Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

PERIODE 2
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

“ PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN

FUNGSIONAL CERVICAL ET CAUSA CERVICAL SYNDROME”

Disusun Oleh :
MUSYAHIDATUN ANISA
(PO714241161053)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN FISIOTERAPI
PROGRAM STUDI D.IV TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan
kasus ini yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
GANGGUAN FUNGSIONAL CERVICAL ET CAUSA CERVIVAL
SYNDROME” Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas klinik pada
Ruang rehab Medik Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Selain itu juga laporan
kasus ini bertujuan memberikan informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi
untuk kasus tersebut.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak / Ibu dosen Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar
2. Bapak Abd.Rahman,SKM selaku Clinical Edukator
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
Laporan Kasus ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Dan semoga dengan
selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman yang
membutuhkan.

Makassar,06 November 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i
Lembar Pengesahan. ...........................................................................................ii
Kata Pengantar. ...................................................................................................iii
Daftar Isi..............................................................................................................Iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Kasus. ............................................................................................3
1. Antomi Biomekanik Cervical. ................................................................3
2. Definisi Cervical Syndrome. ...................................................................8
3. Etiologi Cervical Syndrome. ...................................................................8
4. Patofisiologi Cervical Syndrome. ...........................................................9
5. Gambaran Klinis. ....................................................................................11

B. Tinjauan Pengukuran Fisioterapi . ...............................................................11


1. Pengukuran Nyeri. .................................................................................12
2. Pengukuran Kekuatan Otot. ...................................................................12
3. Pengukuran ROM……………………………………………………...13
4. Tes Sensibilitas………………………………………………………...13
5. Pengukuran Fungsional/Disabilitas Cervical Syndrome........................14

C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi. ...................................................................17

BAB III PROSES FISIOTERAPI


A. Identitas Umum Pasien. ...............................................................................19
B. Anamnesis Khusus. ......................................................................................19
C. Inspeksi. .......................................................................................................20
D. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar. ...............................................................20
E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi. .....................................21
F. Diagnosa dan Problematika Fisioterapi. ......................................................23
G. Tujuan Intervensi Fisioterapi. ......................................................................24
H. Program Intervensi Fisioterapi. ....................................................................24
I. Evaluasi Fisioterapi ......................................................................................27
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan. ........................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................................29


BAB I

PENDAHULUAN

Cervical root syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

iritasi atau kompresi dari akar saraf cervikal yang akan menimbulkan nyeri, ngilu,

kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan bisa

menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah tergantung dari akar mana yang

terkena.

Salah satu contoh penyakit cervical root syndrome adalah sindrom

radikulopati. Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang terkena proses

patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.2 Radikulopati cervikalis

merupakan disfungsi dari akar saraf vertebralis. Akar saraf vertebralis yang paling

sering terkena adalah C7 sekitar 60% dan C6 sekitar 25%. Radikulopati cervikalis

adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan disfungsi dari saraf cervikalis,

akar saraf, atau keduanya. Radikulopati cervikalis adalah kerusakan atau

gangguan fungsi saraf akibat kompresi salah satu akar saraf dekat vertebra

cervikalis . Kerusakan akar saraf di daerah cervikalis dapat menyebabkan rasa

sakit dan gangguan sensibilitas pada ekstremitas atas, tergantung di mana akar

yang rusak berada.

Prevelensi nyeri leher atau biasa disebut dengan cervical sydrom

meningkat setiap 6 bulan sekali berdasarkan dari diagnosis dokter. Dari penelitian

318 pasien diselidiki ada 26% pasien mengalami gangguan facet joint yang

bersifat simtomatik dan dari sebanyak penelitian 126 pasien 65% pasien memiliki

gangguan pada facet joint. Pasien yang lain mengalami dislokasi cervical dan
gangguan saraf pada cervical. Studi ini menunjukkan bahwa prevalensi nyeri

sendi servical pada facet joint mungkin serendah 26% atau setinggi 65%,

tergantung pada seberapa agresifnya (Windsor,. 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas, pasien dengan kasus Cervical Syndrome

menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu berupa , terjadinya nyeri pada

leher,spasme otot dan gangguan aktivitas bila tidak segera dilakukan penanganan

atau tindakan fisioterapi.

Dari permasalahan tersebut, modalitas fisioterapi yang bisa digunakan

SWD,massange,traksi manual, dan MET


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus Cervical Syndrome

1. Anatomi Biomekanik

1. Anatomi Spine

a. Spinal Colum

Spinal Colum (Atlas Of The Human Body, 2012)

Disebut juga dengan tulang belakang, terdiri dari 26 tulang dengan

struktur tulang melengkung. Vertebra meluas dari tengkorak smpai ke panggul

yang menyangga tungkai bawah. Mengelilingi dan melindungi sumsum tulang

belakang dan titik perlekatannya tulang rusuk dan otot leher.


b. Struktur Cervical Vertebra

Cervical Vertebra ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Struktur cervical vertebra C1 dan C2 mempunyai struktur yang unik yaitu

tidak terdapat discus intervertebralis. Untuk C1 tidak mempunyai procesus

spinosus tetapi terdapat facet pada bagian superior dan inferior. Hal tersebut

membentuk sendi yang berpartisipasi dalam pergerakan fleksi extensi pada leher.

Pada axis/ C2 mempunyai struktur unik berupa pivot yang berfungsi sebagai rotasi

antara atlas atau C1 dan occipital.

c. Procesus Spinosus
Cervical ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Mempunyai bentuk kecil dan pipih. Bentuk procesus spinosus pendek

bercabang dan terlihat dari sisi posterior. Vertebral foramen mempunyai bentuk

trianguler, dalam transversus procesus mengandung foramen (lubang). Dan

berguna untuk gerakan fleksi, extensi, lateral fleksi dan rotasi.

d. Regio Otot Cervical

Otot-otot cervical ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Otot superficial, yang terletak di anterior dan posterior thorax dan bahu.

Berperan untuk menggerakan, scapula dan lengan, kemudian dilihat dari belakang
otot punggung yang superfisial ditampilkan di sisi kiri gambar tersebut. Pada sisi

kanan gambar, menunjukan otot yang lebih dalam, bekerja pada scapula dan otot

rotator cuff yang membantu menstabilkan sendi bahu.

e. Ligamen Cervical

Cervical Ligament ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Bagian penyangga ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak

di antaranya ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior,

ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.

Stabilitas tulang belakang tersusu oleh dua komponen yaitu komponen jaringan

lunak yang membentuk tiga pilar, pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan

yang terdiri atas korpus serta discus intervertebralis. Ke dua dan ke tiga yaitu

kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi.

intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan tulang belakang dapat

diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga tiang utama, satu kolom

di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan lantai yang terdiri atas
lamina kanan dan kiri, pedikel, procesus transversus dan procesus spinosus.

Tulang belakang dikatakan tidak stabil bila kolom vertikal terputus pada lebih dari

dua komponen.

f. Nerve Plexus Cervical

Nerve Plexus Cervical ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Plexus Cervical terletak paling dalam di susunan cervical, di bawah otot

sternocledomastoideus dan menjalar sampai posterior sampai ke tulang atlas.

Plexus cervicalis ini membentuk interkoneksi yang tidak teratur dari berbagai

macam persarafan lainnya. Sebagian besar plexus cervical merupakan kulit

saraf yang membawa implus sensoris dari mulai leher, belakang kepala

sampai ke bahu. Saraf yang paling penting pada plexus ini dari mulai C3, C4

dan C5 yang akan mensarafi bagian mata, diafragma yang akan dilanjutkan

otot-otot lain dalam sistem pernafasan.


2. Definisi

Nyeri leher (Cervical syndrome) adalah nyeri yang dihasilkan dari

interaksi yang kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang

berhubungan dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan

otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer lain (Shoulder, sendi temporo

mandibular, craniocervikal), atau perubahan degeneratif dari discus

cervikalis dan sendinya dan nyeri leher ini mengganggu aktivitas seseorang.

Menurut Finkelstein, (2012) nyeri leher adalah nyeri pada ujung saraf

yang terletak di berbagai ligament dan otot leher, serta discus intervertebral

dan lapisan luar diskus (annulus fibrosus). Menurut American College of

Rheumatology (2012) nyeri leher adalah rasa sakit di leher yang bisa

dilokalisasi pada tulang belakang leher atau dapat menyebar ke lengan bawah

(radiculopati).

3. Etiologi

Duduk statis saat bekerja dan tempat kerja yang tidak didesain secara

ergonomis, misalnya pembatik tulis dengan bidang tulis yg terlalu rendah,

kursi tidak menopang tubuh untuk duduk tegak dan sebagainya sering kita

jumpai. Tanpa kita sadari kita pun sering melakukan aktivitas seperti itu.

Aktivitas yang terus menerus akan menimbulkan masalah baru dan keluhan-

keluhan pada tubuh kita, terutama pada sekitar leher dan bahu. Keluhan yang

sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot di sekitar leher dan bahu, kaku,

kesemutan pada lengan, sehingga gerak dan fungsinya menjadi terbatas.


Keluhan itu juga dapat menyebar ke punggung atas, punggung bawah dan

ekstremitas (Makmuriyah dan sugijanto, 2010).

Nyeri myofacial cervival terjadi karena terlalu sering menggunakan

otot yang menopang bahu dan leher. Penyebab cervical syndrome pada

pasien adalah karena terjadi kecelakaan kendaraan bermotor atau kinerja

aktivitas ekstremitas berulang yang berulang. Pada tulang belakang cervical,

otot yang paling sering terlibat dalam nyeri myofascial adalah trapezius,

levator scapula, rhomboid, supraspinatus, dan infraspinatus. Nyeri

myofascial trapezius biasanya terjadi bila seseorang dengan pekerjaan di meja

kerja tidak memiliki sandaran tangan yang sesuai atau tidak ergonomis.

Masalah lain yang mungkin berperan dalam gambaran klinis nyeri myofascial

serviks meliputi disfungsi endokrin, infeksi kronis, kekurangan gizi, postur

tubuh yang buruk, dan tekanan psikologis (Phillips, 2016).

4. Patofisiologi

Dalam penelitian Makmuriyah mengatakan bahwa nyeri otot pada

tubuh bagian atas lebih sering terkena dibanding tubuh lain. Titik nyeri 84%

terjadi pada otot upper trapezius, levator scapula, infra spinatus, scalenus.

Otot upper trapezius merupakan otot yang sering terkena (Lofriman, 2008).

Salah satu kondisi yang sering menimbulkan rasa nyeri pada otot upper

trapezius adalah myofascial syndrome. Myofascial syndrome adalah

gangguan nyeri muskuloskeletal yang terjadi akibat adanya myofascial

trigger point. Gangguan ini dapat menyebabkan nyeri lokal atau reffered
pain, tightness, stiffness, spasme, keterbatasan gerak, respon cepat lokal dari

otot tersebut (Huguenin, 2005).

Nyeri pada myofascial syndrome biasanya dapat menjalar pada regio

tertentu dan bersifat lokal. Nyeri pada otot upper trapezius atau pada daerah

leher sampai pundak ini timbul karena kerja otot yang berlebihan, aktivitas

sehari-hari yang terus-menerus dan sering menggunakan kerja otot upper

trapezius, sehingga otot menjadi tegang, spasme, tightness dan stiffness. Otot

yang tegang terusmenerus akan membuat mikrosir-kulasi menurun, terjadi

iskemik dalam jaringan. Pada serabut otot menjadi ikatan tali yang abnormal

membentuk taut band dan mencetuskan adanya nyeri, karena merangsang

hipersensitivitas.

Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau tonik juga merupakan otot

postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi. Kelainan tipe otot ini

cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius

berkontraksi dalam jangka waktu lama jaringan ototnya menjadi tegang dan

akhirnya timbul nyeri. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat

dengan adanya postur yang jelek, mikro dan makro trauma. Akibatnya yang

terjadi adalah fase kompresi dan ketegangan lebih lama dari pada rileksasi,

terjadinya suatu keadaan melebihi batas (critical load) dan juga otot tadi

mengalami kelelahan otot yang cepat. Trauma pada jaringan, baik akut

maupun kronik akan menimbulkan kejadian yang berurutan yaitu hiperalgesia

dan spasme otot skelet, vasokontriksi kapiler. Akibatnya pada jaringan

myofascial terjadi penumpukan zat-zat nutrisi dan oksigen ke jaringan serta


tidak dapat dipertahankannya jarak antar serabut jaringan ikat, sehingga akan

menimbulkan iskemik pada jaringan myofascial. Keadaan iskemik ini

menyebabkan terjadinya sirkulasi menurun, sehingga kekurangan nutrisi dan

oksigen serta penumpukan sisa metabolisme menghasilkan proses radang.

Proses radang dapat juga menimbulkan respon neuromuskular berupa

ketegangan otot di sekitar area yang mengalami kerusakan otot tersebut,

sehingga timbul viscous circle. Suatu peradangan kronis merangsang

substansi P menghasilkan zat algogen berupa prostaglandin, bradikinin dan

serotonin yang dapat menimbulkan sensori nyeri (Makmuriyah dan Sugijsnto,

2010).

5. Gambaran Klinis

Ada beberapa gejala yang muncul pada cervical syndrome, seperti:

a) Nyeri leher, umumnya terjadi saat leher harus melakukan pergerakan dan

pada masa awal penyakit muncul.

b) Nyeri,kesemutan,mati rasa menjalar sampai bahu,punggung atas lengan

dan tangan yang dapat mengganggu kualitas tidur dan menyulitkan

berbaring pada sisi yang sakit.

c) Spasme pada otot leher

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1) Pengukuran Nyeri

Visual Analouge Scale (VAS)

Skala ini digambarkan dengan garis lurus, biasanya panjangnya mencapai 10

cm. Salah satu ujungnya ditandai “tidak ada nyeri”, dan ujung lainnya ditandai
“nyeri hebat”. Skala ini digunakan secara vertikal atau horizontal, sambil

meminta pasien untuk menandai garis dengan titik yang menggambarkan

derajat nyeri yang dirasakan.

2) Pengukuran Kekuatan Otot

Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang diberikan, dan dapat menentukan

prognosis pasien serta dapat digunakan sebagai bahan evaluasi. Maka

pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter yang digunakan untuk

mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan kekuatan otot secara

manual atau manual muscle testing (MMT) dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai Keterangan

Nilai 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat

atau diraba)

Nilai 1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada

gerakan sendi

Nilai 2 Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara

penuh, tidak melawan gravitasi

Nilai 3 Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan


penuh dan mampu melawan

Gravitasi

Nilai 4 Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu

melawan gravitasi dengan tahanan

Minimal

Nilai 5 Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu

melawan gravitasi dan dengan

tahanan maksimal

3) Pemeriksaan ROM

Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sensi dengan menggunakan alat

bantu goniometer. Dalam literature telah ditetapkan kriteria normal ROM untuk

masing-masing persendian demikian ROM normal pada masing-masing

individu.

4) Tes Sensibilitas

Tes khusus sangat penting dilakukan,karena untuk mempertegas apa yang

dikeluhkan pasien dan apa yang tercantum pada diagnose, tes khusus yang

dilakukan yaitu :

a. Raba ringan
Tes raba ringan menggunakan kapas atau tissue,caranya menyentuh

atau mengusap.respon pasien mengenai rangsangan dengan menjawab

ya atau tidak

b. Tajam/tumpul

Tes dengan menggunakan peniti kemudian tusukan ujung tajam dan

ujung tumpul secara random (tempat rangsangan jaringan terlalu dekat)

kemudian respon pasien menjawab ya atau tidak

5) Pengukuran Neck Pain Disability Index

Digunakan untuk mengetahui pengukuran nyeri leher yang

mempengaruhi kemampuan fungsional akltivitas sehari-hari. Jawablah

setiap pertanyaan dengan melingkari satu pilihan sesuai apa yang

dirasakan. Jika ada rasa lebih dari satu jawaban pilihan, lingkari pilihan

yang paling dirasakan terhadap keluhan utama saat ini.

