Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. M DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS PADA PENYAKIT SRTOKE DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT
CIMAHI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas PKK II

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Desi Anggraeni 5. Nurul Siti Atiyah

2. Hanifa Nur Azizah 6. Onasis Kycken Y

3. Irma Nuraeni 7. Rida Dinniyah

4. Muhammad Hisyam M 8. Riska Oktaviani

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


CIMAHI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena


dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. M Dengan
Gangguan Sistem Neurologis Pada Penyakit Stroke di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Cibabat Cimahi”. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi
mata kuliah PKK II yang di bimbing oleh Ibu Sadaukur Barus, S. Kep,. Ners,.
M.Kep.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah ini berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Cimahi, Juni 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................. 4
A. Definisi .................................................................................... 4
B. Epidemiologi ........................................................................... 4
C. Etiologi .................................................................................... 5
D. Tanda dan Gejala .................................................................... 9
E. Patofisiologi ............................................................................ 10
F. Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 11
G. Penatalaksanaan Umum .......................................................... 11
H. Managemen Kegawatdaruratan ............................................... 12
BAB III PENUTUP .............................................................................. 17
A. Kesimpulan ............................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan


oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh
trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita
stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan hampir
semua pelayanan rawat inap penderita penyakit saraf.
Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
yang utama baik di negara maju maupun dinegara berkembang, karena
disamping menyebabkan angka kematian yang tinggi, stroke juga sebagai
penyebab kecacatan yang utama. Stroke merupakan penyebab kematian
nomor tiga di dunia, bahkan di banyak rumah sakit dunia stroke merupakan
penyebab kematian nomor satu. Banyak ahli kesehatan dunia juga yakin
bahwa serangan stroke adalah penyebab kecacatan nomor satu di dunia
(Suyono, 2005).
Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi dari angka
kematian, perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah
empat berbanding satu. Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada
kelompok usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang menjadi cacat dan
tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sedia kala (Lumbantobing, 2003).
Kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9
juta di antaranya menderita kecacatan berat. Yang lebih memprihatinkan lagi
10 persen di antara mereka yang terserang stroke mengalami kematian.
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah
laku dan pola hidup masyarakat (Gemari online, 2009).

1
Menurut Basjiruddin yang dikutip oleh Gemari online(2009), sedikitnya
10% dari 5,5 juta kematian di dunia disebabkan penyakit stroke, dan 50 juta
orang yang masih hidup kehilangan pekerjaan karena cacat yang
ditimbulkannya. Penderita stroke menunjukkan kenaikan setiap tahunnya,
dimana insiden stroke di Amerika Serikat ± 700.000 pertahunnya dan
merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Perbandingan antara penderita stroke pria dan wanita di Amerika
Serikat adalah 1,2 : 1 serta perbandingan antara kulit hitam dan kulit putih
yakni 1,8 : 1. (Caplan, 2000). Dinegara industri, penyakit stroke umumnya
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut
setelah penyakit jantung dan kanker (Lumbantobing, 2003).
Penyakit Tidak Menular (PTM) utama yang terdiri dari penyakit
kardiovaskular, stroke, kanker, Diabetes Mellitus (DM), Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), telah meningkat di beberapa negara terutama di
negara berkembang.
Secara global World Health Organization(WHO) memperkirakan
PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia
(Sam, 2007). WHO bahkan memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan
menyebabkan 73% kematian dan 60% kesakitan di seluruh dunia (Depkes,
2007).
Di Indonesia, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini,
bahkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) saat ini Indonesia
adalah negara dengan penderita stroke terbesardi Asia (Ranakusumah
dalamKantor Berita Indonesia (KBI) Gemari, 2002).
Menurut Misbach dalamGemari online(2009), penyakit stroke
menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian diIndonesia. Hal ini
tidak jauh berbeda dengan laporan kematian stroke yang ada dinegara-negara
maju. Penyebab terjadinya stroke adalah karena pola hidup yang tidak teratur,
serangan jantung terutama atrium fibrialasi, merokok, serta penyempitan pada
pembuluh darah otak

2
Berdasarkan laporan WHO, kasus strokeyang terjadi di Indonesia tahun
2002 telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Dan karena
belum adanya strategi penanganan yang baku, jumlah kematian akibat stroke
ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya (Lamsudin dalamSuyono,
2005).
Di Provinsi Jawa Barat sendiri penderita stroke pada tahun 2013 terdapat
533.895 jiwa yang mana memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak
dibandingkan penduduk provinsi lain. (Depkes RI, 2013)
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan
masalah utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi
sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang
terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke
yang cepat, tepat, dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan.
Karena itulah penulis tertarik menulis laporan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan stroke khusunya di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi.

B. Rumusan Masalah

Bagaiamanakah penanganan kegawatdaruratan pada kasus stroke di


Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaiamana penanganan kegawatdaruratan pada kasus stroke
di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota
Cimahi.

