DISUSUN OLEH:
FAUZAL FITRA
IRMA ZARINA
NURLINDA
SOVIA HAMDARI
S1 KEPERAWATAN A SEMESTER VI
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah seminar ini yaitu tentang Askep Kegawatan Fraktur Pelvis.
Dalam pembuatan makalah ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan
kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudianto selaku dosen
pengajar.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Asuhan Kegawatan Fraktur
Pelvis dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul………………………………………………………………………
1
Kata
Pengantar……………………………………………………………………...2
Daftar
Isi…………………………………………………………………………....3
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………
4
Bab II Pembahasan………………………………………………………………...8
3.1
Kesimpulan……………………………………………………………..13
3.2
Saran…………………………………………………………………....14
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………….15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, kendaraan, pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta
kecepatan kendaraan maka mayoritas penyebab terjadinya fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas. Selain itu, trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Fraktur pelvis merupakan 3% kasus dari semua kasus fraktur tulang. Lebih
dari separuh dari semua kasus fraktur pelvis terjadi akibat dari trauma minimal-
sampai sedang. Disisi lain, fraktur pelvis yang berat dapat menyebabkan
komplikasi yang signifikan. Sebuah analisis baru-baru ini lebih dari 63.000
pasien trauma menunjukkan bahwa fraktur pelvis berkaitan dengan tingginya
angka mortality yang disebabkan oleh karena perdarahan, baik panggul atau
extrapelvic, atau terkait cedera kepala parah.
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1. Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.
Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat
pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas
pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan
sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri
iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea
superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak
secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri
obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior,
arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara
anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau
perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang
menyertainya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2).
Pemahaman tentang anatomi pelvis akan membantu ahli bedah ortopedi
untuk mengenali pola fraktur mana yang lebih mungkin menyebabkan kerusakan
langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan perdarahan
retroperitoneal signifikan.
2.1.2 Definisi
Patah tulang panggul adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis
atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada orang tua
penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan yang
signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian.
Fraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur dan acetabulum.
Fraktur pelvis dapat mengenai orang muda dan tua. Biasanya, pasien yang lebih
muda dapatmengalami fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan,
sedangkan pasien lansiadapat mengalami fraktur pelvis akibat trauma ringan.
- High-Energy Fractures
Fraktur pelvis dengan taruma berat jarang terjadi,2/3 pasien juga memiliki
cederamuskuloskeletal lain,dan lebih dari 1/2 pasien memiliki cedera pada
multisistem.(19) pada 75% kasus disertai dengan perdarahan,12% cedera
urogenital,dan 8% cedera pleksus lumbosakral.Dalam sebuah penelitian
didapatkan 55% merupakan kasus fraktur cincin pelvis stabil, 25% fraktur pelvis
tidak stabil di rotasi, 21% tidak stabil pada tranlasi,16% merupakan fraktur pelvis
yang disertai fraktur acetabulum.
- Low-Energy Fractures
Fraktur pelvis dan acetabulum dengan trauma ringan lebih sering terjadi
daripadadengan trauma berat.Wanita lebih sering terkena,dan kebanyakan pasien
tidak mengalami cedera lainnya.Dalam sebuah penelitian pada pasien usia 60
tahun dan lebih,didapatkan cedera cincin pelvis stabil pada 45 dari 48 pasien; 87%
pasien adalah wanita.Dalam 3/4 kasus disebabkan oleh jatuh dengan kekuatan
ringan. Fraktur pelvis disertaidengan fraktur acetabulum terjadi pada 25% kasus.
2.1.3 Etiologi
Etiologi fraktur pelvis adalah:
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
Mekanisme trauma
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar ataukarena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau
osteomalasia dapatterjadi fraktur stress pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas
panggul maka keretakan pada Fraktur Pelvis salah satu bagian cincin akan disertai
robekan pada titik lain, kecuali pada trauma langsung.Sering titik kedua tidak
terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi
spontan pada sendi sakro-iliaka.Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri
atas :
• Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan.Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah, dan
mengalami rotasieksterna disertai robekan simfisis.Keadaan ini disebut sebagai
open book injury.Bagian posterior ligamen sakro-iliaka mengalami robekan
parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.
•Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal
initerjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dariketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalamifraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakri-iliaka atau
fraktur ilium ataudapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
• Trauma vertical
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini
terjadi apabilaseseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
•Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas
Tipe Cedera
1. Fraktur Yang Terisolasi Dengan Cincin Pelvis Yang Utuh
Fraktur avulsi
Sepotong tulang tertarik oleh kontraksi otot yang hebat; fraktur ini
biasanya ditemukan pada para olahragawan dan atlet. Sartorius dapat menarik
spina iliaka anterior superior, rektus femoris menarik spina iliaka anterior inferior,
adduktor longus menarik sepotong pubis, dan urat-urat lutut menarik bagian-
bagian iskium. Semua pada pokoknya merupakan cedera otot, hanya memerlukan
istirahat selama beberapa hari dan penentraman.
Nyeri dapat memerlukan waktu beberapa bulan agar hilang dan karena
sering tak ada riwayat cedera, biopsi pada kalus dapat mengakibatkan kekeliruan
diagnosis dan disangka tumor. Avulsi pada apofisis iskium oleh otot-otot lutut
jarang mengakibatkan gejala menetap, dan dalam hal ini reduksi terbuka dan
fiksasi internal diindikasikan.
Fraktur langsung
Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi,
dapat menyebabkan fraktur iskium atau ala osis ilii. Biasanya diperlukan istirahat
di tempat tidur hingga nyeri mereda.
Fraktur tekanan
Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan (dan sering tidak nyeri)
pada pasien osteoporosis atau osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit
didiagnosis adalah fraktur-tekanan di sekitar sendi sakro-iliaka; ini adalah
penyebab nyeri “sakro-iliaka” yang tak lazim pada orang tua yang menderita
osteoporosis. Fraktur tekanan yang tak jelas terbaik diperlihatkan dengan scan
radioisotop.
2.1.5 Patofisiologi
Trauma tidak
langsung
Trauma langsung
c. MRI
MRI dapat mengidentifikasi lebih jelas adanya fraktur pelvis bila
dibandingkan dengan radiografi polos (foto polos pelvis). Dalam satu
penelitian retrospektif, sejumlah besar positif palsu dan negatif palsu itu
dicatat ketika membandingkan antara foto polos pelvis dengan MRI.
d. Ultrasonografi
Sebagai bagian dari the Focused Assessment with Sonography for Trauma
(FAST), pemeriksaan pelvis seharusnya divisualisasikan untuk menilai
adanya pendarahan/cairan intrapelvic. Namun, studi terbaru menyatakan
ultrasonografi memiliki sensitivitas yang lebih rendah untuk
mengidentifikasi hemoperitoneum pada pasien dengan fraktur pelvis. Oleh
karena itu, perlu diingat bahwa, meskipun nilai prediksi positif mencatat
hemoperitoneum sebagai bagian dari pemeriksaan FAST yang baik,
keputusan terapeutik menggunakan FAST sebagai pemeriksaan skrining
mungkin terbatas.
e. Cystography
Pemeriksaan ini dilakukkan pada pasien dengan hematuria dan urethra
utuh.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi awal
1. Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.
2. Emboli lemak
3. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest.
4. Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan
terapi antibiotik.
5. Sindrom kompartemen
Komplikasi lambat
1. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya
lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
2. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini
disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
3. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk).
4. Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.
Sampai saat ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang
baik mengenai keadaan umum pasien, tingkat cedera pelvis, ada tidaknya cedera
viseral dak kemungkinan berlanjutnya perdarahan di dalam perut atau
retroperitoneal. Idealnya, tim ahli masing-masing menangani tiap masalah atau
melakukan penyelidikan lebih jauh.
Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas
penanggulangan trauma yang terjadi (ABC), yaitu:
1. Resusitasi awal
a. Perhatikan saluran nafas dan perbaiki hipoksia
b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah
2. Anamnesis
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
3. Pemeriksaan klinik
a. Keadaan umum
i. Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
ii. Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
i. Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan dan deformitas
ii. Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi pada
ramus dan simfisis pubis
iii. Adakan pemeriksaan colok dubur
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami
trauma
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta
pemeriksaan foto panggul lainnya
c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :
i. Kateterisasi
ii. Ureterogram
iii. Sistogram retrograd dan postvoiding
iv. Pielogram intravena
v. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
5. Pengobatan
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga
panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika
panggul
Terapi Fraktur
Untuk pasien dengan cedera yang sangat hebat, fiksasi luar dini adalah salah
satu cara yang paling efektif untuk mengurangi perdarahan dan melawan syok.
Kalau tidak ada komplikasi yang membahayakan jiwa, terapi pastinya adalah
sebagai berikut.
Fraktur tipe A, Fraktur yang sedikit sekali bergeser dan fraktur pelvis yang
terisolasi hanya membutuhkan istirahat di tempat tidur, barangkali dikombinasi
dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien biasanya nyaman
sehingga dapat diperbolehkan menggunakan penopang.
Fraktur tipe B, Asalkan dapat dipastikan bahwa pergeseran posterior tidak
terjadi, cedera buku terbuka dengan celah kurang dari 2,5 cm biasanya dapat
diterapi secara memuaskan dengan beristirahat di tempat tidur; kain gendongan
posterior atau korset elastis yang bermanfaat untuk “menutup buku”. Celah yang
lebih dari 2,5 cm sering dapat ditutup dengan membaringkan pasien secara miring
dan menekan ala osis ilii. Cara yang paling efisien untuk mempertahankan reduksi
adalah fiksasi luar dengan pen pada kedua ala osis ilii yang dihubungkan oleh
batang anterior; “penutupan buku” juga dapat mengurangi jumlah perdarahan.
Penempatan pen lebih mudah dilakukan kalau 2 pen sementara mula-mula
dimasukkan sehingga merengkuh permukaan medial dan lateral tiap ala osis ilii
dan kemudian mengarahkan pen-pen pengikat itu diantara keduanya. Fiksasi
internal dengan pemasangan plat pada simfisis harus dilakukan : (1) selama
beberapa hari pertama setelah cedera, hanya jika pasien memerlukan laparotomi
dan (2) di belakang hari jika celah itu tidak dapat ditutup dengan metode yang
tidak begitu radikal.
Pada cedera buku tertutup penggunaan kain gendongan atau korset tidak
tepat. Beristirahat di tempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun
biasanya memadai, tetapi, kalau perbedaan panjang kaki melebihi 1,5 cm atau
terdapat deformitas pelvis yang nyata, reduksi dengan pen pada satu krista iliaka
dapat dicoba dan, kalau berhasil, dipertahankan dengan menghubungkan pen-pen
itu dengan pen pada sisi yang lain sehingga membentuk fiksator luar. Kerangka
fiksasi biasanya diperlukan selama 6-8 minggu tetapi pada stadium yang
belakangan, kalau telah nyaman pasien diperbolehkan bangun dan berjalan.
Fraktur tipe C, Cedera ini adalah yang paling berbahaya dan paling sulit
diterapi. Kemungkinan beberapa atau semua pergeseran vertikal dapat direduksi
dengan traksi kerangka yang dikombinasi dengan fiksator luar; meskipun
demikian, pasien perlu tinggal di tempat tidur sekurang-kurangnya 10 minggu.
Kalau reduksi belum dicapai, fraktur dislokasi dapat direduksi secara terbuka dan
mengikatnya dengan satu plat kompresi dinamis atau lebih. Operasi berbahaya
bila dilakukan (bahayanya mencakup perdarahan masif dan infeksi) dan harus
dilakukan hanya oleh ahli bedah yang berpengalaman dalam bidang ini.
Pemakaian traksi kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih aman, meskipun
malposisi mungkin akan meninggalkan nyeri di bagian posterior. Perlu ditekankan
bahwa > 60% fraktur pelvis tidak memerlukan fiksasi.
Fraktur pelvis terbuka ditangani dengan fiksasi luar. Kolostomi diversi
mungkin diperlukan.
METODE PENATALAKSANAAN
Military Antishock Trousers
Military antishock trousers (MAST) atau celana anti syok militer dapat
memberikan kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan
ekstremitas bawah melalui tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an,
penggunaan MAST dianjurkan untuk menyebabkan tamponade pelvis dan
meningkatkan aliran balik vena untuk membantu resusitasi. Namun, penggunaan
MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin menyebabkan sindroma
kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada. Meskipun
masih berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas
telah digantikan oleh penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.
Fiksasi Eksternal
Fiksasi Eksternal Anterior Standar
Beberapa studi telah melaporkan keuntungan fiksasi eksternal pelvis
emergensi pada resusitasi pasien yang tidak stabil secara hemodinamik dengan
fraktur pelvis tidak stabil. Efek menguntungkan fiksasi eksternal pada fraktur
pelvis bisa muncul dari beberapa faktor. Imobilisasi dapat membatasi pergeseran
pelvis selama pergerakan dan perpindahan pasien, menurunkan kemungkinan
disrupsi bekuan darah. Pada beberapa pola (misal, APC II), reduksi volume pelvis
mungkin dicapai dengan aplikasi fiksator eksternal. Studi eksperimental telah
menunjukkan bahwa reduksi cedera pelvis “open book” mengarah pada
peningkatan tekanan retroperitoneal, yang bisa membantu tamponade perdarahan
vena. Penambahan fraktur disposisi dapat meringankan jalur hemostasis untuk
mengontrol perdarahan dari permukaan tulang kasar.
C-Clamp
Fiksasi pelvis eksternal standar tidak menyediakan stabilisasi pelvis
posterior yang adekuat. Hal ini membatasi efektivitas pada pola fraktur yang
melibatkan disrupsi posterior signifikan atau dalam kasus-kasus dimana ala ossis
ilium mengalami fraktur. C-clamp yang diaplikasikan secara posterior telah
dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Clamp memberikan aplikasi gaya
tekan posterior tepat melewati persendian sacroiliaca. Kehati-hatian yag besar
harus dilatih untuk mencegah cedera iatrogenik selama aplikasi; prosedur
umumnya harus dilakukan dibawah tuntunan fluoroskopi. Penerapan C-clamp
pada regio trochanter femur menawarkan sebuah alternatif bagi fiksasi eksternal
anterior standar untuk fiksasi sementara cedera APC.
Angiografi
Eksplorasi angiografi harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kehilangan darah berkelanjutan yang tak dapat dijelaskan setelah stabilisasi
fraktur pelvis dan infus cairan agresif. Keseluruhan prevalensi pasien dengan
fraktur pelvis yang membutuhkan embolisasi dilaporkan <10%. Pada satu seri
terbaru, angiografi dilakukan pada 10% pasien yang didukung sebuah fraktur
pelvis. Pasien yang lebih tua dan yang memiliki Revised Trauma Score lebih
tinggi paling sering mengalami angiografi. Pada studi lain, 8% dari 162 pasien
yang ditinjau ulang oleh penulis membutuhkan angiografi. Embolisasi dibutuhkan
pada 20% pola cedera APC, cedera VS, dan fraktur pelvis kompleks, namun
hanya 1,7% pada cedera LC. Eastridge dkk melaporkan bahwa 27 dari 46 pasien
dengan hipotensi persisten dan fraktur pelvis yang sama sekali tak stabil, termasuk
cedera APC II, APC III, LC II, LC III dan VS, memiliki perdarahan arteri aktif
(58,7%). Miller dkk menemukan bahwa 19 dari 28 pasien dengan instabilitas
hemodinamik persisten diakibatkan oleh pada fraktur pelvis menunjukkan
perdarahan arteri (67,9%). Pada studi lain, ketika angiografi dilakukan, hal
tersebut sukses menghentikan perdarahan arteri pelvis pada 86-100% kasus. Ben-
Menachem dkk menganjurkan “embolisasi bersifat lebih-dulu”, menekankan
bahwa jika sebuah arteri yang ditemukan pada angiografi transected, maka arteri
tersebut harus diembolisasi untuk mencegah resiko perdarahan tertunda yang
dapat terjadi bersama dengan lisis bekuan darah. Penulis lain menjelaskan
embolisasi non-selektif pada arteri iliaca interna bilateral untuk mengontrol lokasi
perdarahan multipel dan menyembunyikan cedera arteri yang disebabkan oleh
vasospasme.
Angiografi dini dan embolisasi berikutnya telah diperlihatkan untuk
memperbaiki hasil akhir pasien. Agolini dkk menunjukkan bahwa embolisasi
dalam 3 jam sejak kedatangan menghasilkan angka ketahanan hidup yang lebih
besar secara signifikan. Studi lain menemukan bahwa angiografi pelvis yang
dilakukan dalam 90 menit izin masuk memperbaiki angka ketahanan hidup.
Namun, penggunaan angiografi secara agresif dapat menyebabkan komplikasi
iskemik. Angiografi dan embolisasi tidak efektif untuk mengontrol perdarahan
dari cedera vena dan lokasi pada tulang, dan perdarahan vena menghadirkan
sumber perdarahan dalam jumlah lebih besar pada fraktur pelvis berkekuatan-
tinggi. Waktu yang digunakan pada rangkaian angiografi pada pasien hipotensif
tanpa cedera arteri mungkin tidak mendukung ketahanan hidup.
Balutan Pelvis
Balutan pelvis dikembangkan sebagai sebuah metode untuk mencapai
hemostasis langsung dan untuk mengontrol perdarahan vena yang disebabkan
fraktur pelvis. Selama lebih dari satu dekade, ahli bedah trauma di Eropa telah
menganjurkan laparotomi eksplorasi yang diikuti dengan balutan pelvis. Teknik
ini diyakini terutama berguna pada pasien yang parah. Ertel dkk menunjukkan
bahwa pasien cedera multipel dengan fraktur pelvis dapat dengan aman ditangani
menggunakan C-clamp dan balutan pelvis tanpa embolisasi arteri. Balutan lokal
juga efektif dalam mengontrol perdarahan arteri.
Akhir-akhir ini, metode modifikasi balutan pelvis – balutan retroperitoneal
– telah diperkenalkan di Amerika Utara. Teknik ini memfasilitasi kontrol
perdarahan retroperitoneal melalui sebuah insisi kecil (gambar 5). Rongga
intraperitoneal tidak dimasuki, meninggalkan peritoneum tetap utuh untuk
membantu mengembangkan efek tamponade. Prosedurnya cepat dan mudah untuk
dilakukan, dengan kehilangan darah minimal. Balutan retroperitoneal tepat untuk
pasien dengan beragam berat ketidakstabilan hemodinamik, dan hal ini dapat
mengurangi angiografi yang kurang penting. Cothren dkk melaporkan tidak
adanya kematian sebagai akibat dari kehilangan darah akut pada pasien yang tidak
stabil secara hemodinamik persisten ketika balutan langsung digunakan. Hanya 4
dari 24 yang bukan responden pada studi ini membutuhkan embolisasi selanjutnya
(16,7%), dan penulis menyimpulkan bahwa balutan secara cepat mengontrol
perdarahan dan mengurangi kebutuhan angiografi emergensi.
Gambar 5. Ilustrasi yang mendemonstrasikan teknis pembalutan retroperitoneal.
A, dibuat sebuah insisi vertikal midline 8-cm. Kandung kemih ditarik ke satu sisi,
dan tiga bagian spons tak terlipat dibungkus kedalam pelvis (dibawah pinggir
pelvis) dengan sebuah forceps. Yang pertama diletakkan secara posterior,
berbatasan dengan persendian sacroiliaca. Yang kedua ditempatkan di anterior
dari spons pertama pada titik yang sesuai dengan pertengahan pinggiran pelvis.
Spons ketiga ditempatkan pada ruang retropubis kedalam dan lateral kandung
kemih. Kandung kemih kemudian ditarik kesisi lainnya, dan proses tersebut
diulangi. B, Ilustrasi yang mendemonstrasikan lokasi umum enam bagian spons
yang mengikuti balutan pelvis.
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan
untuk menilai dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (≥16-gauge)
kanula intravena harus dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang
penilaian awal. Larutan kristaloid ≥ 2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau
lebih cepat pada pasien yang berada dalam kondisi syok. Jika respon tekanan
darah yang cukup dapat diperoleh, infus kristaloid dapat dilanjutkan sampai darah
tipe-khusus atau keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipe-khusus, yang di
crossmatch untuk tipe ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10 menit;
namun, darah seperti itu dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor
lainnya. Darah yang secara keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa
resiko lebih sedikit bagi reaksi transfusi, namun juga butuh waktu paling banyak
untuk bisa didapatkan (rata-rata 60 menit). Ketika respon infus kristaloid hanya
sementara ataupun tekanan darah gagal merespon, 2 liter tambahan cairan
kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus atau darah donor-universal non
crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan dengan segera. Kurangnya
respon mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi kehilangan darah yang
sedang berlangsung, dan angiografi dan/atau kontrol perdarahan dengan
pembedahan mungkin dibutuhkan.
