Anda di halaman 1dari 41

FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL II

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS HNP

CERVICAL ”

DISUSUN OLEH

PRISCILIA DOMIA POBUTI (PO714241171070)


SRI NURLIANI. M (PO714241171076)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

MAKASSAR

2020
Kata Pengantar

Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia nikmatNya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang
berjudul “Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus HNP cervical” disusun dalam rangka
memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu fisioterapi musculoskeletal II .

Dalam penyusunannya makalah ini melibatkan berbagai sumber. Oleh sebab itu
kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala kontribusinya dalam membantu
penyusunan makalah ini. Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai
manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari karya ini.

Makassar, 1 Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….... ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….......... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….... 4

A. ANATOMI FISIOLOGI……………...…………………………... 4

B. PATOLOGI HNP CERVICAL …………………………………... 9

C. INTERVENSI FISIOTERAPI …………………………………… 12

BAB III PROSES FISIOTERAPI ……………………………………….… 19

A. PROSES ASSESSMENT FISIOTERAPI…..……………………. 19

B. PROSEDUR INTERVENSI FISIOTERAPI ……………………. 26

C. EVALUASI FISIOTERAPI …………………………………...… 37

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………… 38

A. KESIMPULAN ………………………………………………….. 38

B. SARAN …………………………………………………………... 38

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah kondisi ketika bantalan atau cakram

(soft gel disc atau nucleus pulposus) di antara vertebra (tulang belakang) keluar dari

posisi semula atau robek dan menjepit saraf di belakangnya. Banyak orang

mengenalnya dengan istilah “saraf kejepit”. HNP paling sering terjadi pada vertebra

servikal (leher) dan lumbal (pinggang). Bagian leher memiliki 7 ruas vertebra. HNP

servikal (saraf kejepit leher) paling sering mengenai ruas C6-C7 diikuti ruas C5-C6

karena ruas tersebut adalah bagian yang paling sering bergerak dan mudah terkena

proses degenerasi. HNP leher paling sering terjadi pada pria berusia 45-55 tahun. Faktor

risiko yang meningkatkan munculnya HNP servikal (saraf kejepit leher)  antara lain

genetik, merokok, berat badan berlebih (obesitas), pekerjaan yang sering membungkuk

dan mengangkat benda berat atau mengoperasikan mesin dengan daya getar, dan cedera.

HNP dapat dilihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) di 10% individu yang

asimptomatis yang lebih muda dari 40 tahun dan 5% dari mereka yang lebih tua dari 40

tahun. HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada dekade

ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan membungkuk

dan mengangkat. Minimnya pengetahuan tentang HNP mengakibatkan pengidap

terlambat berobat sehingga penyakit bisa berlangsung semakin berat.

Pria dan wanita memiliki risiko yang sama dalam mengalami HNP, dengan

umur paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling

umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun. HNP sering

terjadi pada daerah Lumbal4-Lumbal 5 dan Lumbal 5- Sacrum 1 dimana kelainan ini

1
lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan

mengangkat beban.Insiden Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90% dan Hernia cervical 5-

10%.

Gejala utama HNP servikal (saraf kejepit leher) antara lain: nyeri menjalar

muncul mulai dari leher hingga jari-jari tangan yang disebut dengan nyeri radikuler,

kesemutan, baal dan bahkan kelemahan dari otot-otot yang dipersarafi sesuai dengan

pada level mana saraf tersebut terjepit oleh HNP nya. Nyeri yang disebabkan HNP

merupakan kombinasi dari 2 proses antara lain penjepitan pada saraf dan peradangan

dalam bantalan sendi.

2
Berat ringannya gejala HNP servikal (saraf kejepit leher) bergantung dari

grading herniasi nukleus pulposus yang terbagi menjadi 4

tahap : disc bulge, protrusion/prolapse, extrusion, dan  sequestration. Untuk

menegakkan diagnosis HNP servikal (saraf kejepit leher), dokter akan mengevaluasi

gejala, melakukan pemeriksaan fisik (kemampuan berjalan, refleks, kemampuan

sensorik dan motorik), serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang

dibutuhkan antara lain MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT (Computed

Tomography) scan untuk menentukan area vertebra yang mengalami herniasi dan

derajat beratnya herniasi. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan EMG

(Electromyography) yang berguna untuk memeriksa fungsi saraf dan otot yang

terganggu akibat HNP servikal (saraf kejepit leher).

Penanganan HNP servikal (saraf kejepit leher) diberikan melalui beberapa tahap

disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala yang dialami. Penanganan konservatif

adalah langkah pertama untuk pemulihan, di antaranya obat-obatan, istirahat, fisioterapi,

hidroterapi, akupuntur, dan program latihan di rumah. Target penanganan konservatif

ini diharapkan dapat meredakan keluhan HNP servikal (saraf kejepit leher) dalam waktu

6 minggu.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

Tulang belakang leher terdiri dari 7 vertebra. Pertama 2, C1 dan C2, sangat

khusus dan diberi nama yang unik: atlas dan sumbu, masing-masing. C3-C7 adalah

tulang lebihklasik, memiliki tubuh, pedikel, lamina, proses spinosus, dan sendi

facet.C1 dan C2 membentuk seperangkat unik artikulasi yang memberikan mobilitas

besar bagikranium. C1 berfungsi sebagai cincin dimana sisa kranium dapat terletak

di atasnya danmengartikulasikan dalam sendi poros ( pivot joint ) dengan dens atau

proses odontoid dariC2. Sekitar 50% dari perpanjangan fleksi leher terjadi antara

oksiput dan C1, 50% dari rotasi leher terjadi antara C1 dan C2.Tulang belakang

leher/ servikal jauh lebih mobile dari pada daerah toraks atau lumbar

tulang belakang. Berbeda dengan bagian lain dari tulang belakang, tulang belakang

leher memiliki foramina melintang di setiap tulang belakang untuk arteri vertebralis

yang memasok darah ke otak.