3
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi dari stroke .

b. Mengetahui anatomi fisiologi dari stroke.

c. Mengetahui etiologi terjadinya stroke.

d. Mengetahui tanda dan gejala dari stroke.

e. Mengetahui patofisiologi dari stroke.

f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari stroke.

g. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan umum pada stroke.

h. Memahami managemen kegawatan pada kasus stroke.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other


Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist
akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus


ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa stroke adalah suatu penyakit akibat


terganggunya peredaran ke otak sehingga pasokan oksigen ke otak berkurang.

B. Anatomi dan Fisiologi


Sistem persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu sistem
syaraf pusat (otak) dan sistem syaraf tepi (tulang belakang).
1. Otak (Sistem Syaraf Pusat)

5
6
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung
(medulla oblongata), dan jembatan varol.

a. Otak besar (Serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas


mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan
sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan
kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak.

Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat


bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan.

Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor


dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan
ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar
kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi
yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses
berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi.
Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.

b. Otak tengah (Mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di


depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang
mengatur kerja kelenjarkelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

c. Otak kecil (Serebelum)

7
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan
otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila
ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan.

d. Jembatan varol (Pons Varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak


kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan
sumsum tulang belakang.

e. Sumsum sambung (Medulla Oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari


medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan,
dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga
mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

2. Sumsum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)


Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian
luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan
berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang
ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal
dan sayap bawah disebut tanduk ventral.
Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang
belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum
tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal
terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan
menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke
saraf motorik.

8
Sistem saraf tepi system saraf terdiri : system saraf sadar dan system
saraf tak sadar ( Sistem Saraf Otonom ) system saraf sadar mengontrol
aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak , sedangkan saaf otonom
mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut
jantung ,gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat.

Saraf tepi dan aktivitas – aktivitas yang dsikendalikannya :

a. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-
saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu
saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.

Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:

1) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8

2) Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12

9
3) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf
nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing
sebagai berikut:

a) N. Olfactorius

Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang


terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari
concha nasalis superior.

b) N. Optikus

Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan


saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini
merupakan penonjolan dari otak ke perifer.

c) N. Oculomotorius

Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada


mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk
mengangkat bola mata

d) N. Trochlearis

Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini


mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola
mata

e) N. Trigeminus

Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus,
saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan
gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini
mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala,
bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.

f) N. Abducens

10
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi
muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat
menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap
bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus
konvergen.

g) N. Facialias

Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf


aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan
sedangkan saraf eferent untuk otot wajah.

h) N.Statoacusticus

Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf


keseimbangan.

i) N.Glossopharyngeus

Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini


mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf
ini mengurus otototot pharing untuk menghasilkan gerakan
menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di
lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum
di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga
tengah.

j) N.Vagus.

Saraf ini terdiri dari tiga komponen:

1. komponen motorisyang mempersarafi otot-otot pharing


yang menggerakkan pita suara,

2. komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah


pharing,

11
3. komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi
sebagian alat-alat dalam tubuh

k) N.Accesorius

Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada


nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus
motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus
Trapezius dan Sternocieidomastoideus.

l) Hypoglosus

Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang


mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada
medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada
trigonum hypoglosi.

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali


nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan
rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh
karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut
saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling
penting. Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan. Berdasrkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang
dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5
pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan 1 pasang saraf
ekor. Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang
disebut pleksus.

b. Saraf Otonom

12
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari
otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik
dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat
pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat
pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ
yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan


(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus
vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf
otak lain dan saraf sumsum sambung. (Anatomi, ganong, 2005)

13
C. Klasifikasi

Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:


(Muttaqin, 2008)
1. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral

14
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.

D. Etiologi

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu

15
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis ( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.

16
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

17
E. Tanda dan Gejala

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. Berikut tanda gejala
stroke :

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

8. Gangguan persepsi

9. Gangguan status mental

10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

11. Kesadaran menurun

F. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10 – 15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan
defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.

18
Setiap defisit lokal permanen akang bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah
otak yang terkena. Pembuluh darah yang sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit lokal permanen dapat
tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak totl yang dapat
teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. kekurangan
oksigen dalam 1 menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih
lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis di sebut infark.
Gangguan peredan darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakarnial termasuk pendarahan ke dalam ruang sub
arakhnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan
timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada
pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorpsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-
10 hari setelah pendarahan pertama.
Ruptur ulangan menyebabkan terhentinya aliran darah kealiran tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak. Perdarahan
mengisi ventrikel dan hematoma yang merusak jaringan otak.

19
Peningkatan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakarnial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakarnial yang tidak diobati dapat mengakibatkan
herniasi unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi
sistemik, dan terganggunya pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah
dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif
yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi
serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasanya terjadi pada hari ke-4
sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan kontiksi arteri
otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.

