Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“TRAUMA PELVIS”

Di Susun Oleh:

Kelompok II

Arwini Puspitasari Bimbi Fadira

Modesta Tomalepu Niar Tandilintin

Natalia Bura Tasik Nisu Sulfika

Sulfiana Eka Saputri Surijah Manca

Widya Reski Imelia Rahmawati

Nicky Heri Hn Windy Aulia Utami

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Trauma Pelvis”
Kami ucapakan banyak terima kasih kepada dosen, dan teman-teman yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa isi
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami dari penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa yang akan datang dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.

Makassar, 21 Januari 2020.

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI .............................................................................. 3
A. Defenisi .................................................................................................... 3
B. Klasifikasi.................................................................................................. 4
C. Patofisiologi .............................................................................................. 7
D. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 8
E. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 8
F. Komplikasi ................................................................................................ 9
G. Penatalaksanaan ........................................................................................ 13
H. Pemeriksaan Diagnosis ............................................................................. 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................. 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 17
A. Kesimpulan .............................................................................................. 17
B. Saran ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur pelvis berkekuatan tinggi merupakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis
relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan tinggi.
Kira-kira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan tinggi tidak
stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan
dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan
penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan
keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis
berkekuatan-tinggi rangkaian besar (chris jack, 2009).
Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur
pelvis, hipotensi yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang
terjadi. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial
perdarahan hebat, yaitu permukaan tulang yang fraktur, trauma pada arteri
di pelvis, trauma pada plexus venosus pelvis, sumber dari luar pelvis.
Berdasarkan uraian diatas kelompok akan menjelaskan bagaimana
mekanisme fraktur pelvis sehingga menyebabkan gangguan serta
bagaimana penangan yang dapat dilakukan (chris jack, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi trauma pelvis?
2. Apa saja klasifikasi trauma pelvis?
3. Bagaimana patofisiologi trauma pelvis?
4. Apa Pemeriksaan penunjang fraktur pelvis?
5. Apa saja komplikasi trauma pelvis?
6. Bagaimana penatalaksanaan trauma pelvis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnosis trauma pelvis?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi trauma pelvis
2. Untuk mengetahui klasifikasi trauma pelvis
3. Untuk mengetahui patofisiologi trauma pelvis
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur pelvis
5. Untuk mengetahui komplikasi trauma pelvis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma pelvis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis trauma pelvis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definis Trauma Pelvis


Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorsokaudal
terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke
extremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di
bagian atas dan dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum
yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang,
ligamentum, dan otot. Kavitas pelvis yang berbentuk seperti corong,
memberi tempat kepada vesicaurinaria, alat kelamin pelvic, rectum,
pembuluh darah dan limfe, dan saraf (Syaifuddin, 2014).
Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang
yaitu sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari
ilium, ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan
sacrum di bagian posterior pada dua persendian sacroiliaca di bagian
anterior, tulang-tulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak
sebagai penopang sepanjang memikul beban berat badan untuk
mempertahankan struktur cincin pelvis(Syaifuddin, 2014). .
Trauma Pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat
dalam rongga panggul seperti uretra, buli – buli, rektum serta pembuluh darah
(Herdman, T. Heather.2009).

3
B. Klasifikasi Trauma Pelvis
1. Klasifikasi Tile
Menurut Tile (1988) ia membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang
stabil, cidera yang secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi
dan vertikal tak stabil.
a. Tipe A/stabil
Tipe A/stabil ini temasuk avulse dan fraktur pada cincin pelvis
dengan sedikit atau tanpa pergeseran,

b. Tipe B/ rotasi tak stabil


Tipe B/ rotasi tak stabil yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara
vertikal stabil. Daya rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis
dapat merusak dan membuka simfisis biasa disebut fraktur open
book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat
menyebabkan fraktur pada rami iskiopubik pada salah satu atau
kedua sisi juga disertai cidera posterior tetapi tida ada pembukaan
simfisis.

c. Tipe C/ secara rotasi dan vertikal tak stabil


Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan
pada ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu

4
atau kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis,
mungkin juga terdapat fraktur acetabulum.

