Pembimbing:
dr. Isdiyanto, Sp.U
Disusun Oleh :
Resy Eka Herawati
030.15.162
i
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Disusun oleh:
Resy Eka Herawati
(030.15.162)
Jakarta, 2019
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Batu Saluran
Kemih”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSAL Mintohardjo Periode
29 April 2019 – 13 Juli 2019.
Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kesulitan dan kekurangan dalam pembahasan materi ini, oleh karena itu
diharapkan kritk dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan referat ini.
Jakarta, 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih............................................. 2
2.2 Pembentukan Urin............................................................................ 11
2.3 Definisi Batu Saluran Kemih........................................................... 12
2.4 Epidemiologi.................................................................................... 12
2.5 Etiologi............................................................................................. 13
2.6 Patofisiologi..................................................................................... 13
2.7 Klasifikasi........................................................................................ 18
2.8 Faktor Resiko................................................................................... 19
2.9 Gejala Klinis.....................................................................................19
2.10 Diagnosis.......................................................................................... 20
2.11 Diagnosis Banding........................................................................... 22
2.12 Tatalaksana....................................................................................... 23
2.13 Komplikasi....................................................................................... 24
2.14 Prognosis.......................................................................................... 24
BAB III KESIMPULAN......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 28
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu
ureter, batu kandung kemih dan batu uretra. Lokasi batu ginjal dijumpai khas pada kaliks
atau pelvis dan bila keluar dapat berhenti di ureter atau kandung kemih. Batu ginjal
sebagian besar mengandung batu kalsium, batu oksalat, atau kalsium fosfat. Dalam istilah
kedokteran disebut Urolitiasis dimana penyakit ini diduga telah ada sejak awal peradaban
manusia karena ditemukan batu diantara tulang panggul kerangka mumi dari seorang
berumur 16 tahun yang diperkirakan mumi ini berusia 7000 tahun.(1)
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu dalam saluran kemih yang
disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat di dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Di negara
maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai pada
saluran kemih bagian atas, sedangkan pada negara berkembang seperti India, Thailand,
dan Indonesia banyak ditemukan pada batu kandung kemih. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa di negara berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah. Di
negara berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas terutama di kalangan
orang dewasa. Batu kandung kemih dapat terbentuk pada usia lanjut yang disebut batu
sekunder karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan aliran air kemih, misalkan pada
hiperplasia prostat. (1)
Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih, di Amerika Serikat 5-1% penduduknya menderita penyakit batu saluran kemih,
sedangkan di indonesia data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit
batu saluran kemih di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Secara
nasional, prevalensi batu saluran kemih adalah 0,6%. Tertinggi pada kelompok umur 55-
64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur
≥75 tahun (1,1%). Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan
(0,4%). (2)
1
Banyaknya penduduk yang menderita batu saluran kemih hingga menjadi salah
satu penyakit dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi mendorong penulis untuk
menggali lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga pada akhirnya penulis menyadari
pentingnya seorang dokter mengetahui bagaimana penyakit batu saluran kemih dapat
terjadi, faktor yang mempengaruhi, gejala klinis, cara mendiagnosa dan tatalaksana yang
tepat untuk penyakit batu saluran kemih.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Sistem urinaria atau sistem ekskretori adalah organ yang memproduksi,
menyimpan dan menghasilkan urine. Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter,
buli-buli dan uretra. Sistem organ genitalia pada pria terdiri dari testis,
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada
umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung
oleh organ lain yang berada di sekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas
deferens, penis, dan uretra. (2)
Sistem urogenital berasal dari intrmediet mesoderm, yang membentuk
urogenital ridge di kedua sisi aorta. Dari urogenital ridge berkembang
menjadi tiga struktur (dari kepala ke ekor) yaitu pronephros, mesonephros
(terletak di sepanjang bagian tengah dan akan berkembang menjadi tubulus
mesonefrik dan saluran mesonefrik /Wolffian duct), dan metanephros (akan
terbentuk menjadi definitive adult kidney yang terbentuk dari perkembangan
duktus mesonephric caudal, tunas ureter dan dari kondensasi mesoderm
intermediate renogenik serta blastema metanephric).(4)
4
faktor pertumbuhan yang menginduksi pertumbuhan ureteric bud dari bagian
caudal saluran mesonefrik. Ureteric bud berploriferasi dan merespons dengan
mengeluarkan faktor pertumbuhan yang merangsang ploriferasi dan
diferensiasi metanephric blastema menjadi glomeruli dan tubulus ginjal.