G. Pathway

Hipertensi

v
Pecahnya pembuluh darah di otak

v
Hematoma

v
Metabolisme otak terganggu

v
Aliran darah ke otak
Penurunan
v
Kesadaran
Suplay O2 ke otak

v
v
Arteri vetebra serebral
Gg. Perfusi Jaringan
v Serebral
Disfungsi nervous

20
v
v v
Nervous VII &
Hemiparesis
v Nervous XII
v v terganggu
v v
Gg. v
v Defisit
v v
Mobilitas Disfagia (reflex
Perawatan Diri Mulut Perot
menelan
Fisik v terganggu)
Gg. Komnikasi v
Verbal Ketidaksimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
H. Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium

21
a. Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

I. Penatalaksanaan
1. Keperawatan

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital


dengan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.

b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk


untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat


mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.

e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK, dengan meninggikan


kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

2. Medis

22
a. Diagnostik seperti angiografi serebral, yang berguna mencari lesi
dan aneurisme

b. Pengobatan, karena biasanya klien dalam keadaan koma, maka


pengobatan yang diberikan yaitu:

1) Kortikosteroid, gliserol, valium manitol untuk mencegah


terjadinya edema acak dan timbulnya kejang

2) Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga minggu


serta berangsur-angsur diturunkan untuk mencegah terjadinya
lisis bekuan darah atau perdarahan ulang.

c. Operasi bedah syaraf (kraniotomi)

d. Deuretik : untuk menurunkan edema serebral

e. Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya


trombosis atau emboli dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

f. Medikasi anti trombosit : dapat disebabkan oleh trombosit


memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan trombus
dan embolisasi.

(Brunner & Suddarth, 2002)

J. Komplikasi

1. Kenaikan tekanan darah ( tinggi)

2. Kadar gula darah (tinggi)

3. Gangguan jantung

4. Infeksi / sepsis

5. Gangguan ginjal dan hati

23
6. Gangguan cairan , elektrolit asam dan basa

(Brunner & Suddarth, 2002)

K. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
c. Sirkulasi
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Mengecek kesadaran dan reaksi pupil. A (Alert) V (Verbal) P (Pain)
U (Unresponsive).
e. Exposure
Penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.

2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis (AMPLE)
1) Alergi
2) Medikasi (Obat-obatan)
3) Patient medical history
4) Last meal
5) Events

24
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik persistem

L. Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Ds : Hipertensi Gangguan perfusi


jaringan serebral
-

Pecahnya pembuluh darah di otak

Do :

1. Kesadaran Hematoma
klien menurun

Metabolisme otak terganggu

Aliran darah ke otak

Suplay O2 ke orak

Penurunan kesadaran

Gangguan perfusi jaringan


serebral

25
2. Ds : Hipertensi Gangguan mobilitas
fisik
-

Do : Pecahnya pembuluh darah di otak

1. Hemiparesis

Hematoma

Metabolisme di otak terganggu

Aliran darah ke orak

Suplay O2 ke otak

Arteri vetebra serebral terganggu

Disfungsi nervous

Hemiparesis

Gangguan mobilitas fisik

3. Ds : Hipertensi Gangguan
komunikasi verbal
-

26
Do : Pecahnya pembuluh darah di otak

1. Disatria

2. Parese Hematoma

3. Hemiparesis

Metabolisme otak terganggu

Aliran darah ke otak

Suplay O2 ke otak

Arteri vetebra serebral terganggu

Kerusakan fungsi Nervous

Disatria

Gangguan komunikasi
verbal

4. Ds : Hipertensi Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
-
kebutuhan tubuh
Do : Pecahnya pembuluh darah di otak

27
1. Disatria

2. Parese Hematoma

3. Hemiparesis

Metabolisme otak terganggu

Aliran darak ke otak

Suplay O2 ke otak

Arteri vetebra serebral terganggu

Kerusakan fungsi Nervous VII &


Nervous XII

Disfagia (reflex menelan


terganggu)

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

5. Ds : Hipertensi Defisit perawatan


diri

28
-

Do : Pecahnya pembuluh darah di otak

1. Hemiparesis

Hematoma

Metabolisme di otak terganggu

Aliran darah ke orak

Suplay O2 ke otak

Arteri vetebra serebral terganggu

Disfungsi nervous

Hemiparesis

Defisit perawatan diri

M. Diagnosa Keperawatan

29
1. Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan pendarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.
2. Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparese
hemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control
koordinasi otot.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus
fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.

N. Rencana Tindakan Keperawatan


Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
GCS : 4,5,6 pupil isokor, refleks cahaya (+) tanda – tanda vital normal (nadi : 60 –
100 x/menit, suhu : 36 – 36,70C, RR: 16– 20 x/mnt.

