Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Dosen Pengajar:

Ns. Destiawan EU, S.Kep., M.Kep. Sp. Kep.KMB

Disusun Oleh :

Anggota Kelompok 4
1. Agmarisa mawardi 19216003
2. Ahmad arif 19216004
3. Ahmad sarkowi J 19216005
4. Amanda ika putri 19216011
5. Ananda nadila suhanda 19216013
6. Astika nisa putri 19216020
7. Dea ananda 19216028
8. Dewi melati anjani 19216034
9. Elfiana yusronah 19216050
10. Enggar pradiasa mardika C 19216052
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
berikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Trauma Pelvis” Kami ucapakan banyak terima kasih kepada dosen, dan teman-teman
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami dari penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa yang akan datang
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.

Tangerang, 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................................5
2.1 Trauma Pelvis............................................................................................................................5
2.2 Mekanisme / patofisiologi trauma pelvis.................................................................................5
2.3 Manifestasi klinis trauma pelvis..............................................................................................5
2.4 Berdasarkan klasifikasi Tipe:..................................................................................................6
2.5 Pemeriksaan penunjang trauma pelvis...................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan trauma pelvis...............................................................................................7
2.7 Komplikasi trauma pelvis........................................................................................................7
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................9
3.1 Asuhan Keperawatan................................................................................................................9
BAB 4..................................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma adalah keadaan kondisi yang disebabkan oleh perlukaan ataucedera yang
bersifat menyeluruh, yang menyebabkan berkurangnya atauhilangnya aktifitas seseorang.
Menurut WHO trauma merupakan masalahkesehatan yang semakin tinggi di seluruh dunia,
dimana kejadianya terdapat1.600 meninggal akibat luka-luka(Ginting, Sitohang and
Simanjuntak, 2017, p. 10). Kejadian trauma abdmen seharusnya dapat dicegah dengan baik
namunadanya faktor yang sering terlewatkan seperti adanya intoksikasi maupunsering terjadi
trauma capitisRongga perut atau biasa disebut dengan abdomen merupkan rongga padatubuh
yang letaknya diantara dada dan panggul. Abdomen merupakan ronggatempat bagi organ
pencernaan, seperti lambung, usus, hati, pankreas. Didalamabdomen juga terdapat sistem
perkemihan yaitu ginjal. Jika terjadi cidera padaabdomen dengan berbagai keparahanya,
kondisi tersebut disebut sebagaitrauma abdomen. Trauma abdomen adalah keadaan atau
kondisi dimana perutatau abdomen mengalami cidera yang disebabkan oleh benda tumpul
atautajam yang mengakibatkan gangguan pada organ dalam (Brunner andSuddarth, 2015;
Ginting, Sitohang and Simanjuntak, 2017.
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada disebelah dorsokaudal terhadap
abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh keek stremitasin ferior. Pelvis
bersendi dengan vertebralumbalis ke-5 di bagian atas dengan caput femoris kanan dan kiri
padaacetabulum yang sesuai. Patah tulang panggul adalah gangguan strukturtulang dari
pelvis. Disebabkan oleh jatuh, kecelakaan kendaraan bermotoratau cedera tabrakan. Minimal
dua pertiga pasien ini mengalami cedera beratdan multipel (Syaifuddin, 2010). Fraktur pelvis
merupakan terputusnyahubungan tulang pelvis, baik pubis atau tulang ileum yang disebabkan
olehsuatu trauma (Helmi, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi trauma pelvis?
2. Apa saja klasifikasi trauma pelvis?
3. Bagaimana patofisiologi trauma pelvis?
4. Apa Pemeriksaan penunjang fraktur pelvis?
5. Apa saja komplikasi trauma pelvis?
6. Bagaimana penatalaksanaan trauma pelvis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnosis trauma pelvis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi trauma pelvis
2. Untuk mengetahui klasifikasi trauma pelvis
3. Untuk mengetahui patofisiologi trauma pelvis
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur pelvis
5. Untuk mengetahui komplikasi trauma pelvis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma pelvis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis trauma pelvis
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Pelvis


Trauma pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam
rongga panggul seperti uretra, buli–buli, rektum serta pembuluh darah.

