Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH

ANATOMI LEHER DAN CERVIK


Untuk memenuhi tugas mata kuliah anatomi
yang diampu oleh Bapak Bayu Nugraha Murdiansyah, S.Pd., M.Pd.
NIDN. 0721069001

Di Susun Oleh :
RAMA
NIM. 2185201006

PROGAM STUDI PENJASKESREK


STKIP PGRI TRENGGALEK
2021
Kata pengantar

Puji syukur kami ucapakan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “LEHER DAN CERVIK”makalah ini dapat saya selesaikan. dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada jujungan kita Muhammad SAW

Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas ANATOMI mata kuliah ANATOMI GERAK
Saya ucapkan terimakasih kasih kepada teman-teman saya yang sudah membatuya dalam penyusunan makalah ini. Dan
saya juga menyadari akan pentingnya sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada bapak guru Bayu Nugraha Murdiansyah, S.Pd., M.Pd. sebagai
guru bidang studi yang telah banyak memberi petunjuk dan semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyususan makalah ini dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Saya mohon maaf jika di dalam makalah saya ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan dan sebagainya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

1.1 Anatomy Tulang Belakang Cervical.............................................................................


1.2 Tulang Belakang cervical bagian atas.................................................

1.3 Tulang Belakang cervical bagian Bawah............................................

1.4 Suplai saraf..........................................................................................

1.5 Diskus Intervertebralis ........................................................................

1.6 Ligamen ..............................................................................................

2.1 Epidemiologi.......................................................................................

2.2 Patofisiologi dari Axial Neck Pain .....................................................

2.3 Patofisiologi dari Radiculopati ...........................................................

2.4 Patofisiologi dari Mielopati ................................................................

2.5 Klinis dari Syndrome Axial Neck Pain, Cervical Radiculopathy, and
Myelopathy ...............................................................................................

2.5.1 Axial Neck Pain ..................................................................................................

2.5.2 Cervical Radiculopathy.......................................................................................

2.5.3 Cervical Myelopathy...........................................................................................

2.6. Pemeriksaan Penunjang .....................................................................

2.6.1 Radiografi standar...............................................................................................

2.6.2 Magnetic Resonance Imaging.............................................................................

2.6.3 CT Myelography.................................................................................................

2.6.4 Studi Injeksi .......................................................................................................

2.7 Differential Diagnosis ........................................................................

3.1 Non-operatif Treatment .....................................................................

3.1.1 Treatment Konservatif .......................................................................................


3.1.2 Terapi Manipulatif ..............................................................................................

3.2 Operative Treatment ...........................................................................

3.2.1 General Principles ............................................................................................

3.2.2 Teknik Operasi .................................................................................................

3.2.3 Anterior Cervical Discectomy dan Fusion .......................................................

3.2.4 Autograft Versus Allograft...............................................................................

3.2.5 Fiksasi dengan plate .........................................................................................

3.2.6 Fusi dengan cages.............................................................................................

3.2.7 Anterior Corpectomy........................................................................................

3.2.8 Anterior Discectomy tanpa Fusi .......................................................................

3.2.9 Total Diskus Arthroplasty ................................................................................

3.2.10 Posterior Laminectomy ..................................................................................

3.2.11 Laminectomy and Instrumented Fusion .........................................................

3.2.12 Posterior Foraminotomy.................................................................................

3.2.13 Laminoplasty ..................................................................................................

3.2.14 Surgical Decision-Making..............................................................................

3.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil ......................................................

3.3 Komplikasi ..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................


1.1 Anatomy Tulang Belakang Cervical
Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra. Pertama 2, C1 dan
C2, sangat khusus dan diberi nama yang unik: atlas dan sumbu, masing-
masing. C3-C7 adalah tulang lebih klasik, memiliki tubuh, pedikel, lamina,
proses spinosus, dan sendi facet.
C1 dan C2 membentuk seperangkat unik artikulasi yang memberikan
mobilitas yang besar untuk tulang tengkorak. C1 berfungsi sebagai cincin
dimana tengkorak bersandar pada dan berartikulasi pada sendi poros dengan
dens atau odontoid prosesus dari C2. Sekitar 50% dari ekstensi fleksi cervical
terjadi antara oksiput dan C1; 50% dari rotasi leher terjadi antara C1 dan C2.
Tulang belakang cervical jauh lebih mobile daripada tulang belakang
pada daerah toraks atau lumbal . Berbeda dengan bagian lain dari tulang
belakang, tulang belakang cervical memiliki foramen melintang di setiap
tulang belakang untuk arteri vertebralis yang memasok darah ke otak.
Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra pertama , disebut
sebagai C1-7 (lihat gambar di bawah). Ini berfungsi untuk memberikan
mobilitas dan stabilitas pada kepala yang berhubungan ke tulang belakang
dada yang relatif tidak bergerak. Tulang belakang cervical dapat dibagi
menjadi 2 bagian: atas dan bawah.

1.1 Anatomi tulang 1.2 Lateral x-ray dari tulang belakang

1
1.3 Cervical Vertebra

1.2 Tulang Belakang cervical bagian atas


Tulang belakang cervical bagian atas terdiri dari atlas (C1) dan axis
(C2). 2 vertebra ini sangat berbeda dari tulang belakang cervical lainnya
(lihat gambar di bawah). Atlas berartikulasi di bagian superior dengan
oksiput (sendi atlanto-oksipital ) dan di bagian inferior dengan axis (sendi
atlantoaxial). Sendi atlantoaxial bertanggung jawab untuk 50% dari rotasi
cervical, sedangkan sendi atlanto-oksipital bertanggung jawab untuk 50%
dari fleksi dan ekstensi. Fitur-fitur unik dari C2 anatomi dan artikulasinya
menyulitkan penilaian patologi nya.

1.4 Tulang belakang cervical. Catatan


atlas berbentuk unik dan axis (C1 dan
C2).

Atlas adalah vertebra berbentuk cincin dan tidak memiliki body, tidak
seperti tulang belakang lainnya. bagian seperti body pada atlas merupakan
bagian dari C2, di mana disebut prosesus odontoid, atau dens. Prosesus
odontoid berikatan kuat dengan bagian posterior dari lengkung anterior atlas
oleh ligamentum transversus, yang menstabilkan sendi atlantoaxial. Ligamen
Apikal, alar, dan transverssus memungkinkan rotasi tulang belakang,

2
memberikan stabilisasi lebih lanjut dan mencegah perpindahan posterior dari
dens dalam kaitannya dengan atlas.
Atlas ini terdiri dari lengkungan tebal di bagian anterior, lengkungan
yang tipis di bagian posterior, 2 lateral mass yang menonjol, dan 2 prosesus
transversus. Foramen transversus, di mana arteri vertebralis lewat dan
ditutupi oleh prosesus transversus.
Menurut aturan sepertiga dari Steele, di tingkat atlas, prosesus
odontoid, ruang subarachnoid, dan sumsum tulang belakang masing-masing
menempati sepertiga dari wilayah kanal tulang belakang.

Axis ini memiliki tubuh vertebral yang besar, yang berisi prosesus
odontoid (dens). Prosesus odontoid berartikulasi dengan lengkungan anterior
atlas melalui bagian anterior facet artikulasi dan ditahan pada tempatnya
oleh ligamentum transversus. axis ini terdiri dari vertebral body, pedikel yang
berat, lamina, dan proses transversus, yang berfungsi sebagai titik perlekatan
untuk otot. axis berartikulasi dengan atlas melalui faset artikular superior,
yang cembung dan menghadap ke atas dan ke luar.

Embryologi
C2 memiliki perkembangan embryologic yang kompleks. Ini berasal
dari 4 pusat osifikasi: 1 untuk tubuh, 1 untuk prosesus odontoid, dan 2 untuk
lengkungan saraf. Prosesus odontoid berfusi pada bulan kehamilan ketujuh.
Bagian dari oksiput, atlas , dan axis berasal dari proatlas. The
hypocentrum dari sclerotome keempat membentuk tuberkulum anterior pada
clivus tersebut. Centrum dari proatlas sclerotome menjadi tutup apikal dari
dens dan ligamen apikal.
Komponen lengkungan saraf dari proatlas dibagi menjadi komponen
rostral dan ventral. Komponen rostral membentuk bagian anterior foramen
magnum dan kondilus oksipital; komponen kaudal membentuk bagian

3
1.2.1 Vaskularisasi
Ada jaringan anastomotic arteri yang luas di sekitar dens, diberi
makan oleh bagian anterior dan posterior ascending arteri yang berpasangan
yang timbul dari arteri vertebralis sekitar level C3 dan arcade arteri karotid
dari dasar tengkorak. Anterior dan posterior arteri ascending mencapai dasar
dens melalui ligamen aksesori dan berjalan ke arah cephalad di pinggiran
untuk mencapai ujung dari prosesus. anastomotic arcade juga menerima
cabang dari arteri ascending faring yang bergabung dengan arcade setelah
melewati kondilus oksipital.
1.2.2 Ligamen
Persimpangan craniocervical dan sendi atlantoaxial diamankan oleh
ligamen eksternal dan internal. Ligamen eksternal terdiri dari atlanto-
oksipital, bagian anterior atlanto-oksipital, dan bagian anterior ligamen
longitudinal. Ligamen internal memiliki 5 komponen, sebagai berikut:
 Ligamentum transversus memegang prosesus odontoid di tempat terhadap atlas
posterior, yang mencegah subluksasi anterior pada C1 pada C2
 Ligamen aksesori muncul dari bagian posterior dan dalam hubungannya dengan
ligamentum transversus dan menyelip ke dalam aspek lateral dari atlantoaxial sendi
ligamentum apikal terletak bagian anterior dari bibir foramen magnum dan
berinsersi ke puncak prosesus odontoid
 Ligamen alar yang berpasangan mengamankan puncak dari odontoid ke foramen
magnum bagian anterior
 Membran tectorial merupakan kelanjutan dari ligamentum longitudinal posterior ke
batas bagian anterior dari foramen magnum
 3 cm x 5 mm dari atlantoaxial aksesori ligamen tidak hanya menghubungkan atlas
dengan aksis tetapi juga terus ke arah cephalad ke tulang oksipital; secara
fungsional, menjadi lebih maksimal menegang dengan 5-8 ° rotasi kepala, lemah
dengan ekstensi cervical, dan maksimal menegang dengan 5-10 ° untuk fleksi
cervical. Hal ini terlihat berpartisipasi dalam stabilitas craniocervical, perbaikan di

4
masa depan pada magnetic resonance imaging (MRI) dapat menyebabkan apresiasi
yang lebih baik dari struktur dan integritas ligamen ini

1.3 Tulang Belakang cervical bagian Bawah


5 vertebra cervikal yang membentuk tulang belakang cervical bagian
bawah , C3-C7, mirip satu sama lain, tetapi sangat berbeda dari C1 dan C2.
Masing-masing memiliki vertebral body yang cekung pada permukaannya
superiornya dan cembung di permukaan inferiornya (lihat gambar di bawah).
Pada permukaan superior dari body terdapat prosesus yang menonjol ke atas
seperti kait yang disebut prosesus uncinate, yang masing-masing
berartikulasi dengan daerah yang tertekan pada aspek lateral inferior body
pada vertebral superior, yang disebut echancrure atau anvil.

1.5 Anatomi
normal dari tulang
unco vertebral sendi ini
belakang
adalahservikal
yang ng nyata dekat pedikel dan
biasanya dis pali bagian bawah a diyakini sebagai hasil dari
perubahan degeneratif pada anulus, yang menyebabkan fissuring pada anulus
dan penciptaan sendi . Sendi ini dapat berkembang menjadi osteophytic
Spurs, yang dapat mempersempit foramen intervertebralis.
Proses spinosus dari C3-C6 biasanya bifida, sedangkan proses
spinosus C7 biasanya nonbifid dan agak bulat di ujungnya.

5
1.3.1 Kolumns Anterior and posterior
Tulang belakang cervical subaxial dengan mudah dapat dibagi
menjadi kolom bagian anterior dan posterior. Kolom bagian anterior terdiri
dari body vertebral cervical yang khas diapit antara diskus yang mendukung.
Permukaan bagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal bagian
anterior sedangkan bagian posterior vertebral body oleh ligamentum
longitudinal posterior, yang keduanya berjalan dari aksis ke sakrum.
Artikulasi meliputi artikulasi dari diskus -vertebra body,
uncovertebral sendi, dan zygapophyseal (facet) sendi. Diskusnya tebal di
bagian anterior, memberikan kontribusi pada lordosis cervical normal, dan
sendi uncovertebral pada bagian posterior dari bodi menentukan panjangnya
lateral eksposur saat pembedahan . Sendi facet yang berorientasi pada sudut
45º terhadap bidang aksial, memungkinkan gerakan menggeser; kapsul sendi
yang paling lemah adalah di posterior. ligamentum flavum, ligamentum
posterior, dan ligamentum interspinous juga memperkuat kolom bagian
posterior.

1.3.2 Suplai Saraf


Pada neuroanatomy dari tulang belakang cervical bagian bawah (lihat
gambar di bawah), cord diperbesar, dengan ekstensi lateral dari gray matter
yang terdiri dari sel-sel tanduk bagian anterior. Dimensi lateral yang
mencakup 13-14 mm, dan ukuran batas bagian anterior-posterior 7 mm.
Tambahan 1 mm penting bagi cairan serebrospinal (CSF) di bagian anterior
dan di posterior, serta 1 mm untuk dura. Sebanyak 11 mm diperlukan untuk
spinal cord cervical. Keluar di setiap tingkat -vertebra adalah saraf tulang
belakang, yang merupakan hasil dari gabungan anterior dan posterior akar
saraf.