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan fraktur pelvis yaitu:
1. Dengan membuat lingkungan lebih aman
2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai pada
saat bekerja berat.
1. Pengkajian Primer
2.3.1 Identitas
Nama : Tn. M
Umur : 34 thn
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
No. R. M : 162210
2.3.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke UGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri
pada daerah pinggang sejak 5 hari SMRS.
A. Primary Survey
Airway : clear
mmHg,CRT< 2”
B. Secondary Survey
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda vital
Nadi : 80 X/menit
Pernafasan : 20 X/menit
Suhu : 36 ºC
Status Generalis
3 mm/3 mm
Thorak
Pulmo :
kanan sama
Jantung
Midklavikula sinistra
Batas jantung kanan di linea sternalis dextra
Abdomen
membesar.
dullness (-)
ada edema.
C. Status Orthopedi
Regio pelvis :
A. Pemeriksaan Pelvis
Foto Pelvis :
HEMATOLOGI
VER/HER/KHER/RDW
- VER 82 80-100 fl
- HER
- KHER 27 26-34 pg
33 32-36 g/dl
HEMOSTASIS
34,2
KIMIA KLINIK
Fungsi ginjal
Elektrolit
Kesan: leukositosis.
2.3.5 Resume
Abdomen datar, jejas (+) di abdomen kiri bawah , nyeri tekan (+),
nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar. BU (+) normal.
Look:luka terbuka (-), perdarahan (-), jejas (+). Feel : nyeri tekan (+)
Move:ROM terbatas karena nyeri
Pemeriksaan penunjang :
2.3.6 Diagnosis
- Fraktur asetabulum
2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.8 PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
Analisa Data Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
DS 1. Nyeri a :Pantau a : Memantau S : px
-px tanda-tanda tanda-tanda mengatakan
mengatakan E4M6V5 = 15 vital vital nyeri pinggang
nyeri pinggang b: b: terutama saat
terutama saat Pertahankan Mempertahank menggerakkan
menggerakkan imobilisasi an imobilisasi panggulnya
panggulnya pada bagian pada bagian sejak 5 hari
sejak 5 hari yang patah yang patah yll.
yll. dengan cara dengan cara -px
-px bed bed mengatakan
mengatakan rest,gips,spale rest,gips,spale tidak ada luka
tidak ada luka k,traksi. k,traksi. terbuka,tidak
terbuka,tidak c : Terapi c : Melakukan pingsan dan
pingsan dan konservatif terapi tidak muntah.
tidak muntah. dengan traksi konservatif -px
-px kulit selama 1 dengan traksi mengatakan
mengatakan bulan. kulit selama 1 saat
saat d : Rencana bulan. kecelakaan
kecelakaan foto pelvis d: menggunakan
menggunakan ulang setelah Merencanakan sepeda motor
sepeda motor traksi kulit. foto pelvis bertabrakan
bertabrakan e : kolaborasi ulang setelah dari arah
dari arah pemberian traksi kulit. berlawanan,ke
berlawanan,ke analgesik jika e: mudian jatuh
mudian jatuh di perlukan. Mengkolabora dan terlindas
dan terlindas sikan mobil dengan
mobil dengan pemberian kecepatan
kecepatan analgesik jika tidak terlalu
tidak terlalu di perlukan. tinggi.
tinggi. -px
-px mengatakan
mengatakan setelah
setelah kecelakaan
kecelakaan langsungdi
langsungdi bawa ke dukun
bawa ke patah namun
dukun patah tidak ada
namun tidak kemajuan.