2.2 Mekanisme / patofisiologi trauma pelvis


Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan
osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. Mekanisme trauma pada
cincin panggul terdiri atas:

1. Kompresi anteroposterior Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki
dengan kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan
mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book
injury
2. Kompresi lateral Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami
keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami
fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat
pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
3. Trauma vertikal Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara
vertikal disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal
ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai
4. Trauma kombinasi Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan
diatas

2.3 Manifestasi klinis trauma pelvis


Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang
dapat mengenai organ – organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala
pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita
datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat
Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala Pemeriksaan klinik:

- Keadaan umum - Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi - Lakukan survei
kemungkinan trauma lainnya
- Lokal
- Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul, Tarikan pada cincin
panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan
deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur

2.4 Berdasarkan klasifikasi Tipe:


Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada
visera pelvis.
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak
dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – Kadang terdapat darah di
meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika
menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri

2.5 Pemeriksaan penunjang trauma pelvis


1. Pemeriksaan radiologis:

Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis


dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP. Pemeriksaan rongent posisi lain
yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum memungkinkan.

2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:

Kateterisasi, ureterogram, sistogram retrograd dan postvoiding,


pyelogram intravena, aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal.
2.6 Penatalaksanaan trauma pelvis
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
- Fraktur tidak stabil diatasi den avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan
konservatif seperti istirahat, traksi, pelvic sling
- Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF Berdasarkan klasifikasi Tile:
- Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan
dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bias
menggunakan penopang.
- Fraktur Tipe B: Fraktur tipe openbook Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan
cara beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika
celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis
ilii Fraktur tipe closebook Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa
fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi
1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi
dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
- Fraktur Tipe C sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan
traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur
sekurang-kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan
reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.

2.7 Komplikasi trauma pelvis


a. Komplikasi segera
- Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan
antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
- Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan
dari bagian tulang panggul yang tajam.
- Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra
pars membranosa.
- Trauma rektum dan vagina
- Trauma pembuluh darah darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok.
- Trauma pada saraf : Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi.
- Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat
vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf.

b. Komplikasi lanjut
- Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan
lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai
profilaksis.
- Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
- Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada
daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini
menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan
memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
- Skoliosis kompensator mempengaruhi ikatan sendi dan otot yang mengenai tulang
belakang, yang menyebabkan tulang belakang, ... Namun yang lain dapat kongenital
disertai dengan gangguan atau sindroma neuromuscular.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan


Perempuan Riwayat KLL dengan terlempar dari becak sejauh 5 m. mengeluh
nyeri pada perut bagian bawah skala nyeri 4, ada luka operasi disekitar tonjolan
panggul. Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi pada psias kanan dan kiri, teraba
krepitasi. Klien mengatakan sulit melakukan aktifias karena nyerinya. Respirasi:
28x/menit, N: 120x/manit, TD: 110/90 mmHg.
A. Analisa Data
N Data Etiologi Problem
o

1 DS : Agen pencedera fisik Nyeri akut


- Klien mengeluh nyeri pada (mis. abses, amputasi, D.0077
perut bagian bawah terbakar, terpotong,
prosedur operasi) Kat : Fisiologis
DO :
Sub Kat : Nyeri
- Ada luka operasi disekitar dan keamanan
tonjolan panggul
- P : KLL terlempar dari becak
Q : Tidak terkaji
R : Pada perut bagian bawah
S : Skala nyeri 4
T : Tidak terkaji

2 DS : Penurunan Gangguan integritas


- Klien mengeluh nyeri pada mobilitas kulit dan jaringan
perut bagian bawah
D.0129
DO :

- Ada luka operasi di sekitar Kat : Lingkungan


tonjolan panggul Sub kat : keamanan
dan proteksi

3 DS : Imobilitas Intoleransi aktifitas


- Klien mengatakan
sulit melakukan D.0056
aktifitas karena
nyerinya Kat : Fisiologis
Sub Kat:
DO :
Aktifitas/istirahat
- Klien terlihat sulit
melakukan
aktifitasnya
- Respirasi
28x/menit

B. Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI

Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan Tindakan Observasi


pencedera fisik (mis. abses, keperawatan selama 30 menit
- Identifikasi factor
amputasi,terbakar, terpotong, makan tingkat nyeri
pencetus dan Pereda
prosedur operasi). (L.08066) teratasi dengan
nyeri
kriteria hasil :
- Monitor kualitas
- Keluhan nyeri nyeri
menurun - Monitor lokasi dan
- Meringis menurun penyebaran nyeri

Terapeutik

- Atur interval waktu


pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan/jika perlu

Gangguan integritas kulit dan Setelah dilakukan Tindakan Observasi


jaringan b.d penurunan keperawatan selama 30 menit
- Identifikasi lokasi,
mobilitas. makan penyembuhan luka
karakteristik, durasi,
(L.14130) teratasi dengan
frekuensi, kualitas,
kriteria hasil :
dan intensitas nyeri
- Edema sisi luka - Identifikasi skala
menurut nyeri
- Nyeri menurut - Identifikasi respon
- Peradangan luka nyeri nonverbal
menurun
Terapeutik

- Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi

- Jelaskan penyebab
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri

Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan Tindakan Observasi


imobilitas keperawatan selama 30 menit
makan toleransi aktivitas
- Identifikasi adanya
(L.05047) teratasi dengan
nyeri atau keluhan
kriteria hasil :
fisik lainnya
- Frekuensi nadi - Identifikasi toleransi
membaik fisik melakukan
- Respirasi menurun ambulasi
- Kemudahan aktivitas - Monitor fekuensi
sehari-hari membaik jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai ambulasi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. Tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik, jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan


prosedir ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan mis.
Berjalan dari terpat
tidur ke kursi roda dll.

C. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Hari/tanggal Implementasi Evaluasi

1 Sabtu, 28 mei - Mengidentifikasi factor


S:
2022 pencetus dan Pereda nyeri
- P : KLL terlempar
Jam 09.00 - Memonitor kualitas nyeri
dari becak
- Memonitor lokasi dan
- Q : Tidak terkaji
penyebaran nyeri
- R : Pada perut
bagian bawah
- S : Skala nyeri 4
- T : Tidak terkaji
O : Klien sudah tidak
terlihat meringis karena
nyerinya
A : Masalah teratasi
Sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Kompres air hangat
- Memonitor nyeri

2 Sabtu, 28 mei - Mengidentifikasi lokasi, S : klien mengatakan sudah


2022 karakteristik, durasi, tidak terlihat nyeri
Jam 09.30 frekuensi, kualitas, dan O: klien sudah tidak
intensitas nyeri merasakan nyeri lagi
- Mengidentifikasi skala nyeri A: masalah teratasi
- Mengidentifikasi respon nyeri P: intervensi di hentikan
nonverbal

3 Sabtu, 28 mei - Mengidentifikasi adanya nyeri S: klien mengatakan sudah


2022 atau keluhan fisik lainnya bisa melakukan aktivitas
Jam 10.00 - Mengidentifikasi toleransi O: klien tampak sudah bisa
fisik melakukan ambulasi melakukan aktivitas
- Memonitor fekuensi jantung A: masalah teratasi
dan tekanan darah sebelum P: intervensi di hentikan
memulai ambulasi
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat
– alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli–buli, rektum serta pembuluh
darah. Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan
yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan
osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

Berdasarkan klasifikasi tipenya, fraktur di bagi menjadi 2 tipe, yaitu;


Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri
bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat
kerusakan pada visera pelvis.
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan
tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – Kadang terdapat
darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering
meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Chris, Jack. 2009. Assesment and Management of Trauma. University of Southern California:
Division of Trauma and Surgical Critical Care.

Musliha. 2010. Keperawatan gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

Purwadianto, Agus, dkk. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai