penyakit penyakit tersebut.
tersebut. Kompleks Kompleks tersebut tersebut akan menginduksi
menginduksi system komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi baik local maupun sistemik.
c. Antinuklear antibodies (ANA)

13
Harga normal : nol ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit
autoimun yang lain. ANA adalah sekelompok antibody protein yang
beraksi menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup sensitif untuk mendeteksi
adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE tetapi
ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan
kemunculan  penyakit  penyakit dan keaktifan keaktifan penyakit penyakit
tersebut. tersebut. Setelah Setelah pemberian pemberian terapi maka
penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika
hasil tes negatif, maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE karena
harus dipertimbangkan juga data klinis dan tes laboratorium yang lain, jika
hasil test positif maka sebaiknya dilakukan sebaiknya dilakukan tes
serologi tes serologi yang lain untuk menunjang yang lain untuk
menunjang diagnosa bahwa pasien ter diagnosa bahwa pasien tersebut
menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-
ribonukleoprotein), dan anti  – SSA (Ro) atau anti-SSB (La).

2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
- Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan
instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi.
- Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien
yang menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit
akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice
tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat,
pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti
peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing,
penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan
menjamin masalah diperhatikan dengan baik.
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat
dibutuhkan oleh pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat
hidup mandiri. Beberapa hal perlu diketahui oleh pasien SLE, antara
lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan penyakit, cara

14
mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi
infeksi, dan perlunya pen perlunya pengaturan diet gaturan diet agar
tidak agar tidak kelebihan kelebihan berat badan, displidemia
isplidemia atau terjadinya osteoporosis.
- Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE.
Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah
pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli.
Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan
kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup
dan penatalaksanaan regimen bagi mereka.

2. Penatalaksanaan Medis
Ada kemajuan besar dalam terapi SLE pada dekade terakhir ini.
Terapi gen adalah cara yang efisien dan menguntungkan dengan
memberikan imunomodulator dan mediator anti-inflamasi, yang meliputi
alami atau rekayasa genetika inhibitor sitokin inflamasi (anticytokines),
atau sitokin anti-inflamasi kuat seperti TGF β. Oleh karena itu adanya
kebutuhan besar untuk menemukan menemukan lebih banyak perawatan
perawatan efektif, efektif, jika memungkinkan dengan efek samping yang
rendah. Dengan perkembangan perkembangan yang sedang berlangsung.
Berikut adalah beberapa beberapa macam terapi gen yang dilakukan pada
penyakit lupus erythematosus :
1) NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi NSAID (Non Steroid Anti-
Inflamasi Drugs) NSAIDs NSAIDs (obat anti inflamasi inflamasi
non steroid) steroid) merupakan merupakan pengobatan pengobatan
yang efektif efektif untuk mengendalikan mengendalikan gejala pada
tingkatan tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati
karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah
dan merusak fungsi ginjal. Bahkan beberapa jenis NSAID dapat
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke. Obat tersebut
dapat juga mengganggu ovulasi dan jika digunakan dalam kehamilan

15
(setelah 20 minggu), dapat mengganggu fungsi ginjal janin. minggu),
dapat mengganggu fungsi ginjal janin.

2) Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid osis steroid yang tepat merupakan kunci
utama dalam pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu
rendah untuk pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama.
Osteoporosis yang disebabkan oleh steroid adalah masalah yang
umumnya terjadi pada Odapus. Sehingga dibutuhkan penatalaksanaan
osteoprotektif seperti pemeriksaan serial kepadatan tulang dan obat-
obat osteoprotektif yang efektif seperti kalsium dan bifosfonat.
Terapi hormon tidak lagi digunakan untuk pencegahan atau
pengobatan osteoporosis karena pencegahan atau pengobatan
osteoporosis karena meningkatkan risiko ingkatkan risiko kanker
payudara dan penyakit jantung. Bifosfonat tidak baik digunakan
selama kehamilan dan dianjurkan bahwa kehamilan harus ditunda
selama enam bulan setelah penghentian bifosfonat.
Peningkatan risiko terserang infeksi merupakan perhatian utama
dalam terapi steroid, terutama pada mereka yang juga mengkonsumsi
obat imunosupresan. Steroid juga dapat memperburuk hipertensi,
memprovokasi diabetes dan memiliki efek buruk p memprovokasi
diabetes dan memiliki efek buruk pada profil lipid yang profil lipid
yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian akibat
penyakit jantung. jantung. Steroid Steroid dosis tinggi meningkatkan
meningkatkan risiko pendarahan pendarahan gastrointestinal dan
terjadi pada dosis yang lebih rendah jika digunakan bersama NSAID.
Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup umum pada lupus dan
tampaknya terkait terutama dengan penggunaan penggunaan steroid
oral steroid oral dosis tinggi atau dosis tinggi atau metilprednisolon
intravena. metilprednisolon intravena. Meskipun memiliki banyak
efek samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat yang berperan