SESI 1-Tingkatan Nyeri SESI 6- Konsentrasi


A. Sekarang saya tidak merasakan A. Saya dapat konsentrasi
nyeri. dengan baik tanpa adanya
B. Sekarang saya merasakan nyeri kesulitan.
sangat ringan. B. Saya sedikit kesulitan
C. Sekarang saya merasakan nyeri konsentrasi, tetapi masih
sedang. dapat konsentrasi dengan
D. Sekarang saya merasakan nyeri baik.
cukup hebat. C. Saya sedikit kesulitan
E. Sekarang saya merasakan nyeri konsentrasi.
sangat hebat. D. Saya memiliki kesulitan
F. Sekarang nyeri yang saya rasakan yang cukup besar unutk
konsentrasi.
tidak tertahan.
E. Saya memiliki kesulitan
yang sangat besar untuk
konsentrasi.
F. Saya tidak dapat konsentrasi
pada semua hal.
SESI 2-Perawatan Diri(Mencuci, SESI 7- Bekerja
berpakaian,dll) A. Saya dapat melakukan
A. Saya dapat melakukan aktivitas pekerjaan, sebanyak yang
fungsional sehari-hari tanpa saya inginkan.
adanya nyeri yang bermakna. B. Saya dapt melakukan
B. Saya dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari, tetapi
fungsional, tetapi saya merasakan tidak berlebihan.
nyeri. C. Saya dapat melakukan
C. Saya merasa nyeri saat melakukan pekrjaan sehari-hari, sesuai
aktifitas sehari-hari dan saya yang saya inginkan.
melakukan perlahan dan hati-hati. D. Saya tidak dapat melakukan
D. Saya butuh bantuan untuk pekerjaan sehari-hari.
melakukan aktifitas fungsional E. Saya kesulitan melakukan
seluruh pekerjaan.
sehari-hari, tetapi saya dapat F. Saya tidak dapat melakukan
melakukan aktifitas tertentu. seluruh pekerjaan.
E. Saya butuh bantuan pada semua
aktifitas fungsional sehari-hari.
F. Saya sulit untuk melakukan
aktifitas fungsional sehari-hari
dan hanya ditempat tidur.
SESI 3-Mengangkat SESI 8- Mengendarai
A. Saya dapat mengangkat sesuatu A. Saya dapat mngendarai
tanpa adanya nyeri. sendiri kendaraan saya,
B. Saya dapat mengangkat sesuatu, tanpa adanya nyeri pada
tetapi adanya nyeri. leher.
C. Saya harus dengan posisi tertentu B. Saya dapat mengendarai
yang benar untuk mengangkat sendiri kendaraan saya,
sesuatu, supaya tidak nyeri. walaupun ada nyeri ringan
D. Saya dapat mengangkat sesuatu pada leher.
yang ringan sampai sedang C. Saya dapat mengendarai
dengan posisi tertentu yang benar, sendiri kendaraan saya,
supaya tidak nyeri. walaupun ada nyeri sedang
E. Saya dapat mengangkat sesuatu pada leher.
yang sangat ringan. D. Saya tidak dapat
F. Saya tidak dapat mengangkat mengendarai sendiri
kendaraan saya, karena ada
apapun.
nyeri sedang pada leher.
E. Saya kesulitan mengendarai
sendiri kendaraan saya,
karena nyeri hebat pada
leher.
F. Saya tidak dapat
mengendarai sendiri
kendaraan saya.

SESI 4-Membaca SESI 9-Tidur


A. Saya dapat membaca apapun, A. Saya tidak memiliki
tanpa menimbulkan nyeri pada gangguan tidur.
leher. B. Ada sedikit gangguan tidur
B. Saya dapat membaca apapun, (kurang dari 1 jam, tak dapat
disertai nyeri sangat ringan pada tidur).
leher. C. Ada gangguan tidur (1-2
C. Saya dapat membaca apapun, jam, tak dapat tidur).
dengan nyeri sedang pada leher. D. Ada gangguan tidur yang
D. Saya tidak dapat membaca cukup (2-3 jam, tak dapat
sebanyak yang saya mau, karena tidur).
ada nyeri sedang pada leher. E. Tidur saya sangat terganggu
E. Saya tidak dapat membaca (3-5 jam, tak dapat tidur).
sebanyak yang saya mau, karena F. Saya tidak dapat tidur sama
sangat nyeri pada leher. sekali(5-7 jam).
F. Saya tidak dapat membaca
apapun.
SESI 5- Sakit Kepala SESI 10- Rekreasi
A. Saya tidak mengeluh sakit kepala. A. Saya dapat melakukan
B. Jarang sekali, saya mengeluh semua aktivitas rekreasi,
sedikit sakit kepala. tanpa ada nyeri leher.
C. Jarang sekali, saya mengeluh B. Saya dapat melakukan
sakit kepala sedang. semua aktivits rekreasi,
D. Sering sekali, saya mengeluh walaupun ada sedikit nyeri
sakit kepala sedang. pada leher.
E. Sering sekali, saya mengeluh C. Ada aktivitas rekreasi
nyeri kepala hebat. tertentu yang tidak dapat
saya lakukan, karena nyeri
F. Saya mengeluh nyeri kepala pada leher.
hampir setiap saat. D. Saya hanya dapat melakukan
beberapa aktivitas rekreasi,
karena nyeri pada leher.
E. Saya kesulitan untuk
melakukan aktivitas rekreasi,
karena nyeri pada leher.
F. Saya tidak dapat melakukan
semua aktivitas rekreasi.
SCORE

0-20% Minimal Disabilitas (ringan)

20-40% Moderate Disabilitas (sedang)

40-60% Severe Disabilitas (berat)

60-80% Crippled (lumpuh)

80-100% Lumpuh sekali

C. Tinjuan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

penyembuhan klien,meembantu klien beradaptasi terhadap stress, gangguan

psikologis, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi

terapetik bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat serta

mengurangi beban pikiran pasien.

2. MWD (Micro Wave Diathermy)

Pengurangan nyeri oleh penerapan MWD diperoleh dari efek gelombang

elektromagnetik yang menghasilkan efek microthermal sehingga setiap

peningkatan suhu 1ºC akan terjadi perubahan viskositas cairan intra cell,

kemudian menyebabkan terjadinya pergerakan cairan secara difusi maupun

osmosis, sehingga terbentuk keseimbangan cairan intra cell yang selanjutnya

akan mempengaruhi proses metabolisme secara normal dan terjadi

pembuangan sisa metabolisme penyebab nyeri. Perbaikan sirkulasi darah akan

berpengaruh pada terjadinya penurunan spasme otot sehingga nyeri


berkurang. Selain hal tersebut, gelombang elektromagnetik secara tidak

langsung dapat memperbaiki fleksibilitas jaringan ikat, otot, myelin dan

capsul sendi akibat dari perbaikan metabolisme intra cell sehingga

sensitivitas nyeri berkurang.

3. Active stretching

Active stretching adalah suatu metode penguluran yang biasa dilakukan pada

otot-otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan secara

aktif

4. Mulligan SNAGS (Sustained Natural Aphophyseal Glides) merupakan

painless technique, sehingga harus diingat bahwa intervensi ini tidak

menyakitkan. Konsep Mulligan menggunakan mobilisasi sendi berupa

teknik oscillasi dan roll glide. Kedua teknik tersebut menggunakan

gerak fisiologis atau gerak asesoris (Kisner and Colby, 2007).

5. Massage

Massage adalah manipulasi jaringan lunak,otot,sirkulasi darah maupun secara

umum dan local dengan tekanan dan regangan pada otot dan memberikan

stimulasi

BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

1. Nama : TN. S

2. Umur : 82 tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Pekerjaan : Pensiun pengawai

5. Alamat : jln. mapodang

6. Agama : Islam

7. Diagnosa Medis : Cervical Syndrome

B. Anamnesis Khusus

1. Keluhan Utama : Nyeri dan spasme otot trapezius,levator

scapula.deltoid,supraspinatus,ramboid minor dan major

2. Lokasi Nyeri : leher

3. Jenis nyeri : Terlokalisir

4. Riwayat Perjalanan Penyakit : pada tahun 2017 pasien mengalami

muntah-muntah,pusing dan dirujuk ke UGD Bhayangkara dan dirawat

selama 6 hari, kemudian pasien melakukan pemeriksaan radiologi cervical

pada 10/01/2019 dengan hasil osteoarthritis cervicalis kemudian pasien

melakukan pengobatan jalan di klinik farma selama 1 minggu kemudian

dipindahkan untuk ke klinik fisioterapi bhayangkara .

5. Pemeriksaan Vital Sign


Tekanan darah : 110/80mmHg

Denyut Nadi : 70x / menit

Pernafasan : 20x / menit

Suhu : 36,5oC

C. Inspeksi/Observasi

1. Statis

 Pasien datang dalam keadaan mandiri

 Bahu pasien tampak asimetris

2. Dinamis

 Pasien merasakan kesakitan saat menundukan dan mengangkat

kebelakang

 Pasien merasakan tegang dan pusing pada saat mengerakkan leher

D. Pemeriksaan Fungsi Dasar

GERAKAN GERAK AKTIF GERAK PASIF TIMT

fleksi Nyeri sedang Nyeri sedang, Hard end Tidak ada

feel nyeri

ekstensi Nyeri sedang Nyer, Hard end feel Tidak ada

nyeri

Lateral Tidak nyeri Tidak nyeri,soft end feel Tidak ada

kanan nyeri

Lateral Tidak Nyeri Tidak nyeri, soft end feel Tidak ada

Kiri nyeri
Rotasi Tidak Nyeri Tidak nyeri, Soft end feel Tidak ada

kanan nyeri

Rotasi Tidk Nyeri Tidak Nyeri, Soft end feel Tidak ada

Kiri nyeri

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Palpasi

Hasil : - Spasme trapezius,levator scavula,deltoid,supraspinatus

- Tidak ada nyeri diam,

- Nyeri sedang pada saat ditekan

- Nyeri sedang pada saat digerakkan

2. Intensitas Nyeri ( VAS)

Hasil : 6 (Nyeri sedang)