Rasional
Intervensi

Mandiri
Keluarga lebih berpartisipasi daiam
Berikan penjelasan kepada keluarga
prosespenyernbuhan.
klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya.
Perubahan pada tekanan intracranial
Baringkan klien (tirah baring) total
akan dapat menyebabkan risiko
dengan posisi tidur terlentang tanpa

30
bantal. terjadinya herniasi otak.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih


Monitor tanda-tanda status neurologis
lanjut.
dengan GCS.
Pada keadaan normal, otoregulasi
Monitor tanda-tanda vital, seperti,
mempertahankan keadaan tekanan
tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
darah sistemik berubah secara fluktuasi.
pernapasan, serta hati-hati pada
Kegagalan otoreguler akan
hipertensi sistolik
menyebabkan kerusakan vaskular
serebri yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik,
sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi

Hipertermi dapat menyebabkan


Monitor asupan dan keluaran.
peningkatan IWL dan meningkatkan
risiko dehidrasi terutama pada klien
yang tidak sadar, mual yang
menurunkan asupan peroral.

Aktivitas ini dapat meningkatkan,


Bantu klien untuk membatasi muntah,
tekanan intrakranial dan intraabcomen.
batuk. Anjurkan klien untuk
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
mengeluarkan napss apabila bergerak
atau mengubah posisi dapat melindungi
atau berbalik di tempat tidur.
diri dari efek valsava.

Batuk dan mengejan dapat


Anjurkan klien untuk menghindari
meningkatkan tekanan intrakranial dan
batuk dan mengejan berlebihan
potensial terjadi perdarahan ularig.

Rangsangan aktivitas yang rneningkat


Ciptakan lingkungan yang tenang dan
dapat meningkatkan kenaikan TIK.

31
batasi pengunjung. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik lainnya.

Kolaborasi
Meminimalkan fluktuasi pada beban
Berikan cairan per infus dengan
vaskular dan tekanan intrakranial,
perhatian ketat
retriksi cairan, dan cairan dapat
menurunkan edema serebri.

Adanya kemungkinan asidosis disertai


Monitor AGD bila diperlukan
dengan pelepasan oksigen pada tingkat
pemberian oksigen
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskemia serebri.

Berikan tempi sesuai instruksi dokter


Tujuan terapi :
seperti :
Menurunkan permeabilitas kapiler.
Steroid
Menurunkan edema serebri.
Aminofel
Menurunkan metabolik dan kejang.
Antibiotik

Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparese hemiplagia,


kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi meningkatnya kegiatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.

32
Rasional
Intervensi
Mengetahui tingkat kemampuan klien
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
dalarn melakukan aktivitas.
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Menurunkan risiko terjadinya iskemia
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.

Gerakan aktif memberikan massa, tonus


Ajarkan klien untuk melakukan latihan
dan kekuatan otot, serta memperbaiki
gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
fungsi jantung dan pernapasan.
sakit.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas
kekuatannya bila tidak di latih untuk
yang sakit.
digerakkan.

Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi


Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
dan hilangnva sensasi risiko tinggi
Pantau kulit dan membran mukosa
kerusakan integritas kulit kemungkinan
terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-
komplikasi imobilisasi.
lecet.
Untuk memelihara fleksibilitas sendi
Bantu klien melakukan latihan ROM,
sesuai kemampuan.
perawatan diri sesuai toleransi.
Mempertahankan posisi tulang
Memelihara bentuk tulang belakang
belakang tetap rata
dengan cara :
1. Matras.
2. Bed Board (tempat tidur dengan
alas kayu atau kasur busa yang
keras yang tidak menimbulkan
lekukan saat klien tidur).

33
Peningkatan kemampuan dalam
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
rnobilisasi ekstremitas dapat
latihan fisik klien.
ditingkatkan dengan latihan fisik dari
tim fisioterapis.

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,


menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot.

Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan


diri.
Kriteria hasil: Mendapat menunjukkan perubahan gaga hidup untuk kebutuhan
merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/ masyarakat yang dapat membantu.

Rasional
Intervensi

Mandiri
Membantu dalam mengantisipasi dan
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
merencanakan pertemuan kebutuhan
dalam Skala 0-4 untuk melakukan ADL.
individual

Bagi klien dalam keadaan cemas dan


Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
tergantung hal ini dilakukan untuk
klien dan bantu bila perlu.
mencegah frustasi dan harga diri klien

Klien akan mampu melihat dan


Rencanakan tindakan untuk defisit
memakan makanan, akan mampu
penglihatan seperti tempatkan makanan
melihat keluar masuknya orang
dan peralatan dalam suatu tempat,
keruangan.
dekatkan tempat tidur ke dinding.
Menjaga, keamanan klien bergerak di
Tempatkan perabotan ke dinding,
sekitar tempat tidur dan menurunkan

34
jauhkan dari jalan. risiko tertimpa perabotan

Mengurangi ketergantungan
Beri kesempatan untuk menolong diri
seperti menggunakan kombinasi pisau,
garpu, sikat dengan pegangan panjang,
ekstensi untuk berpijak pada lantai atau
ke toilet, kursi untuk mandi.