2. Klasifikasi Young dan Burgess


Klasifikasi Young-Burgess membagi disrupsi pelvis kedalam cedera-
cedera kompresi anterior-posterior (APC), kompresi lateral (LC), shear
vertikal (VS), dan mekanisme kombinasi (CM). Kategori APC dan LC
lebih lanjut disubklasifikasi dari tipe I – III berdasarkan pada
meningkatnya perburukan cedera yang dihasilkan oleh peningkatan
tekanan besar.
a. Cedera APC
Cedera APC disebabkan oleh tubrukan anterior terhadap pelvis,
sering mendorong ke arah diastase simfisis pubis. Ada cedera
“open book” yang mengganggu ligamentum sacroiliaca anterior
seperti halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan ligamentum
sacrotuberale. Cedera APC dipertimbangkan menjadi penanda
radiografi yang baik untuk cabang-cabang pembuluh darah iliaca
interna, yang berada dalam penjajaran dekat dengan persendian
sacroiliaca anterior.
1) Tipe APCI (diastasis simfisis <2,5 cm dengan sisi posterior
yang intak) cedera yang stabil.
2) Tipe APCII (Diastasis simfisis >2,5 cm dengan terbukanya SI
joint tapi tidak terdapat instabilitas vertikal).
3) Tipe APCIII (Disrupsi komplit dari anterior dan posterior
pelvis dengan kemungkinan adanya pergeseran vertikal).

5
a. Cedera LC
Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis
yang memutar pelvis pada sisi benturan ke arah midline.
Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum sacrospinale,
serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak
terkena gaya tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama
(misal, arteri iliaca interna, arteri glutea superior) relatif
luar biasa dengan cedera LC; ketika hal ini terjadi, diduga
sebagai akibat dari laserasi fragmen fraktur. dibedakan dari
pemindahan vertikal hemipelvis. Perpindahan hemipelvis
mungkin dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang
parah.
1) Tipe LCI (impaksi sakral dengan fraktur ramus pubis
sisi yang sama (ipsilateral)—cedera yang stabil.
2) Tipe LCII (impaksi sakral dengan fraktur iliac wing
ipsilateral atau terbukanya SI joint posterior dan fraktur
ramus pubis)
3) Tipe LCIII (sama dengan tipe AII dengan tambahan
cedera rotasional eksterna dengan SI joint kontralateral
dan fraktur ramus pubis)

6
a. Cedera VS
Cedera VS dibedakan dari pemindahan vertikal
hemipelvis. Perpindahan hemipelvis mungkin
dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang parah.
b. Cedera CM
Pola cedera CM meliputi fraktur pelvis berkekuatan
tinggi yang ditimbulkan oleh kombinasi dua vektor
tekanan terpisah. (Frakes dan Evan, 2004)

C. Patofisiologi Trauma Pelvis


Pada saat seseorang mengalami kecelakaan, hantaman, jatuh dari
ketinggian, dsb secara langsung akan menekan tulang pelvis. Tulang tidak
mampu meredam energi yang terlalu besar sehingga terjadi fraktur. Karena
fraktur terbentuk, terjadi pergeseran fragmen tulang sehingga merusak
jaringan, otot, vaskuler disekitar pelvis.
Trauma langsung bisa menembus kulit sehingga mengalami perlukaan
maka terjadi pelepasan mediator inflamasi lalu terjadilah vasodilatasi yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah dan permeabelitas kapiler lalu
terjadilah kebocoran interstisial dan terbentuk oedema. Oedema ini akan
menekan pembuluh darah sehingga terjadilah inefektif perfusi jaringan
perifer. Penekanan pembuluh darah perifer menyebabkan pelepasan
mediator nyeri (histamine, prostaglandine, dan bradikinin) yang ditangkap
oleh reseptor nyeri perifer lalu terjadi implus ke otak yang menyebabkan
persepsi nyeri oleh penderita. Perlukaan tadi juga mengakibatkan
kerusakan integritas kulit sehingga pertahanan primer tubuh terhadap
infeksi rusak yang dapat menyebabkan port de entry kuman resiko syok
sepsis.
Pada saat trauma langsung pada pelvis juga mengakibatkan deformitas
yang menyebabkan hambatan mobilitas tubuh. Trauma langsung pada
pelvis juga menyebabkan gangguan pada arteri dan vena disekitar
sehingga terjadilah perdarahan yang tidak terkontrol yang mengakibatkan

7
kehilangan volume cairan dan elektrolit sehingga terjadilah resiko syok
hipovolemic.
Jika fraktur parah, tubuh tidak mampu menahan beban energi dari luar,
maka dilakukanlah prosedur pembedahan. Sebelum prsedur pembedahan
terkadang pasien kurang terpapar informasi terkait pembedahan yang akan
dilakukan sehingga pasien mengalami kecemasan.

D. Manifestasi Klinis
1. Fraktur pelvis sering merupakan bagian dari salah satu trauma multiple
yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa
gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul. Pasien datang dalam keadaan anemidan syok karena perdarahan
yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.
2. Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri
bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat
kerusakan pada visera pelvis.
3. Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan
tak dapat berdiri, pasien mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin
terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi
sering meluas.
E. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Pelvis
1. Pemeriksaan radiologis:
- Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
- Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan
eksterna bila keadaan umum memungkinkan.
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
- Kateterisasi
- Ureterogram
- Sistogram retrograd dan postvoiding
- Pielogram intravena

8
- Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
F. Komplikasi
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstremitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock
hipovolemi.
b. Emboli lemak
c. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest.
d. Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda
infeksi dan terapi antibiotik.
e. Sindrom kompartemen
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses
infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
b. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal
ini disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk).
d. Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.

9
G. Penatalaksanaan
1. Rekognisi
Menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi
a. Reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya.
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
b. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
c. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
3. Retensi
Menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
4. Rehabilitasi
Langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program
pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
Untuk penanganan fraktur, sebagai berikut:
a) Fraktur tipe A
Hanya membutuhkan istirahat total di tempat tidur, dikombinasi
denagn traksi tungkai bawah kurang lebih 4-6 minggu.
b) Fraktur tipe B

10
Apabila cidera open book kurang dari 2,5cm biasanya dapat
diterapi dengan bed rest total dengan pemasangan korset elastic
bermanfaat untuk mengembalikan ke posisi semula. Apabila lebih
dari 2,5 cm dapat dicoba dengan membaringkan pasien miring dan
menekan ala ossis ilii. Selain itu juga dapat dilakukan fiksasi
internal apabila fiksasi eksternal tidak berhasil dilakukan.
c) Fraktur tipe C
Merupakan fraktur yang paling berbahaya dan paling sulit diterapi.
Pasien harus bedrest total kurang lebih selama 10 minggu. Operasi
berbahaya dilakukan karena bisa terjadi perdarahan masif dan
infeksi. Pemakaian traksi kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih
aman

H. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
3. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress
normal setelah trauma.
4. CT scan merupakan pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan
untuk mengkaji injuri intrra abdomen Angiografi, pielografi intravena
dan pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk mengkaji derajat trauma
pada organ yang berbeda.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur adalah nyeri. Nyeri bisa
akut maupun kronik, tergantung lamanya serangan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya
deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma langsung
yang mengenai tulang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami fraktur sebelumnya, apakah klien
mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis, kanker tulang, atau
penyakit penyerta lainnya. Penyakit tulang merupakan faktor resiko
terjadinya fratur pelvis klien dengan kecelakaan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan pasien, dan
apakah keluarga memiliki penyakit tulang / penyakit lainnya yang
diturunkan.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon dan
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.