1. Tulang

Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah

tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal,

torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang

sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang

sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua

korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment)

tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.

4
Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital

memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada

sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat

sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi

sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga

memungkinkan gerakan ke lateral berputar.

 Vertebra C1 (atlas)

Vertebra C1 disebut juga atlas, fungsi utamaatlas yaitu untuk menyangga

kepala. Vertebra C1 terbentuk seperti cincin, memiliki corpus vertebra

yang kecil tetapi mempunyai arcus anteriordan arcus posteriorserta dua

massa lateralis yang berbentuk cawan dan tidak memiliki prosesus

spinosus. Menurut mitos Yunani atlasmenahan beban beratkepalapada

bahunya yang masing-masing bersendi dengan condylus occipitalisdi

setiap sisi foramen pada sendi atlantooccipitalis, sendi ini memiliki sedikit

peran pada fleksi ekstensi serta fleksi lateral(George, 2016).

5
Gambar 2.2Vertebra C1 (atlas)(George, 2016)

 Vertebra C2 (axis)

Vertebra C2 disebut juga axis,mempunyai corpus vertebra di bagian

anterior dan terdapat pasak berbentuk menyerupai jari pada bagian

superior. Tulang ini disebut odontoidatau dens (dont dan dens berasal dari

bahasa latin yang artinya gigi) yang berada secara terlindungi pada arcus

anterior atlantis. Keduanya dihubungkan oleh ligamentum tranversum

fibrosa yang berjalan dibelakang processus odontoideus. Sekitar 50 ̊rotasi

vertebra cervical terjadi pada sendi atlantoaxialis(George, 2016).

Gambar 2.3 C2 (axis)(George, 2016)

 Vertebra C3 sampai C7

Bersifat lebih khas dan mempunyai bagian anterior yang menahan beban

yang disebut corpus vertebra, serta bagian posterior termasuk arcus

6
neuralis dan facies articularis. Arcus neuralis terbentuk dari dua pediculus

yang melekat pada corpus vertebra dan dua lamina yang bergabung pada

garis tengah (midline) yang membentuk processus spinosus.

Gambar 2.5C3-C7 dan processus spinosus(George, 2016)

2. Discus

Discus adalah bantalan sendi yang terletak diantara tulang sebagai pelindung untuk

mengatasi beban kejut dan melindungi tulang dari pergesekan. Discus terletak diantara

dua corpus vertebra, terdiri dari :

Nukleus pulposus

Bagian tengah diskus yang bersifat semi gelatin nukleus ini mengandung berkas –

berkas serabut kolagen sel – sel jaringan penyambung dan sel – sel tulang rawan.

Berfungsi Sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan dan

Pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh darah.

Anulus Fibrosus

Terdiri atas cincin – cincin fibrosa konsentrik yang mengelilingi nukleus pulposus.

Befungsi memungkinkan gerakan anatar kopus bertebra (disebabkan oleh struktur spinal

dan serabut – serabut untuk menopang nukleus pulposus meredam benturan. Kandungan

7
air diskus ber < bersamaan dengan bertambah dengan bertambahnya usia (dari 90%

pada masa bayi menjadi 70% pada orang lanjut usia) serabut – serabut menjadi kasar

dan mengalami hialinisasi.

3. Persarafan

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang

terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital

magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis

terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas : 8 pasang

saraf cervical, 15 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf

sacral, 1 pasang saraf cogsigeal.

8
B. Patologi HNP Cervical

1. Pengertian

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Herniasi pada diskus servikal merupakan suatu

kondisi yang jarang disebabkan karena trauma yang hanya sekali saja. Herniasi

diskus servikalis merupakan suatu kelainan yang bersifat progresif, salah satunya

adalah karena adanya trauma fleksi yang berkepanjangan.

2. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya

usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan

tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena

digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal

dapat menyembul atau pecah.

Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya

suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis

sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien

gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus

yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun.

Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis,

atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap

sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. Penyebab

dari Hernia Nucleus Pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif.

Kehilangan protein polisakarida dalam discus menurunkan kandungan air.

Perkembangan pecah yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada

9
herniasi nucleus. HNP kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma derajat

sedang yang berulang pada discus intervertebralis sehingga menimbulkan

sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat

singkat. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong kearah medulla

spinalis, memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau

terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

3. Proses patologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial. Karena

adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar dan

timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya

menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat

diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu

terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi)

nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang diatas atau di

bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya

sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto

rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan

radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya

nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau

kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai

ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis

berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan

arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan

10
berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis mengalami

lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

4. Gambaran klinis

a) Bila diskus menekan saraf C4-C5 (akar saraf C5) akan menyebabkan nyeri

bahu dan kelemahan otot deltoid di bagian lengan atas, dan biasanya tidak

menyebabkan baal/kesemutan.

b) Bila menekan saraf C5-C6 (akar saraf C6) menyebabkan kelemahan otot

bisep dan ekstensor pergelangan tangan. Rasa baal dan kesemutan disertai

rasa sakit dapat menjalar ke sisi ibu jari tangan. Ini adalah salah satu gejala

paling umum untuk saraf terjepit di tulang leher.

c) Jika menekan saraf C6-C7 (akar saraf C7) menyebabkan kelehan otot trisep

dan ekstensor jari. Rasa baal dan kesemutan disertai rasa sakit akan menjalar

ke area trisep (lengan atas belakang) dan jari tengah.

d) Saat menekan saraf C-T1 (akar saraf C8) yang terletak di bagian paling

bawah leher (tempat bertemunya tulang belakan leher dengan dada, atau

punggung atas) menyebabkan kelemahan fungsi menggenggam, bersamaan

dengan rasa baal dan kesemutan yang menjalar di lengan ke sisi jari

kelingking.

e) Syaraf cervikal yang berperan pada persyarafan bahu, lengan sampai jari-jari

adalah syaraf cervikal yang berasal dari segmen-segmen medula spinalis C5,

C6, C7 dan C8. Berdasarkan keterangan di atas, radiks-radiks dari segmen

inilah yang memegang peranan timbulkan cervical syndrome.

f) Gejala dan tanda dari gangguan masing-masing radiks spinalis seperti terlihat

pada skema di bawah ini.

11
Segmen Dermatome Myotome Gangguan Refleks Tendon

Sensibilitas
C5 Sisi lateral tengan Deltoid & Biceps Permukaan ventral Refleks biseps tidak

atas lengan atas dan terganggu/menurun

bawah
C6 Sisi lateral lengan Biceps & ekstensor Permukaan ibu jari Refleks bicep

bawah dan tangan carpi radialis dan tepi radial dari menurun atau

Longum dan brevis lengan menghilang


C7 Bagian tengah Tricep,wrist flexor Permukaan jari Refleks tricep

telapak tangan dan fingers extensor telunjuk, jari tengah menurun atau

dan dorsum manus menghilang


C8 Sisi medial lengan Interroseus dan Jari kelingking dan Refleks bicep dan

bawah dan telapak finger flexor jari manis tricep tidak

terganggu

C. Intervensi Fisioterapi

1. Ultrasound

Ultrasound terapi adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran

mkeanik gelombang suara denga frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang

digunakan dalam fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk

menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. Fisioterapi memiliki

tanggung jawab di dalam kesehatan gerak fungsional sebagai bagian integral

dari pelayanan kesehatan.

Bentuk gelombang dari ultrasound antara lain : (a) continuous yaitu

gelombang yang dihantarkan secara terus-menurus, biasa diberikan pada kondisi

akut dan (b) intermitten yaitu gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa

12
dan lamanya ditentukan oleh karakteristik mesin yang digunakan, biasa

diberikan pada kondisi kronis (Sujatno, dkk, 2002).

Perambatan gelombang ultrasonic dalam mediu, disebabkan oleh getaran

bolak-balik partikel melalui titik keseimbangan searah dengan arah rambat

gelombangnya. Maka, gelombang buny lebih dikenal dengan longitudinal.

Gelombang ultrasonic merupakan gelombang suara dengan frekuensi di atas 20

kHz. Frekuensi ultrasnoik yang digunakan untuk diagnosis berkisar 1 sampai 10

kHz. Jika gelombang sonic merambat dalam suatu medium mengalmi

perpinfahan energy. Besarnya energy gelombang ultrasonic yang dimiliki

partikel medium adalah jumlah energy otensial (Joule) dan energy kinetic

(Joule).

Interaksi gelombang ultra sonic dengan jaringan mempengauhi sinyal

yang diterima oleh reciver. Ini disebabkan oleh gelombang ultrasnoik

mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap oleh suatu medium. Ketika

medium yang berdekatan memiliki impedansi akustik yang hamper sama, hanya

sedikit energy yang direfleksikan. Impedansi akustik memiliki peran

menetapkan transmisi dan refleksi gelombang di batas antara medium yang

memiliki impedansi akustik yang berbeda. Peristiwa hamburan yang terjadi

ketika gelombang ultrasonic berinteraksi dengan batas antara dua medium. Jika

batas dua medium relative sama rata,maka pulsa ultrasnoik dapat disebut

dengan specular reflection (seperti pemantulan pada cermin) dimana semua

pulsa ultrasonic akan dipantulkan ke arah yang sama. Permukaan yang tidak rata

menyebabkan gelombang echo dihamburkan ke segala arah, adanya peristiwa

penghamburan (scattering) dan penyerapan (absorption) menyebabkan

13
gelombang suara yang mereambat melewati suatu medium mengalami adanya

suatu pelemahan intensitas (atenuasi). Ketika gelombang ultrasonic melalui dua

medium yang berbada dengan sudut tertentu maka gelombang ultrasonik

mengalami refraksi atau perubahan arah gelombang ultrasonic yang

ditransmisikan pada batas antara medium yang berbeda disaat berkas gelombang

tidak dating tegak lurus terhadap batas jaringannya.

Efek thermal yangdihasilkan tergantung dari nilai frekuensi gelombang

yang dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Jaringan yang paling besar

mengabsorpsi panas adalah jaringan dengan komposisi kolagen tinggi. Efek

thermal akan memberi pengaruh yaitu memperlancar proses metabolisme,

mengurangi nyeri dan muscle spasme, meningkatkan sirkulasi dan

meningkatkan ekstensibilitas jaringan lunak (Cameron, 1999)

2. Manual Traksi Ekstensi Cervical (Mc.Kenzie)

Traksi manual cervical dapat mengurangi nyeri secara langsung dengan

mengembalikan posisi discus ke tempat semula serta merilekasikan jaringan otot

yang mengalami spasme.

