Disusun Oleh :
Kelompok 5
2018
KATA PENGANTAR
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah ini berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Menurut Basjiruddin yang dikutip oleh Gemari online(2009), sedikitnya
10% dari 5,5 juta kematian di dunia disebabkan penyakit stroke, dan 50 juta
orang yang masih hidup kehilangan pekerjaan karena cacat yang
ditimbulkannya. Penderita stroke menunjukkan kenaikan setiap tahunnya,
dimana insiden stroke di Amerika Serikat ± 700.000 pertahunnya dan
merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Perbandingan antara penderita stroke pria dan wanita di Amerika
Serikat adalah 1,2 : 1 serta perbandingan antara kulit hitam dan kulit putih
yakni 1,8 : 1. (Caplan, 2000). Dinegara industri, penyakit stroke umumnya
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut
setelah penyakit jantung dan kanker (Lumbantobing, 2003).
Penyakit Tidak Menular (PTM) utama yang terdiri dari penyakit
kardiovaskular, stroke, kanker, Diabetes Mellitus (DM), Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), telah meningkat di beberapa negara terutama di
negara berkembang.
Secara global World Health Organization(WHO) memperkirakan
PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia
(Sam, 2007). WHO bahkan memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan
menyebabkan 73% kematian dan 60% kesakitan di seluruh dunia (Depkes,
2007).
Di Indonesia, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini,
bahkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) saat ini Indonesia
adalah negara dengan penderita stroke terbesardi Asia (Ranakusumah
dalamKantor Berita Indonesia (KBI) Gemari, 2002).
Menurut Misbach dalamGemari online(2009), penyakit stroke
menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian diIndonesia. Hal ini
tidak jauh berbeda dengan laporan kematian stroke yang ada dinegara-negara
maju. Penyebab terjadinya stroke adalah karena pola hidup yang tidak teratur,
serangan jantung terutama atrium fibrialasi, merokok, serta penyempitan pada
pembuluh darah otak
2
Berdasarkan laporan WHO, kasus strokeyang terjadi di Indonesia tahun
2002 telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Dan karena
belum adanya strategi penanganan yang baku, jumlah kematian akibat stroke
ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya (Lamsudin dalamSuyono,
2005).
Di Provinsi Jawa Barat sendiri penderita stroke pada tahun 2013 terdapat
533.895 jiwa yang mana memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak
dibandingkan penduduk provinsi lain. (Depkes RI, 2013)
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan
masalah utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi
sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang
terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke
yang cepat, tepat, dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan.
Karena itulah penulis tertarik menulis laporan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan stroke khusunya di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaiamana penanganan kegawatdaruratan pada kasus stroke
di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota
Cimahi.
3
2. Tujuan Khusus
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009).
5
6
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung
(medulla oblongata), dan jembatan varol.
7
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan
otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila
ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
8
Sistem saraf tepi system saraf terdiri : system saraf sadar dan system
saraf tak sadar ( Sistem Saraf Otonom ) system saraf sadar mengontrol
aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak , sedangkan saaf otonom
mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut
jantung ,gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat.
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-
saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu
saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
9
3) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf
nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing
sebagai berikut:
a) N. Olfactorius
b) N. Optikus
c) N. Oculomotorius
d) N. Trochlearis
e) N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus,
saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan
gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini
mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala,
bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
f) N. Abducens
10
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi
muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat
menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap
bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus
konvergen.
g) N. Facialias
h) N.Statoacusticus
i) N.Glossopharyngeus
j) N.Vagus.
11
3. komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi
sebagian alat-alat dalam tubuh
k) N.Accesorius
l) Hypoglosus
b. Saraf Otonom
12
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari
otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik
dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat
pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat
pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ
yang dibantu.
13
C. Klasifikasi
14
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
D. Etiologi
15
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis ( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
16
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
17
E. Tanda dan Gejala
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
8. Gangguan persepsi
F. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10 – 15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan
defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
18
Setiap defisit lokal permanen akang bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah
otak yang terkena. Pembuluh darah yang sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit lokal permanen dapat
tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak totl yang dapat
teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. kekurangan
oksigen dalam 1 menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih
lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis di sebut infark.
Gangguan peredan darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakarnial termasuk pendarahan ke dalam ruang sub
arakhnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan
timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada
pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorpsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-
10 hari setelah pendarahan pertama.
Ruptur ulangan menyebabkan terhentinya aliran darah kealiran tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak. Perdarahan
mengisi ventrikel dan hematoma yang merusak jaringan otak.
19
Peningkatan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakarnial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakarnial yang tidak diobati dapat mengakibatkan
herniasi unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi
sistemik, dan terganggunya pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah
dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif
yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi
serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasanya terjadi pada hari ke-4
sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan kontiksi arteri
otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.
G. Pathway
Hipertensi
v
Pecahnya pembuluh darah di otak
v
Hematoma
v
Metabolisme otak terganggu
v
Aliran darah ke otak
Penurunan
v
Kesadaran
Suplay O2 ke otak
v
v
Arteri vetebra serebral
Gg. Perfusi Jaringan
v Serebral
Disfungsi nervous
20
v
v v
Nervous VII &
Hemiparesis
v Nervous XII
v v terganggu
v v
Gg. v
v Defisit
v v
Mobilitas Disfagia (reflex
Perawatan Diri Mulut Perot
menelan
Fisik v terganggu)
Gg. Komnikasi v
Verbal Ketidaksimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
21
a. Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
I. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
2. Medis
22
a. Diagnostik seperti angiografi serebral, yang berguna mencari lesi
dan aneurisme
J. Komplikasi
3. Gangguan jantung
4. Infeksi / sepsis
23
6. Gangguan cairan , elektrolit asam dan basa
K. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
c. Sirkulasi
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Mengecek kesadaran dan reaksi pupil. A (Alert) V (Verbal) P (Pain)
U (Unresponsive).
e. Exposure
Penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis (AMPLE)
1) Alergi
2) Medikasi (Obat-obatan)
3) Patient medical history
4) Last meal
5) Events
24
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik persistem
L. Analisa Data
Do :
1. Kesadaran Hematoma
klien menurun
Suplay O2 ke orak
Penurunan kesadaran
25
2. Ds : Hipertensi Gangguan mobilitas
fisik
-
1. Hemiparesis
Hematoma
Suplay O2 ke otak
Disfungsi nervous
Hemiparesis
3. Ds : Hipertensi Gangguan
komunikasi verbal
-
26
Do : Pecahnya pembuluh darah di otak
1. Disatria
2. Parese Hematoma
3. Hemiparesis
Suplay O2 ke otak
Disatria
Gangguan komunikasi
verbal
4. Ds : Hipertensi Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
-
kebutuhan tubuh
Do : Pecahnya pembuluh darah di otak
27
1. Disatria
2. Parese Hematoma
3. Hemiparesis
Suplay O2 ke otak
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
28
-
1. Hemiparesis
Hematoma
Suplay O2 ke otak
Disfungsi nervous
Hemiparesis
M. Diagnosa Keperawatan
29
1. Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan pendarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.
2. Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparese
hemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control
koordinasi otot.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus
fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
GCS : 4,5,6 pupil isokor, refleks cahaya (+) tanda – tanda vital normal (nadi : 60 –
100 x/menit, suhu : 36 – 36,70C, RR: 16– 20 x/mnt.
Rasional
Intervensi
Mandiri
Keluarga lebih berpartisipasi daiam
Berikan penjelasan kepada keluarga
prosespenyernbuhan.
klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya.
Perubahan pada tekanan intracranial
Baringkan klien (tirah baring) total
akan dapat menyebabkan risiko
dengan posisi tidur terlentang tanpa
30
bantal. terjadinya herniasi otak.
31
batasi pengunjung. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik lainnya.