Gangguan dalam aspek apapun dari proses induktif ini dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tunas ureter, hipoplasia ginjal atau agenesis.
Ginjal awalnya terbentuk di dekat ekor embrio, kuncup pembuluh darah dari
ginjal tumbuh menuju arteri iliaca, pertumbuhan panjang embrio
menyebabkan ginjal naik ke posisi di daerah lumbal. (4)
5
Saat kandung kemih tumbuh dan berkembang, ujung distal duktus
mesonefrik diserap ke dalam dinding kandung kemih sebagai Trigone. (4)
6
Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal setinggi vertebra torakal 12 hingga lumbal 3. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dari yang kiri karena adanya hepar. Bentuknya menyerupai kacang
dengan sisi lengkungnya menghadap ke medial. lengkungan ini disebut sebagai
hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang
mensuplai ginjal, yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. (2)
7
suprarenal. Di bagian posterior, ginjal di lindungi oleh berbagai otot punggung
yang tebal (illiocostalis, ) serta costae ke XI dan XII, dan di anterior dilindungi
oleh organ intraperitoneal (Gaster, jejunum, ileum, dan lien). Ginjal terbagi
mnjadi 2 bagian, yaitu korteks (terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat
berjuta-juta nefron). Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medula
ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil
yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine. (5)
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel
transisional, dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urine sampai ke ureter. (2)
8
Gambar 2.9 Struktur Nefron
9
Setiap hari ±180 liter cairan tubuh di filtrasi glomerulus dan menghasilkan urine
sebanyak 1-2 liter. Sisa hasil metabolisme yang terbentuk di dalam nefron akan
disalurkan melalui piramida sistem pelvikales ginjal untuk kemudian disalurkan
ke dalam ureter.(7)
Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak dalam
kapsula bowman, menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan ke arteriol
eferen selanjutnya ke sistem vena, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi
kira-kira 60 mmHg bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler
glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus di
kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke
dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak
dalam korteks ginjal. Proses ini dinamakan tahap filtrasi, produk yang dihasilkan
adalah urobilin, urea, glukosa, air, asam amino, elektrolit (natrium, kalium,
kalsium, klor).
Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari).
Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, di
antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul
berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh
karena itu komposisi cairan filtrat yang terdapat di kapsul Bowman, mirip dengan
yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel
darah. Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR).
Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan
mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang
akan disalurkan melalui duktus koligentes. Cairan urine tersebut disalurkan ke
(7)
dalam sistem kalises hingga pelvis ginjal.
Tubulus proksimal merupakan tubulus ginjal yang langsung berhubungan
dengan kapsula bowman dengan panjang 15mm dan diameter 55µm. Pada
tubulus ini terjadi tahap proses reabsorbsi atau penyerapan kembali zat-zat yang
asih diperlukan oleh tubuh seperti glukosa, asam amino, ion kalium, dan sedikit
10
urea. Produk yang dihasilkan disebut urin primer yang mengandung air, garam
urea, dan urobilin. Produk yang telah melewati tubulus proksimal kemudian
mengalir ke Ansa Henle yang masuk ke dalam medula renal. Setiap lengkung
terdiri atas cabang desenden dan asenden. Dinding cabang desenden dan ujung
cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, dan oleh karena itu disebut
bagian tipis ansa henle. Di tengah perjalanan kembalinya cabang asenden dari
lengkung tersebut ke korteks, dindingnya menjadi jauh lebih tebal dan oleh
karena itu disebut bagian tebal cabang asenden. Pada ujung cabang asenden tebal
terdapat bagian yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada
dindingnya, dan dikenal sebagai makula densa. Seperti yang dibahas kemudian,
makula denssa memainkan peranan penting dalam mengatur fungsi nefron.
Setelah makula densa, cairan memasuki Tubulus Distal, yang terletak pada
korteks renal (seperti tubulus proksimal). Tubulus ini kemudian dilanjutkan
dengan tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes kortikal. Bagian awal
dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung membentuk duktus
koligentes tunggal yang lebih besar, yang turun ke medula dan menjadi duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
besar yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papila renal.
Pada bagian ini masih ada penyerapam air, ion natrium, klor, dan urea. Disinilah
terjadi tahap proses augmentasi yaitu proses pengeluaran zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh ke dalam urine sekunder.(7)
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urine sebanyak 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter.(2)
Vaskularisasi Ginjal
Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri
renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis yang
bermuara langsung ke dalam vena kava inferior. Vana dan arteri renalis
keduanya membentuk pedikel ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar
dari ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak
11
di sebelah anterior arteri renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang
daripada arteri. Di belakang dari kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis. (2)
12
piramida renalis), kemudian membelok membentuk busur mengikuti basis
piramida sebagai arteria arkuata, dan selanjutnya menuju korteks sebagai arteri
lobularis. Arteri ini bercabang kecil menuju ke glomeruli sebagai arteri afferen,
dan dari glomeruli keluar arteri eferen yang menuju tubulus ginjal. Sistem arteri
ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak mempunyai anostomosis
dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan ke dalam limfonodi yang
terletak di dalam hilus ginjal. Seperti halnya pada sistem pembuluh darah dan
persarafan, sistem limfatik berada di dalam rongga retroperitoneaum. (2)
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis. Input dari sistem simpatetik
menyebabkan vasokonstriksi yang menghambat aliran darah ke ginjal. Ginjal
diduga tidak mendapat persarafan parasimpatetik. Impuls sensorik dari ginjal
berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11, dan memberikan sinyal sesuai
dengan level dermatomnya. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa nyeri di
daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri referal dari ginjal. (2)
Ureter
13
buli-buli. Di ketiga tempat penyempitan itu batu atau benda lain yang berasal dari
ginal seringkali tersangkut. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan
berada di dalam otot buli-buli(intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-
buli berkontraksi. Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua
bagian, yakni ureter pars abdominalis, yang membentang mulai dari pelvis renalis
sampai menyilang di vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yang membentang dari
persilangannya dengan vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli. Di
(2)
samping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu ureter 1/3
proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medial
mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3
distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.
Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik dan parasimpatetik.
Simpatetik berasal dari serabut preganglionik dari segmen spinal T10-L2; serabut
postganglionik berasal dari coeliak, aortikorenal, mesenterika superior, dan
pleksus otonomik hipogastrik inferior. Parasimpatetik berasal dari serabut vagal
melalui coeliak ke ureter sebelah atas; sedangkan serabut S2-4 ke ureter bawah.
Urin mengalir dari duktus koligentes menuju kalises ginjal. Urin meregangkan
kalises dan meningkatkan akticitas pacemaker, yang kemudian memicu kontraksi
peristatik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang ureter,
dengan demikian memaksa urin mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung
kemih. Ureter banyak dipersarafi oleh serabut saraf nyeri. Bila ureter terbendung
(misalnya, oleh batu ureter), terjadi konstriksi refleks yang kuat, disertai dengan
nyeri hebat. Impuls nyeri juga menyebabkan refleks simpatis balik ke ginjal untuk
mengkonstriksi arteriol ginjal, sehingga menurunkan keluaran urin dari ginjal.
Efek ini disebut refleks ureterorenal dan penting untuk mencegah aliran cairan
yang berlebihan ke pelvis ginjal pada keadaan ureter terbendung. (7)
Buli-Buli
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis
otot destusor yang saling beranyaman, yakni terletak paling dalam adalah otot
longitudinal, otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa
14
buli-buli terdiri atas sel trasisional yang sama seperti mukosa pada pelvis renalis,
ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus
(2)
uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
15
Secara anatomis buli-buli terdiri dari 3 permukaan, yaitu permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, permukaan inferiolateral,
dan permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang
simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi
dan diperkusi. Buli-buli mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteria iliaka
interna, yakni arteria vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem
vena dari buli-buli bermuara ke dalam vena iliaka interna. (2)
Mikturisi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih setelah
terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan dua tahap utama : pertama, kandung
kemih terisi secara progresif hingga tegangan pad dindingnya meningkat
melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan thap kedua, yaitu
adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung
kemih, atau keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks mikturisi adalah refleks
medula spinalis yang bersifat autonom, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi
oleh pusat-pusat di korteks cerebri atau batang otak. (7)
Uretra(2)
Uretra pada pria membawa cairan semen dan urine. Panjang uretra pada
wanita ± 3-5cm, sedangkan uretra pria ±23-25cm. Pada pria uretra secara anatomis
uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra
anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikularis, dan
meatus uretra eksterna. Uretra psoterior pada pria terdiri atas uretra pars
prostatika, yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra
pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum
ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens, yaitu kedua duktus
ejakulatorius, terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum. Sekresi kelenjar
prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
16
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra intrena yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra intrena terdiri atas otot
polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh,
sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersarafi oleh sistem somatik. Akivitas sfingter uretra eksterna ini dapat
diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing, sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita
kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.
Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada pria.
Fungsi Ginjal :
Filtrasi (menyaring) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah,
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dikeluarkan
melalui urine. (1) mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic
hormoneI) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan, (2) mengatur
metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan hormon antara lain ;
eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang
mengatur tekanan darah, prostaglandin yang berperan dalam mekanisme tubuh.
Ginjal merupakan organ utama membuang produk sisa metabolisme yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea (dari
metabolisme asam amino), kreatinin (dari kreatin otot), asam urat (dari asam
nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit
berbagai hormon. Produk-produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat
produksinya. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya
yang diproduksi oleh tubuh atau pencernan, seperti pestisida, obat-obatan, dan zat
aditif makanan. (7)
Untuk mempertahankan homeostasis, eksresi air dan elektrolit harus sesuai
dengan asupan. Jika asupan melebihi eksresi, jumlah zat dalam tubuh akan
meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan
17
berkurang. Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan
makan dan minum seseorang, sehingga mengharuskan ginjal untuk mengatur
kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat. (7)
Dalam teks book lain yang juga membahas mengenai fungsi ginjal
mengatakan ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, dan sebagian besar diantaranya membantu mempertahankan stabilitas
cariran internal ; (1) mempertahankan keseimbangan air di dalam tubuh (2)
mempertahankan osmolaritas carian tubuh yang sesuai, erutama melalui regulasi
keseimbangan H20 (3) mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion
termasuk natrium(Na+), clorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen
(H+), bikarbonat (HCO3-), fosfat, sulfat dan magnesium. Perubahan kosentrasi
elektrolit memiliki pengaruh besar, seperti contoh perubahan konsentrasi K+ dapat
menyebabkan disfungsi jantung. (4) mempertahankan volume plasma (5)
membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh (6)
mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh, misal urea (dari protein), asam
urat, dan hormon metabolit, yang apabila menumpuk dapat bersifat toksik.
(7)mengekskresikan senyawa asing misal obat dan bahan eksogen non-nutritif
lain yang masuk ke tubuh. (8) menghasilkan eritropoetin yang merangsang
produksi sel darah merah. (9) menghasilkan renin serta (10) mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktif.(8)
2.2 Pembentukan Urine
18
halus molekular yang menaha sel darah dal protein plasma namun mengizinkan
protein bermolekul kecil lewat.
19
Pemeriksaan ginjal
20
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketukan pada sudut kostovertebra. Embesaran ginjal karena hidronefrosis atau
tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Pada saat
auskultasi suara bruit dapat terdengar di daerah epigastrium atau abdomen
sebelah atas perut, dapat dicurigai adanya stenosis arteria renalis, apalagi jika
terdapat bruit yang terus-menerus (sistlik-diastolik). (2)
2.4 Epidemiologi
Penyakit bisa terdapat pada penduduk di seluruh dunia. Terdapat perbedaan
angka kejadian penyakit ini. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai
pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit
batu saluran kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.(2)
21
Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih, di Amerika Serikat 5-1% penduduknya menderita penyakit batu saluran
kemih, sedangkan di indonesia data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
prevalensi penyakit batu saluran kemih di Indonesia meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Secara nasional, prevalensi batu saluran kemih adalah 0,6%.
Tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada
kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ≥75 tahun (1,1%). Prevalensinya
lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). (1,2)
22
partikel urin, supersaturasi urin, dan kekurangan inhibitor kristalisasi urin.
Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kencing. (11)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik,
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan) : diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih bayak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Faktor ekstrinsik di antaranya adalah: (2)
1. Geografi: pada beberapa daeerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt (sabuk batu).
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet : konsumsi makanan yang mengandung banyak purin, oksalat, dan
kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
23
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nuklasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat
Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan
batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir
sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya
jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk
dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk
karena urine bersifat basa.(2)
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh
adanya keseimbangan zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang
mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi
kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi
kristal, hingga retensi kristal.