Tujuan:

a) Membantu merelaksasi otot-otot daerah leher dan pundak (cervical)

b) Membantu mengurangi penekanan/ kompresi/iritasi akar syaraf.

c) Membantu penguluran / peregangan otot-otot vertebrae regio cervical

3. Manual Traksi Ekstensi Cervical (Cyriax)

14
Traksi manual yaitu, traksi yang diberikan oleh terapis, menggunakan

lengan dan/atau kaki pasien, suspensi terbalik yaitu, traksi yang diberikan oleh

gaya gravitasi, melalui berat badan pasien. Ia telah mengemukakan bahwa

perpanjangan tulang belakang, melalui penurunan lordosis dan meningkatkan

ruang intervertebralis, menghambat nyeri (nociceptive) impuls, meningkatkan

mobilitas, mengurangi stres mekanik, mengurangi kejang otot atau kompresi

akar nyeri zygapophyseal, dan melepaskan perlengketan di sekitar sendi

zygapophyseal dan anulus fibrosus.

Efek neurologis Traksi dapat merangsang receptor sendi yaitu

mekanoseptor yang dapat menginhibisi pengiriman stimulus nociceptif pada

medulla spinalis melalui modulasi level spinal.

Efek stretching Traksi dapat meregang atau mengulur kapsul ligament

melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut- serabut kolagen sehingga

terjadi perbaikan lingkup gerak sendi sampai mencapai tahap fungsional dari

sendi dan dapatt memelihara ekstensibilitas dan kekuatan tegangan dari sendi

dan jaringan periartikular.

4. Muscle Energy Technique Cervical

Muscle energy technique adalah suatu kelompok metode manipulasi

osteopathic soft tissue yang menggabungkan arah dan kontrol yang tepat dari

pasien, kontraksi isometrik dan/atau isotonik, yang didesain untuk memperbaiki

fungsi musculoskeletal dan menurunkan nyeri.

15
5. Mobilisasi Soft Tissue Upper Trapezius

Suatu bentuk terapi jaringan lunak yang digunakan untuk disfungsi

somatik yang menghasilkan nyeri dan keterbatasn gerak. Mobilisasi ini

ditujukan pada fascia yang mengelilingi otot dan menghubungkan setiap otot

didalamnya. Mobilisasi soft tissue berperan unutk memberikan stretch pada otot

dan fascia dengan tujuan akhir adalah mengembalikan kualitas cairan atau

lubrikasi pada jaringan fascia. Pada mobilisasi ini ditujukan untuk merelease

otot upper trapezius yang mengalami spasme.

6. Mobilisasi Soft Tissue Erector Spine Cervical

Mobilisasi soft tissue berperan untuk memberikan stretch atau elongasi

pada struktur otot dan fascia dengan tujuan akhir adalah mengembalikan kualitas

cairan atau lubrikasi pada jaringan fascia, mobilisasi jaringan fascia dan otot,

dan fungsi sendi normal. Pada mobilisasi ini ditujukan untuk merelease otot

erector spine cervical.

7. Mobilisasi Saraf (Teknik Butler)

Mobilisasi saraf adalah suatu bentuk pergerakan tubuh yang

menggunakan sistem saraf sebagai kerangka acuan. Mobilisasi saraf sangat

membantu pasien yang menglami kesemutan, mati rasa, nyeri menjalar. Neural

tension tests adalah pergerakan yang memprovokasi sensasi saraf yamg berguna

untuk mengidentifikasi cabang saraf mana yang mengalami masalah,

menentukan asal rasa sakit. Mobilisasi saraf dapat menyembuhkan permasalahan

saraf karena peningkatan impuls saraf.

16
8. Strengthening Exercise

Strengthening adalah latihan penguatan otot stabilisator leher sehingga

dapat menyangga leher dalam posisi tegak serta mengurangi nyeri leher.

Strengthening dapat meningkatkan kekuatan otot karena melatih kontraksi pada

otot.

9. Core Stability Cervical

Pelatihan untuk core stability membutuhkan gerakan penangkal di tulang

belakang lumbar melalui aktivasi otot-otot perut dan stabilisator dalam. Ini

berarti tulang belakang tidak bergerak dengan latihan ini - tujuannya adalah

untuk tetap dalam posisi netral. Ketika memperkuat core stability, Anda pada

dasarnya berusaha meningkatkan kekuatan dan daya tahan inti, serta

mendapatkan kontrol otot yang diperlukan untuk melakukan setiap latihan

dengan benar.

10. Neck Exercise

Neck exercise ini direkomendasikan oleh Dr. Jose Guevara dari Rumah

Sakit Daerah Atlanta. Exercise ini aman dilakukan oleh penderita Hernia discus

cervical. Exercise ini dapat memelihara atau meningkatkan kekuatan otot leher

dan untuk memperoleh ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas

gerak sendi dan kelenturan otot leher.

11. Cervical Collar

17
Cervical collar atau collar neck ini di peruntukkan bagi penderita HNP

dengan penggunaan collar berbahan soft dengan tujuan untuk menjaga stabilitas

cervical. Secara umum, collar neck disarankan digunakan sepanjang hari.

Memang, hal ini agak menimbulkan rasa kurang nyaman dalam beraktivitas.

Collar neck yang lembut sebetulnya tidak secara penuh membatasi gerak tulang

belakang bagian leher. Seiring dengan membaiknya gejala nyeri, penggunaan

collar neck dapat secara bertahap dikurangi, misalnya saat aktivitas berat saja.