6
1.6 Cross-sectional
natomi dari spinal
cord
Foramen yang terbesar adalah di C2-C3 dan semakin menurun dalam
ukuran C6-C7. Saraf tulang belakang dan spinal ganglion menempati 25-33%
dari ruang foraminal. Foramen neural berbatasan pada anteromedial dengan
sendi uncovertebral, posterolateral dengan sendi facet, di bagian superior
dengan pedikel dari vertebra di atasnya, dan di bagian inferior dengan
pedikel dari vertebra di bawahnya. Di medial, foramen tersebut dibentuk di
tepi lempeng akhir dan diskus intervertebralis.
Interkoneksi hadir antara sistem saraf simpatik dan saraf spinal yang
tepat. saraf spinal keluar di atas vertebral body, mereka Sejalan dengan C2-
C7. Karena penomoran saraf tulang belakang cervical dimulai di atas atlas ,
terdapat saraf tulang belakang cervical yang ke-8, dengan keluarnya saraf
yang pertama antara oksiput dan atlas (C1) dan keluarnya saraf kedelapan
antara C7 dan T1.
1.3.1 Vaskularisasi
Anatomi vaskular terdiri dari arteri spinal bagian anterior yang lebih
besar terletak di sulkus sentral dari cord dan berpasangan dengan arteri spinal
posterior yang terletak pada dorsum dari cord. Hal ini diterima secara umum
bahwa bagian dua pertiga anterior dari cord dipasok oleh arteri spinal bagian
anterior dan yang sepertiga posterior disuplai oleh arteri posterior.
1.3.2 Sendi Facet
Sendi facet pada tulang belakang cervical merupakan sendi sinovial
diarthrodial dengan kapsul fibrosa. Kapsul sendi lebih longgar di tulang

7
belakang cervical bagian bawah daripada di daerah lainnya pada tulang
belakang untuk memungkinkan gerakan gliding dari facet. Sendi ini miring
pada sudut 45 ° dari bidang horizontal dan 85 ° dari bidang sagital.
Kesejajaran ini membantu mencegah pergeseran bagian anterior yang
berlebihan dan penting dalam menahan beban.
1.4 Suplai saraf
Kapsul fibrosa dipersarafi oleh mechanoreceptors (tipe I, II, dan III),
dan ujung saraf bebas telah ditemukan pada areolar longgar subsynovial dan
jaringan kapsuler padat. Bahkan, ada mechanoreceptors lebih banyak di
tulang belakang cervical dibandingkan tulang belakang lumbar. Input neural
dari faset ini mungkin penting untuk propriosepsi dan sensasi nyeri dan dapat
memodulasi refleks otot pelindung yang penting untuk mencegah
ketidakstabilan sendi dan degenerasi.
Sendi facet pada tulang belakang cervical dipersarafi oleh kedua
bagian anterior dan posterior rami. atlanto-oksipital dan atlantoaxial sendi
dipersarafi oleh rami bagian anterior saraf spinal cervical pertama dan kedua.
C2-C3 sendi facet dipersarafi oleh 2 cabang ramus posterior dari cervical
ketiga spinal saraf, cabang communicating dan cabang medial dikenal
sebagai saraf oksipital ketiga.
facet servikal yang tersisa, C3-C4 hingga C7-T1, dipasok oleh
posterior rami cabang medial yang muncul 1 tingkat ke arah cephalad dan
caudad dari sendi. Oleh karena itu, setiap sendi dari C3-C4 hingga C7-T1
dipersarafi oleh cabang medial bagian atas dan bawah. Cabang medial ini
mengirimkan cabang artikulasi ke sendi facet karena mereka membungkus
pilar artikulasi di sekitar pinggang.
1.5 Diskus Intervertebralis
Diskus intervertebralis terletak antara korpus vertebra C2-C7. diskus
intervertebralis terletak antara setiap korpus vertebra caudad mulai dari
aksis. Diskus ini terdiri dari 4 bagian: nukleus pulposus pada bagian tengah,
anulus fibrosis mengelilingi inti, dan 2 lempeng akhir yang melekat pada
badan vertebra yang berdekatan. Mereka berfungsi sebagai gaya penyerapan
energi, mentransmisikan beban kompresi selama terjadinya pergerakan.
diskus lebih tebal di bagian anterior dan karena itu berkontribusi terhadap
lordosis servikal yang normal.

8
Diskus intervertebralis terlibat dalam gerakan servikal tulang
belakang, kestabilan, dan menahan beban. Serat annular tersusun dari
kolagen lembaran (lamellae) yang berorientasi pada sudut 65-70 ° dari
vertikal. Akibatnya, mereka rentan terhadap cedera oleh gaya rotasi karena
hanya satu setengah dari lamellae yang berorientasi untuk menahan gaya
yang diterapkan pada arah ini.
Bagian tengah dan sepertiga luar dari anulus dipersarafi oleh
nociceptors. Fosfolipase A2 telah ditemukan di diskus dan dapat menjadi
mediator inflamasi.

1. 6 Ligamen

Meskipun tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra cervikal


yang diselingi oleh diskus intervertebralis, jaringan ligamen yang kompleks
menjaga elemen-elemen individual tulang sebagai satu kesatuan.
Sebagaimana dicatat, tulang belakang servikal terbentuk dari kolom
bagian anterior dan posterior. Ini juga berguna untuk berpikir bahwa terdapat
kolom ketiga (tengah), sebagai mana berikut ini :
 Kolom bagian anterior terdiri dari ligamentum anterior longitudinal dan dua pertiga
anterior dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan diskus intervertebralis.
 Kolom bagian tengah terdiri dari ligamentum posterior longitudinal dan posterior
sepertiga dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan diskus intervertebralis.
 Kolom posterior terdiri dari lengkungan posterior, termasuk pedikel, prosesus
transverssus, artikulasi faset, lamina, dan prosesus spinosus.
Ligamen longitudinal penting untuk menjaga integritas kolom tulang
belakang. Sedangkan anterior dan posterior ligamen longitudinal
mempertahankan integritas struktural dari kolom anterior dan middle,
Kesejajaran kolom posterior distabilkan oleh kompleks ligamen, termasuk
nuchal dan ligamen kapsular, serta ligamentum flavum.
Jika 1 dari 3 kolom terganggu sebagai akibat dari trauma, kestabilan
diberikan oleh yang lain 2, dan cedera saraf biasanya dapat dicegah. Dengan
gangguan 2 kolom, cedera saraf tulang belakang lebih mungkin terjadi
karena tulang belakang dapat bergerak sebagai unit terpisah.

9
Beberapa ligamen tulang belakang servikal yang memberikan
stabilitas dan umpan balik proprioseptif layak disebut dan dijelaskan secara
singkat di sini.
Ligamentum transversus, bagian utama dari cruciate ligamen, muncul
dari tuberkel pada atlas dan membentang melewati cincin anterior sambil
memegang prosesus odontoid (dens) terhadap lengkungan anterior. Sebuah
rongga sinovial terletak di antara dens dan prosesus transversus. Ligamentum
ini memungkinkan rotasi atlas pada dens dan bertanggung jawab untuk
menstabilkan tulang belakang cervical selama fleksi, ekstensi, dan lateral
bending. Ligamentum transversus adalah ligamen yang paling penting untuk
mencegah translasi anterior normal.
Ligamen alar berjalan dari aspek lateral dens ke ipsilateral kondilus
oksipital medial dan atlas bagian ipsilateral. Mereka mencegah gerakan
lateral dan rotasi yang berlebihan namun memungkinkan fleksi dan ekstensi.
Jika ligamen alar rusak, seperti pada saat cedera whiplash, kompleks sendi
menjadi hypermobile, yang dapat menyebabkan penekukan dari arteri dan
stimulasi nosiseptor dan mechanoreceptors vertebral. Hal ini mungkin terkait
dengan keluhan khas pasien dengan cedera whiplash (misalnya, sakit kepala,
sakit cervical, dan pusing).
Ligamentum anterior longitudinal (ALL) dan posterior ligamentum
longitudinal (PLL) adalah stabilisator utama dari sendi intervertebralis.
Kedua ligamen yang ditemukan di sepanjang seluruh tulang belakang;
Namun, ALL melekat lebih dekat ke diskus dibandingkan dengan PLL, dan
ligamen ini tidak berkembang dengan baik di tulang belakang cervical. ALL
menjadi anterior membran atlanto-oksipital di tingkat atlas, sedangkan PLL
menyatu dengan membran tectorial. Keduanya melanjutkan ke oksiput. PLL
mencegah fleksi yang berlebihan dan gangguan.
Ligamentum supraspinous, ligamen interspinous, dan ligamentum
flavum menjaga stabilitas antara lengkungan tulang belakang. The
supraspinous ligamen berjalan di sepanjang ujung prosesus spinosus, ligamen
interspinous berjalan antara prosesus spinosus yang berdekatan, dan
ligamentum flavum berjalan dari permukaan anterior dari cephalad vertebra
ke permukaan posterior dari caudad vertebra.
10
Ligamentum interspinous dan (terutama) ligamentum flavum
berfungsi untuk mengontrol fleksi yang berlebihan dan translasi anterior.
Ligamentum flavum juga menghubungkan dan memperkuat kapsul sendi
facet pada aspek ventral. Ligamentum nuchae merupakan kelanjutan
cephalad ligamentum supraspinous dan memiliki peran penting dalam
menstabilkan tulang belakang cervica

Anak-anak memiliki variasi anatomi yang signifikan dalam


persimpangan craniocervical dibandingkan dengan orang dewasa.
Manajemen operasi ketidakstabilan persimpangan craniocervical pada anak-
anak merupakan tantangan yang unik. Sedangkan indikasi untuk fusi servikal
mirip dengan orang dewasa yang berkaitan dengan teknik operasi, pada anak-
anak, variasi anatomi yang signifikan dalam persimpangan craniocervical
mempersulit pendekatan dan membatasi penggunaan fiksasi internal.
Pengobatan terhalang oleh tulang dengan struktur kecil dan ligamen, yang
sering dipersulit oleh sindromik kelainan craniovertebral. Kemajuan terbaru
dalam pencitraan telah meningkatkan hasil. Menezes mengulas pada 850
anak-anak yang menjalani fusi craniocervical. Penulis menyajikan tinjauan
rinci teknik fusi, serta indikasi dan sarana menghindari komplikasi,
pencegahan mereka, dan manajemennya .

11
Perubahan degeneratif pada tulang belakang cervical yang biasanya
disebut sebagai cervical spondylosis. Ini merupakan kelompok campuran
patologi yang melibatkan diskus intervertebralis, tulang belakang, serta sendi
yang terkait dan dapat juga disebabkan oleh penuaan ("Keausan", degenerasi)
atau pengaruh sekunder karena trauma. Gejala klinis yang dominan terdapat
nyeri leher, yang sering dikaitkan dengan nyeri bahu. perubahan degeneratif
tersebut dapat menyebabkan central atau foramina yang dapat mengganggu
serabut saraf atau spinal cord (Gbr. 1). Patologi ini disebut cervical
spondylotic radiculopathy (CSR) dan cervical myelopathy spondylotic
(CSM). CSR harus dibedakan dari herniasi terkait radiculopathy.

Dalam sebuah survei nasional Belanda, terdapat kejadian 23,1 per


1.000 orang per tahunnya untuk nyeri leher dan 19,0 per 1.000 orang per
tahun untuk gejala bahu . Dokter umum di Belanda mendapatkan konsultasi
sekitar tujuh kali seminggu untuk keluhan yang berhubungan dengan leher
atau ekstremitas atas ini. Kejadian tahunan nyeri leher terdapat 14,6% di
penelitian kohort dari 1.100 orang dewasa yang dipilih secara acak.
Perempuan lebih mungkin untuk menderita nyeri leher daripada laki-laki.
Dalam sebuah survei Swedia pada 4415 subyek, tingkat prevalensi 17%
untuk nyeri leher ditemukan. Lima puluh satu persen dari subyek nyeri leher

12
juga memiliki nyeri pinggang kronis. Riwayat cedera leher dilaporkan oleh
25% pasien dengan nyeri leher.
Dalam investigasi prospektif longitudinal di Perancis, prevalensi dan
kejadian nyeri leher dan bahu dicurigai berhubungan dengan pekerjaan. Para
penulis menemukan bahwa prevalensi (laki-laki 7,8%, perempuan 14,8%
pada tahun 1990) dan insiden (laki-laki 7,3%, perempuan 12,5% untuk
periode 1990-1995) dari penelitian tersebut didapatkan nyeri leher dan bahu
kronis meningkat dengan usia, dan lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pria di setiap kelompok kelahiran yang diperiksa. Penelitian tersebut menitik
beratkan pekerjaan yang berat berkontribusi meningkatkan nyeri leher dan
bahu, terlepas dari usia.48

Cervical Radiculopathy lebih jarang terjadi daripada nyeri leher dan


bahu dengan prevalensi 3,3 kasus per 1.000 orang. Insiden puncak tahunan
2,1 kasus per 1000 dan terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 dari kehidupan
[278]. Dalam populasi Sisilia dari 7.653 subyek, prevalensi 3,5 kasus per
1.000 ditemukan untuk cervical spondylotic radiculopathy, yang meningkat
menjadi puncak pada usia 50-59 tahun, dan menurun setelahnya. Prevalensi
usia tertentu secara konsisten lebih tinggi di perempuan. Sebuah survei
epidemiologi dari Cervical Radiculopathy di Mayo Clinic di Rochester [222]
mengungkapkan bahwa kejadian rata-rata insiden tahunan sesuai dengan
umur per 100.000 penduduk untuk Cervical Radiculopathy sebesar 83,2
(107,3 untuk laki-laki, 63,5 untuk wanita). Tingkat kejadian tahunan usia-
spesifik per 100.000 penduduk, mencapai puncak 202,9 untuk kelompok usia
50-54 tahun. Riwayat aktivitas fisik atau trauma sebelum timbulnya gejala
terjadi hanya pada 14,8% kasus. Durasi rata-rata gejala sebelum diagnosis
terdapat 15 hari. Sebuah mono-radiculopathy paling sering melibatkan
serabut saraf C7, diikuti oleh C6.

13
Data epidemiologi cervical spondylotic myelopathy belum
dieksplorasi dengan baik. Hasil proses penuaan pada perubahan degeneratif
tulang belakang cervical dalam stadium lanjut dapat menyebabkan kompresi
spinal cord. Hal ini Penyebab paling sering dari disfungsi spinal cord pada
orang tua. Suatu bentuk khusus Cervical myelopathy disebabkan oleh
pengerasan dari ligamentum longitudinal posterior (OPLL).
Ini merupakan penyakit multifaktorial dimana kompleks genetik dan
faktor lingkungan berinteraksi. Penyakit ini terutama ditemukan pada
populasi Asia. Pada populasi Jepang, angka prevalensi yang dilaporkan
berkisar antara 1,8% menjadi 4,1%. Tingkat prevalensi OPLL di tulang
belakang cervical secara signifikan lebih rendah di Cina (0,2%) dan populasi
Taiwan (0,4%). Evaluasi radiografi film tulang belakang cervical di Rizzoli
Orthopaedic Institute di Bologna, Italia, mengungkapkan prevalensi 1,83%
dengan puncak di Kelompok umur 45-64 tahun (2,83%). Prevalensi ini jauh
lebih tinggi dari yang dilaporkan di Kaukasia.

2.3 Patofisiologi dari Axial Neck Pain

nyeri leher Aksial berasal dari banyak penyebab potensial yang dapat
dibagi secara geografis menjadi nyeri leher anterior, yang biasanya berasal
dari sprain dan strain dari sternokleidomastoid, otot penahan lainnya serta
nyeri leher posterior, yang dapat dibagi lebih lanjut ke lokasi subaxial
suboksipital . Pada banyak pasien, nyeri leher subaxial berasal dari
ketidakseimbangan otot atau ligamen yang berkaitan dengan sikap tubuh
yang buruk, ergonomi yang salah, atau kelelahan otot atau stres atau
keduanya. Nyeri otot sering terjadi sebagai akibat adaptasi postural ke
sumber nyeri utama yang terletak di bahu, persimpangan craniovertebral,
atau temporomandibular sendi.

14
dapat merangsang chemonociceptive ujung saraf ini. ujung saraf bebas Ini
juga menanggapi mediator rasa sakit non-neurogenik yang dirilis sebagai
akibat dari iskemia atau cedera, seperti ion bradikinin, histamin, serotonin,
dan kalium. nyeri otot Primer dapat terjadi akibat sensitisasi dari ujung saraf
ini.

Gbr.2.2 Pola nyeri Axial diprovokasi selama Diskografi pada


setiap tingkat servikal. A, C2-3. B, C3-4. C, C4-5. D, C5-6. E, C6-7.

nyeri leher aksial harus dikaitkan dengan perubahan degeneratif pada


diskus servikal atau sendi facet dengan pertimbangan yang hati-hati. Namun
demikian, berbagai studi menunjukkan bahwa diskus servikal dan sendi facet
dapat menghasilkan nyeri. serabut saraf dan ujung saraf, yang mengandung
serat aferen somatik, menginnervasi bagian tepi dari diskus intervertebralis
aspek posterior diskus, memasok bagian-bagian dari anulus , posterior
longitudinal ligamen, periosteum dari vertebral bodi serta pedikel, vena
epidural yang berdekatan, dan dura mater. Sebuah tinjauan selama 12 tahun
Pengalaman Diskografi servikal menunjukkan bahwa stimulasi dari masing-

15
masing diskus menghasilkan pola nyeri leher yang konsisten dan dapat
diprediksi (Gbr. 36-2).

Gbr. 2.3 Peta pola nyeri aksial dari sendi facet di C2-3 ke C6-7.