24
Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu
karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat
sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk
membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan
ion kalsium membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang akan
berikatan dengan oksalat ataupun fosfat akan berkurang. Hal ini menyebabkan
Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang.
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi Kristal. Senyawa ini antara lain adalah:
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid,
nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih. (2)buku merah
Komposisi Batu
Komposisi batu saluran kemih dapat ditentukan adalah jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik, diantaranya bekaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D.
Batu idiopatik disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor, faktor yang memegang
peranan kausal adalah dehidrasi dan gastroenteritis. Faktor ini menyebabkan
oligouria dengan urin yang mengandung kadar asam tinggi. Batu fosfat dan
kalsium kadang disebabkan karena hiperkalsiuria. Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahn ureum. Batu
asam urat disebabkan oleh hiperuremia, sumber asam urat berasal dari diet yang
mengandung purin dan metabolisme endgen di dalam tubuh. (8,9)
Batu Kalsium : Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 -
80% dari seluruh batu saluran kemih. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
batukalsium :
1. Hiperkalsiuri : kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-300mg/24jam.
Penyebabnya antara lain ; hiperkalsiuri absorbtifyang terjadi karena adanya
25
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi karena
adanya gangguan kemampuan reabsorbi kalsium melalui tubulus ginjal,
hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorbsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hipertiroidisme primer atau pada tumor
paratiroid.
2. Hiperoksaluri : adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45g/hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (teh, kopi instan, soft drink, kokoa,
arbei, jeruk sitrun dan sayuran berwarna hijau termasuk bayam).
3. Hiprurikosuria : kadar asam urat dalam urine yang melebihi 850mg/24jam.
Asam urat berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat berasal dari makanan
yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia : di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Keadaan ini dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik
golongan thiazide dalam waktu lama.
5. Hipomagnesuria : magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
klsium, karena di dalam urine magnesiun bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.
Penyebab keadaan ini adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
Batu Struvit : terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H2O -> 2NH3 + CO2
26
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau
(Mg NH4 PO4 H2O dan NH4+) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-
phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteusspp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini
bukan termasuk pemecah urea.
2.7 Klasifikasi
Batu saluran kemih diklasifikasikan sebagai batu ginjal
(nefrolithiasis), batu ureter (ureterolithiais), batu buli (vesikolithiasis) dan batu
uretra (urethrolithiasis). Batu ginjal yang terdiri atas batu pyelum
27
(pyelolithiasis), batu kalik (kalikolithiasis), batu infundibulum
(infundibulolithiasis), batu multipel ginjal, batu cetak ginjal (Staghorn stone)
yang komplit, inkomplit. Batu ureter (ureterolithiasis) terdiri atas batu ureter
proksimal (ureterolithiasis proksimal), batu ureteropelvic junction, batu ureter
tengah (ureterolithiasis tengah) dan batu ureter distal (ureterolithiasis distal).
Batu buli (vesikolithiasis) terdiri atas batu buli kecil (diameter terbesar 30 mm),
batu buli besar (diameter terbesar > 30 mm), batu buli sangat besar (Huge
Bladder Stone) dan batu Bladder Neck. Batu uretra (urethrolithiasis) terdiri
atas batu uretra posterior dan batu uretra anterior.(11,12)
2.9 Gejala Klinis
Gejala klinis batu saluran kencing bisa mulai dari tanpa gejala
(asimptomatis), bergejala sampai gagal ginjal. Gejala klinis simptomatis bisa
berupa gejala klasik dan atau gejala komplikasi. Gejala klasik dapat berupa
sakit pnggang (kolik atau non kolik), dan gejala komplikasi seperti buang
air kecil berdarah (hematuria), keluar batu saluran kencing spontan, demam
bahkan sampai gagal ginjal. (15)
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar,
dan morfologi batu. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis atau infeksi
pada ginjal.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin
dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik,
saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran
kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
28
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam
harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi.
Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotika.
Letak Batu Gejala
Batu pelvis ginjal • Batu menempati pelvis renalis
• Nyeri di daerah pinggang terus-
menerus
• Nyeri dapat berupa nyeri tekan
atau nyeri ketok
• Batu yang terletak di pelvis dapat
menyebabkan hidronefrosis.
Batu Ureter • Karena peristaltis, akan terjadi
kolik, yakni nyeri yang hilang
timbul disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan
nyeri alih yang khas
• Batu dapat terhenti, menyumbat
dan menyebabkan hidroureter
• Dapat terjadi hematuria yang
didahului serangan kolik.
Batu kandung kemih • Aliran yang mula-mula lancar
tiba-tiba akan terhenti dan
menetes disertai dengan nyeri
• Terdapat nyeri menetap di
suprapubik
Batu Prostat • Pada umumnya tidak
menimbulkan gejala karena tidak
29
menyebabkan gangguan pasase
kemih.
Batu Uretra • Miksi tiba-tiba terhenti, menetes
dan nyeri
Tabel 1 gejala klinis (1)
2.10 Diagnosis
A. Anamnesis
Riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, infeksi,
penggunaan obat-obatan), Riwayat keluarga yang menderita batu saluran
kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara pengambilan
batu, jenis batu.
B. Pemeriksaan Fisik
`Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidonefrosis, terlihat
tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara
batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak
(radiolusen).
2. USG ginjal (hidronefrosis, batu ginjal). USG dikerjakan bila pasien
tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-
keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya
batu di ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengkerutan ginjal.
3. Pemeriksaan sedimen urine (mikroskopik endapan, biakan,
sensitivitas kuman) menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria
30
dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan faal ginjal
(ureum, kreatinin, elektrolit) bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto IVU.
4. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal, serta
dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang
tidak dapat terlihat oleh foto polos. Jika dengan ini belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih maka dilakukan
pemeriksaan pielografi retrograd.
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang sebelah kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik yang berasal dari saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Pada wanita perlu dipertimbangkan kemungkinan
adneksitis.(2)
Bila terjadi hematuria perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa rasa nyeri. Selain itu perlu diingat dan
dipertimbangkan pula bahwa batu saluran kemih yang bertahun – tahun dapat
meyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid akibat
(15)
rangsangan dan inflamasi. Dugaan batu kandung kemih juga perlu
dibandingkan dengan kemungkinan tumor kandung kemih terutama bila batu yang
terdapat dari jenis batu radiolusen.(2)
31
2.12 Tatalaksana
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan.
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar
menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
32
Endourologi
33
3. Cedera pada collecting system (misalkan perforasi pelvis ginjal).
4. Sepsis/infeksi : cenderung terjadi dengan sruvite atau batu infeksi.
Dapat dikelola dengan antibiotik.
Cukup normal jika didapatkan darah dalam urin dan memar di panggul,
biasanya hilang dalam beberapa hari.(21)
a. Litotripsi: memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
memecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
34
URS dapat dilakukan pada semua orang selama kondisi individu
memungkinkan untuk anestesi dan tidak memiliki infeksi saluran kemih. Dapat di
tempatkan JJ-stent pada ureter untuk meningkatkan aliran urine. Stent dilepas jika
aliran urine sudah kembali normal yang dipasang beberapa hari atau beberapa
minggu.
Bedah laparoskopi
Untuk mengambil batu saluran kemih yang saat ini sangat berkembang. Dan
banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
Pada klinik yang belum mempunyai fasiitas untuk tindakan endourologi,
laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan dengan bedah
terbuka. Pembedahan terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterotomi untuk batu di ureter.
35
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan baru dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih.(2)
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
dengan sendirinya tanpa intervensi tindakan medis. Dengan cara mempertahankan
keecenran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama
pembentukan batu, misalnya batu kalsium. (20)
Untuk perawatan batu saluran kemih bagian atas di dasarkan pada beberapa
aspek umum seperti ; komposisi batu, ukuran batu dan gejala yang ditimbulkan.
1. Renal Colic
a. Pain relief : meredakan rasa nyeri adalah terapi awal yang dilakukan pada
pasien episode batu akut. Obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) efektif
pada pasien dengan batu kolik akut dan memiliki kemanjuran analgesik yang
lebih baik dari pada opioid. Pemakaian NSAID cenderung tidak
membutuhkan lebih lanjut analgesik. Opioid, terutama pethidine dapat
menyebabkan muntah yg tinggi dibandingkan NSAID dan kemungkinan akan
membutuhkan analgesik lebih lanjut.
b. Prevention of recurrent renal colic : untuk pasien dengan batu ureter,
tablet NSAID atau supositoria dapat membantu mengurangi peradangan
dan risiko terjadinya batu berulang seperti ; natrium diklofenak 100-
150mg/hari di minum 3-10 hari dan pemberian α-blocker dapat
mengurangi nyeri kolik.
36
Tabel . pengobatan renal colic
2. Sepsis in obstructed kidney
Obstruksi pada ginjal dengan gejala urinary tract infection (UTI)
merupakan keadaan darurat urologi. Dekompresi sering diperlukan
untuk mencegah komplikasi hidronefrosis karena infeksi sekunder
akibat batu. Ada dua pilihan dalam dekompresi : placement of an
indweling ureteral stent, percutaneous placement of a nephrostomy
tube.
2.13 Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya adalah
menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih
rata-rata 7%/tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas
kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan berupa : menghindari dehidrasi dengan minum
cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter/hari, diet untuk
mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup dan
pemberian medikamentosa. Diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah rendah protein karena protein akan memicu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi asam, rendah oksalat, rendah garam karena
natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsiuri, dan diet rendah purin. Diet
rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
absorbtif tipe II.(2)
37
2.14 Komplikasi
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada uretolium yang dapat menyebabkan timbulnya
keganasan.(2)
2.14 Prognosis
Tanpa pemantauan yang dilakukan secara berkala dan tatalaksana yang tepat
secara medis, kekambuhan batu saluran kemih dapat setinggi 50% dalam 5
tahun.(2)
38
BAB III
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997.
2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Malang : Sagung Seto. 2011.
3. Rohen, Yokochi, Drecoll L. Color Atlas of Anatomy: A Photographic Study of
the Human Body. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins;2011
4. T.W.Sadler. Langman’s Medical Embriology. 12 th ed. Lippincott Williams &
Wilkins; 2012
5. Paulsen, Waschke. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Latin Nomenclature
Internal Organs. 15th Ed. Munich: Elsevier; 2011.
6. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2006.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 9. Jakarta : EGC.
2008.
8. Sherwood L. Introducion To Human Physiology. 8th Ed. Jakarta EGC. 2014
9. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta
Binarupa Ksara. Hal.180-1
10. Stoller ML . Urinary Stone Disease. In (Tanagho EA, McAninch JW, eds).
Smith’s General Urology, 17th ed 2008. New York: McGraw Hill Companies;
2008: 246-275.
11. Pearle, M.S, Lotan, Y. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and
Pathogenesis. In: (Wein., Kavoussi., Novick., Partin., Peters, eds). Campbell-
Walsh Urology 10th ed.Elseiver Saunders; Philadelphia; 2011:1363-1430
12. Hamid AR, Raharjo Dj. Evaluasi Penatalaksanaan Batu Ginjal Di RSCM tahun
1997 -2004 ,. Makalah. Subbagian Urologi Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2004.
Jakarta
13. Zuhirman, 2010. Batu Saluran Kemih di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Makalah SubBagian Urologi. Bagian Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Riau; 2010.Pekanbaru
14. Anderson JK, Cadedu JA,. Surgical Anatomy of the Retroperitoneum,
Adrenals, Kidneys, and Ureters. In (Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW,
Peters CA, eds). Campell-Walsh Urology. 10th ed; Philadelpia: Elsevier
Saunders; 2011.3-70
15. Wyker, A.W, 1975. Calculi .In :(Wyker AW, Gillenwater JY, eds). Method
of Urology.The Williams & Wilkins Company., Baltimore; . 1975. 128-47
16. Blandy J, Kaisary A . Urinary Calculi. In (Blandy J, Kaisary A, eds) Lecture
Notes. Urology. 6th Ed, 2009. Singapore. Wiley Blackwell; 2009. 67-81
17. Adam A, Dixon A, Grainger R, Allison D. Grainger and Allison's diagnostic
radiology. Philadelphia, Pa.: Churchill Livingstone Elsevier; 2008.
18. Brant W, Helms C. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 3rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer; 2007
19. Tanagho, E., Mcaninch, W.J. 2003. Smith’s General Urology. San Fransisco:
McGraw-Hill’s Access Medicine.
20. Trinchieri, A. Epidemiology of urolitiasis: an update. PMC US National Library
of MedicineNational Institute of Health. 2008 May – Aug;5(2): 101 – 106.
21. Poon, Hennessey, Mickelson, Hamidizadeh. Stone ; Percutaneous
Nephrolithotomy (PNL). Metrovan Urology
40