Pada akhirnya, penggunaannya dapat dihentikan tanpa timbul gejala nyeri yang

berarti.

BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Proses Assessment Fisioterapi

18
1. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn. X

Umur : 34 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Kuli Bangunan

2. History Taking

a) Keluhan Utama : Nyeri dan kesemutan di sepanjang leher, bahu hingga

ke kedua lengan atas

b) Riwayat Penyakit Sekarang : 2 minggu sebelum masuk rumah sakit

(SMRS) pasien merasakan kelemahan dan kesemutan pada lengan atas

sebelah kanan serta nyeri pada leher hingga bahu. Satu minggu kemudian

keluhan yang sama terjadi juga pada lengan atas sebelah kiri. Pasien

merasakan nyeri bertambah saat menekuk kepalanya dan saat batuk dan

mengejan.Satu hari SMRS pasien merasakan keluhan semakin berat.

Satu minggu SMRS pasien sudah berobat di poliklinik namun keluhan

belum juga membaik.

c) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma disangkal, riwayat hipertensi

disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal.

d) Riwayat Penyakit Keluarga : Kakak dan Ibu Pasien (+) Hipertensi.

3. Inspeksi / Observasi

a) Statis :

19
1) Kesejajaran postur dilihat dari centre of gravity tampak lateral,

depan, belakang tampak dalam garis normal.

2) Tampak flat neck pada cervical pasien.

b) Dinamis :

1) Keterbatasan pada gerakan fleksi cervical

c) Palpasi :

1) Tidak terdapat artropi otot

2) Spasme pada otot ekstensor cervical yaitu upper trapezius dan

erector spine cervical

4. Pemeriksaan Fungsi Dasar

Quick Test

Regio Cervical

- Fleksi : Nyeri menjalar ke lengan atas

- Ekstensi : Nyeri minimal

- 3 dimensi ekstensi : Nyeri menjalar ke lengan atas

Gerak Aktif

Regio Cervical

Gerakan Nyeri ROM


Fleksi Terdapat nyeri ROM Terbatas
Ekstensi Terdapat nyeri minimal ROM Normal
Rotasi Dextra Tidak ada nyeri ROM Normal
Rotasi Sinistra Tidak ada nyeri ROM Normal
Lateral Fleksi Dextra Tidak ada nyeri ROM Normal
Lateral Fleksi Sinistra Tidak ada nyeri ROM Normal
Gerak Pasif

Regio Cervical

20
Gerakan End Feel Nyeri ROM
Fleksi Firm End feel Terdapat nyeri ROM Terbatas
Ekstensi Firm End feel Nyeri minimal ROM Normal
Rotasi Dextra Elastic End Feel Tidak ada nyeri ROM Normal
Rotasi Sinistra Elastic End Feel Tidak ada nyeri ROM Normal
Lateral Fleksi Dextra Elastic End Feel Tidak ada nyeri ROM Normal
Lateral Fleksi Sinistra Elastic End Feel Tidak ada nyeri ROM Normal

Tes Isometric Melawan Tahanan

Regio Cervical

Gerakan Kemampuan Nyeri


Fleksi Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri
Ekstensi Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri
Rotasi Dextra Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri
Rotasi Sinistra Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri
Lateral Fleksi Dextra Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri
Lateral Fleksi Sinistra Dapat melawan tahanan minimal Tidak ada nyeri

5. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran

Pemeriksaan Spesifik

a) Palpasi :

- Tidak terdapat artropi otot

- Spasme pada otot ekstensor cervical yaitu upper trapezius dan

erector spine cervical.

b) Spurling’s test : (+) Nyeri terprovokasi menjalar hingga ke lengan atas

c) Distraction test : (+) Nyeri berkurang

d) ULTT : (+) Nyeri terprovokasi

e) Valsava maneuver test : (+) Nyeri menjalar ke lengan atas

f) Bakody’s Sign Test : (+) Nyeri radicular berkurang

g) Refleks Tendon

21
- Bicep Tendon Refleks C5 : Normal

- Brachioradialis Tendon Refleks C6 : Normal

- Tricep Tendon Refleks C7 : Normal

- Patellar Tendon Refleks L4 : Normal

- Achilles Tendon Refleks S1 : Normal

h) Tes Myotome

Hasil : Pasien mengalami kelemahan saat melakukan gerakan elevasi

shoulder (C4) dan abduksi shoulder (C5).

i) Tes Dermatome

Menggunakan test raba, tekan, tusuk di area bergambar yang diindikasi

terjadi lesi. 

22
Hasil :

- Sensasi taktil (Thigmesthesia) : Gangguan eksteroseptif berupa

hipoesthesia pada area dermatome C4-C5

- Sensasi nyeri (Algesia) : Gangguan eksteroseptif berupa hypoalgesia

pada area dermatome C4-C5

- Sensasi Suhu (Thermesthesia) : Gangguan eksteroseptif berupa

thermhyposthesia pada area dermatome C4-C5

- Test Rasa Getar (Vibrasi) : Gangguan propioseptif berupa

pallasthesia pada area dermatome C4-C5

j) Tes JPM :

- PAVCP : (+) Nyeri pada segmen C4-C5, firm end feel

- PAUVP : (+) Nyeri pada segmen C4-C5, firm end feel

Pengukuran

a) Pengukuran nyeri menggunakan VAS

- Nyeri diam : 6,3

- Nyeri tekan :7,5

- Nyeri gerak :8,3

b) Pengukuran kekuatan otot menggunakan MMT

- Fleksor neck : 3/5 (Fair)