Kolaborasi
Meminimalkan fluktuasi pada beban
Berikan cairan per infus dengan
vaskular dan tekanan intrakranial,
perhatian ketat
retriksi cairan, dan cairan dapat
menurunkan edema serebri.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi meningkatnya kegiatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
32
Rasional
Intervensi
Mengetahui tingkat kemampuan klien
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
dalarn melakukan aktivitas.
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Menurunkan risiko terjadinya iskemia
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
33
Peningkatan kemampuan dalam
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
rnobilisasi ekstremitas dapat
latihan fisik klien.
ditingkatkan dengan latihan fisik dari
tim fisioterapis.
Rasional
Intervensi
Mandiri
Membantu dalam mengantisipasi dan
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
merencanakan pertemuan kebutuhan
dalam Skala 0-4 untuk melakukan ADL.
individual
34
jauhkan dari jalan. risiko tertimpa perabotan
Mengurangi ketergantungan
Beri kesempatan untuk menolong diri
seperti menggunakan kombinasi pisau,
garpu, sikat dengan pegangan panjang,
ekstensi untuk berpijak pada lantai atau
ke toilet, kursi untuk mandi.
Ketidakmampuan berkomunikasi
Kaji kemampuan komunikasi untuk
dengan perawat dapat menimbulkan
BAK. Kemarnpuan menggunakan
masalah pengosongan kandung kemih
urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi
oleh karena masalah neurogenik.
bila kondisi memungkinkan.
Meningkatkan latihan dan menolong
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
mencegah, konstipasi.
minum dan meningkatkan aktivitas.
Kolaboratif
Pertolongan utama terhadap fungsi usus
Pemberian supositoria dan pelumas
atau defekasi.
feses/ pencahar.
Rasional
Intervensi
35
Mengetahui status nutrisi klien.
Observasi tekstur. turgor kulit.
Kebersihan mulut merangsang nafsu
Lakukan oral hygiene.
makan.
36
dalam program latihan/ kegiatan dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum
Rasional
Intervensi
Membantu menentukan kerusakan area
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak
pada otak dan menentukan kesulitan
mengerti tentang kata-kata atau masalah
klien dengan sebagian atau seluruh
berbicara atau tidak mengerti bahasa
proses komunikasi klien mungkin
sendiri
mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, area
wernicke dan kerusakan pada area
Broca).
37
merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengkalarifikasi percakapan.
38
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. DATA DASAR
A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien (Inisial Pasien) : Tn. M
2. Usia : 64 tahun
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : STM
7. Suku : Sunda
14. No RM : 1008689
39
B. Sumber Informasi (Penaggung Jawab)
1. Nama : Tn. F
2. Umur : 42 tahun
4. Pendidikan : D3
5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Alamat : Situhiang
II. PENGKAJIAN
A. AVPU
Pain (Sadar
Veral (Sadar
Alert Terhadap Unrenponsive
Terhadap
(Sadar Penuh) Rangsangan (Tidak Sadar)
Suara)
Nyeri)
Saat diberikan
rangsangan
nyeri klien
berespon
(P1)
B. Primary Survey
40
Breathing Pernafasan klien dyspneu dengan frekuensi
pernafasan 32 x/menit
C. Secondary Survey
41
ke Rumah Sakit Umum Daerah Cililin dan
akhirnya di rujuk ke IGD RS Cibabat Cimahi
pada pukul 15.30 WIB.