12
g. Riwayat AMPLE
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
(Emergency Nursing Association, 2007)
2. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada :
a. Kulit Kepala
b. Wajah
c. Vertebra Servikalis dan Leher
d. Thoraks
e. Abdomen
1) Inspeksi : abdomen bagian depan dan belakang untuk melihat
adanya trauma tajam atau tumpul serta lihat apakah ada
perdarahan
2) Auskultasi : auskultasi apabila adanya penurunan bising usus
3) Palpasi : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, defans muskuler,
nyeri lepas yang jelas
4) Perkusi : untuk mengetahui adanya nyeri ketok, timpani akibat
dilatasi lambung akut atau redup bila ada hemoperitoneum.

13
5) Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal dapat
dilakukan pemeriksaan DPL (diagnostic peritoneal lavage)
f. Pelvis
Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik,
yaitu pelvis menjadi tidak stabil. Pada cidera berat, kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok yang harus segera diatasi.
Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan
dari fraktur pelvis.
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi ,
ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra.
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra.
Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum,
prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan
tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina
dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika
terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan
darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20
sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada
semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit
dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali
mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12
kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat.
Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau
terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.
g. Ekstremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur
terbuka, pada saat palpasi jangan lupa untuk memeriksa denyut

14
nadidistal dari fraktur dan jangan dipaksakan untuk bergerak apabila
sudah jelas mengalmi fraktur.
3. Pemeriksaan penunjang diagnostik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d trauma
2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

C. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan pengkajian Manajemen sedasi:


agens cedera selama 3x24 jam, pasien 1. Tanyakan klien atau keluarga
fisik diharapkan dapat : mengenai pengalaman
 Keparahan cedera fisik pembiusan sebelumnya
Dengan kriteria hasil: 2. Review riwayat kesehatan
1. Lecet pada kulit klien dan hasil pemeriksaan
2. Fraktur pelvis diagnostic untuk
3. Perdarahan mempertimbangkan apakah
klien memenuhi kriteria untuk
dilakukan pembiusan parsial
oleh perawat yang telah
teregisterasi
3. Periksa alergi terhadap obat
Risiko Setelah dilakukan pengkajian Pengurangan perdarahan
ketidakseimba selama 3x24 jam, pasien 1. Identifikasi penyebab
ngan volume diharapkan dapat : perdarahan
cairan b.d  Hidrasi 2. Monitor pasien akan
trauma Dengan kriteria hasil: perdarahan secara ketat
1. Penurunan tekanan darah 3. Beri penekanan langsung atau
2. Nadi cepat dan lemah penekanan pada balutan jika

15
sesuai
Hambatan Setelah dilakukan pengkajian Peningkatan mekanika tubuh
mobilitas fisik selama 3x24 jam, pasien 1. Kaji komitmen pasien untuk
b.d penurunan diharapkan dapat : belajar dan menggunakan
kekuatan otot  Pergerakan postur [tubuh] yang benar
Dengan kriteria hasil: 2. Kolaborasikan dengan
1. Gerakan otot fisioterapis dalam
2. Gerakan sendi mengembangkan peningkatan
3. Keseimbangan mekanika tubuh, sesuai
indikasi
3. Kaji pemahaman pasien
mengenai mekanika tubuh dan
latihan (misalnya,
mendemonstrasikan kembali
tekhnik melakukan
aktivitas/latihan yang benar)

16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patah tulang panggul adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis.
Pada orang tua penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri.
Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
terbesar melibatkan pasukan yang signifikan misalnya dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
B. Saran
Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada
trauma pelvis sehingga mampu menerapkannya di lahan praktik demi
memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chris, Jack. 2009. Assessment and Management of Trauma. University of

Southern California: Division of Trauma and Surgical Critical Care.

Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th

edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.

Frakes dan Evan. 2004. Major Pelvic Fractures. Journal of Critical Care Nurse

Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment

routine medical care primary and secondary survey. San Mateo County

EMS Agency.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Purwadianto, Agus, dkk. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta Barat : Binarupa

Aksara.

Rabe, Thomas. 2003. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates

Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi Ed. 4. Jakarta: EGC

Thomas, Mark A. (2011). Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai