Anda di halaman 1dari 42

Referat

AVASCULAR NECROSIS OF HIP JOINT

Disusun oleh:
Alif Musdalifa
NIM. 21804101020

Pembimbing:
dr. Johan Bastian, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU BEDAH ORTHOPEDI
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga referat tentang “Avascular Necrosis
of Hip Joint” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan referat ini guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya
serta melatih dalam menangani kasus kedokteran.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Untuk itu,
saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan referat ini.
Atas saran dan kritik dokter pembimbing dan pembaca, penyusun ucapkan terima
kasih.
Semoga referat ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan
lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kedokteran.

Kepanjen, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ..........................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................2
1.3 TUJUAN ...............................................................................2
1.4 MANFAAT...........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI ..............................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI ..................................................................3
2.3 ETIOLOGI ............................................................................4
2.4 PATOFISIOLOFI .................................................................6
2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS ...............................................8
2.6 KLASIFIKASI & STAGING .............................................14
2.7 PENATALAKSANAAN ....................................................15
2.8 KOMPLIKASI ....................................................................23
2.9 PROGNOSIS ......................................................................23
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN...................................................................24
3.2 SARAN ...............................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................25

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Avascular necrosis (AVN) atau dikenal sebagai sebagai osteonekrosis,
nekrosis aseptik, dan nekrosis tulang iskemik merupakan penyakit yang
disebabkan karena hilangnya pasokan darah ke tulang, baik untuk sementara
ataupun permanen sehingga terjadi nekrosis sel-sel tulang akibat kondisi iskemia.1
AVN mempengaruhi epifisis tulang panjang dan paling sering terjadi pada hip
joint utamanya di daerah caput femur.2 AVN caput femur merupakan serangkaian
gangguan yang mengakibatkan penurunan aliran darah caput femur sehingga
menyebabkan nekrosis osteosit selanjutnya berkembang menjadi kolapsnya caput
femur dan kerusakan sendi.3
Prevalensi AVN caput femoralis masih tidak jelas, tetapi di Amerika Serikat
diperkirakan ada 10.000 – 20.000 kasus baru yang didiagnosis dengan AVN
setiap tahun. Sekitar 5-18% dilakukan operasi penggantian pinggul. Sementara
itu, di Jepang diperkirakan terdapat 2500 – 3000 kasus baru AVN caput femur
setiap tahun. Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan di Inggris tahun 2009,
perkiraan insiden penyakit antara tahun 1989 sampai tahun 2003 adalah 1,4
hingga 3 kasus per 100.000 penduduk. AVN sering terjadi pada usia 35 – 45
tahun. Insiden 1,1% pada remaja berusia <20 tahun dan 1,5% pada pasien berusia
<18 tahun. Insidensi AVN pada laki-laki 3 kali lebih banyak daripada
perempuan.1
Pada tahap awal AVN, pasien biasanya tidak menunjukkan gejala. Akan
tetapi, pada tahap lanjut AVN dapat menyebabkan kerusakan sendi sehingga
membutuhkan perawatan bedah. Sangat penting bahwa AVN caput femur
didiagnosis dini karena menunda penyakit ini dengan langkah-langkah
pemeliharaan sendi memiliki prognosis yang jauh lebih baik.2 Oleh karena itu
sangat penting untuk mengetahui dan memahami mengenai penyakit AVN.
2

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa definisi Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.3 Apa saja etiologi Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.5 Bagaimana penegakan diagnosis Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.7 Apa saja komplikasi Avascular Necrosis of Hip Joint ?
1.2.8 Bagaimana prognosis Avascular Necrosis of Hip Joint ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami definisi Avascular Necrosis of
Hip Joint
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi Avascular
Necrosis of Hip Joint
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami etiologi Avascular Necrosis of
Hip Joint
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi Avascular Necrosis
of Hip Joint
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami penegakan diagnosis Avascular
Necrosis of Hip Joint
1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan Avascular
Necrosis of Hip Joint
1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami komplikasi Avascular Necrosis
of Hip Joint
1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami prognosis Avascular Necrosis of
Hip Joint

1.4 MANFAAT
Penulisan referat ini diharapkan meningkatkan keilmuan sebagai dokter
dalam mengetahui dan memahami tentang Avascular Necrosis of Hip Joint,
sehingga apabila menemui kasus tersebut mampu mendiagnosis dengan baik.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI HIP JOINT


2.1.1 Anatomi Tulang
Acetabulum dibentuk oleh tulang polos ilium (sekitar 40% dari acetabulum),
ischium (40%) dan pubis (20%). Dalam kerangka yang belum matang, ketiga
tulang tersebut dipisahkan oleh tulang rawan triradiate, kemudian fusi mulai
terjadi sekitar usia 14 - 16 tahun dan selesai biasanya pada usia 23. Permukaan
artikular yang sebenarnya muncul berbentuk bulan ketika dilihat melihat ke
acetabulum. Dalam kartilago artikular, area sentral - fossa acetabular inferior
pusat berbentuk tapal kuda. Ruang tersebut dipenuhi bantalan lemak dan
mengandung perlekatan asetabular dari ligamentum teres. Selain itu juga ada
ligamentum transversus inferior disisi inferiornya.4
Pada tepi acetabulum terdapat labrum fibrocartilaginous. Labrum berperan
dalam membatasi pergerakan cairan sinovial ke kompartemen perifer pinggul,
sehingga membantu mengerahkan efek tekanan negatif dalam sendi panggul.
Labrum berjalan mengitari lingkar asetabulum yang berakhir di inferior di mana
ligamentum acetabulum transversal melintasi aspek inferior fossa asetabular.
Labrum menerima suplai vaskular dari obturator dan arteri glutealis superior dan
inferior. Ini naik pada lapisan sinovial yang dipantulkan pada kapsul dan
memasuki aspek perifer labrum. 4
Kepala femoralis ditutupi dengan tulang rawan artikular. Wilayah yang
tercakup membentuk sekitar 60 hingga 70% dari sebuah bola. Ada area terbuka di
area tengah kepala femoralis - fovea capitis - untuk insersi femoralis ligamentum
teres. Ligamentum teres, yang mengandung suplai darah tidak berkontribusi pada
stabilitas sendi. Hal ini tercakup dalam sinovium, jadi walaupun bersifat
intraartikular, ia sebenarnya ekstra sinovial. 4
Kepala femur melekat pada poros femoralis oleh collum femoralis, yang
panjangnya bervariasi tergantung pada ukuran tubuh. Sudut poros leher biasanya
125 ± 5 ° pada orang dewasa normal, dengan coxa valga menjadi kondisi ketika
nilai ini melebihi 130 ° dan coxa vara ketika kemiringan kurang dari 120 °.
4

Pentingnya fitur ini adalah bahwa poros femoralis dipindahkan secara lateral dari
panggul, sehingga memfasilitasi kebebasan untuk gerak sendi. Jika ada
penyimpangan yang signifikan dalam sudut di luar kisaran khas ini, lengan tuas
yang digunakan untuk menghasilkan gerak oleh otot-otot abductor akan terlalu
kecil atau terlalu besar. Sudut poros leher terus menurun dari 150 ° setelah lahir
sampai 125 ° pada orang dewasa karena remodeling tulang sebagai respons
terhadap perubahan pola stres. 4
Collum merupakan bagian paling sempit di tengah leher. Abnormalitas pada
area ini dan area yang berdekatan dengan permukaan artikular, seperti slipped
capital femoral epiphysis (SCFE). 4
Suplai vaskular ke kepala femoral telah dipelajari dengan baik karena risiko
nekrosis vaskular pada kepala, terutama pada fraktur collum femoralis atau
dislokasi pinggul. Tiga sumber dicatat: vaskular kecil yang ditemukan di dalam
ligamentum teres (ada di sekitar 80% dari populasi), pasokan dari kanal meduler
dan anastamosis pembuluh darah yang merambat di collum femoralis. Pembuluh
darah naik menuju caput femoralis di lapisan sinovial yang tercermin ke collum
femoralis. Pembuluh darah ini muncul di posterior, terutama dari arteri femoral
sirkumfleks medial yang menyumbat arteri femoralis profunda. Arteri
sirkumfleksa lateral menghasilkan sedikit kontribusi. 4

Gambar 2.1 Potongan Cross-sectional Hip Joint.


5

2.1.2 Anatomi Ligamen dan Kapsular


Ligamentum iliofemoral dari anterior ke pinggul dalam bentuk 'Y' terbalik
atau 'dimodifikasi'. Ini membentang, dengan cara spiral, dari perlekatan proksimal
ke ilium untuk menyisipkan sepanjang garis intertrochanteric. Ligamen ini
berperan dalam ekstensi dan rileks dalam menjaga pelvis dari memiringkan
posterior dalam posisi tegak dan membatasi adduksi ekstremitas bawah yang
diperpanjang. Ligamen ini ligamen terkuat dalam tubuh dengan kekuatan tarik
lebih besar dari 350N. Inferior dan posterior ligamentum iliofemoral, dan menyatu
dengan tepi medialnya, ligamentum pubofemoral berkontribusi terhadap kekuatan
bagian anteroinferior kapsul. Ini mungkin yang terlemah dari empat ligamen.
Posterior ligamentum ischiofemoral melengkapi kendala ligamentum utama,
mulai dari perlekatan ischia secara medial yang disisipkan lateral pada aspek
superolateral leher femoralis, medial ke dasar trokanter yang lebih besar.
Sementara kapsul ligamen sangat kuat, ada dua titik lemah yaitu pertama anterior
antara ligamen iliofemoral dan pubofemoral, dan yang kedua posterior antara
ligamen iliofemoral dan ligamen ischiofemoral. Meskipun dislokasi jarang terjadi
pada pinggul asli, dengan trauma eksternal yang ekstrem pinggul dapat
mengalami dislokasi melalui salah satu dari titik-titik lemah ini. 4
Ada dua ligamen lebih lanjut di sendi panggul. Yang pertama ligamentum
teres, yang memberikan kontribusi kecil dalam hal stabilitas pada pinggul dan
dapat terkoyak dalam dislokasi traumatis. Beberapa mengusulkan bahwa itu
berperan dalam nutrisi sendi. Potensinya untuk degenerasi lebih dihargai dengan
meningkatnya pemanfaatan artroskopi pinggul. Yang kedua adalah zona
orbicularis atau ligamen sudut. Ini melingkari leher femoral seperti lubang
kancing dan sekali lagi memainkan sedikit peran dalam stabilitas.4
6

Gambar 2.2 Ligament of Hip Joint.

Gambar 2.3 Capsule of Hip Joint.


2.1.3 Anatomi Neurovaskuler
Bagian anterior dan posterior pinggul memiliki persarafan terpisah.
Anteromedially, sendi dipasok oleh cabang-cabang artikular dari saraf obturator.
Aspek anterior dikontribusikan oleh cabang-cabang saraf femoralis. Aspek
posterior dipersarafi secara lateral oleh cabang-cabang dari saraf glutealis
superior. Kontribusi medial berasal dari cabang artikular dari saraf ke quadratus
femoris dan juga cabang artikular dari saraf sciatic.
7

Struktur kunci anterior termasuk saraf femoral (lateral ke medial), arteri dan
vena. Ini berjalan bersama keluar dari panggul di bawah ligamentum inguinalis.
Mereka dapat ditemukan di tengah-tengah antara anterior superior iliac spine
(ASIS) dan tuberkulum pubis.
Posterior saraf sciatic, yang timbul dari pleksus lumbosakral, muncul di
bawah piriformis dari panggul dan memasuki paha antara trokanter yang lebih
besar di lateral dan iskium di medial. Superior saraf sciatic adalah saraf glutealis
superior dan arteri yang menyertainya. Struktur tersebut memasok gluteus medius
dan minimus saat berjalan di arah posterior ke anterior di antara mereka.
Pendarahan dapat ditemui selama pendekatan posterior ke pinggul ketika
anastamosis vaskuler yang kaya di batas bawah quadratus femoris ditemukan. Ini
terdiri dari cabang naik dari arteri perforasi pertama, cabang dari arteri femoralis
sirkumfleksa medial dan lateral dan cabang turun dari arteri glutealis inferior.

Gambar 2.4 Vaskularisasi Hip Joint.

2.1.4 Anatomi Muskular


Geometri pinggul memungkinkan gerakan rotasi ke segala arah,
mengharuskan sejumlah besar otot pengontrol yang timbul dari area permukaan
yang luas untuk memberikan stabilitas yang memadai. Sekitar 22 otot yang
8

bekerja pada sendi panggul tidak hanya berkontribusi terhadap stabilitas tetapi
juga memberikan kekuatan yang diperlukan untuk pergerakan pinggul. Otot
tersebut dibagi menjadi tiga kelompok: otot pinggul bagian dalam, otot pinggul
luar dan otot adduktor.
Otot-otot pinggul dan paha terdapat dalam lapisan fibrosa fascia lata. Secara
proksimal ia melekat pada ligamentum inguinalis, bibir krista iliaka, posterior
sakrum, tuberositas ischia, corpus dan tuberkulum pubis. Fungsi inelastisitasnya
untuk membatasi penonjolan otot paha sehingga meningkatkan efisiensi kontraksi
otot.
Fleksor utama sendi panggul adalah iliopsoas, yang terdiri dari psoas mayor
dan minor, dan iliacus. Psoas mayor muncul dari tubuh vertebra T12-L5 dan
insersio ke trokanter yang lebih rendah kemudian bergabung pada tingkat
ligamentum inguinalis untuk membentuk iliopsoas. Iliopsoas adalah fleksor
pinggul yang paling kuat tetapi juga dibantu oleh sartorius, rectus femoris dan
tensor fascia latae (TFL). Sartorius, dipersarafi oleh saraf femoral, berjalan dari
ASIS (anterior superior iliac spine) untuk memasukkan medial ke tuberositas
tibialis. Ini juga berkontribusi pada abduktor dan rotasi eksternal. Rectus femoris
juga muncul dari ASIS dan memasukkan ke dalam tuberositas tibialis melalui
ligamentum patela.
Ekstensor pinggul terbesar dan terkuat adalah gluteus maximus. Itu juga
yang paling dangkal. Berjalan dari aspek lateral permukaan sakral dorsal, bagian
posterior ilium dan fascia thoracolumbar yang dimasukkan ke dalam saluran
iliotibial dan tuberositas gluteal pada tulang femur. Ini juga terlibat dalam rotasi
eksternal pinggul dengan persarafan dari saraf glutealis inferior. Serat atas dan
bawahnya masing-masing berkontribusi pada abduktor dan aduksi.
Abduktor utama adalah gluteus medius dan minimus. Berjalan di bawah
fascia lata, insersi proksimal gluteus medius ke dalam krista iliaka. Dari kelekatan
proksimal berbasis luas itu tampak seperti segitiga terbalik memasukkan ke dalam
basis yang relatif sempit pada aspek lateral trokanter besar. Gluteus medius dan
minimus dipersarafi oleh saraf gluteal superior.
TFL berjalan dari ASIS yang memasukkan secara distal ke dalam saluran
iliotibial. Ini juga merupakan fleksor dari sendi panggul dan secara internal
9