Perubahan degeneratif pada sendi facet servikal dapat menjadi


sumber nyeri leher aksial. Suntikan Provokatif ke dalam sendi facet
sukarelawan yang asimtomatik menyebabkan direproduksinya pola nyeri
leher aksial dan shoulder girdle (Gbr.36-3). suntikan anastesi yang
Terkendali ke dalam sendi facet bergejala atau rami primer dorsal memblok
pola nyeri facet ini, hal ini menunjukkan bahwa sendi facet memainkan peran
dalam berkembangnya nyeri leher aksia, sendi facet C3-4 ke C8-T1
menerima persarafan mereka dari cabang-cabang medial dari rami dorsal
servikal, di atas dan di bawah setiap sendi, sedangkan saraf oksipital ketiga
menginervasi sendi facet C2-3. facet servikal manusia.

Nyeri suboksipital menjalar ke bawah menuju leher atau ke belakang


telinga dapat merupakan manifestasi dari artritis degeneratif pada tulang
belakang cervical bagian atas. Injeksi pada sendi atlanto-oksipital dan

16
atlantoaxial menghasilkan pola nyeri yang direproduksi di wilayah ini,
dengan sendi atlanto-oksipital menunjukkan kemampuan untuk
menghasilkan rasa nyeri yang kuat dan menyebar. Wächli dan rekannya
melaporkan sakit kepala unilateral dan nyeri wajah atipikal sebagai akibat
dari perubahan degeneratif di tingkat C2-3. Beberapa pasien dengan sakit
kepala suboksipital mungkin memiliki iritasi pada saraf oksipital yang lebih
besar, yang berasal dari posterior rami dari C2, C3, dan C4. Saraf
sinuvertebral dari C2 dan C3 hadir sebagai sumber potensial lain dari nyeri
suboksipital, naik ke arah proksimal untuk menginnervasi atlantoaxial
ligamen, membran tectorial, dan dura mater dari bagian atas saraf servikal
dan posterior kranial fossa.

2.4 Patofisiologi dari Radiculopati

Temuan radikuler di lengan berasal dari akar saraf servikal di


beberapa titik diantara asalnya sebagai rootlets saraf dari saraf tulang
belakang dan transisi mereka ke saraf perifer ketika mereka muncul dari
neural foramen. perubahan Degeneratif di segmen gerak servikal, herniasi

Perubahan bentuk mekanis dari akar saraf dapat menyebabkan


kelemahan motorik atau defisit sensorik. Patogenesis yang tepat dari nyeri
radikuler masih belum jelas, tetapi keyakinan umum menyatakan bahwa
Selain kompresi, respon inflamasi harus terjadi untuk menimbulkan nyeri
pada akar saraf yang terkompresi, pembuluh darah intrinsik menunjukkan

17
peningkatan permeabilitas, secara sekunder mengakibatkan edema dari akar
saraf. Edema kronis dan fibrosis (jaringan parut) dalam akar saraf berperan
dalam meningkatkan sensitivitas akar saraf karena nyeri. mediator kimia
nyeri Neurogenik dirilis dari badan sel neuron sensorik dan mediator non-
neurogenic yang dilepaskan dari jaringan diskus dapat memulai dan
melangsungkan respon inflamasi ini (Tabel 36-1).

Gbr. 2.3 Cross-sectional anatomi menunjukkan cabang utama dorsal dan ventral akar saraf
servikal, asal mula saraf sinuvertebral (juga dikenal sebagai saraf rekuren meningeal) dari akar
saraf, dan pleksus simpatik.

Faktor-faktor dinamis pada kolumna spinalis servikal mempengaruhi


jumlah kompresi akar saraf. Fleksi pada servikal tulang belakang
memperpanjang neural foramen servikal 18% sampai 31%, sedangkan
ekstensi memperpendek foramen 16% menjadi 22%. Rotasi ke sisi ipsilateral
mempersempit foramen, sedangkan rotasi ke sisi kontralateral memperlebar
foramen. kapsul sendi dan facet ligamentum flavum tertekuk pada ekstensi,
ini lebih mempersempit dimensi foraminal. pergeseran atau angulasi diantara
badan vertebra saat fleksi atau ekstensi dapat menyebabkan peningkatan
peregangan pada akar saraf dan mempengaruhi individu dengan gejala
radikuler. pasien yang tidak memiliki penekanan akar saraf pada leher
mereka saat dalam keadaan statis, posisi netral secara dinamis menekan akar
saraf pada saat aktivitas normal, sehingga menghasilkan gejala radikuler.

18
Gbr 2.4 kompresi Akar saraf dalam kanal tulang belakang lateral diskus, sendi uncovertebral,
atau patologi sendi facet dapat menyebabkan servikal radiculopathy.

Perubahan dalam ketegangan intrinsik pada akar saraf memiliki


kemampuan untuk mengubah nyeri radikuler. Davidson dan rekan
mengemukakan bahwa penurunan ketegangan pada akar saraf yang
disebabkan karena pasien mengistirahatkan tangan di atas kepala-abduksi
rasa nyeri. Studi lain mengemukakan bahwa posisi lengan saat abduksi
memungkinkan kelonggaran di ligamen dural (Hoffman), mengakibatkan
penurunan ketegangan pada akar saraf.
Seringkali, pasien mempresentasikan nyeri radikuler dengan
distribusi atipikal. Sebuah studi pada anatomi kadaver manusia
mengkonfirmasi tingginya insiden koneksi intradural ini antara C5, C6, dan
C7 rootlets dorsal (tercatat sebagai varian anatomi karena tingginya insiden
daripada anomali anatomi) dan mengemukakan bahwa koneksi varian
intradural ini berpotensi menjelaskan variasi klinis dan tumpang tindih
Gejala sensorik yang sering diamati pada penekanan akar saraf tulang
belakang servikal.

Patofisiologi dari Mielopat

19
Meskipun umumnya disepakati bahwa penekanan mekanik dari saraf
tulang belakang adalah mekanisme patofisiologis primer terjadinya
myelopathy, pada banyak pasien kombinasi dari penekanan statis ini bersama
faktor dinamis sekunder akibat pergerakan diantara vertebra bodi, sebuah
kongenital kanal stenosis, perubahan dalam morfologi intrinsik dari saraf
tulang belakang, dan faktor vaskular juga berkontribusi terhadap terjadinya
myelopathy. Suatu penyempitan kanal tulang belakang di bidang
anteroposterior dapat menyebabkan terjadinya myelopathy servikal.
Diameter anteroposterior normal tulang belakang cervical berukuran 17
sampai 18 mm pada orang dewasa, dan diameter anteroposterior dari saraf
tulang belakang pada daerah servikal berukuran sekitar 10 mm. Diameter
anteroposterior kanal tulang belakang kurang dari 13 mm mendefinisikan
terjadinya kongenital stenosis servikal, dimana diameter lebih besar dari 16
mm menunjukkan risiko yang relatif rendah untuk terjadinya myelopathy
(Gambar. 36-5A).

Gbr 2.5 Kriteria radiografi penting dalam patogenesis servikal myelopathy spondylotic. A, diameter
Mid-sagital kanal tulang belakang diukur sebagai jarak dari tengah permukaan dorsal dari tubuh
vertebral ke titik terdekat pada garis spinolaminar. Pasien yang ukuran kanal tulang kurang dari 13
mm

20
Suatu hubungan yang kuat terjadi antara datarnya akar saraf karena
menyempitnya kanal tulang belakang dan terjadinya myelopathy servikal.
Penning dan rekan percaya bahwa gejala kompresi saraf terjadi ketika daerah
cross-sectional dari akar saraf telah berkurang sebesar 30% dan daerah
melintang sisa akar saraf kurang dari 60 mm2. Houser dan rekan berpendapat
bahwa luas dan bentuk dari datarnya saraf tulang belakang berfungsi sebagai
indikator defisit neurologis, 98% pasien dengan stenosis parah
dimanifestasikan dengan gambaran saraf tulang belakang berbentuk pisang
hal ini merupakan bukti klinis terjadinya myelopathy. Ono dan rekan 33
menggambarkan sebuah rasio kompresi saraf anteroposterior yang dihitung
dengan membagi diameter anteroposterior saraf dengan diameter melintang
akar saraf. Suatu rasio kompresi anteroposterior yang lebih rendah (<0,40)
berhubungan dengan area yang mengalami cedera saraf paling parah secara
histologi. rasio Pavlov, yaitu diameter anteroposterior dari kanal tulang
belakang dibagi dengan diameter anteroposterior dari Vertebral bodi pada
tingkat yang sama, yang diukur pada radiograf lateral, juga menunjukkan
kompresi statis; nilai 0,8 atau kurang menunjukkan terjadinya penyempitan
kanal servikal dan stenosis dari kanal.
pergerakan segmental kolumna spinalis servikal mempengaruhi
perkembangan mielopati servikal. Hiperekstensi leher mempersempit kanal
tulang belakang menekuk ligamentum flavum di bagian ventral ke arah
kanal. Ekstensi dan fleksi leher dapat mengubah diameter kanal sebesar 2
mengkompresi saraf tulang belakang antara margin posterosuperior dari
vertebra Bodi dibagian bawahnya dan lamina di atasnya. Fleksi dari kolumna
spinalis memperburuk pergeseran ke depan ini. Retrolisthesis dan
anterolisthesis sering menyebabkan myelopathy pada pasien lansia (≥70
tahun) (Gambar. 36-5C). Selain itu, hipermobilitas di tingkat servikal ketiga

21
dan keempat cephalad pada segmen C4-5 yang memburuk dan kaku
biasanya terdapat pada orang tua, berpotensi mengakibatkan myelopathy di
tingkat C3-4 hypermobile. Penelitian menggunakan model saraf tulang
belakang menunjukkan bahwa saraf lebih rentan terhadap pembebanan
dinamis, minor berulang dibandingkan dengan pembebanan statis yang berat.
fleksi dan ekstensi Servikal tulang belakang menyebabkan perubahan
morfologi dalam saraf tulang belakang itu sendiri. Breig dan rekan 39
menunjukkan bahwa saraf tulang belakang menebal dan memendek dengan
ekstensi, yang membuatnya lebih rentan terhadap tekanan dari penekukan
ligamentum flavum atau lamina. Saraf tulang belakang meregang saat fleksi,
yang mungkin memberikansaraf tekanan intrinsik lebih tinggi jika menekan
melawan diskus atau korpus vertebra di bagian anterior.
servikal myelopathy. Perkembangan temuan menunjukkan adanya
keterlibatan vaskular. Dalam dua percobaan anjing terpisah, iskemia saraf
servikal ditekankan pada kompresi dari saraf mengakibatkan peningkatan
dramatis dalam Temuan neurologis. Efek dari kompresi dan iskemia adalah
aditif dan bertanggung jawab atas manifestasi klinis dari myelopathy.
Penyelidikan ini juga mengakibatkan adanya kecurigaan bahwa iskemia
mungkin memainkan peran penting dalam ireversibilitas kompresi tulang
belakang. Dalam sebuah studi pada anjing secara terpisah, obstruksi pada
pleksus arteri perifer menyebabkan perubahan struktural pada saraf tulang
belakang. Studi klasik oleh Breig dan rekan 39 menetapkan bahwa aliran
darah melalui arteri spinalis anterior dan arteri anterior radikuler berkurang
ketika saluran tersebut berada di atas diskus atau korpus vertebra, tetapi
posisi ini tidak memiliki dampak besar pada aliran melewati arteri spinal
posterior yang berliku. Pembuluh darah dianggap paling rentan mengalami
penurunan aliran darah termasuk arterioles transversus intramedulla, muncul
dari arteri sulcal anterior. pembuluh darah Ini menyemburkan materi abu-abu

22
dan kolom lateral yang berdekatan. Iskemia juga dapat terjadi dari
penyempitan vena.
satu jenis sel dikenal sangat sensitif terhadap cedera iskemik yaitu
oligodendrocyte, sel ini memainkan peran utama dalam isolasi akson dengan
selubung myelin. Kematian oligodendrocyte disebabkan oleh iskemik,
kompresi yang parah menyebabkan perubahan patologis pada saraf
tulang belakang. pusat Materi abu-abu dan kolom lateral menunjukkan
perubahan yang paling nyata, dengan kavitasi kistik, gliosis, dan demielinasi
kaudal dari tempat kompresi. Kolom posterior dan saluran posterolateral
menunjukkan wallerian degenerasi cephalad dari tempat kompresi.
menetapnya perubahan ini menjelaskan mengapa beberapa pasien gagal
untuk pulih setelah operasi dekompresi. kolom Putih anterior relatif tahan
terhadap infark, bahkan dalam kasus-kasus kompresi parah.

2.5 Klinis dari Syndrome Axial Neck Pain, Cervical Radiculopathy, and
Myelopathy

2.5.1 Axial Neck Pain

Nyeri di sepanjang leher bagian posterior dan otot trapezius tanpa


radiasi ke ekstremitas atas adalah sangat umum, tapi bukan gejala yang
spesifik. Pasien biasanya melokalisasi rasa sakit pada otot-otot paraspinal
bagian posterior leher, dengan radiasi terhadap occiput atau pada bahu dan
daerah periskapula. Pasien dapat melaporkan kekakuan pada satu arah atau
lebih dan biasanya mengeluh sakit kepala. nyeri Menjalar tanpa distribusi
dermatomal di bahu atau lengan dapat menyertai nyeri leher lunak. palpasi
Yang mendalam dari poin pemicu ini menghasilkan pola nyeri yang menjalar
di sepanjang perjalanan struktur myofascial.
Menentukan posisi ketidaknyamanan maksimal juga memberikan
petunjuk untuk etiologi patologis yang mendasari. nyeri leher Anterior

23
sepanjang otot perut sternokleidomastoid akan diperburuk oleh rotasi kepala
ke sisi kontralateral yang dihasilkan oleh karena ketegangan otot. Nyeri pada
otot-otot leher bagian posterior yang memburuk dengan fleksi kepala
menunjukkan etiologi myofascial. Nyeri pada aspek bagian posterior leher
diperparah dengan ekstensi dan terutama oleh rotasi kepala ke satu sisi dapat
menunjukkan komponen discogenic. Nyeri suboksipital menjalar ke bagian
belakang telinga, occiput, atau leher dapat menimbulkan pertanyaan
keterlibatan patologis dari tulang belakang cervical bagian atas. Rotasi
terbatas dari kepala ke satu sisi menunjukkan keterlibatan artikulasi
atlantoaxial ipsilateral.
Adaptasi postural rasa sakit yang dimulai di tempat lain pada tubuh
dapat menghasilkan nyeri sekunder di leher dan shoulder girdle. Adaptasi
dan kompensasi berlebihan dari jaringan normal di leher dan shoulder girdle
menghasilkan pola nyeri baru yang mungkin menetap bahkan setelah sumber
awal nyeri telah teratasi. Situasi ini menunjukkan pentingnya untuk
mendapatkan sejarah yang akurat tentang bagaimana awalnya presentasi dari
nyeri leher dan bagaimana nyeri tersebut telah berkembang dari waktu ke
waktu.
Proses patologis di bahu dapat bermanifestasi berupa nyeri lokal atau
menjalar nyeri pada leher, yang dapat menyebar ke bagian anterior atau
lateral lengan. Pemeriksaan shoulder menyeluruh dapat membantu
membedakan patologi bahu dengan patologi leher. kekakuan pada pagi hari,
keterlibatan polyarticular, rigiditas, dan manifestasi pada kulit menunjukkan
suatu elemen inflamasi arthritis.