16
penting dalam pengendalian aktivitas penyakit. penyakit. Karena itu,
obat ini tetap digunakan digunakan dalam terapi lupus. Pengaturan
dosis yang tepat merupakan kunci pengobatan yang baik.
3) Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan disbanding
kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah.
Toksisitas pada mata berhubungan baik dengan dosis harian dan
kumulatif, Selama dosis tidak melebihi, risiko tersebut sangat kecil.
Pasien dianjurkan untuk memeriksa ketajaman visual setiap 6 bulan
untuk identifikasi dini kelainan mata selama pengobatan. Dewasa ini
pemberian pemberian terapi hydroxychloroquine hydroxychloroquine
dianjurkan dianjurkan untuk semua kasus lupus dan diberikan untuk
jangka panjang. Obat ini memiliki manfaat untuk mengurangi kadar
kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko
cedera jaringan yang menetap serta cukup aman pada kehamilan.

17
BAB III
ASKEP TEORITIS

3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien

Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur, agama, jenis kelamin (pria
lebih beresiko daripada wanita), pekerjaan, status perkawinan, alamat,
tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS, diagnosa medis,
dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur, hubungan denga
pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
- Nyeri
- Gatal-gatal
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri sendi karena gerakan ,kekakuan pada sendi ,kesemutan
pada tangan dan kaki, sakit kepala , Demam , merasa letih, lemah,
limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang,pekerjaan , keputusasaan dan ketidakberdayaan kesulitan
untuk makan, nausea, vomitus , sesak nafas , nyeri dada
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah , riwayat pemakaian
obat-obatan hidralazin, prokainamid,isoniazid, kontrasepsi oral dll ,
riwayat terinfeksi virus, terekspos bahan kimia
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun, riwayat keluarga dengan
infeksi berulang
c. Pengakajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien mengalami kecemasan yang tinggi.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme

18
a) Pola Makan
Biasanya terjadi penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia,
nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola Minum
Biasnya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh

3) Pola Eliminasi
a) BAB
Biasanya diare atau konstipasi
b) BAK
Biasanya terjadi peningkatan frekuensi urin,
4) Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu
dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain.
Biasnya pasien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak
mampu bekerja dan mempertahankan fungsi, peran dalam
keluarga.
5) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri
panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki
6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien ini pada tingkat ansietas sedang
sampai berat.
7) Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari-
hari karena perawatan yang lama.

8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien.
9) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a) Bdody Image/Gambaran Diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi alat
terganggu, keluhan karena kondisi tubuh,

19
b) Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang
diderita
c) Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang,
tidak mampu menerima perubahan, merasa kurang mampu
memiliki potensi.
d) Self Esteem/Harga Diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik.
e) Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib,
merasa tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan,
merasa tidak berdaya.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit
b) Tingkat kesadaran pasien menurun
c) TTV : RR meningkat, TD meningkat
2) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik.

20
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan
pasien bernafas pendek.

e) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,


ulserasi gusi, perdarahan gusi, bibir pecah-pecah
f) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g)Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening.
4) Dada/Thorak
a) Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi : biasanya sonor
d) Auskultasi : biasanya vesikuler
5) Jantung
a) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2
linea dekstra sinistra
c) Perkusi : biasanya ada nyeri
d) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut/Abdomen
a) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, pasien tampak
mual dan muntah
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites

d) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit


7) Genitourinaria
Biasanya terjadi peningkatan frekuensi urin, oliguria, anuria, ,
diare atau konstipasi,.
8) Ekstremitas

21
Biasanya didapatkan nyeri panggul,pada ekstremitas, kram otot,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan
keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
.Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan psikologi dan pasien sering didapati
kejang.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot


pernapasan

2) Nyeri akut berhubungan dengan gan dengan cedera biologis (inflamasi


dan cedera biologis (inflamasi dan kerusakan kerusakan  jaringan)

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi

4) Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit

6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

22
23
3.3 Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Krteria (NOC) Intervensi (NOC)

1 Ketidak efektifan pola nafas  Respiratory status : Ventilation Airway Management


b/d ansietas, hiperventilasi,  Respiratory status : Airway patency  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
keletihan, nyeri, obesitas,  Vital sign Status thrust bila perlu
posisi tubuh yang Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
menghambat ekspansi paru  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
dan sindrom hipoventilasi nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan nafas buatan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Pasang mayo bila perlu
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pursed lips)  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
tidak merasa tercekik, irama nafas,  Lakukan suction pada mayo
frekuensi pernafasan dalam rentang normal,  Berikan bronkodilator bila perlu
tidak ada suara nafas abnormal)  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas

27
3  Nutritional status: Adequacy of nutrien
Ketidak seimbangan nutrisi :  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh  Kolaborasi dengan ahligizi untuk dibutuhkan pasien
b/d faktor biologis, faktor  Weight Control
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
ekonomi, gangguan Kriteria Hasil :
untuk mencegah konstipasi
psikososial, ketidak  Albumin serum  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
mampuan makan, ketidak  Pre albumin serum  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
mampuan mencerna makan,  Hematokrit  Monitor lingkungan selama makan
ketidak mampuan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
 Hemoglobin
mengabsorbsi nutrient. makan
 Total iron binding capacity
 Monitor turgor kulit
 Jumlah limfosit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval

28
4 Intoleransi aktivitas b/d
ketidak seimbangan antara  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
suplai dan kebutuhan  Toleransi aktivitas aktivitas
oksigen.  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Kriteria Hasil :  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
disertai peningkatan tekanan darah, nadi secara berlebihan
dan RR  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
(ADLs) secara mandiri perubahan hemodinamik)
 Keseimbangan aktivitas dan istirahat  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan

5 Kerusakan integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
b/d gejala penyakit Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
(pruritus/gatal)  Hemodyalis akses yang longgar
Kriteria Hasil :  Hindari kerutan pada tempat tidur
 Integritas kulit yang baik bisa  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas,  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, pigmentasi) jam sekali
 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Perfusi jaringan baik  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

29
6 Gangguan pola tidur b/d kriteria hasil: Sleep Enhancement
proses penyakit  Jumlah jam tidur dalam batasnormal  Determinasi efek-efek medikasi terhadap
 Pola tidur,kualitas dalam batas pola tidur
 Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
normal
 Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
 Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat sebelumtidur (membaca)
 Mampu mengidentifikasi hal-hal  Ciptakan lingkungan yang nyaman
yang meningkatkan tidur  Kolaburasi pemberian obat tidur

30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi
autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatan kerusakan jaringan.
Penyakit lupus atau lupus eritematosus adalah penyakit autoimun kronis yang
dapat menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh, termasuk kulit, sendi,
ginjal, hingga otak. Lupus bisa dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering dialami
oleh wanita (Pane, 2020).
Meski gejala SLE bervariasi, tetapi ada tiga gejala utama yang umumnya
selalu muncul, yaitu rasa lelah yang ekstrem, ruam pada kulit, nyeri pada
persendian.
Ada beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh lupus. Hal ini dapat
terjadi akibat peradangan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Beberapa
kemungkinan komplikasi akibat lupus yang dapat terjadi, antara lain:
- Gangguan ginjal: Peradangan yang timbul akibat penyakit ini dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan bahkan gagal ginjal.
- Darah atau pembuluh darah: Lupus dapat terjadi akibat peradangan yang
terjadi pada pembuluh darah, disebut juga vaskulitis. Selain itu, lupus
juga mampu menyebabkan masalah pada perdarahan atau pembekuan
darah.
- Penyakit jantung: Saat peradangan akibat lupus terjadi pada jantung dan
jaringan di sekitarnya, seseorang berisiko lebih tinggi untuk mengalami
penyakit jantung, serangan jantung, hingga stroke.
- Paru-paru: Radang paru-paru akibat lupus dapat menyebabkan nyeri saat
bernapas.
- Sistem saraf: Saat lupus menyerang otak, pengidapnya dapat
mengalami pusing, sakit kepala, atau bahkan kejang (Fadli, 2021).

28
4.2 Saran

Laporan pendahuluan ini diharapkan agar dapat menjadikan sebagai

media informasi tentang penyakit yang diderita pasien dan bagaimana

penanganan bagi pasien dan keluarga baik di rumah maupun di rumah sakit

khususnya untuk penyakit LSE.

Bagi instansi pendidikan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar

untuk perbandingan dalam memberikan konsep asuhan keperawatan secara

teori dan praktek dan lebih meningkatkan bimbingan terhadap mahasiswa

agar mahasiswa lebih terpapar dengan baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

Fadli, R. (2021) Lupus, halodoc.com. Available at:


https://www.halodoc.com/kesehatan/lupus.
Pane, M. D. C. (2020) Lupus, alodokter.com. Available at:
https://www.alodokter.com/lupus.
Sari, D. P. (2017) Lupus Eritematosus Sistemik, Allomedika.Com.
Available at: https://www.alomedika.com/penyakit/alergi-dan-
imunologi/lupus-eritematosus-sistemik.

30

Anda mungkin juga menyukai