D. Pemeriksaan Fisik
E. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Hasil
Nilai Rujukan Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
42
Hemoglobin 16,4 g/dl 13,2-17,3 g/dl Normal
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Rute Waktu
Nama Obat Dosis Golongan
Pemberian pemberian
43
2. Keperawatan
A. Analisa Data
Do : Metabolisme otak
1. Kesadaran terganggu
sopor
3. Penurunan
Suplay O2 ke otak
kesadaran
44
4. TD 130/90 Penurunan Kesadaran
mmHg
5. N 140 x /mnt
Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral
2 Ds : Hipertensi Keridakefektifan
bersihan jalan
Keluarga klien
nafas
mengatakan klien
Pecahnya pembuluh darah
mengalami
di otak
penurunan
kesadaran sejak
pukul 10.00 pagi. Hematoma
Do : Metabolisme otak
1. Klien terganggu
terpasang
mayo
Aliran darah ke otak
2. Klien
terpasang O2 3
L pm Suplay O2 ke otak
3. RR 32 x/menit
45
Obstruksi pada jalan nafas
Keridakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
3 Ds : Hipertensi Keridakefektifan
Pola Nafas
Keluarga klien
mengatakan klien
Pecahnya pembuluh darah
mengalami
di otak
penurunan
kesadaran sejak
pukul 10.00 pagi. Hematoma
Do : Metabolisme otak
1. Klien terganggu
terpasang
mayo
Aliran darah ke otak
2. Klien
terpasang O2 3
L pm Suplay O2 ke otak
46
3. RR 32 x/menit
Suplay O2 ke tubuh
Dyspneu
Keridakefektifan
Pola Nafas
B. Diagnosa Keperawatan
47
Dx. Rencana
No Tanggal Tujuan Rasional
kep Tindakan
3. Tidak
terdapat
obstruksi
pada jalan
nafas
48
ketidakefektifan posisi yang mengurang
pola nafas nyaman i sesak
teratasi dengan 3. Kolaborasi 3. Memobilis
kriteria hasil : dalam asi sekret
pemberian dan
1. Frekuensi
oksigen meningkatk
nafas dalam
an transpor
batas normal
oksigen
2. Tidak ada
dyspneu
49
perubahan tanda vital
tanda vital menandaka
n
peningkatan
TIK.
5. Kolaborasi 5. Upaya
dalam mengatasi
pemberian masalah
obat
6. Kolaborasi 6. Memperbai
dalam ki volume
pemberian komponen-
cairan komponen
darah
7.
D. Catatan Implementasi
16.00 klien
2. Bebaskan jalan nafas
dengan menggunakan O :
mayo 1. Klien terpasang
R/ mayo telah mayo
16.00
terpasang
50
3. Lakukan suction 2. Terdapat sekret
R/ suction telah
3. R 32 x/mnt
dilakukan
A : Masalah belum
teratasi
16.00
P : Intervensi di
lanjutkan (klien di
pindahkan ke ruang
inap)
16.00 nyaman
R/ klien diberikan
posisi semifowler O:
51
16.00 A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi di
lanjutkan (klien di
pindahkan ke ruang
inap)
52
15.30 sesuai indikasi Dokter A : Masalah belum
R/ manitol 200 gr, teratasi
ranitidin 2x1 gr,
ceftriaxon 2x2 gr dan
ondansentron 2x1 gr P : Intervensi di
IV pindahkan ke ruang
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa klien memiliki diagnosa medis
Stroke. Karena terdapat kesamaan yang muncul dalam manifestasi klinis antara
manifestasi klinis yang ada dalam terori dengan yang muncul pada kasus yaitu
adanya penurunan kesadaran, dan adanya afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan
memahami ucapan). Dari ke 11 manifes hanya dua yang muncul pada klien.
Selain itu diperkuat juga dengan adanya pemeriksaan penunjang yang sama
antara teori dan dalam kasus yaitu adanya pemeriksaan darah rutin (glukosa,
elektrolit, ureum, kreatinin), pemeriksaan kimia darah : gula darah dan
pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
Tidak hanya itu di dalam kasus juga terdapat data bahwa klien memiliki
riwayat hipertensi sejak lama dan tidak pernah kontrol, hal ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya stroke itu sendiri yaitu hipoksia umum yang mana
beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah Hipertensi
yang parah. Maka dapat di pastikan bahwa kasus ini merupakan kasus Stroke.
54
2. Gangguan mobillitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral,
dan kelemahan secara umum.
Dapat dilihat dari ke 5 diagnosa dalam teori hanya ada satu yang muncul
dalam kasus yaitu gangguan perfusi jaringan serebral. Dan dua diagnosa tambahan
yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan ketidakefektifan pola nafas hal ini
dikarenakan terdapat data yang kuat dan terlihat dari kondisi klien itu sendiri.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
57