Ketidakmampuan berkomunikasi
Kaji kemampuan komunikasi untuk
dengan perawat dapat menimbulkan
BAK. Kemarnpuan menggunakan
masalah pengosongan kandung kemih
urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi
oleh karena masalah neurogenik.
bila kondisi memungkinkan.
Meningkatkan latihan dan menolong
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
mencegah, konstipasi.
minum dan meningkatkan aktivitas.

Kolaboratif
Pertolongan utama terhadap fungsi usus
Pemberian supositoria dan pelumas
atau defekasi.
feses/ pencahar.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan


kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan: Dalam Aiktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.


Kriteria hasil: Tumor baik, asupa ) dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kumampuan menelan, sonde dilepas, B5 meningkat 1 kg. Hb dan albimin dalam
batas normal.

Rasional
Intervensi

35
Mengetahui status nutrisi klien.
Observasi tekstur. turgor kulit.
Kebersihan mulut merangsang nafsu
Lakukan oral hygiene.
makan.

Mengetahui keseimbangan nutrisi kilen.


Observasi intatke dan output nutrisi.
Untuk menghindari risiko infeksiriritasi
Observasi posisi dan keberhasilan
sonde.
Untuk menetapkan jenis makanan yang
Tentukan kemampuan klien dalam
akan diberikan pada klien.
mengunyah, menelan, dan refleks batuk.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
karena gaya gravitasi.
waktu, selama, ada, sesudah makan.
Membantu dalam melatih kembali
Stimulasi bibir untuk menutup dan
sensorik dan meningkatkan kontrol
membuka mulut secara manual dengan
muskular.
menekan ringan di atas bibir/ dibawah
dagu jika dibutuhkan.
Memberikan stimulasi sensorik
Letakkan makanan pada daerah mulut
(termasuk rasa kecap) yang dapat
yang tidak terganggu
mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan intake nurtrisi.

Klien dapat berkonsentrasi pada


Berikan makan dengan perlahan dengan
mekanisme makan tanpa adanya
lingkungan yang tenang.
distraksi/gangguan dari luar

Menguatkan otot fasial dan otot


Anjurkan klien menggunakan sedotan
menelan dan menurunkan resiko
meminum cairan
terjadinya tersedak.

Dapat meningkatkan pelepasan endonin


Anjurkan klien untuk berpartisipasi

36
dalam program latihan/ kegiatan dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum

Tujuan : Dalam waktu 2 x 4 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap


masalah, komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi, klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat

Rasional
Intervensi
Membantu menentukan kerusakan area
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak
pada otak dan menentukan kesulitan
mengerti tentang kata-kata atau masalah
klien dengan sebagian atau seluruh
berbicara atau tidak mengerti bahasa
proses komunikasi klien mungkin
sendiri
mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, area
wernicke dan kerusakan pada area
Broca).

Dapat menentukan pilihan interval


Bedakan afasia dengan disatria
sesuai dengan tipe gangguan.

Klien dapat kehilangan kemampuan


Lakukan metode percakapan yang baik
untuk memantau ucapannya,
dan lengkap beri kesempatan klien
komunikasinya secara tidak sadar,
untuk mengklarifikasi.
dengan melengkapi dapat

37
merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengkalarifikasi percakapan.

Untuk menguji afasia reseptif


Katakan untuk mengikuti perintah
secara sederhana seperti tutup matamu
dan lihat ke pintu
Menguji afasia ekspresif misalnya klien
Perintahkan klien untuk menyebutkan
dapat mengenal benda tersebut tetapi
nama suatu benda yang diperlihatkan
tidak mampu menyebutkan namanya

Mengidentifikasi disatria komponen


Perdengarkan bunyi yang sederhana
berbicara (lidah, gerakan )
seperti “sh…..cat”
Menguji ketidakmampuan menulis
Suruh klien untuk menulis nama atau
(agrafia) dam deficit membaca (aleksia)
kalimat pendek, bila tidak mampu untuk
yang juga merupakan bagian dari afasia
menulis suruh klien membaca kalimat
reseptif dan ekspresif
pendek
Untuk kenyamanan yang berhubungan
Beri penringatan bahwa klien di ruang
dengan ketidakmampuan
ini mengalami gangguan berbicara,
berkomunikasi
sediakan bel khusus bila perlu.
Memberikan komunikasi dasar sesuai
Pilih metode komunikasi alternative
dengan situasi individu
misalnya menulis pada papan tulis
menggambar, dan mendemonstrasikan
secara visual gerakan tangan
Mengkaji kemampuan verbal individual
Kolaborasi : konsultasikan ke ahli terapi
dan sensorik motorik dan fungsi
bicara.
kognitif untuk mengidentifikasi deficit
dan kebutuhan terapi