3. Pengukurn ROM

Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan

anthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan

karakteristik gerakan. Tes dan pengukuran ROM dilakukan dengan

menggunakan alat instrument yaitu goniometer. Adapun ROM yang dikur

adalah ROM dari setiap gerakan pada regio shoulder dan region elbow

gerakan ROM Cervical ROM Normal

Ekstensi/fleksi S 38 – 0 – 40 S 40- 0 – 40

Lateral fleksi kanan/kiri F 50 – 0 – 40 F 45 – 0 – 45

Rotasi kanan/kiri R 80 – 0 – 90 R 50 – 0 – 50
4. Pemeriksaan Kekuatan Otot ( MMT )

Hasil : Nilai 4 ( Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu melawan

gravitasi dengan tahanan minimal )

5. Pemeriksaan Kemmpun Fungsional

Form pemeriksaan neck disability index

Skala nyeri : Hasil : Skala Nyeri → Nyeri Sedang

Skala Disbilitas → Tidak ada kesulitan

6. Pemeriksaan Spesifik

a) Spurling’s test

Tujuan : untuk mengindetifikasikan gangguan pada akar

saraf servical,tes ini dirancang untuk memprovokasi gejala

Prosedur : pasien duduk dengan kedua lengan rileks disisi

samping badan.

Praktikan : meletakkan satu tangan untuk menstabilisasi

shoulder pasien dan tangan satunya merotasikan kepala

pasien kea rah lateral fleksi le arah sisi keluhan,lalu

aplikasikan tekanan kea rah bawah dengan hati-hati di atas

kepala pasien.lakukan tes secra bilateral

Hasil : pasien merasakan nyeri sedang

b) Sharp purser test

Tujuan : untuk mengidentifikasikan subluksasi atlas (C1)

terhadap aksis (C2)


Prosedur : pasien duduk dengan posisi kedua lengan

rileks di samping badan.

Praktikan : meletakkan satu tangan di atas dahi pasein

dan tangan satunya menstabilisasi processus spinosus dari

aksis, praktikan lalu meminta pasien untuk melakukan

fleksi kepala secara perlahan,selama ini terjadi,praktikan

menekan kepala pasien ke belakang dengan palmar.

Hasil : pasien merasakan nyeri sedang

F. Diagnosa Fisioterapi

“ Gangguan Fungsional Cervical Et Causa Cervical Syndrome ”

G. Prolematika fisioterapi

PROBLEMATIK
FISIOTERAPI

Activity Limitation Participation


Retriction
Anatomical / 1. adanya gangguan tidak ada gangguan
Functional Impairment aktivitas pada saat dalam bersosialisasi
mengerakkan leher sama masyarakat
. .
1. Nyeri sedang
2. Spasme otot

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi

a. Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri

- Mengurangi spasme otot


b. Jangka panjang

Memperbaiki kemampuan fungsional pasien yang berhubungan

dengan kegiatan menggerakkan bahunya

I. Program Intervensi Fisioterapi

 Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

penyembuhan klien,meembantu klien beradaptasi terhadap stress,

gangguan psikologis, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Tujuan : untuk memberikan motivasi dan semangat serta

mengurangi beban pikiran pasien.


 MWD

a. Tujuan : Untuk memperlancar sirkulasi darah dan

mengurangi nyeri.

b. Posisi pasien : berbaring terlentamh di atas bed

c. Posisi fisioterapis : berdiri di samping pasien

d. Teknik : Posisi tidur terlentang kemudian dilakukan pemasangan alat

secara lokal pada bahu pasien

e. Dosis :

F : 3 kali seminggu

I : 49

T : 10-15 cm

T : 10 menit

 Active stretching

a. Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot

b. Posisi pasien : pasien dalam keadaan duduk dikursi

c. Posisi fisioterapi : beridiri di samping bed pasien

d. Teknik : Pasien diminta menggerakkan sendi bahu perlahan

ke segala arah sampai batas toleransi nyeri yang dirasakan pasien.