memutarnya. Piriformis berjalan lateral dari permukaan panggul sakrum ke


puncak trokanter femur yang lebih besar. Ini juga berkontribusi pada rotasi
eksternal dan ekstensi pinggul. Posterior dan inferior piriformis adalah rotator
eksternal pendek yang berjalan secara horizontal. Dari superior ke inferior terdiri
dari gemelli superior, obturator internus, gemelli inferior, dan quadratus femoris.
Semua memainkan peran dalam rotasi eksternal dan adduksi pinggul dan semua
menerima cabang dari L5-S1 di sakral pleksus.
Adduktor pinggul termasuk obturator eksterna yang timbul dari permukaan
luar membran obturator dan masuk ke dalam fossa trokanterika. Otot tersebut juga
berkontribusi terhadap rotasi eksternal dan memiliki persarafan dari saraf
obturator. Otot-otot yang tersisa dalam kelompok ini memiliki asal proksimal
pada tulang kemaluan dan masuk secara distal pada tulang paha di bawah tingkat
trokanter yang lebih rendah atau dalam kasus gracilis ke dalam pes anserinus
medial ke tuberkulum tibialis.
Pectineus menempel pada pektin pubis dan masuk ke dalam tulang femur di
sepanjang garis pektineal dan linea aspera. Ini juga berkontribusi pada rotasi
eksternal dan beberapa fleksi. Adductor longus menempel medial ke pectineus
pada ramus pubis superior dan memasukkan secara distal ke pectineus sepanjang
sepertiga tengah linea aspera - ia berkontribusi pada fleksi pinggul hingga 70°.
Adductor brevis muncul dari ramus pubis inferior dan memasukkan proksimal ke
adduktor longus ke proksimal sepertiga dari linea aspera. Magnus adduktor
muncul dari rami pubis inferior, ramus iskia, dan tuberositas iskium. Ia
menyisipkan secara distal ke dalam bibir medial linea aspera tetapi juga memiliki
insersi yang lebih lunak ke dalam kondilus medial femur. Ini juga berkontribusi
pada ekstensi dan rotasi eksternal. Adduktor minimus berjalan dari ramus pubis
inferior ke bibir medial linea aspera juga berkontribusi terhadap rotasi eksternal.
Gracilis adalah satu-satunya adduktor yang menyisipkan distal ke sendi lutut. Ini
muncul lebih rendah daripada ramus pubis di bawah simfisis pubis. Semua
adduktor menerima persarafan dari saraf obturator. Pectineus juga memiliki suplai
dari femoral sedangkan aspek yang dalam dari adductor magnus juga memiliki
suplai dari saraf tibialis.
10

Gambar 2.5 Muscle of Hip Joint.

2.2 AVASCULAR NECROSIS (AVN)


2.2.1 DEFINISI
Avascular necrosis (AVN) atau dikenal sebagai sebagai osteonekrosis,
nekrosis aseptik, dan nekrosis tulang iskemik merupakan penyakit yang
disebabkan karena hilangnya pasokan darah ke tulang, baik untuk sementara
ataupun permanen sehingga terjadi nekrosis sel-sel tulang akibat kondisi iskemia.1
AVN mempengaruhi epifisis tulang panjang dan paling sering terjadi pada hip
joint utamanya di daerah caput femur.2 AVN caput femur merupakan serangkaian
gangguan yang mengakibatkan penurunan aliran darah caput femur sehingga
menyebabkan nekrosis osteosit selanjutnya berkembang menjadi kolapsnya caput
femur dan kerusakan sendi.3
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi AVN caput femur masih tidak jelas, tetapi di Amerika Serikat
diperkirakan ada 10.000 – 20.000 kasus baru yang didiagnosis dengan AVN
setiap tahun. Sekitar 5-18% dilakukan operasi penggantian pinggul. Sementara
itu, di Jepang diperkirakan terdapat 2500 – 3000 kasus baru AVN caput femur
setiap tahun. Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan di Inggris tahun 2009,
perkiraan insiden penyakit antara tahun 1989 sampai tahun 2003 adalah 1,4
hingga 3 kasus per 100.000 penduduk.1
Peningkatan jumlah pasien yang didiagnosis dengan AVN telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir di seluruh dunia. Hal ini sebagian besar
11

dikarenakan sebagai akibat dari penggunaan luas kortikosteroid dan peningkatan


konsumsi alkohol seiring dengan tingginya insiden trauma lokal. AVN sering
terjadi pada usia 35 – 45 tahun. Insiden 1,1% pada remaja berusia <20 tahun dan
1,5% pada pasien berusia <18 tahun. Insidensi AVN pada laki-laki 3 kali lebih
banyak daripada perempuan.1
2.2.3 ETIOLOGI
AVN dapat terjadi ketika aliran darah ke tulang terganggu atau berkurang.
Penyebab AVN tersering oleh karena trauma, tetapi penyebab non-trauma juga
dapat terjadi.1 Berdasarkan penyebabnya, AVN dapat diklasifikasikan menjadi:2
a. Primer (Idiopatik)
b. Sekunder
1). Trauma – fraktur collum femoris
Traumatic injury karena fraktur atau dislokasi dapat menyebabkan
menurunnya suplai darah ke bagian tulang sehingga terjadi kematian
tulang.5 Trauma subcapital regio collum femoris dan dislokasi pinggul dapat
menganggu aliran darah dari arteri ligamentum teres sehingga mengurangi
aliran darah ke caput femoris. Hal ini dikarenakan hampir sekitar 10-20 %
vaskularisasi caput femoris disuplai dari arteri ligamentum teres.6
2). Gangguan Embolik/ Koagulasi/ Hemoglobinopati
- Sickle cell disease
- Hemoglobinopati Hemoglobin S atau C
- Polisitemia
- Talasemia
- Hiperkoagulasi
- Koagulasi intravaskular
- Hemofilia.2
3). Obat-obatan / Penyalahgunaan zat
- Obat-obat kortikosteroid
Konsumsi dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid (seperti
prednison) meningkatkan resiko AVN. Hal ini disebabkan karena obat
tersebut meningkatkan kadar lemak dalam darah sehingga
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil yang mensuplai
12

tulang.4 Selain itu, penggunaan obat – obatan tersebut juga


menyebabkan pergeseran diferensiasi sel induk sumsum tulang (bone
marrow stem cell) menjadi adiposit.5
- Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan penumpukan lemak dalam darah. Hal
ini akan menyebabkan berkurangnya aliran darah yang menuju tulang.4
- Merokok
- Terapi imunosupresi.2
4). Penyakit Autoimun
- SLE
- RA
- Sickle cell anemia
- Maglinansi.1
5). Gangguan Fematologic / thrombotic
- IBD
- Gout dan hiperurisemia
- Transplantasi organ
- Asma
- Penyakit metabolik – DM, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia,
hiperparatiroid, gagal ginjal, pankreatitis.1
6). Local infiltrative disease
- Gaucher disease
- Infeksi
- Neoplasma.2
7). Prosedur Medis
- Hemodialisa 2
- Pengobatan kanker seperti radiasi
Radiasi dapat menyebabkan AVN karena radiasi bisa melemahkan
tulang dan merusak pembuluh darah.4
13

- Operasi
Operasi fraktur pelvis atau acetabulum menyebabkan AVN karena
pada operasi tersebut dibutuhkan kontrol perdarahan dengan cara
meligasi atau cauterizing pembuluh darah yang mensuplai tulang.5
- Hemodialisa.2
8). Kongenital dan Developmental
Congenital dislocation of hip
Ehler – Danlos syndrome
Heredity dysostosis
Legg – Calve – Perthes disease.2

A B

Gambar 2.6 Kelainan Kongenital Penyebab AVN.


Keterangan: (A) Congenital dislocation of hip; (B) SUFE (Slipped Upper Femoral
Epiphysis); dan (C) LCP (Legg Calve Perthes) disease.

9). Kondisi medis lainnya


- Fabry disease dan Giant cell arteritis
- Caisson disease – Dysbaric osteonecrosis
- Thrombophlebitis
- Kehamilan dan infeksi HIV.2
14

Tabel 2.1 Faktor Resiko AVN Caput Femoralis.6


Direct Indirect
Femoral head / neck fracture Chronic corticosteroid use
Hip dislocation Excessive alcohol consumption
Slipped capital femoral epiphysis Coagulation disorders
Radiation Hemoglobinopathies
Sickle cell disease Dysbaric phenomena
Caisson disease Autoimmune disease
Myeloproliferative disorders Smoking
Hyperlipidemia

2.2.4 PATOFISIOLOGI
2.2.4.1 Faktor Arteri Extraosseus
Faktor arteri extraosseous adalah yang paling penting. Kepala
femoral berada pada risiko yang meningkat karena suplai darah adalah
sistem organ akhir dengan perkembangan kolateral yang buruk. Pasokan
darah dapat terganggu oleh trauma, vaskulitis (penyakit Raynaud), atau
vasospasme (penyakit dekompresi).2
2.2.4.2 Faktor Arteri Intraoseus
Faktor arteri intraoseus dapat menghalangi mikrosirkulasi kepala
femoralis melalui mikroemboli yang bersirkulasi. Ini dapat terjadi di
penyakit sel sabit (SCD), embolisasi lemak atau embolisasi udara dari
fenomena dysbaric.2
2.2.4.3 Faktor Vena Intraoseus
Faktor vena intraoseus mempengaruhi kepala femoralis dengan
mengurangi aliran darah vena dan menyebabkan stasis. Faktor-faktor ini
dapat menyertai kondisi seperti penyakit Caisson, SCD atau pembesaran
sel-sel lemak intramedullary.2
2.2.4.4 Faktor Ekstravaskuler Intraoseus
Faktor-faktor ekstravaskuler intraoseus memengaruhi pinggul
dengan meningkatnya tekanan, menghasilkan sindrom kompartemen kepala
femoralis. Sebagai contoh:
15

- Hipertrofi sel lemak setelah pemberian steroid atau sel abnormal,


seperti Gaucher dan sel inflamasi, dapat mengganggu kapiler
intraosseous, mengurangi sirkulasi intramedulla dan berkontribusi
terhadap sindrom kompartemen.
- Mikrofaktur berulang pada segmen penahan berat tulang paha dapat
menyebabkan lesi vaskuler multipel yang mengakibatkan iskemia pada
tulang yang rapuh dan tidak diperbaiki dengan baik.
- Faktor sitotoksik, seperti alkoholisme dan penggunaan steroid, memiliki
efek metabolik toksik langsung pada sel osteogenik.
- Berkurangnya konsentrasi 1,25 dihydroxyvitamin D3 dapat
menyebabkan kekurangan kuantitatif atau kualitatif dalam arsitektur
tulang, menyebabkan tulang mengalami deformasi di bawah tekanan.2
2.2.4.5 Faktor Extraosseus Ekstravaskular (kapsuler)
Faktor Extraosseus Ekstravaskular (kapsuler) melibatkan tamponade
pembuluh epifisis lateral yang terletak di dalam membran sinovial, melalui
peningkatan tekanan intrakapsular. Ini terjadi setelah trauma, infeksi, dan
radang sendi, yang menyebabkan efusi yang dapat mempengaruhi suplai
darah ke epifisis.2

Gambar 2.7 Mekanisme Osteonecrosis.7


16

2.2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS


2.2.5.1 Gejala Klinis
Gejala klinis AVN biasanya asimptomatik. Pada tahap awal, pasien
biasanya mengeluhkan nyeri pada pangkal paha yang menjalar ke lutut atau
paha ipsilateral.8 Gejala yang timbul lainnya adalah nyeri pada persendian
yang sakit, digambarkan berdenyut, dalam dan seringkali intermiten. Pasien
dengan AVN caput femoralis sering melaporkan nyeri pangkal paha atau
pinggul yang dapat menjalar ke pantat, paha anteromedial atau lutut.
Biasanya nyeri diperberat dengan weight bearing dan kadang kadang
dengan batuk. Nyeri bersifat progresif, dimana awalnya ringan tetapi akan
semakin memburuk seiringnya waktu hingga akhirnya rasa sakit dapat
timbul saat istirahat, memburuk di malam hari dan dapat terjadi kekakuan di
pagi hari.2 Selain itu, ketika penyakit ini berkembang pasien akan lebih sulit
untuk berdiri dan memberi beban pada pinggul yang sakit. Pasien akan
merasa kesakitan ketika menggerakkan sendi panggulnya.9
2.2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada tahap awal, pasien dengan osteonekrosis sering mengalami
nyeri hebat pada sendi panggul tetapi rentang geraknya relatif baik. Ini
karena hanya kepala femoral yang terlibat. Kemudian, ketika permukaan
kepala femur kolaps, seluruh sendi menjadi rematik. Kehilangan gerak dan
kekakuan kemudian bisa berkembang.9 Beberapa pemeriksaan fisik yang
dapat ditemukan pada pasien dengan AVN diantaranya:
- Rentang gerak pasif pinggul terbatas dan menyakitkan, terutama rotasi
internal yang dipaksakan
- Keterbatasan gerakan pasif abduksi
- Passive Straight Leg Raise (SLR) test memicu nyeri
- Kenaikan kaki-lurus melawan resistensi memicu rasa sakit pada sebagian
besar kasus simptomatik.
- Log roll test (passive internal and external rotation) memicu rasa sakit yang
konsisten dengan sinovitis kapsuler aktif.9
17

Pada tahap akhir penyakit, fungsi sendi fungsi memburuk dan berikut ini
tanda-tanda dapat ditemukan:
- Pasien dapat berjalan dengan pincang dan mungkin mengalami kehilangan
rentang gerak, baik aktif maupun pasif, paling sering dalam fleksi, abduksi,
dan rotasi internal, terutama setelah kolapsnya caput femoralis.
- Pasien mungkin memiliki kelembutan di sekitar area yang terkena
- Defisit neurologis dapat ditemukan
- Tanda Trendelenburg mungkin positif
- Terdengar bunyi klik ketika pasien bangkit dari kursi atau setelah rotasi
eksternal pinggul yang diculik
- Penyakit lanjut menyebabkan deformitas sendi dan pengecilan otot.2

A B

Gambar 2.8 Pemeriksaan AVN of Hip Joint.8


Keterangan: (A) Passive Straight Leg Raise (SLR) test; (B) Range of Movement (ROM);
dan (C) Log roll test (passive internal and external rotation).
18

Gambar 2.9 Temuan Pemeriksaan AVN of Hip Joint.


Keterangan: (A) ROM of Hip Joint; dan (B) Trendelenburg sign.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pencitraan Radiologi
a. Foto Polos
Foto polos pada kasus AVN digunakan untuk menentukan apakah tulang di
caput femoralis telah kolaps dan sampai sejauh mana. Osteonekrosis biasanya
terlihat sebagai daerah berbentuk baji dengan batas sklerotik keputihan yang
pekat di bagian lateral superior caput femoralis. Pada tampilan lateral, garis
lucent yang disebut "crescent sign" sering dapat dilihat tepat di bawah
permukaan kepala femoralis.8
19

C D

Gambar 2.10 Foto Polos Hip Joint dengan AVN Caput Femoralis.8
Keterangan: (A) Normal; (B) Osteonekrosis dengan kolaps caput femoralis; (C)
Osteonecrosis of hip joint; dan (D) Crescent sign.

b. MRI
MRI adalah cara paling sensitif untuk mendiagnosis AVN. MRI merupakan
standar emas dari evaluasi diagnostik non-invasif. Beberapa keunggulan MRI
diantaranya:
– Menggambarkan ukuran lesi dengan akurat dan jelas
– Mendeteksi lesi asimptomatik yang tidak terdeteksi pada foto polos,
sehingga memfasilitasi perawatan dini dan respons yang lebih baik
– Pencitraan multiplanar dan resolusi jaringan lunak yang sangat baik
– Dapat menunjukkan respons kepala femoral terhadap pengobatan.
20

Temuan MRI untuk AVN pinggul diantaranya low signal intensity band
(terlihat pada gambar T1 dan T2) yang membatasi segmen nekrotik
anteroposterior dari caput femoralis. Luas dan lokasi nekrosis kepala femoralis
pada MRI merupakan prediktor kolapsnya caput femoralis. Lesi yang lebih
kecil (kurang dari seperempat diameter kepala femoralis) dan lesi yang lebih
medial (jauh dari area penahan berat primer) memprediksi hasil yang lebih
baik.9

Gambar 2.11 MRI AVN Caput Femoralis.7


Keterangan: Pencitraan resonansi magnetik pada pinggul kiri menunjukkan nekrosis
avaskular yang luas pada kepala femoralis dengan kolaps dan sebagian besar tulang yang
mengalami devitalisasi menunjukkan perubahan fibrokistik. Ada yang terkait artrosis
parah dari sendi panggul kiri dengan efusi sedang, sinovitis dan debris dan pola edema
sumsum tulang yang ditandai di kedua sisi sendi.

c. CT Scan
CT scan digunakan untuk menentukan tingkat keterlibatan, seperti lucency
subchondral dan sklerosis yang ada pada tahap reparatif (sebelum kolapsnya
caput femoralis). CT sangat baik untuk mendeteksi kolapsnya caput femoralis,
penyakit sendi degeneratif dini dan keberadaan tubuh yang longgar terutama
ketika menggunakan rekonstruksi multiplanar.2 Selain itu, CT scan dapat
21

membantu menggambarkan awal kolapsnya subchondral. CT scan memberi


paparan radiasi yang signifikan kepada pasien dan kurang sensitif
dibandingkan MRI dalam mendiagnosis AVN.

Gambar 2.12 CT Scan Axial dengan AVN Caput Femoralis.10


Keterangan: CT scan aksial dari seorang pasien dengan AVN caput femoralis
menunjukkan penggumpalan dan distorsi trabekula sentral yang mewakili asterisk sign
() dan daerah kepadatan rendah yang berdekatan ( ) mewakili reparative zone.

Pencitraan Nuklir
a. Planar technetium-99m methylene diphosphonate bone Scintigraphy
Planar technetium-99m methylene diphosphonate bone Scintigraphy
(99mTc-MDP) adalah salah satu studi kedokteran nuklir yang paling umum
dilakukan. Ini sangat sensitif dalam mendeteksi patologi tulang jinak dan
ganas yang berbeda. Kerangka itu terdiri dari kristal kalsium hidroksiapatit
anorganik. Penyerapan pelacak dalam pemindaian tulang terutama
mengidentifikasi area aktivitas osteoblastik. Ikatan 99mTc-MDP terjadi
melalui chemisorpsi dalam komponen hidroksiapatit dari matriks osseous.
Namun, aliran darah adalah faktor terpenting lainnya yang mempengaruhi
pengambilan radiotracer. Serendah 5% perubahan turnover tulang dapat
dideteksi pada pencitraan tulang, sedangkan 40 – 50% mineral harus hilang
untuk mendeteksi lucensi dalam tulang pada radiografi dan CT.
22

Pemindaian tulang tiga fase biasanya dilakukan pada pasien dengan


dugaan ON. Dalam studi tiga fase, bolus 99mTc-MDP disuntikkan secara
intravena dengan bagian tubuh yang terkait di bawah kamera gamma. Fase
pertama dari penelitian ini meliputi gambar dinamis langsung setelah injeksi
radiotracer diperoleh selama 60 detik. Fase kedua atau kumpulan darah atau
fase jaringan lunak diperoleh setelah sekitar 5-10 menit pemberian radiotracer
dan fase tertunda setelah 2-3 jam.
Karena ON adalah proses yang berkembang, penampilan pada pemindaian
tulang tergantung pada stadium penyakit. Pada fase akut ON, tidak ada
radiotracer yang dikirim ke tulang dari 78% menjadi 91%. Variasi dalam
sensitivitas ini mungkin disebabkan oleh perbedaan etiologi ON pada kepala
femoral. Sebagai contoh, sensitivitas tinggi pada ON setelah fraktur leher
femur karena terputusnya pasokan darah secara tiba-tiba dan hampir lengkap
yang mengakibatkan lesi dingin yang besar dan jelas pada skintigrafi tulang.
Namun, dalam proses kronis seperti steroid yang diinduksi ON, lesi dingin
yang khas mungkin tidak dapat diidentifikasi dan skintigrafi biasanya
menunjukkan peningkatan lokalisasi pelacak karena mikrokollaps dan
perbaikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pemindaian tulang
lebih unggul dari MRI konvensional dalam deteksi dini ON. Namun,
pemindaian tulang planar memiliki keterbatasan sendiri dengan spesifisitas
rendah karena kesulitan dalam membedakan ON dari fraktur, osteoporosis
sementara atau kondisi lainnya. Meskipun MRI dianggap sebagai modalitas
diagnostik pilihan pada pasien dengan femoral head ON, pemindaian tulang
tetap menjadi alternatif yang valid dengan fraktur leher femoralis dengan
perangkat fiksasi logam. Selain itu, ini juga membantu ketika keterlibatan
beberapa tempat diduga pada pasien dengan faktor risiko seperti penyakit sel
sabit.
23

Gambar 2.13 Planar technetium-99m methylene diphosphonate bone


Scintigraphy.
Keterangan: (A dan B) Seluruh tubuh; dan (C dan D) gambar yang tertunda yang
menunjukkan daerah fotopenik pada kepala femoral bilateral (panah) dengan peningkatan
aktivitas osteoblastik yang mengelilingi wilayah fotopenik di kepala femur kanan,
menunjukkan nekrosis avaskular bilateral.

b. Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Bone


Scintigraphy
Pencitraan SPECT adalah modalitas pengobatan nuklir yang menghasilkan
gambar cross-sectional yang serupa dalam presentasi dengan CT dan MRI
dalam radiologi. Pada skintigrafi tulang planar, temuan ON dan awal yang
paling jelas dari ON, yaitu daerah photopenic pada caput femoralis dapat
dikaburkan oleh acetabulum superimposed dan aktivitas tulang sekitarnya
lainnya. Peningkatan aktivitas dapat disebabkan oleh osteoartritis, patah
tulang, radang sendi, dll., Pemeriksaan ini menghasilkan hasil tes negatif
palsu. Karena SPECT menyediakan gambar tiga dimensi, dimungkinkan
untuk memisahkan kepala femoral dari struktur tulang di atasnya. Siddiqui et
al menunjukkan bahwa MRI dan SPECT tulang saling melengkapi dalam
mendeteksi nekrosis avaskular subklinis pada penerima allograft ginjal
24

asimptomatik. Ryu et al menunjukkan bahwa pencitraan SPECT tulang lebih


sensitif daripada MRI dalam deteksi dini ON caput femoral pada penerima
transplantasi ginjal. Studi mereka mengungkapkan sensitivitas 100% SPECT
dalam mendeteksi ON dari caput femoral, dibandingkan dengan 66% untuk
MRI. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa pada ON caput femoral,
sensitivitas MRI berkisar dari 85% hingga 100% dan pencitraan tulang
SPECT berkisar dari 85% hingga 97%. Oleh karena itu, pemindaian tulang
SPECT bisa sama-sama informatif pada pasien dengan kecurigaan ON caput
femoralis.

Gambar 2.14 SPECT.


Keterangan: menunjukkan photopenia sentral yang pasti dengan sekitarnya peningkatan
penggunaan pelacak di kepala femoralis kanan (tidak terlihat pada gambar planar
tertunda), menunjukkan osteonekrosis kepala femoralis kanan.
25

c. SPECT/CT
Hibrida SPECT / CT memberikan informasi anatomi dan metabolisme.
Komponen CT membantu dalam lokalisasi dan karakterisasi peningkatan
aktivitas osteoblastik yang terlihat pada gambar planar atau SPECT saja. CT
scan yang ditambahkan ke SPECT dapat mendeteksi keruntuhan halus pada
kepala femoralis, yang mungkin tidak mudah terlihat pada foto polos. Selain
itu, pencitraan morfologis dapat mendeteksi generator nyeri lain yang
mendasarinya, yang dapat menjelaskan gejalanya. Meskipun skintigrafi
tulang SPECT-saja memiliki sensitivitas tinggi, spesifisitasnya rendah. Luk
et al menunjukkan bahwa SPECT / CT memiliki sensitivitas yang sama
(100%) sebagai skintigrafi tulang SPECT, tetapi spesifisitas yang lebih baik
dibandingkan dengan pencitraan SPECT saja (88% vs 82%) untuk diagnosis
ON pada kepala femoral. Dalam penelitian lain, SPECT / CT ditemukan
lebih unggul dari planar dan hanya pemindaian tulang SPECT untuk
diagnosis ON. SPECT / CT menunjukkan akurasi diagnostik 95%,
sensitivitas 98% dan spesifisitas 87% dibandingkan dengan akurasi
diagnostik 67%, sensitivitas 75% dan spesifisitas 40% untuk pemindaian
tulang planar.

Gambar 2.15 SPECT/CT


Keterangan: Coronal SPECT (A), Coronal CT (B) dan SPECT/CT (C). Gambaran
fotopenik pada caput femoral bilateral. Area lucent dengan sklerosis di sekitar kedua
caput femoralis pada komponen dosis rendah computed tomography (CT) dari SPECT /
CT.
26

2.2.7 KLASIFIKASI DAN STAGING


Tabel 2.2 Klasifikasi dan Staging AVN.1

2.2.8 PENATALAKSANAAN
Non Operatif
Manajemen non operatif dilakukan pada fase awal dari AVN. Tujuan
pengobatan AVN pinggul adalah untuk mencegah kolapsnya caput femoralis dan
dapat bervariasi tergantung pada etiologi yang mendasari dan tahap
6
perkembangan. Selain itu, terapi pengobatan pada fase prekolaps bertujuan untuk
meningkatkan fungsi pinggul, mengurangi rasa ketidaknyamanan, melindungi
27

terhadap perkembangan radiografi untuk fraktur dan kolaps subkondral, dan


memungkinkan pemulihan lesi nekrotik.1 Manajemen non operatif AVN caput
femoralis terdiri dari :
a. Membatasi weight-bearing
Pembatasan berat badan dengan menggunakan tongkat, kruk, atau alat
bantu jalan efektif lainnya pada tahap awal AVN caput femoralis (Ficat dan
Arlet Stage-I dan II) ketika lesi osteonekrotik <15% dan terletak jauh dari
kubah yang menahan beban (lesi tengah).1
b. Latihan
Latihan rentang gerak (Range of motion ) sangat membantu
mempertahankan fungsi sendi.2 Beberapa contoh latihan rentang gerak
diantaranya: berenang, bersepeda, dan berjalan.
c. Farmakologi
Manajemen farmakologis AVN termasuk agen penurun lipid,
antikoagulan, zat vasoaktif, dan bifosfonat.
- Agen Penurun Lipid
Peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel lemak yang bersirkulasi telah
dikaitkan dengan perkembangan ON pada pinggul, oleh karena itu agen
penurun lipid, seperti statin, yang mengurangi tingkat adipogenesis,
bermanfaat. Statin telah terbukti memberikan efek perlindungan bagi pasien
yang menerima steroid.6
- Antikoagulan
Antikoagulan seperti enoxaparin bekerja melalui penghambatan agregasi
trombosit sehingga meningkatkan aliran darah ke area iskemik tulang.
Agen-agen ini bermanfaat terutama pada pasien dengan gangguan
koagulopati yang mendasarinya, seperti trombofilia atau hipofribrinolisis.6
- Zat Vasoaktif
Prostacyclin adalah agen vasoaktif yang meningkatkan aliran darah
melalui efek vasodilator di pembuluh terminal. Meskipun prostasiklin telah
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam hasil klinis dan radiologis
pada tahap awal AVN, manfaat jangka panjang belum ditetapkan.6
28

- Bifosfonat
Bifosfonat secara signifikan mengurangi kejadian kolapsnya caput
femoralis di AVN pinggul dengan mengurangi aktivitas osteoklas.
Alendronate telah terbukti mencegah kolapsnya caput femoralis tahap
Steinberg Ⅱ dan Ⅲ non-trauma AVN pada 24-28 bulan follow-up dan
dilaporkan mengurangi jumlah rasa sakit pada satu tahun follow up bila
dibandingkan dengan pengobatan plasebo. Alendronate telah digunakan
sebagai terapi tambahan dengan prosedur bedah dan telah ditemukan untuk
mengurangi rasa sakit dan risiko kolaps pada tahap awal AVN caput
femoralis.6
d. Pengobatan Biofisik.
Perawatan biofisik meliputi:
- Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT)
ESWT telah terbukti mengembalikan oksigenasi jaringan, mengurangi
edema, dan menginduksi angiogenesis dan dapat menawarkan alternatif
modalitas invasif untuk nekrosis caput femoralis pada tahap awal.6
- Pulse Electromagnetic Theraphy
Terapi elektromagnetik ini diyakini berfungsi dengan menstimulasi
osteogenesis dan angiogenesis, tetapi perannya sebagai terapi ON tahap
awal belum ditetapkan.6
- Hyperbaric Oxygen (HBO) Therapy
HBO adalah proses pemberian oksigen murni (100%) pada tekanan
udara lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (1 atm) yang
diberikan kepada pasien dalam alat berupa mesin oksigen menyerupai
tabung bentuk kapal selam. HBO meningkatkan konsentrasi oksigen
ekstraseluler, mengurangi iskemia dan edema seluler dengan menginduksi
vasokonstriksi.6 Selama tahap awal penyakit, HBO memfasilitasi oksigenasi
jaringan hipoksia dan mengurangi edema dengan menciptakan konsentrasi
oksigen terlarut yang tinggi dan menginduksi vasokonstriksi. Hal ini yang
menyebabkan hilangnya rasa sakit dini pada pasien yang diobati dengan
modalitas ini. Dengan menjenuhkan cairan ekstraseluler dengan oksigen
terdifusi, pengobatan HBO akan mempromosikan oksigenasi yang lebih
29

baik dari sel-sel tulang iskemik, terlepas dari hemoglobin yang bersirkulasi
dan tanpa perlu energi yang diperlukan untuk pemisahan oksigen dari
hemoglobin. Efek selanjutnya dari HBO adalah resorpsi tulang,
revaskularisasi, dan osteogenesis.
Hambatan fibrotik memperburuk perkembangan osteonekrosis dengan
menghambat neovaskularisasi dan penyembuhan jaringan nekrotik. Terapi
HBO meningkatkan tekanan oksigen parsial dalam plasma, dan lebih
banyak oksigen larut. Ketika jumlah oksigen terlarut dalam plasma
meningkat, jarak difusi oksigen meningkat dalam jaringan yang mendesak
sintesis kolagen, proliferasi fibroblast, dan angiogenesis kapiler. AVN juga
dikaitkan dengan penumpukan tekanan intraosseous, yang menyebabkan
edema sumsum tulang. Dalam kasus ini, telah ditunjukkan bahwa hipertensi
vena dan drainase vena yang buruk mempengaruhi caput femur. HBO
meningkatkan perfusi dan menurunkan edema, oleh karena itu, dengan
mengurangi tekanan intraossenous, HBO dengan cepat meningkatkan
mikrosirkulasi. Dengan tekanan oksigen tinggi, sel-sel induk mesenkim
berdiferensiasi menjadi osteoblas, sel-sel dengan tingkat metabolisme
tinggi, dan menghancurkan jaringan tulang nekrotik yang bergantung pada
oksigen. Mereka menurunkan kepadatan tulang dan merombak jaringan
dengan meningkatkan aktivitas hiperoksigenasi osteoklas.
Operatif
Perawatan bedah AVN caput femoralis dapat dibagi menjadi dua cabang
utama yaitu: Femoral Head Sparing Procedures (FHSP) dan Femoral Head
Replacement Procedures (FHRP). Secara umum, FHSP diindikasikan pada tahap
pra-kolaps dengan gejala minimal sedangkan FHRP lebih disukai pada tahap
pasca kolaps dengan gejala.6
Femoral Head Sparing Procedures (FHSP)
FHSP bertujuan untuk menjaga caput femoralis. Beberapa tindakan yang
termasuk FHSP diantaranya:
a. Core Decompression (CD)
Core Decompression (CD) adalah operasi yang paling sering dilakukan
untuk terapi AVN caput femoralis tahap awal, sebelum kolapsnya caput
30

femoralis dan ketika caput femoralis yang terlibat kurang dari 30%. Dalam
operasi ini, ahli bedah mengangkat bagian lapisan dalam tulang. Operasi ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intraoseus di caput femoralis dan
meningkatkan aliran darah ke daerah nekrotik sehingga meningkatkan
pembentukan tulang baru. Selain itu, CD juga efektif untuk menghilangkan
rasa sakit dan membantu menunda kebutuhan artroplasti dan bertindak
sebagai pemelihara sendi. Keberhasilan perawatan didasarkan pada etiologi
dan kriteria radiografi seperti ukuran lesi, tempat atau kolapsnya lesi.
Teknik CD bervariasi dalam hal pendekatan bedah, jumlah pengeboran, dan
diameter trephine. Pengeboran berdiameter kecil telah diusulkan sebagai
alternatif karena memiliki keuntungan mencapai bagian anterior caput
femoralis. Selain itu, pengeboran berdiameter kecil telah dikaitkan dengan
morbiditas minimal, lebih sedikit risiko melemahnya caput femoralis dan
tulang rawan artikular, dan lebih sedikit risiko penambah stres yang pada
akhirnya dapat menyebabkan fraktur subtrochanteric.1

Gambar 2.16 Core Decompression.10


b. Bone Grafting
Pencangkokan tulang menggunakan tulang yang sehat dari satu bagian
pasien dan memindahkannya ke bagian yang sakit. Pencangkokan tulang
dapat dikombinasikan dengan core decompression untuk menghentikan
siklus iskemia. Hal ini diindikasikan pada tahap awal penyakit. Ketika
berhasil, prosedur ini dapat memastikan kelangsungan hidup caput femoralis
31

seumur hidup, tanpa adanya komplikasi terkait benda asing. Jika tidak
berhasil, prosedur ini memungkinkan pasien mempertahankan pilihan Total
Hip Arthroplasty di masa depan.2
Nonvascularized Bone Grafting
Mengganti tulang nekrotik caput femoralis dengan cangkok tulang
cancellous atau kortikal melalui jendela (teknik bola lampu) di pangkal leher
femur atau saluran dekompresi (teknik Phemister) bertujuan untuk mencapai
dekompresi area nekrotik dan memberikan dukungan struktural yang kuat
untuk penyembuhan lesi dan pembangunan kembali subkondral tulang.
Dalam penelitian Steinberg et al., untuk lesi di Steinberg Stadium III, CD
yang dikombinasikan dengan okulasi tulang autologous dapat mengurangi
kebutuhan untuk THA dari 82% menjadi 23%, sementara tingkat
pengawetan sendi di Steinberg IV hanya sekitar 50%.11
Vascularized Bone Grafting (VBG)
VBG terdiri dari tiga jenis berikut: cangkok pedikel otot, cangkok fibula
vaskularisasi, dan cangkok iliaka vaskularisasi. Selain memberikan
dukungan struktural, VBG juga berupaya merekonstruksi pasokan darah ke
lesi nekrotik.11

Gambar 2.17 Core Decompression dan Vascularized Fibula Grafting.


32

c. Biological Agents
Terapi biologis dapat meningkatkan core decompression dengan
osteogenik (sel batang mesenkim) dan / atau agen osteoinduktif (protein
morfogenik tulang) yang berpotensi menghasilkan hasil yang lebih baik
untuk lesi besar. Telah dihipotesiskan bahwa pasokan sel progenitor pada
pasien dengan AVN tidak mencukupi, yang diperlukan untuk meningkatkan
remodeling di area nekrosis. Untuk alasan ini, modalitas pengobatan yang
lebih baru telah dikembangkan untuk memperkenalkan stem cell pada area
nekrosis untuk mencegah fraktur dan kolapsnya caput femoralis.
d. Osteotomi
Osteotomi adalah prosedur dimana tulang dibentuk kembali untuk
mengurangi stres pada daerah yang terkena. Hal ini membutuhkan waktu
pemulihan yang lebih lama dan membatasi kegiatan selama 3 sampai 12
bulan setelah operasi. Prosedur ini efektif untuk pasien dengan nekrosis
avascular lanjutan.12

Gambar 2.18 Rotational Osteotomy.


33

Femoral Head Replacement Procedures (FHRP)


FHRP diindikasikan untuk pasien dengan lesi AVN yang lebih besar atau
pada pasien dengan kolapsnya caput femoralis. Beberapa tindakan yang termasuk
FHRP adalah:
a. Hemi-Resurfacing Arthroplasty dan Hemipolar/Bipolar Hip Replacement
Hemi-Resurfacing Arthroplasty merupakan pilihan perawatan yang
signifikan ketika permukaan sendi masih dipertahankan dan kartilago
artikular rusak minimal. Indikasi yang mungkin termasuk Ficat Ⅲ, Ficat
tahap awal, atau kegagalan dini free vascularized fibula graft. Hemi-
Resurfacing Arthroplasty menyebabkan sedikit distorsi anatomi,
mempertahankan tulang, dan menghasilkan serpihan partikel minimal.12
Penggantian hemiarthroplasty adalah strategi pengobatan alternatif
karena mereka mempertahankan stok tulang asetabular. Perhatian utama
dengan prosedur ini adalah timbulnya tonjolan dan keausan polietilen yang
dapat menyebabkan osteolisis yang diinduksi partikel dan melonggarnya
batang femur.12
b. Total Hip Arthroplasty (THA)
Total hip arthroplasty adalah suatu prosedur pembedahan ortopedi
dimana kartilago asetabulum diganti dengan tempurung logam buatan dan
caput serta collum femur diganti dengan prostesis yaitu bola dan batang
buatan yang juga terbuat dari logam. THA diindikasikan untuk pasien
dengan AVN stadium akhir, serta pasien yang lebih tua dan pasien dengan
artritis yang lebih lanjut. Arthroplasty adalah satu-satunya perawatan yang
telah terbukti mengurangi rasa sakit dan mengembalikan mobilitas. Di
Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 10% dari semua THR
dilakukan dalam gejala AVN hip. Namun beberapa faktor risiko AVN,
seperti gagal ginjal dan / atau transplantasi dan penyakit sel sabit, telah
dikaitkan dengan hasil THA yang lebih buruk. Selain itu, THA yang
dilakukan setelah osteotomi rotasi atau sudut telah menunjukkan tingkat
komplikasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki osteotomi sebelumnya karena anatomi femur proksimal
terganggu.12
34

A B

Gambar 2.19 Arthroplasty


Keterangan: A. Hemiarthroplasty; B. Total Hip Arthroplasty.

Gambar 2.20 Algoritma Penatalaksanaan AVN Hip Joint.12


35

2.2.9 KOMPLIKASI
Kegagalan untuk merawat AVN yang signifikan pada pembedahan biasanya
menghasilkan nyeri dan kecacatan yang berkelanjutan. Tulang akan menjadi
cukup lemah dan mudah keropos. Saat tulang kehilangan bentuknya yang halus
maka akan beresiko menyebabkan arthritis yang cukup parah. Sebagian besar
pasien menyebabkan kerusakan pada pinggul yang berkelanjutan.10 Pada tahap
selanjutnya, sklerosis dan kerusakan total sendi dapat terjadi. Selain itu, nonunion
fraktur dan pengecilan otot sekunder juga merupakan komplikasi potensial
AVN.13

A B

Gambar 2.21 Osteoarthritis of Hip Joint.


Keterangan: (A) Normal Hip Joint; dan (B) Gambaran menunjukkan osteoarthritis yang
disebabkan oleh AVN dimana terjadi penyempitan celah sendi ( ), osteofit ( )
dan osteosklerotik ( ).

2.2.10 PROGNOSIS
Prognosis AVN tergantung pada stadium penyakit pada saat diagnosis dan
kondisi yang mendasarinya. Sekitar 50% pasien dengan AVN memerlukan
perawatan bedah dalam 3 tahun setelah diagnosis. Setengah dari pasien dengan
kolapsnya kepala femoralis mengalami AVN di pinggul kontralateral.
36

Beberapa faktor yang menyebabkan prognostik yang buruk diantaranya:


a. Usia lebih dari 50 tahun
b. Penyakit lanjut (stadium 3 atau lebih buruk) pada saat diagnosis
c. Nekrosis lebih dari sepertiga area penahan berat kepala femoralis pada MRI
d. Keterlibatan lateral kepala femoralis (dibandingkan dengan lesi medial)
e. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti dosis kumulatif
kortikosteroid (AVN yang diinduksi kortikosteroid).14
37

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
AVN kepala femur merupakan serangkaian gangguan yang mengakibatkan
penurunan aliran darah kepala femur sehingga menyebabkan kematian osteosit
selanjutnya berkembang menjadi kolapsnya kepala femur dan kerusakan sendi.
AVN dapat terjadi ketika aliran darah ke tulang terganggu atau berkurang.
Penyebab AVN tersering oleh karena trauma, tetapi penyebab non-trauma juga
dapat terjadi. Patofisiologi terjadinya AVN disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya karena faktor Arteri Extraosseus, Arteri Intraoseus, Vena Intraoseus,
Ekstravaskuler Intraoseus dan faktor Extraosseus Ekstravaskular (kapsuler).
Penegakan diagnosa AVN didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana AVN meliputi tatalaksana operatif dan non
operatif. Komplikasi AVN diantaranya Tulang akan menjadi cukup lemah dan
mudah keropos beresiko menyebabkan arthritis yang cukup parah. Pada tahap
selanjutnya, sklerosis dan kerusakan total sendi dapat terjadi. Prognosis AVN
tergantung pada stadium penyakit pada saat diagnosis dan kondisi yang
mendasarinya.

3.2 SARAN
Sebagai dokter, sebaiknya memiliki pemahaman yang baik mengenai
penyakit AVN agar mampu mendiagnosis dengan baik. Selain itu edukasi kepada
keluarga pasien untuk selalu mendukung dan memperhatikan anggota keluarganya
yang menderita penyakit AVN.
38

DAFTAR PUSTAKA
1. Alqahtani, et al. Review of Current Concepts Femoral of Head Osteonecrosis.
The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2018; 70(8): 1408 – 1501.
2. Bogdan, et al. Avascuar Necrosis of The Femoral Head. Medica a Journal of
Clinical Medicine. 2009; 4(1): 26 – 34.
3. Tripathy, et al. Management of Femoral Head Osteonecrosis: Current
Concepts. Indian Journal of Orthopaedics. 2015; 49(1): 25 – 45.
4. Swaskar & Suple. Avascular Necrosis of Femoral Head – A Review.
UJAHM. 2015; 3(4): 54 – 57.
5. Zibis et al. Osteonecrosis of The Ffemoral Head – Diagnosis and
Management. Precision Medicine. 2015; 1 – 8.
6. Angeler et al. Current Concept on Osteonecrosis of The Femoral Head. World
J Orthop. 2015. 6(8): 590 – 601.
7. Foran et al. Osteonecrosis of The Hip. American Academy of Orthopaedic
Surgeon. 2018. Available from: https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--
conditions/osteonecrosis-of-the-hip/. Accessed on March 4th, 2019.
8. Kelly et al. Femoral Head Avascular Necrosis Clinical Presentation.
Medscape. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/86568-clinical#b4. Accessed on
th
March 4 , 2019.
9. Stoica, et al. Imaging of Avascular Necrosis of Femoral Head: Familiar
Methods and Newer Trends. Curr Health Sci J. 2009; 35(1): 23 – 8.
10. Hauser. Treating Hip Pain and Necrosis without Core Decompression. 2013.
Available from: Accessed on March, 10th 2019.
11. Zhang et al. Pericollapse Stage of Osteonecrosis of The Femoral Head: A
Last hance for Joint Preservation. Chinese Medical Journal. 2018; 131(21):
2589 – 2598.
12. Steffen RT, Foguet PR, Krickler SJ, et al-Femoral Neck Fractures After Hip
Resurfacing. J Arthroplasty. 2008.
13. Steven, D. 2014. Avascular Necrosis of The Hip. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9781455709991000915.
Accessed on March 2nd, 2019.
39

14. Patel et al. 2018. Avascular Necrosis. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/333364-followup#showall. Accessed
on March 2nd, 2019.

Anda mungkin juga menyukai