- Ekstensor neck : 3/5 (Fair)

- Lateral fleksor dextra : 3/5 (Fair)

- Lateral fleksor sinistra : 3/5 (Fair)

- Rotator neck dextra : 3/5 (Fair)

- Rotator neck sinistra : 3/5 (Fair)

23
- Fleksor shoulder sinistra : 3/5 (Fair)

- Fleksor shoulder dekstra : 3/5 (Fair)

- Ekstensor shoulder sinistra : 3/5 (Fair)

- Ekstensor shoulder dextra : 3/5 (Fair)

- Adductor shoulder sinistra : 3/5 (Fair)

- Adductor shoulder dekstra : 3/5 (Fair)

- Abductor shoulder sinistra : 3/5 (Fair)

- Abductor shoulder dextra : 3/5 (Fair)

c) Pengukuran ROM

- Fleksi neck : 5,5 cm

- Ekstensi neck : 18 cm

- Lateral fleksi dekstra : 14 cm

- Lateral fleksi sinistra : 14 cm

- Rotasi dekstra : 11 cm

- Rotasi sinistra : 12 cm

- Shoulder dekstra = S :500-00-1700

F :1800-00-600

R :800-00-800

- Shoulder sinistra = S :500-00-1700

F :1800-00-600

R :800-00-800

6. Diagnosis Fisioterapi

Neck Pain With Radicular Pain Et Causa HNP Cervical

24
7. Problematik Fisioterapi (ICF Concept)

a) Impairment

1) Anatomical Impairment :

- Spasme otot ekstensor cervical (upper trapezius dan erector

spine cervical)

- Flat neck

2) Functional Impairment :

- Kelemahan otot cervical

- Keterbatasan ROM fleksi cervical

- Rasa Kesemutan

- Nyeri menjalar hingga ke lengan atas

b) Activity Limitation

1) Kesulitan dalam melakukan BAB karena nyeri terprovokasi saat

mengejan.

2) Kesulitan dalam melakukan perubahan posisi kepala.

c) Participation Restriction

1) Pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya sebagai kuli bangunan

dan terbatas dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

B. Prosedur Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Intervensi Fisioterapi

25
Tujuan fisioterapi merupakan tujuan yang dicapai dari pelaksanaan fisioterapi

diatas, maka dapat ditentukan tujuan jangkapendek maupun jangka panjang

fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien :

a) Tujuan Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri menjalar dan rasa kesemutan akibat disc bulging

- Meringankan permasalahan spasme otot upper trapezius dan

erector spine

- Meningkatkan kekuatan otot cervical

- Meningkatkan ROM fleksi cervical

- Memperbaiki postur flat neck

b) Tujuan Jangka Panjang

- Memperbaiki aktivitas toileting pasien

- Memperbaiki kemampuan perubahan posisi kepala.

- Mengembalikan fungsi ekstremitas pasien agar dapat kembali

bekerja.

2. Program Intervensi Fisioterapi

No Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi


1. Impairment :
a. Nyeri menjalar dan Untuk mengurangi - Ultrasound

kesemutan nyeri dan - Manual Traksi

memberikan space Ekstensi Cervical

pada cervical (Mc.Kenzie)

- Mobilisasi Saraf

(Teknik Butler)
b. Spasme otot ekstensor Untuk - Ultrasound

26
cervical (upper trapezius merileksasikan dan - Mobilisasi soft

dan erector spine) mengulur otot upper tissue upper

trapezius dan ecertor trapezius

spine - Mobilisasi soft

tissue erector

spine cervical.

c. Penurunan kekuatan Menambah kekuatan - Core Stability

otot cervical otot cervical - Strengthening

Exercise
d. Keterbatasan ROM Meningkatkan ROM - Muscle Energy

fleksi cervical fleksi cervical Technique

Cervical
e. Flat Neck Untuk memperbaiki - Neck exercise

posture dan - Muscle Energy

menambah curva Technique

lordosis cervical. - Core Stability


2. Activity Limitation
a. Kesulitan melakukan Untuk memperbaiki - Ultrasound

BAB karena nyeri saat implus dan kualitas - Mobilisasi Saraf

mengejan serta sulit saraf pada cervical. (Teknik Butler)

beraktivitas - Muscle Energy

Technique
b. Nyeri saat melakukan Untuk memberi - Manual Traksi

perubahan posisi space pada cervical Ekstensi Cervical

kepala. dan mengurangi (Cyriax)

rasa nyeri. - Mobilisasi soft

27
tissue upper

trapezius dan

erector spine

- Core Stability

- Strengthening

Exercise

3. Participation Restriction
a. Pasien tidak dapat Untuk menopang - Cervical Collar

melakukan cervical dan - Manual Traksi

pekerjaannya sebagai mengontrol gerak Ekstensi

kuli bangunan dan cervical agar tidak Cervical

tidak dapat melakukan menimbulkan - Core Stability

kegiatan sehari-hari. gerakan yang - Neck Exercise

mengakibatkan saraf

semakin terjebak.

3. Prosedur Pelaksanaan dan dosisnya

a) Ultrasound

Frekuensi : 3 kali seminggu

Intensitas : Transduser 1 MHz. Arus continous dengan intensitas 1.70

w/cm2

Time : 6 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Prone lying

28
- Posisi fisioterapis : Berada di samping kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Tempatkan transduser tegak lurus pada are

cervical pasien sekitar segmen C4-C5

b) Manual Traksi Ekstensi Cervical (Mc.Kenzie)

Frekuensi : 1 kali sehari jika kondisi akut

Intensitas : 2 set 5-10 repetisi

Time : 10-15 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying dan kepala pasien berada di pinggir bed

- Posisi fisioterapis : Berada di samping kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Salah satu tangan terapis menyanggah cervical

pasien, kemudian tangan satunya berada di dagu pasien dan

mengarahkan dagu pasien kearah retruksi atau fleksi upper cervical

kemudian melakukan traksi lalu menambah ekstensi cervical.

d) Mobilisasi Soft Tissue Upper Trapezius

Frekuensi : 3-4 kali seminggu

Intensitas : 8 repetisi

Time : 10-15 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying

- Posisi fisioterapis : Berada di samping kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis memfiksasi bahu pasien

kemudian kepala pasien diarah kan sedikit ke lateral fleksi sisi

29
berlawan kemudian menarik cervical ke arah atas sambil terus

memfikasis bahu pasien.

e) Mobilisasi Soft Tissue Erector Spine Cervical

Frekuensi : 3-4 kali seminggu

Intensitas : 8 repetisi

Time : 10-15 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying

- Posisi fisioterapis : Berada di samping kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Kedua tangan fisioterapis berada di cervical

pasien tepatnya pada otot erector spine cervical pasien kemudia

melakukan release kearah atas.

f) Muscle Energy Technique Cervical

Frekuensi : 3 kali seminggu

Intensitas : 7-10 kali repetisi

Time : 10-15 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying

- Posisi fisioterapis : Berada di atas kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Kepala pasien dalam keadaan fleksi dengan

tungkai fisioterapi sebagai tumpuan. Kedua tangan fisioterapis

berada pada processus mastoideus. Fisioterapis memberikan tekanan

pada salah satu sisi lalu pasien melakukan resisted terhadap tekanan

tersebut. Tahan sampai 8 kali hitungan lalu posisi pasien kembali

30
relaksasi. Dilakukan selama dua kali percobaan. Pada gerkan ketiga,

tidak ada resisted dari pasien kepada fisioterapis. (Pasien mengikuti

gerakan fisioterapis).

g) Mobilisasi Saraf (Teknik Butler)

Frekuensi : 3 kali seminggu

Intensitas : 5 kali repetisi

Time : 5-10 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying

- Posisi fisioterapis : Berada di atas kepala pasien

- Teknik pelaksanaan : Pasien melakukan fleksi dan ekstensi elbow

secara bergantian disertai dengan ektensi wrist dengan bahu

didepresikan serta di fiksasi.

h) Manual Traksi Ekstensi Cervical (Cyriax)

Frekuensi : 1 kali sehari jika kondisi akut

Intensitas : 5-10 kali repetisi

Time : 10-15 menit

Prosedur pelaksanaan :

- Posisi pasien : Supine lying

- Posisi fisioterapis : Berada di samping pasien

- Teknik pelaksanaan : Salah satu tangan terapis berada di dagu pasien

dan tangan satunya memegang dan menyangga cervical pasien

kemudian terapis mentraksikan cervical pasien kemudian menambah

gerakan ekstensi.

31
i) Core Stability Cervical

Frekuensi : 1 kali sehari

Time : 15-20 menit

Prosedur Pelaksaan :

1) Chair Stand :

- Duduk di kursi dengan kaki selebar pinggul.

- Letakkan kedua lengan pada paha.

- Kencangkan otot abdominal. Lakukan ekspirasi secara perlahan.

- Duduk secara perlahan.

- Lakukan sebanyak 8 sampai 10 kali.

2) Single Leg Raise :

- Duduk dengan tegak dan tangan di letakkan di atas paha dan kaki

pada lantai.

- Lakukan ekspirasi sambil menagngkat salah satu kaki setingga

yang bisa dilakukan dengan nyaman.

- Kembali ke posisi awal

- Lakukan sebanyak 8 sampai 10 kali

- Dilakukan bergantian pada kedua tungkai.

3) Straggered Chair Stand :

- Duduk dengan kaki terpisah beberapa inchi, Duduk dengan kaki

terpisah beberapa senti, tumit kiri bahkan dengan jari-jari kaki

kanan, dan tangan di paha.

- Kencangkan otot abdominal. Dan ekspirasi secara perlahan saat

berdiri.

32
- Duduk perlahan.

- Lakukan sebanyak 8 sampai 10 kali

- Posisi kaki alternatif dan ulangi.

4) Heel Raise :

- Berdiri lurus dibelakang kursi, pegang bagian belakang dengan

kaki selebar pinggul dan berat badan terbagi rata.

- Kencangkan otot abdominal.

- Angkat dengan jari kaki sampai Anda berdiri di atas telapak kaki

Anda. (Jangan biarkan pergelangan kaki Anda berguling ke

dalam atau ke luar.)

- Perlahan turunkan tumit perlahan ke lantai.

- Lakukan sebanyak 8 sampai 10 kali.

- (Latihan ini meningkatkan keseimbangan dan postur untuk

membantu pencegahan nyeri leher)

5) Front Plank On Table

- Berdiri menghadap meja dengan kedua kaki

- Kencangkan otot abdominal menurunkan berat badan bagian atas

ke lengan Anda di atas meja.

- Jepit kedua tangan bersamaan dan luruskan bahu Anda secara

langsung di atas siku Anda.

- Langkah mundur pada telapak kaki sampai anda

menyeimbangkan tubuh pada garis plank (jangan melengkung

atau menekuk punggung)

- Tahan selama 15 sampai 60 detik.