Terapis memberikan tahanan minimal dengan arah yang berlawanan.

e. Dosis :

F : setiap hari

I : toleransi pasien
T : kontak langsung dengan pasien

T : 8 kali repetisi

 Mobilisasi Mulligan SNAGS

terapis duduk di samping pasien, Terapis fiksasi pasien

dengan badannya, dan memegang kepala pasien dengan ringan

dengan lengannya di sisi pasien, dan meletakkan jari manis di

tempat masalah tepat di atas sendi vertebralis kecil.

Terapis melakukan gliding ke arah depan (45 derajat).

Tangan yang menyentuh procesus spinosus, harus rileks. Gliding

persendian datang dari sisi berlawanan. Gliding diaplikasikan

secara berirama (tiga kali per detik) dan jarak gliding dimulai dari

tengah hingga ujung. Terapis melakukan gliding di sendi kecil, dan

membuat pasien itu memalingkan kepalanya ke sisi mobilisasi

terbatas, dan rasa sakit.

Ketika pasien memalingkan kepalanya, terapis

memperbaiki kepalanya secara perlahan dengan tangannya pada

procesus spinosus mengikuti untuk mempertahankan teknik

SNAGs, dan mempertahankan posisi tersebut paling sedikit 10

detik. Perlakuan ini diberikan 10 kali berturut-turut, total 20 menit.

Pada tahap terakhir aktif memutar leher, pasien menggunakan

tangannya sendiri untuk melakukan rotasi pasif (over press).

Setelah posisi gerakan tanpa rasa sakit baru diperoleh selama 2

detik, gliding harus dipertahankan sampai leher perlahan kembali


ke posisi semula. Teknik SNAG Mulligan diterapkan pada peserta

kelompok SNAG, dengan tiga sesi 20 menit per minggu, untuk

jangka waktu empat minggu (Shin, 2014).

 Massage

Tujuan : untuk mengurangi spasme pada otot

Posisi pasien : pasien dalam keadaan duduk

Posisi fisioterapi : berdiri di belakang pasien

Teknik : fisioterapi memberikan baby oil kemudian fisiterapi

melakukan massage oada otot yang spasme

J. Evaluasi Fisioterapi

Setelah dilakukan beberapa kali terapi, nyeri yang pasien rasakan

mulai berkurang, ROM mulai meningkat, kekuatan otot mulai mulai

meningkat dan kemampuan fungsional sudah ada perubahan lebih baik dari

sebelumnya.
BAB IV

PENUTUP

Nyeri leher (Cervical syndrome) adalah nyeri yang dihasilkan dari

interaksi yang kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang

berhubungan dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan

otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer lain (Shoulder, sendi temporo

mandibular, craniocervikal), atau perubahan degeneratif dari discus

cervikalis dan sendinya dan nyeri leher ini mengganggu aktivitas seseorang.

dapat dipicu oleh beberapa faktor yaitu idiopatik, trauma, immobilisasi,

penyakit metabolik, masalah saraf, masalah umur, obat-obatan dan penyebab

lainnya. Adapaun Rencana intervensi fisioterapi yang diberikan kepada

pasien Frozen Shoulder yaitu :

a. Komunikasi Terapeutik

b. MWD

c. Active stretching

d. Mobilisasi Mulligan SNAGS

e. Massage

Peran fisioterapi dalam mengembalikan aktivitas fungsional seperti semula

dengan menerapkan intervensi yang aktif dan terapi latihan diberikan agar gerak

menjadi tidak terganggu dan mencegah timbulnya komplikasi.

Saran bagi pasien agar melakukan latihan-latihan yang diberikan oleh

fisioterapis agar mendapatkan hasil yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Aras, Djohan. Ahmad, Hasnia. Ahmad, Andy. The New Concept Of Physical

Therapist Test and Measurement: First Edition. Makassar: PhysioCare

Publishing.2016

Aras, Djohan. Ahmad, Hasnia. Ahmad, Ady. Pemeriksaan Spesifik Pada

Ekstremitas. Makassar: PhysioCare Publishing.2017

Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, Mogi J. Buku diktat Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi. 2006. Manado. Hal 50-54

Anonymous. Cervical Root Syndrome. Cited: Februari, 13th 2012. Available


from:http://bimaariotejo.wordpress.con/2009/05/31/cervical-rootsyndrome

Simon Carette, MD, MPhil. Cervical Radiculopathy. Cited: February, 13th 2012.
Available from http://enotes.tripod.com/cervical_radiculopathy.pdf

Anda mungkin juga menyukai