38
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. M DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS PADA PENYAKIT SRTOKE DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT
CIMAHI

I. DATA DASAR
A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien (Inisial Pasien) : Tn. M

2. Usia : 64 tahun

3. Status Perkawinan : Menikah

4. Pekerjaan : Wiraswasta

5. Agama : Islam

6. Pendidikan : STM

7. Suku : Sunda

8. Bahasa Yang Digunakan : Sunda

9. Alamat Rumah : Situhiang

10. Sumber Biaya : Umum

11. Tanggal Masuk RS : 26 Mei 2018

12. Diagnosa Medis : Stroke

13. Tanggal Pengkajian : 26 Mei 2018

14. No RM : 1008689

39
B. Sumber Informasi (Penaggung Jawab)

1. Nama : Tn. F

2. Umur : 42 tahun

3. Hubungan Dengan Pasien : Anak Kandung

4. Pendidikan : D3

5. Pekerjaan : Wiraswasta

6. Alamat : Situhiang

II. PENGKAJIAN

A. AVPU

Pain (Sadar
Veral (Sadar
Alert Terhadap Unrenponsive
Terhadap
(Sadar Penuh) Rangsangan (Tidak Sadar)
Suara)
Nyeri)

Saat diberikan
rangsangan
nyeri klien
berespon

(P1)

B. Primary Survey

Airway Pangkal lidah klien jatuh menutupi jalan nafas, klien


menggunakan OPA (Oropharyngeal Airway), bunyi
nafas ronchi.

40
Breathing Pernafasan klien dyspneu dengan frekuensi
pernafasan 32 x/menit

Circulation TD 130/90 mmHg, N 140 x/mnt, CRT < 2 detik,


Akral hangat, Tidak ada perdarahan

Disability GCS 7 (E2V2M3) , pupil isokor

C. Secondary Survey

Sign and Symptom Keluarga klien mengatakan klien mengalami


penurunan kesadaran, pusing sebelah (-) muntah
(-)

Alergi Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki


riwayat alergi terhadap obat atau makanan
apapun.

Medication Keluarga klien mengatakan klien tidak minum


obat apapun sebelum masuk ke IGD.

Past Medical Hystory Keluarga klien mengatakan klien belum pernah


di rawat di rumah sakit, klien memiliki riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu namun tidak
pernah kontrol.

Last Oral Intake Keluarga klien mengatakan klien sebelumnya


makan nasi pada saat sahur yaitu pukul 03.30
WIB.

Event Keluarga klien mengatakan klien mengalami


penurunan kesadaran sejak pukul 10.00 pagi
saat sedang duduk menonton TV, tidak ada
pusing ataupun muntah, klien kemudian dibawa

41
ke Rumah Sakit Umum Daerah Cililin dan
akhirnya di rujuk ke IGD RS Cibabat Cimahi
pada pukul 15.30 WIB.

D. Pemeriksaan Fisik

Sistem Kardiovaskular TD 130/90 mmHg, N 140 x/mnt, CRT < 2


detik, dada simetris, sianosis (-), akral hangat,
turgor normal, terpasang infus NaCl 0.3 % 20
tpm.

Sistem Neurologis Kesadaran sopor, GCS 7 (E2V2M3),


penurunan kesadaran, pupil isokor.

Sistem Respirasi Ada obstruksi pada jalan nafas klien, pangkal


lidah jatuh menutupi jalan nafas, klien telah
terpasang mayo, suara nafas ronchi, klien
terpasang oksigen 3 L pm, frekuensi
pernafasan 32 x/mnt, pergerakan dinding dada
simetris.

Sistem Integumen Turgor kulit baik, sianosis (-), klien


berkeringat.

Sistem Muskuloskeletal Pergerakan tangan klien asimetris, tangan


kanan terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

E. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal : 26 Mei 2018

Jenis Hasil
Nilai Rujukan Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan

42
Hemoglobin 16,4 g/dl 13,2-17,3 g/dl Normal

Hematokrit 49 % 40-52 % Normal

Leukosit 21.700 4000-11000 Mengingkat


103/mm3 103/mm3

Trombosit 354.000 150.000-450.000 Normal


103/mm3 103/mm3

GDS 124 mg/dl < 180 mg/dl Normal

Ureum 40 mg/dl 15-38 mg/dl Mengingkat

Creatinin 1,7 mg/dl 0,6-1,7 mg/dl Meningkat

F. Penatalaksanaan

1. Medis

Rute Waktu
Nama Obat Dosis Golongan
Pemberian pemberian

Paracetamol 500 g IV 12.00 Analgesik

IVFD NaCL 0,3 % IV 12.00


20 tpm

Manitol 200 gr IV 17.30 Diuretik

Ranitidin 2x1 gr IV 17.30

Ceftriaxone 2x2 gr IV 17.30

Ondansteron 2x1gr IV 17.30

43
2. Keperawatan

a. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan skala GCS


b. Mengatur posisi klien bedrest
c. Pasang pagar tempat tidur
d. Kaji tanda-tanda vital