2.5.2 Cervical Radiculopathy

Servikal radikulopati mengacu pada distribusi gejala pada dermatom


yang spesifik di ekstremitas atas. pasien akan mengalami nyeri yang
menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar pada area yang terlibat. Mungkin

24
ada kehilangan fungsi sensorik atau motorik sesuai dengan akar saraf yang
terlibat, dan aktivitas refleks dapat menurun.
Pasien biasanya memiliki nyeri leher dan lengan yang parah (sering
unilateral) yang tidak memungkinkan mereka untuk menemukan Posisi yang
nyaman. Mereka dapat hadir dengan posisi kepala miring ke sisi yang
berlawanan dari nyeri lengan mereka dan kadang-kadang memegang lengan
di atas kepala, biasanya mengistirahatkan pergelangan tangan atau lengan
bawah di atas kepala – Shoulder abduction sign. Valsava manuver biasanya
memperburuk keluhan nyeri pasien. Ekstensi dan rotasi lateral kepala ke sisi
nyeri biasanya memperburuk gejala-manuver Spurling. Bertambah buruknya
gejala dengan ekstensi leher sering membantu membedakan etiologi
radikuler nyeri otot leher dengan proses patologis bahu dengan nyeri otot
sekunder pada leher. Spurling manuver ini sangat berguna dalam
membedakan Radikulopati servikal dengan etiologi nyeri leher ekstremitas
atas lainnya, seperti penjepitan saraf perifer, karena ini hanya menekan
struktur yang terletak pada servikal tulang belakang dengan mengurangi
ukuran dari foramen intervertebralis dan meningkatkan tekanan pada akar
saraf yang terlibat.

Henderson dan rekan mengulas presentasi klinis pada 736 pasien


dengan Radikulopati servikal: 99,4% memiliki nyeri lengan, 85,2% memiliki
defisit sensorik, 79.7% memiliki nyeri leher, 71,2% memiliki defisit refleks,
68% memiliki defisit motorik, 52,5% memiliki nyeri scapular, 17,8%
memiliki nyeri dada anterior, 9,7% memiliki sakit kepala, 5,9% memiliki
nyeri dada anterior dan nyeri lengan, dan 1,3% memiliki nyeri dada dan
lengan sisi kiri, yang dikenal sebagai angina servikal. defisit neurologis
berhubungan dengan tingkat diskus yang terganggu pada sekitar 80% dari

25
pasien dengan Radikulopati. Studi lain dari 275 pasien dengan Radikulopati
servikal tercatat bahwa 59% dari pasien melaporkan sakit kepala, sering
terjadi ipsilateral dari gejala radikuler.
Kadang-kadang, pasien dengan kompresi akar saraf ini muncul
dengan nyeri trapezius atas dan interskapula tanpa nyeri menjalar ke lengan.
Tidak adanya gejala menjalar pada dermatom tidak menyingkirkan adanya
gejala kompresi akar saraf. Dokter harus melakukan pemeriksaan fisik yang
cermat untuk mengidentifikasi akar saraf yang terlibat, tetap diingat bahwa
persilangan antara miotom dan dermatom dapat hadir .

C4 radiculopathy juga dapat menjadi sumber dari nyeri leher dan


bahu yang tidak dapat dijelaskan. Pasien kadang-kadang memiliki parestesia
atau mati rasa di leher bagian bawah memanjang ke arah lateral menuju
superior aspek bahu. Keterlibatan diafragma dapat disebabkan oleh
keterlibatan akar saraf C3-5 . Defisit motorik di diafragma bermanifestasi
sebagai respirasi yang paradoks dan bisa dikonfirmasi dengan evaluasi
fluoroscopic diafragma selama respirasi. Dengan respirasi paradoks,
kontraksi hemidiafragma yang tidak terpengaruh dan turun saat inspirasi;
perjalanan ke bawah ini mentransmisikan tekanan ke rongga perut,
menghasilkan gerakan pasif ke atas sisi lumpuh. Suatu " sniff test," dilakukan
di bawah fluoroscopy, mendeteksi suatu gerakan paradoks: inspirasi Cepat
berulang melalui lubang hidung normal mengakibatkan turunnya kedua
hemidiaphragms, tetapi dengan kelumpuhan diafragma unilateral, terdapat
gerakan paradoks ke atas dari sisi yang lumpuh.
C5 radikulopati bermanifestasi secara klasik berupa rasa nyeri atau
parestesia pada daerah "epaulet", dari aspek superior bahu meluas ke lateral

26
hingga pertengahan lengan. saraf C5 hanya menginervasi otot deltoid, dan
keterlibatan C5 dapat menyebabkan kelemahan deltoid. kelemahan juga
mungkin ada saat eksternal rotasi bahu (supraspinatus dan infraspinatus) dan
fleksi siku (bisep brakialis). refleks Bisep terutama menunjukkan integritas
neurologis C6 tetapi juga memiliki komponen C5. cedera rotator cuff dan
patologi bahu lainnya bermanifestasi berupa gejala yang sama dan dapat
berdampingan dengan radikulopati servikal; sendi bahu harus benar-benar
diperiksa pada semua pasien dengan dugaan radikulopati servikal. Rentang
gerak bahu tanpa disertai rasa sakit dengan kekuatan yang baik pada otot
rotator cuff membantu mengesampingkan patologi bahu.

C7 adalah akar saraf yang paling sering terlibat dalam radikulopati


servikal dan merupakan hasil dari patologi ruang diskus C6-7. Pasien
melaporkan nyeri menjalar dari leher ke bahu, turun sepanjang triceps, lalu
sepanjang bagian dorsum lengan bawah ke bagian dorsum jari tengah. Pasien
biasanya mempronasikan lengan ketika mencoba untuk menggambarkan
radiasi gejala mereka ke bagian dorsum tangan atau jari tengah, pengamatan
berguna ketika mencoba untuk membedakan gejala pada tangan dengan
carpal tunnel syndrome atau C6 radikulopati. Nyeri payudara kronis juga
telah dikaitkan dengan C7 radikulopati. kelemahan 72 motorik ditemukan di
trisep, fleksor pergelangan tangan, dan ekstensor jari dengan C7 radikulopati.
Refleks trisep mungkin tidak ada atau berkurang.
C8 radiculopathy terkadang terjadi akibat herniasi atau spondylosis di
tingkat C7-T1. Pasien datang dengan parestesia atau nyeri pada distribusi
dermatom sepanjang perbatasan sisi ulnaris lengan atas dan lengan bawah,

27
yang menjalar ke aspek ulnar dari tangan menuju jari kelingking dan jari
manis. Mati rasa biasanya melibatkan aspek dorsal dan volar dari dua jari di
sisi ulnaris dan tangan. Otot-otot kecil tangan menunjukkan kelemahan, dan
pasien melaporkan kesulitan menggunakan tangan mereka untuk kegiatan
rutin sehari-hari. Klinisi harus membedakan antara C8 radikulopati dan
penjepitan saraf ulnaris. C8 radikulopati dapat mempengaruhi fungsi dari
fleksor digitorum profundus pada indeks dan jari tengah dan fungsi dari
fleksor pollicis longus pada ibu jari, tapi penjepitan saraf ulnaris tidak
berpengaruh pada otot-otot ini. Keterlibatan saraf ulnaris mempengaruhi
semua otot-otot tenar pendek kecuali pollicis adductor, sedangkan C8
radiculopathy mempengaruhi otot-otot ini (Gbr. 36-6).
.

2.5.3 Cervical Myelopathy

Sifat halus temuan klinis awal mielopati servikal spondylotic


membuat diagnosis tantangan. Temuan fisik servikal mielopati spondylotic
dapat bervariasi tergantung pada bagian anatomi dari saraf utama yang
terlibat secara signifikan. Gejala sensorik timbul dari kompresi di tiga lokasi
anatomi terpisah: (1) saluran spinotalamikus, mempengaruhi nyeri
kontralateral dan sensasi suhu dengan sentuhan ringan sering ditemukan; (2)
kolom posterior, yang mempengaruhi posisi ipsilateral dan getaran rasa,
mungkin menyebabkan gangguan gaya berjalan; dan (3) kompresi akar
dorsal, yang menyebabkan penurunan sensasi dermatom. Pemeriksaan Motor
dan refleks biasanya mengungkapkan Lower motor neuron sign pada tingkat
lesi servikal (hiporefleksia dan kelemahan pada ekstremitas atas) dan upper
motor neuron sign di bawah lesi lesi (hyperreflexia dan spastisitas pada
ekstremitas bawah) .30

28
kategori ini menggambarkan tahap akhir penyakit. (2) Dalam sindrom sistem
motorik, saluran kortikospinalis dan sel tanduk anterior dilibatkan, sehingga
menghasilkan spastisitas. (3) Dalam central cord sindrom, defisit motorik dan
sensorik mempengaruhi ekstremitas atas lebih parah daripada ekstremitas
bawah. (4) Sindrom Brown-Sequard terdiri dari defisit motorik ipsilateral
disertai defisit sensorik kontralateral dan tampaknya menjadi bentuk yang
paling ringan dari penyakit. (5) Brachialgia dan cord syndrom terdiri dari
nyeri radikuler di ekstremitas atas bersama dengan tanda motorik atau tanda
saluran panjang sensorik.

Gbr 2.6 Evaluasi neurologis pada pasien dengan radiculopathy servikal dan myelopathy.

Ferguson dan Caplan membagi servikal spondylotic mielopati


menjadi empat sindrom: (1) sindrom medial, yang terutama terdiri dari tanda-
tanda saluran panjang; (2) sindrom lateral, yang terutama terdiri dari gejala
radikuler; (3) gabungan medial dan sindrom lateral, yang merupakan

29
presentasi yang paling umum dan mencakup aspek keterlibatan saraf dan
akar saraf; dan (4) sindrom vaskular, yang dimanifestasikan dengan mielopati
yang progresif cepat dan kemungkinan merupakan insufisiensi vaskular saraf
tulang belakang servikal. Pola sensorik atau motorik yang jelas mungkin
tidak akan hadir dengan sindrom ini karena cedera variabel saraf akibat
iskemia pembuluh darah. Presentasi klinis kelima, sindrom anterior, juga
telah dijelaskan, yang terdiri dari kelemahan tanpa rasa sakit di ekstremitas
atas tanpa disertai gejala pada ekstremitas bawah dan tanpa tanda-tanda
radikuler atau saluran panjang .30
Temuan dalam servikal spondylotic mielopati bervariasi pada setiap
pasien. Pasien dapat melaporkan onset berbahaya dari kekakuan di tangan
atau mati rasa yang menyebar di tangan mengakibatkan memburuknya
tulisan tangan atau keterampilan motorik halus lainnya selama beberapa
bulan atau minggu terakhir serta kesulitan untuk menggenggam atau
memegang benda (misalnya, bermasalah saat memanipulasi kancing atau
resleting ). Pasien sering mengalami kesulitan yang meningkat yang
berkaitan dengan keseimbangan, mereka sering mengkaitkan hal ini dengan
usia atau dengan arthritis sendi pinggul; kerabat dapat melihat cara berjalan
pasien telah menjadi semakin kaku, pasien memegang suatu objek untuk
membantu menjaga keseimbangannya. Nurick 76 mengembangkan sistem
untuk grading kecacatan pada servikal spondylotic mielopati atas dasar
kelainan cara berjalan. Spastisitas, kelemahan otot, dan wasting di bagian
bawah kaki dengan kehilangan propriosepsi mengakibatkan tidak stabil. Pada
individu yang parah bisa quadriparetic atau quadriplegi ketika pertama kali
dilihat.
Pemeriksaan fisik menunjukkan refleks tendon berlebihan, klonus
yang menetap, tidak ada atau berkurangnya refleks superfisial, dan adanya
refleks patologis mengkonfirmasi lesi motor neuron atas. Myelopathy yang
disebabkan oleh patologi di daerah saraf cephalad dari C3 dapat
mengakibatkan refleks scapulohumeral hiperaktif (dengan menekan tulang
belakang skapula atau akromion dengan tekanan yang diarahkan ke arah
kaudal pada sisi lengan pasien yang beristirahat dalam posisi duduk
menghasilkan elevasi cepat scapular atau abduksi humerus atau keduanya).
Respon ini merupakan refleks peregangan otot trapezius. Refleks superfisial,
seperti refleks perut dan cremasteric, sering berkurang atau tidak ada bila
terdapat lesi motor neuron atas. Refleks patologis merupakan tanda-tanda
saluran panjang yang abnormal dan menunjukkan kompresi saraf.
Pasien dengan spondylotic mielopati sedang hingga parah biasanya
menunjukkan refleks patologis berikut dalam berbagai tingkatan: (1) inverted
radial refleks-diindikasikan pada kompresi saraf di C6 dan hadir saat
timbulnya refleks brakioradialis, brakioradialis ini hyporesponsive dan jari-
jari ipsilateral fleksi dengan cepat pada setiap ketukan palu; (2) Hoffman
refleks - muncul jika sendi interphalangeal ipsilateral dari ibu jari dan jari
telunjuk diflexikan ketika permukaan volar dari phalanx distal jari tengah
dijentikkan ke arah ekstensi dan merupakan indikasi kuat terjadinya
tumbukan saraf ketika asimetris; dan (3) ekstensor plantar refleks (juga
disebut Babinski sign) -terjadi saat menggosok mata kaki lateral dari tumit
disepanjang kurva ke bantalan metatarsal dengan menggunakan benda
tumpul akan menyebabkan dorsiflexi hallux dan ujung jari-jari kaki
menyebar (lihat Gambar. 36-6) .30,66 Kombinasi keterlibatan servikal dan
lumbal terdapat pada 13% pasien dengan spondylosis, menghasilkan
gambaran klinis yang berpotensi membingungkan pada temuan lower motor
neuron ekstremitas bawah.
Temuan sensorik pada servikal spondylotic mielopati juga bervariasi.
Tergantung pada daerah dari saraf atau akar saraf yang terganggu, sensasi
nyeri, suhu, propriosepsi, getaran, dan dermatom semuanya dapat berkurang.
Temuan saat pemeriksaan biasanya tidak termasuk gangguan sfingter. Pasien
mungkin hadir dengan keluhan kencing: merasa tidak puas, sering, dan,
jarang, inkontinensia atau retensi. Dalam studi oleh Crandall dan Batzdorf
dari 62 pasien dengan servikal spondylotic mielopati, nyeri leher muncul
pada kurang dari 50% pasien, dan nyeri radikuler terkait muncul di 38%.
Sensasi seperti kejutan di punggung dan ekstremitas atas dan bawah yang
dihasilkan dari fleksi cepat atau ekstensi leher -Lhermitte sign- muncul pada
27% pasien, dan gangguan sfingter hadir pada 44% pasien.
Di masa lalu, gangguan pada tangan yang terutama disebabkan
patologi radikuler. Beberapa laporan telah menunjukkan temuan yang
spesifik untuk " mielopati pada tangan," menunjukkan mielopati servikal
tinggi di atas level C5. mati rasa yang menyebar di tangan adalah sangat
umum dan sering salah didiagnosis sebagai carpal tunnel syndrome atau
neuropati perifer. Kekakuan dari tangan mengakibatkan ketidakmampuan
untuk melakukan tugas-tugas motorik halus. Pengecilan otot intrinsik tangan
biasanya muncul dan berlangsung diam-diam dengan kelemahan ekstensi jari
dan adduksi. Ono dan rekan menjelaskan dua tanda-tanda specifik dari
mielopati pada tangan yang menandakan keterlibatan saluran piramida: (1)
finger-escape Sign- saat be pasien rusaha untuk mengekstensikan jari-jari
secara maksimal dengan telapak tangan menghadap ke bawah, dua atau tiga
jari di sisi ulnar cenderung menjadi abduksi dan fleksi setelah durasi selama
30 detik; dan (2) grip dan release test - penurunan kemampuan untuk
membuka dan menutup kepalan tangan dengan cepat karena kelemahan dan
spastisitas. Normalnya lebih dari 20 genggaman dan gerakan membuka
selama 10 detik. Untuk membedakan antara tanda-tanda neuron motorik
bagian atas yang timbul dari patologi otak dengan tanda-tanda yang timbul
dari patologi saraf servikal, tes jaw jerk dapat dilakukan. Penutupan mulut
(menghentakan ke atas mandibula) yang disebabkan oleh penekanan rahang
bawah pada sudut bagian bawah dengan posisi mulut sedikit terbuka
merupakan jaw jerk tes positif. Respon ini menandakan bahwa asal temuan
neuron motorik atas mungkin lebih tinggi dari otak dibandingkan dengan
kanal tulang belakang dan secara khusus menguji saraf kranial V.
Banyak kondisi neurologis menyerupai servikal mielopati
spondylotic. Multiple sclerosis memiliki plak khas yang dapat dilihat pada
magnetic resonance imaging (MRI) otak dan saraf tulang belakang. Penyakit
ini adalah gangguan demielinasi dari sistem saraf pusat dan menyebabkan
gejala motorik dan sensorik tetapi biasanya memiliki remisi dan eksaserbasi
dan keterlibatan saraf kranial. Amyotrophic lateral sclerosis menghasilkan
gejala motor neuron atas dan bawah, tanpa perubahan pada sensasi.
Degenerasi kombinasi subakut terlihat dengan adanya defisiensi vitamin B12
yang menyebabkan gejala saluran kortikospinalis dan saluran posterior,
dengan keterlibatan sensorik yang lebih besar di ekstremitas bawah. Pasien
dengan metabolik atau idiopatik perifer neuropati memiliki gejala sensorik
yang dapat meniru gejala mielopati (Tabel 36-3).

Diagnostic Work-up
Anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik memungkinkan
diagnosis radiculopathy dan myelopathy dalam sebagian besar kasus. Dalam
hal ini, studi pencitraan sangat membantu dalam mengidentifikasi tingkat
yang benar pada saraf yang mengalami gangguan. Sebaliknya, Diagnostik
work-up untuk nyeri leher tetap menantang karena perubahan degeneratif
sering terjadi pada seseorang tanpa menunjukkan gejala. Penyebab
perubahan struktural pada nyeri leher sering memerlukan penyelidikan lebih
lanjut. Bahkan dengan suntikan tulang belakang, sumber nyeri leher aksial
tidak dapat diidentifikasi dengan pasti.

2.6. Imaging Studies

Meskipun magnetic resonance imaging (MRI) telah menjadi


modalitas pencitraan pilihan, radiografi standar masih membantu karena
mereka memberikan penilaian langsung pada spondylosis cervical. Namun,
dengan tidak terdapatnya tanda-tanda radiculopathy atau myelopathy, studi
pencitraan tidak diperlukan dalam 4-6 minggu pertama setelah timbulnya
gejala.

2.6.1 Radiografi standar

Radiografi standar tulang belakang cervical pada potongan


anteroposterior dan lateral menunjukkan:
 Profil sagital (misalnya hilangnya lordosis, kyphosis) (Gambar. 2a)
 Diameter kanal tulang belakang sagital (Gbr. 2a, b)
 Keselarasan tulang belakang dan hubungan antar tulang (misalnya
spondylolisthesis) (Gbr. 2c)
 Penyempitan Ruang diskus (Gbr. 2c)
 Struktur tulang belakang (kolaps vertebra, osteofit)
 Perkembangan Anomali (os odontoideum, Klippel-Feil sindrom)
 Osteoarthritis pada Sendi facet (Gbr. 2e)
 Difus idiopatik skeletal hyperostosis (DISH)
Diameter sagital dari kanal tulang belakang diukur dari aspek
posterior tubuh midvertebral ke garis spinolaminar dan 14-22mm dari Subjek
normal. Seorang pasien dengan diameter kanal tulang belakang kurang dari
10 mm dianggap berisiko tinggi mengidap CSM [74]. Sebuah rasio terhadap
diameter kanal tulang belakang dan vertebral body sagital (indeks Pavlov)
(Gambar. 2a) dari 0,8 atau kurang menunjukkan peningkatan risiko
terjadinya myelopathy. Namun, dengan munculnya MRI pengukuran ini telah
menjadi kurang penting, karena pada MRI tingkat gangguan saraf dapat
langsung divisualisasikan.
Radiografi Oblique memungkinkan kita melihat keselarasan sendi
facet, OA pada sendi facet dan foraminal stenosis (Gbr. 2e) . Dimana standar
utilitas radiografi anteroposterior dan lateral tulang belakang cervical
diterima dengan baik, nilai radiografi saat fleksi dan ekstensi masih
kontroversial. Debat berlanjut pada Definisi radiologi dari instability.White
et al. [286] telah menyarankan kriteria untuk ketidakstabilan subaxial (Gbr.
2f, g) namun menekankan bahwa interpretasi mereka tetap subjektif [286].
Serupa dengan tulang belakang lumbal, pencitraan telah gagal untuk
memungkinkan diagnosis yang dapat diandalkan dan ketidakstabilan tetap
merupakan diagnosis.
Gbr 2.7

Sinar-X konvensional menunjukkan: profil


sagital (hilangnya lordosis, kyphosis), kanal
tulang belakang vertebral bodi rasio
diameter sagital (indeks Pavlov normal); b
kanal tulang belakang kongenital sempit
(penurunan
White et al. [289] menganalisis radiografi dari 258 pasien secara
retrospektif. 23 pasien didiagnosis spondylolisthesis dari gambar lateral yang
netral, 6 (3%) dari yang menunjukkan perubahan sebesar 2-4 mm saat fleksi
dan ekstensi, hanya dua pasien (1%) menunjukkan spondylolisthesis pada
fleksi-ekstensi tidak terlihat di radiografi lateral netral. Para penulis
menyimpulkan bahwa spondylolisthesis yang terungkap pada fleksi-ekstensi
radiografi tidak menyebabkan perubahan dalam hal manajemen setelah
meninjau grafik medis, dan mempertimbangkan paparan radiasi dan biaya
radiografi dinamis tidak lagi dianggap penting dalam gangguan servikal
degeneratif.

Gbr 2.8
Kriteria radiologis ketidakstabilan segmental
menurut White et al harus ditafsirkan secara
tentatif. f, g, namun, anterolisthesis lebih dari
3.5mm atau angulasi 11 derajat lebih tinggi
2.6.2 Magnetic Resonance Imaging

MRI adalah modalitas pencitraan pilihan karena non-invasif, kontras


jaringan sangat baik dan memiliki kemampuan multiplanar (Gambar. 3a-c).
Beberapa keterbatasan yang ada adalah mengenai penilaian yang detil dari
perubahan tulang. MRI merupakan modalitas pencitraan yang sangat sensitif
tetapi spesifitasnya terhambat oleh tingginya tingkat perubahan asimtomatik
yang ditemukan pada individu tanpa gejala. MRI memperlihatkan herniasi
pada 20-35% dan penggembungan diskus sebesar 56% yang asimtomatik
dari orang dewasa di bawah usia 60 tahun.
MRI sering menunjukkan perubahan endplate (Modic) yang telah
terbukti menjadi indikasi gejala degenerasi diskus di tulang belakang lumbal.
Sebuah aspek penting dalam penilaian CSM adalah CSF anterior dan
posterior dari saraf tulang belakang. Penilaian ini sebaiknya dilakukan
menggunakan rangkaian T1W, karena rangkaian T2W cenderung lebih
menekankan kompresi (Gambar. 3a, b).
MRI juga memungkinkan penilaian yang sangat baik dari
persimpangan craniocervical (C0-C2). Namun, perubahan struktur ligamen
dan khususnya kelainan rotasi sering terlihat pada kontrol asimtomatik.
perubahan intensitas MR sinyal dalam saraf tulang belakang dianggap
mewakili lesi struktural dari saraf tulang belakang. Berdasarkan investigasi
histopatologi, Oshiho et al menemukan bahwa gambaran intensitas tinggi
sinyal T2W yang abnormal adalah non-spesifik pada lesi ringan atau daerah
dengan edema. Pada materi abu-abu, sebuah gambar T1W rendah dalam
hubungannya dengan gambar intensitas tinggi sinyal T2W muncul pada lesi
yang parah dengan perubahan nekrosis, myelomalacia, atau spongiform.
Dalam materi putih, abnormal intensitas tinggi pada gambar T1W muncul
pada lesi yang berat . Namun, ada kontroversi mengenai pentingnya
prognostik dari perubahan ini. Harus diperhatikan sehubungan dengan
diagnosis dalam kasus di mana tingkat perubahan sinyal tidak sesuai dengan
jumlah kompresi. Pada kasus ini penyebab neurologis lain, misalnya multiple
sclerosis, harus dipertimbangkan (Gbr. 3d).

Gbr 2.8
MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menunjukkan perubahan degeneratif dan kompresi saraf. a. T2W gambar yang menunjukkan h
b. Gambar T1W (pasien yang sama seperti a) sebaiknya digunakan untuk penilaian ini.
c. Axial T2W gambar yang menunjukkan herniasi
besar disk dan Spurs (panah) menekan saraf tulang

2.6.3 CT Myelography

Dibandingkan MRI, CT myelography lebih sering digunakan dan


masih merupakan pilihan bagi beberapa ahli bedah karena kemampuannya
yang baik dalam menggambarkan struktur tulang (missal ostefit, OPLL)
dalam hubungannya terhadap spinal cord. (fig. 4a,b).Gambaranradiologis
pada potogan forainal sangat membntu dalam rencana preoperative
dekompresi pda pasien dengan CSR.CT myelography merupkan pilihan pada
kasus dimana pasien memgalami kontraindikasi terhadap MRI (mis
pacemaker) atau pada kasus dimana terdapat implant. Gambaran pada posisi
flexi dan ekstensi membantu didalam memberikan gambaran kompresi
dinamis dari spinal cord.

2.6.4 Studi Injeksi


Keberhasilan dalam mentreatment nyeri leher axial adalah dengan
menentukan lokasi yang tepat dari asal nyerinya. Sangat sulit untk
menentukan nyeri leher discogenic dengan hanya mengandalkan MRI.
Discography pada penyakit degenerative diskus cervical memiliki
aplikasiyang terbatas, karena pencetus nyeri terlihat di beberapa diskus.
Pengambilan keputusan bedah mengenai diskus mana yang harus di terapi
menjadi begitu sulit.

Gbr 2.9 CT mielografi lebih baik dari MRI dalammenunjukkan Spurs, ossifications dan stenosis foraminal dalam kaitannya dengan akar saraf
myelogambar

2.6.4 Neurophysiological Assessment

Pemeriksaan Neurophysiological diindikasikan pada kondisi dimana


keadaan klinis pada pasien tidak sesuai dengan gambaran radiologisnya.
Studi neurophysiological sangat membantu dalam mengeksklusi cedera saraf
perifer, misal ulnar nerve syndrome dan carpal tunnel syndrome. Studi
neurophysiological ini memiliki tingkat false-positive yang tinggi. Pada
CSM, investigasi neurophysiological memiliki peranan yang lebih penting
dibandingkan pada radiculopathy. Kelainan Somatosensory evoked potential
(SSEP) sering berhubungan dengan myelopathy, tapi tidak berhubungan
dengan radiculopath. Dalam kompresi saraf subklinis, kelainan SSEP dan
motor evoked potential (MEPs) ditemukan pada setengah penderita CSM dan
sepertiganya berkembang menjadi myelopathy selama follow-up durasi 2
tahun. Mungkin, peranan penting dari penilaian Neurophysiological adalah
untuk memonitor perkembangan dari cervical myelopathy, dimana hal ini
penting dalam pengambilan keputusan bedah. Namun SSEPs dan MEPs
memiliki kegunaan yang terbatas didalam mengevaluasi hasil terapi pada
individu tapi sangat berguna dalam mengevaluasi hasil terapi didalam suatu
grup.

2.7 Differential Diagnosis

Diagnosis banding sangat penting karena sejumlah besar patologi lain


mungkin menyerupai servikal radiculopathy dan myelopathy. Diagnosis
banding yang paling sering adalah:
 Sindrom nerve entrapment
 Gangguan pada girdle bahu (rotator cuff robekan, sindrom impingement,
tendinitis)
 Plexopathy brachial akut (sindrom Parsonage-Turner, neuralgic amyotrophy)
 Sindrom outlet thoracic
 Brachial Plexitis / neuritis (misalnya herpes zoster)
 Amyotrophic lateral sclerosis
 Tumor (misalnya Pancoast tumor)
 Penyakit jantung koroner
Diagnosis banding ini dapat disingkirkan dalam sebagian besar kasus
melalui Pemeriksaan klinis neurologis dan neurofisiologis menyeluruh (lihat
Bab11, 12).

2.8 Non-operatif Treatment

Spektrum gejala pada gangguan cervical degeneratif berkisar dari


nyeri leher ringan yang sembuh sendiri yang non-spesifik hingga nyeri parah
progresif yang menyebabkan tetraparesis seperti yang terlihat di CSM.
Dengan demikian, keputusan pengobatan tergantung pada patologi yang
mendasari. Secara umum, tujuan pengobatan adalah (Tabel 5):

Tabel 1. Tujuan Treatment


 Meredakan nyeri
 Mencegah kerusakan neurologis Meningkatkan keterbatasan fungsional


Membalikkan atau meningkatkan defisit
neurologis

Pilihan pengobatan sangat tergantung pada hasil anamnesis. Hasil


yang diharapkan dari pengobatan harus ditimbang antara risiko dan
keuntungannya.

Natural

History Neck

Pain

Sebagian besar kasus non-spesifik nyeri leher akut terselesaikan


dalam beberapa hari atau minggu setelah onset. Sejarah alami dari nyeri leher
tidak dieksplorasi dengan baik sejak pasien dengan nyeri persisten menerima
perawatan non-operatif. Namun, Studi epidemiologi besar pada 1100 orang
dewasa Saskatchewan mengungkapkan bahwa antara subyek dengan nyeri
leher lazim pada awal, 37% melaporkan masalah persisten dan 9,9%
mengalami kejengkelan selama masa tindak lanjut. Dua puluh tiga persen
dari pasien dengan nyeri leher di laporan awal mengalami episode berulang.
Kejadian tahunan nyeri leher yang menon-aktifkan terdapat 6% . Cote et al.
menyimpulkan kontras dengan keyakinan sebelumnya, sebagian besar
individu dengan nyeri leher tidak mengalami resolusi gejala lengkap dan
ketidakmampuan mereka. Dalam sebuah studi tindak lanjut 10 tahun pada
205 pasien, Gore et al mengamati bahwa 79% memiliki penurunan nyeri, dan
43% bebas dari nyeri. Namun, 32% terus memiliki rasa nyeri sisa dengan
derajat sedang atau berat. Pasien terluka dan awalnya menderita nyeri parah
memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.
Adanya nyeri yang parah, namun, itu tidak terkait dengan adanya perubahan
degeneratif, diameter sagital dari kanal tulang belakang, atau tingkat lordosis
tulang cervical.

Cervical Diskus Herniasi dan Radiculopathy

Mochida et al menganalisis resorpsi spontan cervical herniasi dengan


menggunakan MRI. Para penulis menemukan bahwa pada sekitar sepertiga
dari pasien, Materi yang mengalami herniasi berkurang dengan waktu. Pasien
dengan migrasi diskus menunjukkan regresi yang lebih dari pasien dengan
tonjolan. Herniasi pada diskus yang lembut tampaknya menjadi satu-satunya
faktor kompresi statis yang menghilang secara spontan. Pengetahuan
perkembangan radiculopathy masih sangat jarang. Dalam sebuah survei
epidemiologi dari cervical radiculopathy di Rochester, 90% dari 561 pasien
adalah tanpa gejala atau hanya sedikit lumpuh karena Cervical
Radiculopathy ini berdasarkan rata-rata tindak lanjut selama 5 tahun.

Cervical Myelopathy

perkembangan Ukuran kanal tulang belakang merupakan salah satu


faktor risiko paling penting yang dapat menyebabkan CSM. Humphreys et al
menunjukkan bahwa ketinggian foraminal, lebar, dan area pada pasien tidak
bergejala ukurannya lebih besar daripada pasien yang bergejala. Salah satu
laporan pertama tentang perkembangan dari CSM diberikan oleh Clark dan
Robinson. Para penulis melaporkan bahwa sekali gangguan didiagnosis,
remisi lengkap dan remisi spontan untuk kembali normal tidak pernah terjadi.
Pada 75% pasien, terjadi episodik memburuk dengan kerusakan neurologis,
20% memiliki perkembangan stabil yang lambat, sedangkan 5% memiliki
perkembangan dengan onset yang cepat. Lees dan Turner melaporkan bahwa
terdapat perkembangan kerusakan neurologis, tetapi program ini tidak dapat
diprediksi. perkembangan dari cervical myelopathy memiliki variabel klinis
disability stabil dengan jangka waktu yang lama dan dapat diikuti oleh
beberapa keadaan progresif memburuk. Philipps mengamati peningkatan
pada 50% pasien dengan gejala kurang dari 1 tahun dan 40% dari pasien
dengan gejala untuk antara 1 dan 2 tahun, sedangkan pada pasien dengan
gejala selama lebih dari 2 tahun tidak terdapat perbaikan. Yonenobu
melaporkan bahwa trauma minor dapat secara signifikan mempengaruhi
perkembangan OPLL. Dalam sebuah studi oleh komite Jepang pada OPLL,
21% dari pasien mengalami kerusakan akut gejala neurologis oleh karena
trauma sepele seperti tergelincir. Pada seri kecil dengan tindak lanjut yang
singkat, kadanka et al menemukan bahwa pasien dengan perkembangan
gejala yang sangat lambat dan durasi Gejala yang relatif panjang memiliki
prognosis tidak lebih baik atau lebih buruk daripada operasi.
Modalitas Treatment Konservatif

Non-spesifik nyeri leher dan nyeri leher spondylosis terkait sebaiknya


dikelola dengan pengobatan non-operatif karena hubungan struktural yang
jelas yang bisa diatasi dengan operasi tidak ada. Pada kasus dengan
radiculopathy, percobaan awal perawatan dengan non-operatif sangat
dianjurkan dalam ketiadaan defisit motorik (MRC kelas> 3). Lucunya,
herniasi diskus lunak merespon lebih baik pada perawatan konservatif
dibandingkan CSR. Namun, indikasi untuk operasi harus dilakukan setelah
kegagalan percobaan dengan pendekatan non-operatif. Pengobatan non-
pembedahan hanya ditunjukkan dalam bentuk ringan dari CSM, tetapi dalam
kasus dengan kompresi saraf tulang belakang sirkumferensial, pemburukan
dalam perawatan konservatif harus diperkirakan. Dari banyaknya Metode
pengobatan, sedikit sekali data ilmiah yang tersedia untuk memungkinkan
pedoman pengobatan sesuai evidence-based.

Medikasi Oral

Terapi obat-obatan untuk gangguan nyeri leher terdiri dari:


 Analgetik
 NSAID
 Pelemas otot
 Obat-obatan psikotropika
Berbeda dengan tulang belakang lumbal, obat-obatan oral yang
umum digunakan dalam praktek klinis (misalnya OAINS, antidepresan
trisiklik, agen neuroleptik dan opioid analgesik) memiliki bukti yang kurang
mengenai efektivitas klinis untuk nyeri leher mekanik. Tidak terdapat analisis
yang komprehensif yang tersedia untuk nyeri leher akut dan lengan radikuler.
Cervical Collar
Dalam episode nyeri leher akut, cervical collar tidak ada manfaatnya.
Di sisi lain, pengobatan dengan collar tidak lebih baik atau lebih buruk
daripada pengobatan alternatif lainnya (yaitu fisioterapi atau operasi) pada
pasien dengan radiculopath. Tidak terdapat rekomendasi evidence based
yang dapat diberikan untuk penggunaan cervical collar.

Terapi Manipulatif
Terapi manipulatif tetap merupakan pengobatan utama konservatif
untuk gangguan degeneratif tulang belakang cervical. Khususnya, traksi
telah dilaporkan menghasilkan perbaikanjangka pendek dari radiculopathy.
Debat berlanjut pada keamanan terapi manipulatif tulang belakang cervical.
Berdasarkan survei nasional 19.122 pasien, efek samping ringan (nyeri
kepala, pingsan / pusing, mati rasa / kesemutan) yang tidak jarang hingga 7
hari setelah intervensi, dengan kejadian berkisar antara 4 sampai 15/1 000.
Efek samping serius (yang dapat menyebabkan cacat menetap) yang sangat
langka (10/01 000). Namun, ini tidak mengesampingkan merugikan pada
individu pasien (Kasus Pendahuluan). Rubinstein et al. [230] menyimpulkan
bahwa manfaat dari perawatan chiropractic untuk nyeri leher memiliki
keuntungan lebih besar daripada risiko potensial. Terdapat bukti moderat
spinal manipulative therapy (SMT) dan mobilisasi lebih unggul dibanding
manajemen dokter umum
untuk pengurangan nyeri leher kronis dalam jangka pendek. Dalam
campuran nyeri leher akut dan kronis, terdapat bukti moderate bahwa
mobilisasi lebih unggul dibandingkan terapi fisik dan perawatan dokter
keluarga. Hanya ada beberapa studi tentang nyeri leher akut dan bukti saat
ini tidak meyakinkan.

Physical Exercises

Terdapat bukti moderat yang mendukung efektivitas jangka panjang


dari kedua resistensi latihan isometrik dan dinamis dari otot leher dan bahu
untuk gangguan leher kronis atau sering. Tidak terdapat bukti yang
mendukung efektivitas jangka panjang dari latihan postural dan proprioseptif
atau latihan dengan intensitas rendah lainnya.
Multidisciplinary Rehabilitation Programs
Berbeda dengan tulang belakang lumbal, tampaknya terdapat sedikit
bukti ilmiah sejauh ini untuk efektivitas program rehabilitasi multidisiplin
pada nyeri leher dan bahu dibandingkan dengan metode rehabilitasi lain.
Namun, Kesimpulan ini disebabkan oleh rendahnya kualitas uji klinis yang
tersedia.

Massage
Tidak terdapat rekomendasi praktek klinis dapat dibuat untuk
efektivitas pijat untuk nyeri leher.

Spinal Injections

Lucunya, suntikan transforaminal dengan aplikasi steroid epidural


dapat mengakibatkan nyeri instan pada pasien yang menderita Cervical
Radiculopathy [70, 163, 262], meskipun suntikan anestesi lokal tampaknya
memiliki efek yang sama [8]. Untuk nyeri leher kronis, injeksi intramuskular
lidocaine lebih unggul dibandingkan dengan plasebo atau tusukan jarum
kering pada follow -up, tetapi mirip dengan ultrasound. Terdapat bukti yang
terbatas mengenai efektivitas injeksi dari epidural methylprednisolone dan
lidocaine untuk nyeri leher kronis dengan gejala radikuler.

Radiofrequency Denervation

Meskipun beberapa penelitian melaporkan hasil yang memuaskan,


terdapat bukti yang terbatas bahwa frekuensi radio denervasi memberikan
perbaikan jangka pendek untuk nyeri leher kronis pada origin sendi
zygapophysial dan untuk nyeri kronis cervicobrachial.

Acupuncture

Bukti untuk akupunktur dianggap tidak meyakinkan dan sulit untuk


ditafsirkan.

Electrotherapy

Sistematis review oleh Kroeling et al. tidak dapat membuat


kesimpulan yang pasti tentang elektroterapi untuk nyeri leher. saat ini
terdapat bukti pada galvanik (langsung atau melalui denyut), iontophoresis,
stimulasi electromuscle (EMS), transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS), pulsed electromagnetic field (PEMF) dan magnet permanen adalah
kurang baik, terbatas, atau bertentangan.

Infrared Laser Therapy

Review oleh Chow et al. [55] memberikan bukti terbatas dari satu
randomized controlled trial (RCT) untuk penggunaan laser inframerah dalam
pengobatan rasa nyeri leher akut dan nyeri leher kronis.
Operative Treatment

General Principles
Gangguan degeneratif tulang belakang cervical merupakan kelompok
patologi yang heterogen dengan spectrum modalitas pengobatan yang luas.
Untuk sebagian besar entitas klinis, operasi hanya diindikasikan setelah
pengobatan non-operatif gagal. Sebagaimana diuraikan dalam paragraf
sebelumnya, bukti ilmiah untuk efektivitas beberapa tindakan konservatif
sangat terbatas. Demikian pula terdapat bukti yang terbatas untuk pilihan
tindakan operasi. Indikasi operasi untuk CSR dan CSM adalah (Tabel 6):

Tabel 2. Indikasi Operasi


Cervical spondylotic Cervical spondylotic
radiculopathy myelopathy
 Progresif, defisit motorik fungsional  Myelopathy progresif meskipun dengan
yang penting perawatan non-operatif
 Bukti-bukti definitif adanya kompresi  Onset akut, kerusakan atau perkembangan
akar saraf defisit neurologis
 Gejala dan tanda-tanda terjadinya  Bukti definitif kompresi saraf tulang belakang
radiculopathy dengan Gejala myelopathic moderat hingga
 Nyeri persisten meskipun dengan pengobatan parah
non-bedah untuk setidaknya 6-12 minggu  Kyphosis progresif dengan defisit neurologis

Bedah untuk Cervical Radiculopathy umumnya direkomendasikan


ketika semua Kriteria tersebut muncul. Tujuan utama operasi pada CSM
adalah untuk pencegahan perkembangan lebih lanjut dari gejala-gejala
neurologis karena peningkatan perubahan pada pasien dengan myelopathic
sangat jarang. Salah satu aspek penting dalam menangani CSM adalah
dengan menginformasikan pasien sebelum operasi bahwa tujuan dari operasi
adalah untuk menghentikan perkembangan penyakit.
Pasien sering kecewa dengan hasil operasi ketika pemulihan
neurologis yang kurang cepat meskipun kebanyakan dari pasien
menunjukkan perbaikan . Oleh karena sangat penting untuk
menginformasikan pasien tentang tujuan dan harapan yang realistis dari
operasi.

Teknik Operasi

Terdapat sebuah perdebatan yang sedang berlangsung pada


pendekatan operasi herniasi terkait radiculopathy, CSR atau CSM, yaitu :
 Pendekatan anterior
 Pendekatan posterior
Setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Kontroversi dari
kedua pendekatan tidak dapat ditentukan yang mana yang lebih baik tetapi
harus selalu terkait dengan target patologi. penting untuk mengenali bagian
manakah yang mengompresi struktur saraf, anterior atau posterior. Patologi
harus diobati berdasarkan lokasinya. Dengan demikian, kompresi saraf
anterior lebih baik diterapi melalui anterior dan kompresi posterior sebaiknya
diterapi melalui pendekatan posterior. Dalam kasus dengan tiga atau lebih
tingkat stenosis, pendekatan posterior lebih disukai kecuali disertai dengan
kompresi anterior.

Anterior Cervical Discectomy dan Fusion

Pada tahun 1955, Robinson dan Smith melaporkan teknik untuk


menghilangkan kompresi diskus cervical dan fusi dengan cangkok berbentuk
tapal kuda yang kemudian menjadi gold standar untuk pengobatan diskus
herniations dan cervical spondylotic radiculopathy. Cloward
mengembangkan pendekatan anterior yang sama, yaitu pengeboran lubang di
ruang diskus intervertebralis dan vertebra yang berdekatan untuk
menyisipkan tulang dowel.
Berbeda dengan teknik Robinson-Smith, Cloward menghapus
kompresi struktur pada tingkat ligamentum longitudinal posterior. Robinson
dan Smith tidak melakukan dekompresi pada struktur saraf, tetapi percaya
bahwa dengan imobilisasi segmen, osteofit dan diskus yang herniasi akan
diserap kembali. Tahun-tahun berikutnya banyak variasi dari teknik ini
dikembangkan. Anterior cervical discectomy dan fusi (ACDF) dengan
tricortical bone graft yang diambil dari krista iliaka merupakan teknik yang
paling banyak digunakan dan telah menjadi standar emas untuk pengobatan
cervical radiculopathy (Kasus Pendahuluan).
Tingkat fusi radiologi tergantung pada jumlah tingkat yang akan
disatukan. Bohlmann et al melaporkan penyatuan yang solid untuk satu, dua
dan fusi bertingkat dari 89%, 73% dan 67%, masing-masing. Cauthen et al
menganalisis hasil anterior cervical discectomy dan fusi (teknik Cloward) di
348 pasien dengan rata-rata tindak lanjut selama 5 tahun. Tingkat fusi
terdapat 88% untuk satu tingkat dan 75% untuk fusi bertingkat. Emery et al
melaporkan tingkat fusi hanya 56% untuk fusi tiga tingkat.
Hasil klinis dari ACDF untuk Cervical Radiculopathy terdapat sangat
baik pada 70-90% pasien dan terutama tergantung pada dekompresi serabut
saraf yang mengalami gangguan. Namun, Bohlmann et al. telah melaporkan
hubungan signifikan antara kehadiran non-union dan nyeri leher atau lengan
pasca operasi.

Autograft Versus Allograft

Penggunaan allograft untuk fusi tulang belakang dalam hubungannya


dengan dekompresi anterior untuk gangguan cervical degeneratif memiliki
tradisi yang panjang. Cloward menggunakan Allografts dari tahun 1950-an.
Namun, hanya terdapat beberapa penelitian yang membandingkan Allografts
dengan autografts yang dianalisis dalam meta-analisis. Floyd dan Ohnmeiss
menyimpulkan dari meta-analisis mereka bahwa untuk satu dan dua tingkat
anterior cervical discectomy dan fusi, autograft menunjukkan tingkat yang
lebih tinggi dari radiografi union dan insiden lebih rendah dari rusaknya
graft. Namun, itu tidak mungkin untuk memastikan apakah autograft secara
klinis lebih unggul dibandingkan allograft. Para penulis menyarankan bahwa
keputusan melakukan bone graft tidak boleh semata-mata berdasarkan hasil
radiografi tapi juga harus mempertimbangkan lokasi morbiditas donor,
penularan penyakit menular, kualitas autograft (osteoporosis) dan keinginan
pasien.

Fiksasi dengan plate

Teknik fusi konvensional tidak sukses secara universal. Komplikasi


menyebabkan nyeri persisten termasuk :
 Non-union (terutama untuk fusi bertingkat)
 Pergeseran cangkok
 Runtuhnya cangkok
 Malalignment sagital (kyphosis)
Untuk lesi cervical traumatis, fiksasi plat anterior mendapatkan
penerimaan yang luas di dunia karena segera memberikan stabilitas dan
memiliki angka keberhasilan fusi yang tinggi. Plate tambahan secara teoritis
meningkatkan tingkat fusi, mempertahankan lordosis cervical, dan mencegah
penurunan fungsi graft dan migrasi terutama ketika terlibat dua fusi atau
lebih.
Namun, tiga RCT gagal menunjukkan keunggulan fiksasi plat
tambahan untuk fusi satu tingkat dalam hal klinis atau radiologis. Untuk fusi
bertingkat, terdapat beberapa bukti bahwa penambahan plat tampaknya
menghasilkan tingkat fusi yang lebih tinggi.
Wang et al menunjukkan bahwa fusi tiga tingkat masih terkait
dengan tingginya non-union (18%), meskipun penggunaan pelat cervical
menurunkan Tingkat pseudarthrosis. Bolesta melaporkan bahwa tiga dan
empat-tingkat modifikasi discectomy cervical dan fusion oleh Robinson
memiliki tingkat pseudarthrosis yang tinggi dimana hal ini tidak meningkat
dengan plate cervical spine saja. Tambahan fiksasi posterior disarankan
dalam fusi tiga tingkat dan lebih untuk mengurangi tingkat non-union.

Fusi dengan cages

Salah satu kelemahan dari teknik fusi konvensional (Smith-Robinson


atau Cloward) adalah tidak bisa diatasi dengan plating, yaitu nyeri pada sisi
yang dilakukan bone graft. Nyeri persisten dari iliac crest anterior dilaporkan
sebanyak 31% dari pasien. Selama dekade terakhir, cage telah menjadi
semakin populer dalam menstabilkan dan menyatukan tulang belakang
cervical setelah anterior discectomy. dibandingkan dengan teknik fusi
konvensional, keuntungan teoritis dari cage adalah untuk:
 Mengembalikan ketinggian diskus
 Mengembalikan lordosis cervical
 Mencegah keruntuhan cangkok
 Menghindari nyeri pada daerah donor
 Mengurangi waktu operasi

Banyak desain cage dengan bahan yang berbeda (misalnya silinder,


mesh, cincin atau berbentuk kotak) pada bahan (misalnya dilapisi titanium,
karbon, polyetheretherketone, hidroksiapatit) telah diperkenalkan. Debat
terus berlanjut pada fakta pengisian cage dengan tulang (autograft atau
allograft), pengganti bone graft dan hasil klinis yang menguntungkan telah
dilaporkan dengan masing-masing teknik.
Penelitian secara acak sejauh ini belum mampu mengungkapkan
secara signifikan mana hasil klinis yang lebih baik dari pasien yang
menjalani fusi cage dibandingkan dengan teknik konvensional meskipun
tingkat non-union tampaknya lebih tinggi dan nyeri pada sisi donor bone
graft yang lebih rendah.

Anterior Corpectomy

Pada pasien yang menderita CSM, discectomy anterior dan


osteophyectomy mungkin tidak cukup untuk mendekompresi spinal cord.
Spinal cord mungkin tidak hanya terganggu oleh tonjolan diskus dan
spondylophytes tetapi juga oleh malalignment dari tulang belakang
(kyphosis) atau kanal tulang belakang yang sempit. Dalam kasus ini,
diperlukan tindakan subtotal corpectomy. Parsial reseksi vertebral bodydan
dekompresi pertama kali digunakan untuk mengobati gangguan cervikal yang
diakibatkan trauma dan teknik ini kemudian diadopsi untuk gangguan
degeneratif.
Dibandingkan dengan ACDF, corpectomy memberikan keuntungan
berupa:
 Memperbesar kanal tulang belakang
 Memungkinkan untuk dekompresi lebih radikal
 Meningkatkan tingkat fusi
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menstabilkan tulang
cervical setelah dekompresi melalui vertebrectomy. Sejauh mana
dekompresi yang harus dilakukan tergantung pada patologi dan ukuran kanal
tulang belakang. Sebagian penulis menganjurkan pengambilan osteofit
posterior secara lengkap dan PLL untuk mencapai dekompresi maksimal
(Gbr. 5). Dibandingkan dengan multilevel ACDF, corpectomy
memberikan keuntungan mengurangi pergesekan antara host-graft. Swank et
al telah menunjukkan bahwa tingkat nonunion pada ACDF dua tingkat
adalah 36% sedangkan satu tingkat corpectomy menghasilkan non-union
sebesar 10%. Hasil yang sama diperoleh byHilibrand et al, yang melaporkan
tingkat non-union 34% untuk ACDF (1-4 tingkat) dan 7% untuk corpectomy.
Corpectomies satu tingkat yang terbaik direkonstruksi menggunakan
iliac crest autograft. Angulasi dari krista iliaka membatasi penerapan
corpectomies untuk rekonstruksi anterior yang lama. Oleh karena itu, fibula
strut Allografts telah digunakan dengan hasil yang memuaskan. Namun,
tingkat fusi allograft fibula agak lebih rendah dibandingkan dengan autograft.
Keterbatasan ini dapat diatasi dengan penambahan instrumentasi fusi di
posterior. Baru-baru ini, konstruksi cage telah digunakan untuk rekonstruksi
kolom anterior yang panjang. Kekurangan dari buttressing cage untuk
rekonstruksi cervical anterior meliputi penurunan, penilaian status fusi yang
terbatas, dan operasi revisi yang sulit karena sering terjadi penggabungan
parsial.
Anterior plating saat ini dianjurkan untuk meningkatkan tingkat fusi
dan menurunkan kejadian dislokasi graft. Namun, kemampuan plat fiksasi
untuk menstabilkan corpectomy tiga tingkat terbatas dan tambahan
stabilisasi posterior dianjurkan untuk menghindari kegagalan implan dan
terjadinya non-union.

Anterior Discectomy tanpa Fusi

Kelemahan dari teknik Robinson-Smith klasik yaitu diskus


intervertebralis harus dihilangkan untuk mencapai lokasi saraf yang
mengalami gangguan. Oleh karena itu telah dibuat upaya untuk menghapus
herniasi tanpa sepenuhnya menghilangkan diskus intervertebralis. Indikasi
dari teknik ini adalah :
 Herniasi diskus yang Lembut
 Penyerapan Diskus
 Individu muda
 Tidak terdapat spondylosis
 Tidak terdapat ketidakstabilan segmental
Gbr 2.8 Tulang belakang cervical diekspos dengan pendekatan anteromedial.
a. Diskus intervertebralis yang dipotong berdekatan dengan level target. b. Medial tiga pertiga dari bodi vertebral yang direseksi. Din

Retrospektif case series tidak melaporkan hasil klinis yang lebih


buruk dibandingkan dengan discectomy dan fusi. Kelemahan dari metode ini
adalah:
 Herniasi yang berulang
 Degenerasi Segmen gerak
 Ketidakstabilan segmental
 Nyeri leher kronis
 Fusi secara spontan
Dalam sebuah studi acak prospektif pada 91 pasien dengan single-
level kompresi serabut cervical, Savolainen et al menganalisis tiga kelompok
perlakuan yang berbeda: discectomy tanpa fusi, fusi dengan bone graft
autologous, dan fusi dengan bone graft autologous ditambah plating. Hasil
klinisnya baik untuk 76%, 82%, dan 73% pasien dari masing-masing
percobaan. kyphosis ringan terjadi pada 62,5% dari pasien yang telah
menjalani discectomy, 40% dari pasien yang menjalani fusi, dan 44% dari
pasien yang menjalani fusi ditambah plating. Studi ini menunjukkan bahwa
discectomy tanpa fusi tidak kalah dibandingkan ACDF.
Teknik tersebut dikembangkan untuk mempertahankan cakram
intervertebralis. Verbiest menyarankan pendekatan lateral sementara Hakuba
menyarankan pendekatan trans-unco-diskusal. Pendekatan terakhir
merupakan gabungan dari pendekatan anterior dan lateral diskus cervical.
fusi Interbody tidak dilakukan kecuali untuk kasus-kasus khusus dengan
kyphosis ysng signifikan atau dengan ketidakstabilan. teknik invasif Minimal
disarankan oleh Jho dan Saringer et al, melaporkan mikro anterior
foraminotomy yang menyebabkan dekompresi anatomi langsung dari
serabut saraf yang mengalami kompresi dengan menghilangkan spondylotic
spur atau fragmen diskus. Saringer et al memodifikasi teknik ini dengan
menggunakan Pendekatan endoskopi. Penulis lain menghilangkan diskus
yang herniasi di bawah tampilan endoskopi dengan menggunakan rute
transdiskusal.

Total Diskus Arthroplasty

Segmen degenerasi yang berdekatan telah disebutkan sebagai


argumen utama terhadap fusi tulang belakang dan mendukung total disc
arthroplasty (TDA). Namun, data segmen degenerasi yang berdekatan jarang.

a. Spondylosis servikal simptomatik di C5 / 6 dengan anterior dan posterior osteofit. b. Radiografi lateral yang pasca operasi setelah ant
Hilibrand et al mengikuti 374 pasien yang memiliki total 409 fusi
cervical anterior selama 20 tahun. gejala Penyakit pada segmen yang
berdekatan terjadi pada sejumlah 2,9% per tahun selama 10 tahun setelah
operasi. Sekitar seperempat dari pasien yang memiliki fusi cervical anterior
memiliki resiko terkena gejala penyakit segmen yang berdekatan dalam
waktu 10 tahun. Sebuah single level arthrodesis yang melibatkan C5 / 6 atau
C6 / 7 dan bukti radiografi yang sudah terdapat sebelumnya dari degenerasi
pada tingkat yang berdekatan tampaknya menjadi faktor risiko terbesar untuk
timbulnya penyakit baru. Yang penting, tidak terdapat penelitian sejauh ini
yang mampu membedakan efek sejarah alam dengan efek arthrodesis pada
perkembangan degenerasi segmen yang berdekatan.

Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi TDA


Indikasi Kontraindikasi
 Penyakit diskus servikal simtomatik  Tiga tingkat vertebra yang memerlukan

 Keterlibatan satu atau dua tingkat (C3- pengobatan

T1)  Ketidakstabilan servikal (translation> 3 mm


dan / atau> 11 ° perbedaan angulational)
 Korelasi struktural (misalnya hernia
 Fusi servikal berdekatan dengan level target
nucleus pulposus, spondylosis servikal)
 Operasi sebelumnya / fraktur pada level
 Gagal terapi konservatif selama 6
target
minggu
 Alergi diketahui pada bahan implan
 Usia antara 20 dan 70 tahun
 Spondylosis parah (bridging osteofit,
 Tidak ada kontraindikasi kehilangan ketinggian disc> 50%, dan tidak
adanya gerak <2 °, OA sendi facet)
 Sakit leher aksial sebagai gejala yang soliter
 Penyakit sistemik dan metabolik (AIDS,
HIV, hepatitis B atau C, insulindependent
diabetes, infeksi, obesitas, BMI> 40)
Lebih dari 15 desain yang berbeda sekarang sedang dalam evaluasi
pra-klinis dan klinis (misalnya Prestige II, Bryan, PCM, Prodiskus-C,
Cervicore, Diskusover). desain TDA sekarang termasuk one-piece implan
dan implan dengan artikulasi gliding tunggal atau ganda dengan logam-on-
logam atau metal-on-polimer sebagai permukaan bantalan (Studi Kasus 3).
untuk saat ini Indikasi dan kontraindikasi TDA adalah :
Data hasil awal menunjukkan bahwa TDA mampu mempertahankan
gerakan segmental dalam waktu singkat dan sangat menguntungkan
dibandingkan dengan ACDF.Namun, sejauh ini tidak terdapat data
meyakinkan yang menyatakan TDA akan mencegah degenerasi segmen
yang berdekatan.

Posterior Laminectomy

cervical Laminektomi pertama kali dilakukan oleh Sir Victor Horsley


(1857-1916) untuk pengobatan tumor related myelopathy. Laminektomi
merupakan Pendekatan teknis serbaguna dan lancar untuk dekompresi spinal
cord.
Indikasi untuk Laminektomi terutama untuk pengelolaan:
 Multilevel cervical myelopathy
 Kompresi saraf posterior yang dominan
 Pasien CSM tua dengan komorbiditas
 CSM dengan menjaga cervical lordosis
Pada pasien usia lanjut yang menderita komorbiditas signifikan dan
CSM karena multilevel kompresi spinal cord, Laminektomi adalah prosedur
singkat dan efektif untuk memperbaiki defisit neurologis. Pada munculnya
kyphosis, bagaimanapun, Laminektomi saja memiliki efek terbatas karena
spinal cord tidak dapat berpindah ke posterior dan menjauh dari osteofit atau
diskus yang mengkompresi tulang belakang di bagian anterior. hasil yang
sangat baik telah dilaporkan pada 56-85% pasien setelah Laminektomi.
Perpanjangan lateral laminectomy seharusnya tidak mencakup lebih dari 50%
dari sendi facet. Reseksi lebih dari 50% mengganggu kekuatan bersama
secara signifikan dan dapat menyebabkan ketidakstabilan segmental dan
kyphosis. Pada Laminektomi bertingkat, 25% reseksi facet dapat mengurangi
stabilitas cervical dan memerlukan fusi.
Laminectomy and Instrumented Fusion

Kelemahan utama laminectomies terdapat deformitas progresif pasca


operasi dan ketidakstabilan, yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan
neurologis. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan tambahan instrumentasi
fusi. Umumnya fiksasi sekrup lateral mass digunakan untuk memungkinkan
stabilitas biomekanik yang baik dari segmen yang didekompresi dan tingkat
keberhasilan fusion yang tinggi. Teknik penyisipan sekrup ditinjau dalam
Bab 13. Dengan teknik yang tepat risiko komplikasi (cedera vertebral arteri
atau serabut saraf) menjadi minimal. Pedicle cervical sekrup fiksasi
merupakan suatu alternatif tetapi jarang diperlukan pada gangguan
degeneratif dengan Kualitas tulang yang baik. Untuk kasus-kasus di mana
koreksi deformitas kyphotic dilakukan, fiksasi dengan sekrup pedicle
disarankan untuk fiksasi tulang yang lebih baik.

Posterior Foraminotomy

Sebuah foraminotomy posterior untuk pengobatan kompresi serabut


saraf cervical pertama kali dijelaskan oleh Frykholm dan kemudian oleh
Scoville dan Murphey. Meskipun hasil yang baik, pendekatan ini kurang
mendukung karena memiliki keterbatasan mengobati kompresi saraf anterior.
Oleh karena itu, banyak ahli bedah lebih menyukai pendekatan anterior
dengan discectomy dan osteophytectomy dalam hubungannya dengan
interbody fusion. Namun, foraminotomy posterior tetap menjadi pilihan yang
valid dalam kasus dengan CSR yang disebabkan oleh lateralis resesi stenosis
dan herniasi diskus lateralis. Otot-otot leher kaya akan proprioceptors yang
mengirimkan aferen langsung ke vestibular dan optik neuron mengendalikan
posisi kepala terhadap tubuh. Ini bisa menjadi penyebab utama nyeri leher
terus-menerus pasca operasi.
Baru-baru ini, prosedur minimal invasif diperkenalkan untuk
meminimalkan trauma pada otot leher untuk menghindari detasemen
ekstensor otot cervical dari lamina dan proses spinosus. Burke dan Caputy
melaporkan telah melakukan teknik Microendoscopic melalui akses
transmuscular dengan hanya pemisahan dan dilatasi otot. Boehm et al
menggunakan saluran kerja dengan diameter luar 11 mm untuk mengekspos
daerah interlaminar-facet dan melaporkan hasil yang baik dengan teknik ini.
Clarke et al telah menunjukkan bahwa posterior foraminotomy dikaitkan
dengan rendahnya tingkat penyakit pada segmen yang sama atau berdekatan.

Laminoplasty

Potensi destabilisasi, malalignment sagital (kyphosis) dan kurangnya


perlindungan spinal cord setelah laminectomy cervical bertingkat, memicu
para ahli bedah Jepang untuk mengembangkan teknik laminoplasty cervical.
Oleh karena itu, keuntungan umum yamg diinginkan melalui laminoplasty
adalah :
 Memperluas kanal tulang belakang
 Mengamankan perlindungan spinal cord
 Menjaga stabilitas tulang belakang
 Menjaga mobilitas tulang belakang
 Mengurangi risiko degenerasi segmen yang berdekatan
Hirabayashi memperkenalkan teknik bedah baru yang disebut "
expansive open door laminoplasty" yang masih banyak digunakan saat ini.
Sebagai alternatif, " French open-door laminoplasty " diperkenalkan oleh
Hoshi dan Kurokawa. Meskipun berbagai modifikasi bedah telah disarankan,
konsep dasar sebagian besar prosedur mirip dengan salah satu dari dua teknik
ini.
Sebuah tinjauan kritis baru-baru ini menyimpulkan bahwa literatur
belum mendukung manfaat yang diklaim pada laminoplasty. Ratcliff dan
Cooper menyimpulkan bahwa hasil neurologis dan perubahan kesejajaran
tulang belakang tampak serupa setelah Laminektomi dan laminoplasty.
Pasien yang diobati dengan laminoplasty memiliki kemungkinan untuk
menimbulkan keterbatasan progresif gerak cervical (ROM) mirip dengan
yang terlihat setelah laminektomi dan fusi. Namun, data yang kurang pada
peran laminoplasty pada individu muda dengan cervical myelopathy karena
kelainan kongenital kanal tulang belakang yang sempit dan dimana
dekompresi bertingkat dan instrumentasi fusi bukan alternatif yang
menguntungkan.

Surgical Decision-Making
Ketika mempertimbangkan operasi untuk mengobati gangguan
cervical degeneratif, Strategi bedah harus didasarkan pada pasien serta faktor
morfologi.
Perubahan radiografi yang umum pada pasien tanpa gejala. faktor
yang paling penting dalam pemilihan pasien adalah terdapatnya Temuan
klinis dan morfologi yang harus cocok untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan. Banyak sekali artikel memuat hasil pengobatan bedah untuk
gangguan cervical degeneratif. Hampir semua artikel mencakup aspek teknis,
serta keselamatan dan hasil klinis awal tanpa kelompok kontrol yang
mencukupi. Banyak studi anekdot mengandung berbagai indikasi, hal ini
membatasi kesimpulan pada gangguan degeneratif cervical. Namun, ketika
literatur ilmiah dikurangi hingga rekomendasi level A (yaitu bukti yang
konsisten dalam beberapa RCT yang berkualitas tinggi, bukti Tingkat I),
hanya sedikit RCT yang dapat diidentifikasi. Pertanyaan mendasar tentang
pilihan pengobatan selalu berkaitan dengan pilihan antara operasi dan
nonoperative. Namun, literatur yang ada memiliki hasil yang tersebar merata
pada perbandingan tersebut. Temuan ini sangat membatasi rekomendasi
pengobatan. Pada bagian ini, Oleh karena itu kita mencoba untuk
memberikan bukti terbaik-ditingkatkan daripada rekomendasi pengobatan
berbasis bukti dan pembaca harus mengakui keterbatasan ini.

Neck Pain

Nyeri leher aksial adalah multifaktorial dan sering kurang


berhubungan dengan struktural yang dapat diobati dengan pembedahan. Oleh
karena itu, operasi untuk nyeri leher jarang diindikasikan.
Namun, bagian tertentu dari pasien ini muncul dengan nyeri radikuler
atipikal terutama ketika serabut saraf atas yang terlibat dan dapat memiliki
keuntungan dari operasi. Dalam keadaan ini, kompresi serabut saraf C4 telah
diakui sebagai sumber nyeri leher yang berhasil diobati dengan pembedahan.
Pada pasien dengan nyeri leher yang berat hingga menyebabkan
kelumpuhan yang gagal dalam perawatan konservatif, indikasi untuk operasi
dapat dieksplorasi dengan menggunakan pencitraan yang detail dan studi
injeksi . Namun, identifikasi sumber rasa nyeri dan tingkat kesakitan
(misalnya dengan Diskografi atau blok sendi facet) tetap menantang dan
sering tidak dapat diandalkan. Pengobatan nyeri leher aksial dengan fusi
hanya didukung oleh beberapa studi kohort. Dari catatan, nyeri leher saja
sebagai gejala merupakan salah satu kontraindikasi TDA.
Jarang sekali terdapat pasien dengan osteoarthritis yang parah di
persimpangan craniocervical (Gambar. 2d), yang mungkin memerlukan fusi.
Dalam kasus tertentu, fusi dapat mengakibatkan peningkatan yang signifikan.

Cervical Radiculopathy

sejauh ini Hanya satu studi sistematisyang membandingkan


pengobatan non-operatif dan operasi untuk radiculopathy. Dalam studi
prospektif oleh Persson et al, 81 pasien yang mengalami nyeri
cervicobrachial dengan durasi minimal 3 bulan akibat perambahan
spondylotic dengan atau tanpa pengembungan diskus dilibatkan. Para pasien
dibagi menjadi tiga kelompok pengobatan, operasi (Teknik Cloward),
fisioterapi dan penggunaan cervical collar.
Intensitas nyeri, kelemahan otot dan gangguan sensorik diharapkan
untuk mengalami peningkatan dalam beberapa bulan setelah operasi.
Meskipun manfaat jangka pendek pada pasien yang dilakukan operasi telah
dicatat, tidak terdapat perbedaan dalam skala analog visual, Profil Dampak
Penyakit, dan check list pengukuran mood Adjective pada kelompok selama
1 tahun follow-up. Para penulis menyimpulkan bahwa cervical collar,
fisioterapi, atau operasi sama-sama efektif dalam pengobatan pasien dengan
nyeri radikuler cervical yang menetap.
Pada beberapa pasien dengan gejala radikuler begitu parah atau
persisten. Menurut literatur, ACDF masih merupakan gold standard untuk
perawatan bedah.
Tidak terdapat bukti bahwa tambahan fiksasi plat anterior
mempengaruhi hasil klinis pada penyakit satu tingkat dan bukti yang terbatas
bahwa anterior plating meningkatkan tingkat fusi penyakit dua tingkat. Bukti
keunggulan fusi cage atau TDA dibandingkan dengan ACDF kurang kecuali
dalam hal nyeri pada sisi donor di iliac crest. Khususnya, keunggulan TDA
dalam hal Studi segmen degenerasi yang berdekatan tetap tidak terbukti.
Decompressions minimal invasif (anterior atau posterior) untuk
pengobatan pasien dengan radiculopathy tetap menarik karena dapat
mempertahankan gerakan segmental dan tidak memerlukan instrumentasi
(potensial memberikan efektivitas biaya). Tapi, sejauh ini, bukti ilmiah masih
kurang untuk peranannya dalam pengobatan cervical radiculopathy .
Secara umum, hasil pengobatan pengobatan bedah pada cervical
radiculopathy adalah menguntungkan dan terutama tergantung pada
dekompresi serabut saraf dan tidak terlalu tergantung pada teknik bedah
tertentu.

Cervical Spondylotic Myelopathy

Tidak diketahui apakah operasi memiliki hasil yang lebih baik dari
dibandingkan perawatan konservatif pada CSM ringan sampai sedang.
Dalam sebuah studi prospektif, Kadanka et al 48 pasien acak dengan CSM
ringan hingga sedang dilakukan tindakan konservatif dan operatif pada
lengan pasien. Tidak ada penurunan yang signifikan dalam modifikasi skor
JOA, rasio pemulihan, atau jangka waktu berjalan 10 m dalam kedua
kelompok baik, selama 2 tahun masa tindak lanjut. Para penulis
menyimpulkan bahwa pembedahan pada CSM ringan dan sedang, yang
terdiri dari pasien dengan perkembangan penyakit yang sangat lambat dan
memiliki durasi gejala yang panjang tidak lebih baik dibandingkan dengan
terapi konsevatif. Namun, belum ada kontroversi mengenai apakah CSM
berat atau progresif harus ditangani dengan dekompresi.
Dekompresi tulang belakang dapat dicapai baik dengan cara:
 Pendekatan anterior (ACDF bertingkat atau corpectomy ± plat fiksasi)
 Pendekatan posterior (laminoplasty, laminectomy ± instrumented fusi)
 Gabungan pendekatan anterior / posterior
Meskipun penelitian yang tak terhitung banyaknya telah dilaporkan
untuk masing-masing pendekatan ini, bukti ilmiah untuk rekomendasi
pengobatan masih terbatas. Hanya Beberapa studi telah memberikan
beberapa bukti yang sangat membantu untuk pengambilan keputusan bedah.
Ada bukti menengah bahwa multilevel ACDFs dikaitkan dengan tingkat non-
union yang tinggi dan bukti terbatas bahwa corpectomies menghasilkan
tingkat non-union yang lebih rendah untuk dekompresi bertingkat.
Dalam ACDFs atau corpectomies tiga tingkat dan lebih, anterior plat
fiksasi saja tidak cukup dan tambahan posterior fiksasi dianjurkan. Ada bukti
terbatas bahwa corpectomy bertingkat dan laminoplasty adalah sama
efektifnya dalam menghambat perkembangan myelopathic pada myelopathy
servikal bertingkat dan dapat menyebabkan pemulihan neurologis yang
signifikan serta pengurangan nyeri pada sebagian besar pasien. Pemulihan
neurologis tampaknya tidak bergantung pada teknik laminoplasty. Namun,
ada bukti terbatas bahwa pasien yang diobati dengan laminoplasty memiliki
perkembangan progresif berupa keterbatasan servikal ROM mirip dengan
yang terlihat setelah laminectomy dan fusion.

Faktor yang Mempengaruhi Hasil

Hasil operasi tampaknya sangat tergantung pada sejauh mana stenosis


kanal tulang belakang dan kompresi saraf. Yamazaki et al menganalisis
faktor prognostik dengan membandingkan kelompok pasien yang muda dan
tua dengan pertimbangan data radiologis dan klinis pra operasi. Para penulis
menemukan bahwa untuk pasien tua, daerah melintang saraf tulang belakang
pada tingkat kompresi maksimum dan durasi gejala adalah faktor-faktor yang
digunakan untuk memprediksi pemulihan yang sangat baik.
Pada pasien yang lebih muda, daerah melintang adalah satu-satunya
prediktor pemulihan yang sangat baik. Usia, pra operasi skor JOA, diameter
kanal, dan perubahan intensitas pada saraf tulang belakang tidak dapat
digunakan untuk memprediksi pada kedua rentang usia. Fujiwara et al
menunjukkan bahwa daerah saraf melintang di lokasi kompresi maksimum
berkorelasi secara signifikan dengan hasil operasi. Pada kebanyakan pasien
dengan daerah saraf tulang belakang kurang dari 30 mm2, hasilnya buruk.
Pasien dengan Perubahan sinyal intramedulla tinggi pada gambar T2W yang
tidak memiliki klonus atau spastisitas dapat mengalami pembedahan yang
baik dan mungkin mengalami pemulihan dari kelainan MRI. Sebuah hasil
pembedahan yang kurang memuaskan diprediksi dengan adanya sinyal
intramedulla rendah pada gambar T1W, klonus, atau spasme . Berdasarkan
temuan ini, Alafifiet et al menyatakan bahwa mungkin ada sebuah peluang
untuk mendapatkan hasil pembedahan yang optimal pada pasien dengan
CSM. Yonenobu telah mengindikasikan bahwa operasi sudah terlambat pada
myelopathy yang parah dan umumnya memiliki prognosis yang buruk, oleh
karena itu dianjurkan operasi lebih awal.
Perdebatan berlanjut pada pertanyaan apakah diperlukan kombinasi
operasi anterior / posterior untuk dekompresi pada myelopathy sedang
sampai berat harus dilakukan bertahap atau dalam satu operasi. Tidak ada
bukti untuk mendukung salah satu pendekatan dari yang lainnya. Lucunya,
kami telah melihat Pasien yang dirawat di Unit Cedera saraf tulang belakang
kami yang mengalami penurunan neurologis yang besar setelah operasi
kombinasi. Oleh karena itu kami merekomendasikan untuk dilakukan
dekompresi anterior / posterior saraf tulang belakang secara bertahap pada
kasus myelopathy moderat hingga pada berat untuk meminimalkan edema
dan memungkinkan suplai darah ke saraf tulang belakang sehingga saraf
tulang belakang mampu beradaptasi kembali diantara operasi.

Komplikasi

Secara umum, komplikasi dari operasi untuk CSR dan CSM jarang
terjadi namun dapat meliputi :
 Kebocoran cairan serebrospinal (0,2-0,5%)
 Cedera saraf laring berulang (0,8-3,1%)
 Disfagia (0,02-9,5%)
 Horner syndrome (0,02-1,1)
 Cedera akar saraf servikal (0,2-3,3%)
 Hematoma (0,2-5,6%)
 Tetraparesis (0.4%)
 Kematian (0,1-0,8%)
 Infeksi (0,1-1,4%)
 Perforasi esofagus (0,2-0,3%)
 Non-union (tergantung pada teknik)
 Hancurnya / terlepasnya graft (tergantung pada teknik)
 Kegagalan instrumen (tergantung pada teknik)

Disfagia adalah gejala yang cukup sering setelah anterior operasi


servikal dan dapat ditemui pada hingga 50% kasus segera setelah operasi.
Disfagia tergantung pada jumlah tingkat yang ditangani. Saat 12 bulan pasca
bedah, namun, tingkat dari sedang hingga parah disfagia menurun sekitar
13%. Etiologi dari komplikasi ini tidak sepenuhnya dipahami. Cedera pada
saraf laring superior dicurigai sebagai penyebab potensial. Papavero et al.
telah melaporkan bahwa tidak ada korelasi ada antara retraksi faring /
kerongkongan dan gangguan menelan setelah operasi.
Kelumpuhan Saraf laring berulang (RLN) telah dilaporkan pada 2-
11%. Berbeda dengan anggapan umum, cedera tampaknya tidak terkait
dengan sisi pendekatan. Laringoskopi pasca operasi mengungkapkan bahwa
kejadian yang sebenarnya dari kelumpuhan RLN awal dan persisten setelah
operasi anterior tulang belakang cervical adalah jauh lebih tinggi daripada
yang diantisipasi. Jung et al. melaporkan bahwa setelah operasi tersebut
tingkat gejala kelumpuhan RLN adalah 8,3%, dan kejadian kelumpuhan RLN
yang tidak terkait dengan suara serak (yaitu klinis tak terlihat tanpa
laringoskopi) adalah 15,9%. Saat 3 bulan pasca operasi, angka ini menurun
masing-masing menjadi 2,5% dan 10,8% .
Komplikasi jarang namun serius adalah kelumpuhan C5 setelah
operasi yang dapat muncul hingga 3-5% pada pasien setelah operasi
posterior dekompresi terutama laminoplasty. Telah diduga bahwa gangguan
saraf ini adalah hasil dari traksi pada akar saraf C5 yang pendek karena
migrasi posterior dari saraf setelah posterior dekompresi. Namun, kajian
sistematis tidak mengungkapkan perbedaan yang signifikan antara pasien
yang menjalani anterior dekompresi dan fusi dengan yang menjalani
laminoplasty, dan juga tidak ada perbedaan yang jelas antara unilateral hinge
laminoplasty dan French-door laminoplasty, atau antara servikal spondylotic
myelopathy dan pengerasan dari ligamentum longitudinal posterior.
Patogenesis setelah operasi kelumpuhan C5 masih belum jelas hingga saat
ini. Penderita setelah operasi kelumpuhan C5 umumnya memiliki prognosis
yang baik untuk pemulihan fungsional, tetapi kasus kelumpuhan parah
diperlukan waktu pemulihan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan
kasus ringan.

Anda mungkin juga menyukai