ada kemajuan. O : -Airway:
clear
DO : -Breathing
-Airway: clear :spontan,perna
-Breathing fasan
:spontan,perna 20x/menit,thor
fasan ako-abdominal
20x/menit,thor -Circulation:
ako-abdominal baik,nadi
-Circulation: 80x/menit,TD
baik,nadi 120/80
80x/menit,TD mmHg,CRT <
120/80 2 detik
mmHg,CRT < -
2 detik Disability:GC
- S 456
Disability:GC -Exposure:
S 456 inspeksi :pada
-Exposure: abdomen
inspeksi :pada bentuk
abdomen datar,terdapat
bentuk jejas di
datar,terdapat abdomen kiri
jejas di bawah.
abdomen kiri Palpasi : nyeri
bawah. tekan di
Palpasi : nyeri seluruh lapang
tekan di abdomen
seluruh lapang
abdomen Sign and
Symptom :
Sign and Nyeri positif
Symptom : pada daerah
Nyeri positif pinggang
pada daerah Alergi :
pinggang negatif
Alergi : Medikasi
negatif :negatif
Medikasi Pust illness
:negatif :negatif
Pust illness Last meal
:negatif :tidak terkaji
Last meal Event:5 hari
:tidak terkaji yang lalu
Event:5 hari pasien
yang lalu menggunakan
pasien sepeda motor
menggunakan bertabrakan
sepeda motor dari arah
bertabrakan berlawanan
dari arah kemudian
berlawanan pasien terjatuh
kemudian dan terlindas
pasien terjatuh mobil dengan
dan terlindas kecepatan
mobil dengan tidak terlalu
kecepatan tinggi
tidak terlalu A :masalah
tinggi teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
2.3.9 Analisa Kasus
Fraktur pelvis
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan berupa : nyeri di daerah
pinggang yang terjadi setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien tersungkur ke
bawah mobil. Nyeri dipinggang terutama saat menggerakkan panggulnya.
Tedapat memar pada pinggang pasien. Keluhan ini sesuai dengan teori yang
mengarah ke keadaan fraktur pelvis, antara lain :
1. Nyeri
2. Pembengkakan
3. Deformitas
4. Perdarahan subkutan sekitar panggul
5. Hematuria
6. Perdarahan yang berasal dari vagina, urethra, dan rectal
7. Syok
Pada pemeriksaan fisik,didapatkan data berupa : nyeri tekan (+) di
seluruh lapang abdomen, di Regio pelvis : Look : jejas (+), Feel : nyeri tekan
(+), Move : ROM terbatas karena nyeri. Tanda dan gejala di atas sesuai
dengan teori yang mengarah ke fraktur pelvis, antara lain : nyeri (+), ROM
terbatas, deformitas (+), ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada
ramus dan simfisis pubis.
Kesimpulan :
Farktur pelvis
Dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut gambarannya menyerupai
gambaran klasifiksai fraktur pelvis tidak stabil berdasarkan klasifikasi TILE.
Melihat dari data keseluruhan yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis fraktur pelvis dapat
ditegakan dan berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas, maka fraktur
pelvis pada pasien ini di klasifikasikan kedalam klasifikasi fraktur pelvis tidak
stabil.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain :
- Pantau tanda vital
- Bed rest dan immobilisasi
- Terapi konservatif à traksi kulit selama 1 bulan
- Rencana foto pelvis ulang setelah traksi kulit
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, kendaraan, pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan
serta kecepatan kendaraan maka mayoritas penyebab terjadinya fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas. Selain itu, trauma lain yang dapat mengakibatkan
fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Rekonstruksi terjadinya kecelakaan penting untuk menduga fraktur yang
terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat merusak
jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai
struktur neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya.
3.2 Saran
Bagi pembaca maupun masyarakat umum diharapkan lebih berhati-hati
dalam berkendara,mengingat kasus fraktur banyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas,bagi petugas kesehatan di harapkan mampu membuat
masyarakat memahami apa itu fraktur pengertian,penyebab dll,serta sebagai
tenaga medis mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan standar
operasional prosedur agar penagananan yang di lakukan tidak salah sehingga
menimbulkan masalah baru.
Daftar Pustaka
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Campbell, Jhon Pe. 2004. Basic Trauma Life Support. New Jersy : Person
Prentice Hall.
Widjaja, Ignatius Harjadi. Buku ajar anatomi pelvis. FK UNTAR. Jakarta, 2006.