III. ANALISA DATA

A. Analisa Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Ds : Hipertensi Gangguan perfusi


jaringan serebral
Keluarga klien
mengatakan klien
Pecahnya pembuluh darah
mengalami
di otak
penurunan
kesadaran sejak
pukul 10.00 pagi. Hematoma

Do : Metabolisme otak

1. Kesadaran terganggu

sopor

2. GCS 7 Aliran darah ke otak


(E2V2M3)

3. Penurunan
Suplay O2 ke otak
kesadaran

44
4. TD 130/90 Penurunan Kesadaran
mmHg

5. N 140 x /mnt
Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral

2 Ds : Hipertensi Keridakefektifan
bersihan jalan
Keluarga klien
nafas
mengatakan klien
Pecahnya pembuluh darah
mengalami
di otak
penurunan
kesadaran sejak
pukul 10.00 pagi. Hematoma

Do : Metabolisme otak

1. Klien terganggu

terpasang
mayo
Aliran darah ke otak
2. Klien
terpasang O2 3
L pm Suplay O2 ke otak

3. RR 32 x/menit

4. Suara nafas Penurunan Kesadaran


ronchi

45
Obstruksi pada jalan nafas

Akumulasi sekret berlebih

Keridakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas

3 Ds : Hipertensi Keridakefektifan
Pola Nafas
Keluarga klien
mengatakan klien
Pecahnya pembuluh darah
mengalami
di otak
penurunan
kesadaran sejak
pukul 10.00 pagi. Hematoma

Do : Metabolisme otak

1. Klien terganggu

terpasang
mayo
Aliran darah ke otak
2. Klien
terpasang O2 3
L pm Suplay O2 ke otak

46
3. RR 32 x/menit

4. Suara nafas Penurunan Kesadaran


ronchi

Obstruksi pada jalan nafas

Akumulasi sekret berlebih

Suplay O2 ke tubuh

Dyspneu

Keridakefektifan
Pola Nafas

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret berlebih.

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplay O2 ke tubuh menurun.

3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.

C. Rencana Tindakan Keperawatan

47
Dx. Rencana
No Tanggal Tujuan Rasional
kep Tindakan

1 26/5/2018 1 Setelah 1. Kaji 1. Untuk


dilakukan bersihan mengetahui
tindakan jalan nafas tingkat
keperawatan klien keefektifan
selama 1 x 2 jam pernafasan
ketidakefektifan 2. Bebaskan 2. Membebas
bersihan jalan jalan nafas kan
nafas teratasi dengan bersihan
dengan kriteria menggunak jalan nafas
hasil : an mayo
3. Lakukan 3. Menurunka
1. Frekuensi
suction n risiko
nafas dalam
asprasi atau
batas normal
asfiksia
2. Tidak ada
suara nafas
tambahan

3. Tidak
terdapat
obstruksi
pada jalan
nafas

2 26/5/2018 2 Setelah 1. Kaji 1. Mengetahu


dilakukan frekuensi i tingkat
tindakan nafas pernafasan
keperawatan klien
selama 1 x 2 jam 2. Berikan 2. Untuk

48
ketidakefektifan posisi yang mengurang
pola nafas nyaman i sesak
teratasi dengan 3. Kolaborasi 3. Memobilis
kriteria hasil : dalam asi sekret
pemberian dan
1. Frekuensi
oksigen meningkatk
nafas dalam
an transpor
batas normal
oksigen
2. Tidak ada
dyspneu

3 26/5/2018 3 Setelah 1. Pantau 1. Minimalkan


dilakukan tanda dan peningkatan
tindakan gejala TIK.
keperawatan peningkata
selama 1 x 2 jam n TIK
gangguan perfusi dengan
jaringan serebral skala GCS
teratasi dengan 2. Atur posisi 2. Bed rest
kriteria hasil : klien bertujuan
bedrest mengurani
1. Perubahan
kerja fisik,
tingkat
beban kerja
kesadaran
jantung.
2. Tanda-tanda 3. Pasang 3. Mencegah
vital dalam pagar risiko
batas normal tempat cedera jatuh
tidur dari tempat
tidur akibat
tidak sadar.
4. Kaji 4. Perubahan

49
perubahan tanda vital
tanda vital menandaka
n
peningkatan
TIK.
5. Kolaborasi 5. Upaya
dalam mengatasi
pemberian masalah
obat
6. Kolaborasi 6. Memperbai
dalam ki volume
pemberian komponen-
cairan komponen
darah
7.