33
6) Standing Side Leg Lift

- Berdiri tegak dibelakang kursi, memegang bagian belakang kursi

dengan kedua kursi bersamaan sehingga berat badan terdistribusi

rata.

- Angkat salah satu kaki perlahan ke arah lateral hingga kaki

berada sekitar 6 inchi dari lantai.

- Lakukan sebagai 8 sampai 10 kali. (jangan turunkan kaki)

- Ulangi pada kaki yang lainnya secara bergantian.

j) Strengthening Exercise Cervical

Frekuensi : 1-2 kali Sehari

Intensitas : 15-20 kali repetisi

Time : 15-20 Menit

Prosedur Pelaksanaan : Strengthening exercise cervical dapat dilakukan

dengan menggunakan alat bantu tera band atau elastic band dengan cara

meletakkan tera band pada sanggahan berupa tiang atau kayu lalu sisi

lainnya diletakkan pada frontal cranial atau dahi pasien lalu pasien

menarik tera band menggunakan otot-otot cervical dan ditahan selama

beberapa detik kemudian kembali relaks dan gerakan ini diulang

sebanyak beberapa kali.

k) Neck Exercise

Frekuensi : 1 kali Sehari

Intensitas : 15-20 kali repetisi

Time : 15-20 menit

Prosedur Pelaksanaan :

34
1) Neck Extension : Pasien berbaring terlentang dan kepala berada di

ujung bed. Perlahan-lahan turun kan kepala pada pinggir bed

tersebut dan biarkan menggantung. Jika nyeri terasa sangat berat

maka hentikan latihan. Tahan posisi kepala menggantung ini selama

1 menit dan istirahat 1 menit, kemudian ulangi hingga beberapa kali.

2) Neck Extension with Head Lift : Pasien berbaring tengkurap di atas

bed dengan tangan disamping badan. Kemudian minta pasien

mengangkat kepala dan tahan posisi ini selama 5 hingga 10 detik

dan diulangi 15 hingga 20 kali.

3) Neck Retraction (chuck tuck) : Pasien berbaring terlentang dengan

kepala rapat di bed dan tangan berada di samping badan pasien.

Kemudian bawa dagu ke arah dada sebisa pasien atau seperti

membuat double chin. Tahan posisi ini 5 hingga 10 detik dan

diulangi 15-20 kali.

4) Shoulder Retraction : Pasien dalam keadaan duduk atau berdiri di

dinding dengan tangan di samping pasien. Kemudian posisikan

elbow pasien dalam fleksi elbow 90 derajat lalu tempelkan kedua

telapak tangan pada dinding dan bawa bahu kearah belakang dengan

penekanan tangan pada dinding.

5) Isometric Hold : Pasien dalam posisi duduk dan bahu dalam keadaan

rileks. Letakkan tangan pada dahi kemudian tekan dahi dengan

kepala tetap menahan tekanan tersebut dan tidak terjadi gerakan.

Tahan posisi ini selama 5 hingga 15 detik dan diulangi 15 kali.

l) Cervical Collar

35
Frekuensi, intensitas, dan time : Selama diperlukan

Prosedur pelaksanaan : Pemasangan dilakukan oleh tenaga medis.

C. Evaluasi Fisioterapi

1. Pengurangan nyeri radicular

2. Penurunan spasme pada otot upper trapezius dan erector spine cervical

3. Perbaikan postur dan peningkatan curva lordosis cervical

4. Peningkatan ROM fleksi cervical

5. Peningkatan kekuatan otot

36
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah kondisi ketika bantalan atau cakram

(soft gel disc atau nucleus pulposus) di antara vertebra (tulang belakang) keluar dari

posisi semula atau robek dan menjepit saraf di belakangnya

Pria dan wanita memiliki risiko yang sama dalam mengalami HNP, dengan

umur paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling

umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun. HNP

sering terjadi pada daerah Lumbal4-Lumbal 5 dan Lumbal 5- Sacrum 1 dimana

kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak

membungkuk dan mengangkat beban.Insiden Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90%

dan Hernia cervical 5-10%.

Penatalaksanaan fisioterapi dapat meredakan gejala pada HNP cervical ini.

Modalitas fisioterapi yang digunakan beragam berdasarkan jenis impairment yang

terjadi pada pasien.

B. Saran

Gunakanlah waktu sabaik mungkin untuk mencari ilmu dari beberapa bahan

bacaan dan referensi yang bermanfaat. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah

satu bahan bacaan sebagai materi HNP Cervical. Disarankan pembaca membaca

referensi pada daftar pustaka sebagai bahan terkait dalam penyusunan makalah ini.

37
DAFTAR PUSTAKA

Kisner, C dan Colby, L. 2007. Theraupetic Exercise-Foundations and Techniques Fifth

Edition. Philadelphia: FA Davis Company.

Olson, K. 2009. Manual Physical Therapi of the Spine. Philadelphia: Saunders Elsevier.

https://flexfreeclinic.com/infokesehatan/detail?id=233&title=hnp-servikal-saraf-kejepit-
leher

https://sarafambarawa.wordpress.com/2017/10/08/lapsus-hnp-cervicalis/

https://otcdigest.id/topik-kita/kenali-gejala-nyeri-leher-akibat-saraf-terjepit

file:///C:/Users/Acer/Documents/cin/Muskulo/NASKAH%20PUBLIKASI
%20IQBAL.pdf

http://yankes.kemkes.go.id/read-hernia-nukleus-pulposus-hnp-dan-faktor-resikonya-

5044.html

38

Anda mungkin juga menyukai