D. Catatan Implementasi

Dx. Tanggal Evaluasi (SOAP)


No Implemetasi
kep / jam Paraf

1 1 26/5/18 1. Kaji bersihan jalan S : Keluarga klien


nafas klien mengatakan klien
15.30
R/ pangkal lidah mengalami penurunan
menutupi jalan nafas kesadaran.

16.00 klien
2. Bebaskan jalan nafas
dengan menggunakan O :
mayo 1. Klien terpasang
R/ mayo telah mayo
16.00
terpasang

50
3. Lakukan suction 2. Terdapat sekret
R/ suction telah
3. R 32 x/mnt
dilakukan

A : Masalah belum
teratasi
16.00

P : Intervensi di
lanjutkan (klien di
pindahkan ke ruang
inap)

2 2 26/5/18 1. Kaji frekuensi nafas S : Keluarga klien


R/ respirasi klien 32 mengatakan klien
15.30
x/menit mengalami penurunan
2. Berikan posisi yang kesadaran.

16.00 nyaman
R/ klien diberikan
posisi semifowler O:

3. Kolaborasi dalam 1. Klien terpasang


pemberian oksigen mayo
16.00
R/ oksigen terpasang
2. Terdapat sekret
dengan nasal canul
3Lpm 3. R 32 x/mnt

51
16.00 A : Masalah belum
teratasi

P : Intervensi di
lanjutkan (klien di
pindahkan ke ruang
inap)

1 1 26/5/18 1. Memantau tanda dan S : Keluarga klien


gejala peningkatan mengatakan klien
15.30
TIK dengan skala GCS mengalami penurunan
R/ GCS 7 (E2V2M3) kesadaran.
2. Mengatur posisi klien
bedrest
R/ klien diposisikan O :
15.30 dalam posisi bedrest 1. Klien mengalami
3. Memasang pagar penurunan
tempat tidur kesadaran
R/ pagar tempat tidur
2. Kesadaran sopor
telah terpasang
dikedua sisi 3. GCS 7 (E2V2M3)
15.30
4. Mengkaji tanda - tanda
4. TD 130/90 mmHg,
vital
N 140 x/mnt R 32
R/ TD 130/90 mmHg,
x/mnt, S 38 0C
N 140 x/mnt R 32
x/mnt, S 38 0C
5. Memerikan obat

52
15.30 sesuai indikasi Dokter A : Masalah belum
R/ manitol 200 gr, teratasi
ranitidin 2x1 gr,
ceftriaxon 2x2 gr dan
ondansentron 2x1 gr P : Intervensi di

telah diberikan melalui lanjutkan (klien di

IV pindahkan ke ruang

17.30 6. Memberikan cairan IV inap)


R/ terpasang cairan
NaCl 0,3% 20 tpm

53
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa klien memiliki diagnosa medis
Stroke. Karena terdapat kesamaan yang muncul dalam manifestasi klinis antara
manifestasi klinis yang ada dalam terori dengan yang muncul pada kasus yaitu
adanya penurunan kesadaran, dan adanya afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan
memahami ucapan). Dari ke 11 manifes hanya dua yang muncul pada klien.

Selain itu diperkuat juga dengan adanya pemeriksaan penunjang yang sama
antara teori dan dalam kasus yaitu adanya pemeriksaan darah rutin (glukosa,
elektrolit, ureum, kreatinin), pemeriksaan kimia darah : gula darah dan
pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
Tidak hanya itu di dalam kasus juga terdapat data bahwa klien memiliki
riwayat hipertensi sejak lama dan tidak pernah kontrol, hal ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya stroke itu sendiri yaitu hipoksia umum yang mana
beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah Hipertensi
yang parah. Maka dapat di pastikan bahwa kasus ini merupakan kasus Stroke.

Pada diagnosa keperawatan menurut (Brunner & Suddarth, 2002: Doengos,


2000) masalah yang lazim muncul adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan pendarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.

54
2. Gangguan mobillitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral,
dan kelemahan secara umum.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus adalah sebagai


beikut :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret berlebih.

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplay O2 ke tubuh menurun.

3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.

Dapat dilihat dari ke 5 diagnosa dalam teori hanya ada satu yang muncul
dalam kasus yaitu gangguan perfusi jaringan serebral. Dan dua diagnosa tambahan
yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan ketidakefektifan pola nafas hal ini
dikarenakan terdapat data yang kuat dan terlihat dari kondisi klien itu sendiri.

55
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke merupakan penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh


berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh trombosis,
embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral.

B. Saran

Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian


yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan
kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa,
sudah seharusnya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-
sungguh kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan
dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika.
______. _____. Laporan Pendahuluan Stroke. Diambil dari : https://academia.com
(Diakses tanggal 3 Maret 2018)

Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouese, Alice C. Geiser, 1993, Rencana


Asuhan Keperawatan, Jakarta, Buku Kedokteran EGC

57

Anda mungkin juga menyukai