Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

BATU SALURAN KEMIH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Ilmu Bedah

Pembimbing:
dr. Isdiyanto, Sp.U

Disusun Oleh :
Resy Eka Herawati
030.15.162

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
PERIODE 29 APRIL 2019 – 16 JUNI 2019

i
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


PERSETUJUAN

Referat dengan Judul


“BATU SALURAN KEMIH”

Disusun oleh:
Resy Eka Herawati
(030.15.162)

Telah diterima dan disetujui oleh Dr. Isdiyanto, Sp. U


untuk dipresentasikan

Jakarta, 2019
Mengetahui,

Dr. Isdiyanto, Sp. U.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Batu Saluran
Kemih”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSAL Mintohardjo Periode
29 April 2019 – 13 Juli 2019.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Isdiyanto, Sp. U. sebagai


pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dokter dan staf-staf
Ilmu Bedah di RSAL Mintohardjo, teman-teman sesama CoAssisten ilmu bedah
di RSAL Mintohardjo, dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan,
doa, semangat, dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini.

Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kesulitan dan kekurangan dalam pembahasan materi ini, oleh karena itu
diharapkan kritk dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan referat ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah


membantu dalam penyusunan referat ini dan apabila ada pihak yang tidak
disebutkan, penulis mohon maaf. Penulis berharap semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan maupun referensi
dalam dunia kedokteran mengenai “Batu Saluran Kemih”.

Jakarta, 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih............................................. 2
2.2 Pembentukan Urin............................................................................ 11
2.3 Definisi Batu Saluran Kemih........................................................... 12
2.4 Epidemiologi.................................................................................... 12
2.5 Etiologi............................................................................................. 13
2.6 Patofisiologi..................................................................................... 13
2.7 Klasifikasi........................................................................................ 18
2.8 Faktor Resiko................................................................................... 19
2.9 Gejala Klinis.....................................................................................19
2.10 Diagnosis.......................................................................................... 20
2.11 Diagnosis Banding........................................................................... 22
2.12 Tatalaksana....................................................................................... 23
2.13 Komplikasi....................................................................................... 24
2.14 Prognosis.......................................................................................... 24
BAB III KESIMPULAN......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 28

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu
ureter, batu kandung kemih dan batu uretra. Lokasi batu ginjal dijumpai khas pada kaliks
atau pelvis dan bila keluar dapat berhenti di ureter atau kandung kemih. Batu ginjal
sebagian besar mengandung batu kalsium, batu oksalat, atau kalsium fosfat. Dalam istilah
kedokteran disebut Urolitiasis dimana penyakit ini diduga telah ada sejak awal peradaban
manusia karena ditemukan batu diantara tulang panggul kerangka mumi dari seorang
berumur 16 tahun yang diperkirakan mumi ini berusia 7000 tahun.(1)
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu dalam saluran kemih yang
disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat di dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Di negara
maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai pada
saluran kemih bagian atas, sedangkan pada negara berkembang seperti India, Thailand,
dan Indonesia banyak ditemukan pada batu kandung kemih. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa di negara berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah. Di
negara berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas terutama di kalangan
orang dewasa. Batu kandung kemih dapat terbentuk pada usia lanjut yang disebut batu
sekunder karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan aliran air kemih, misalkan pada
hiperplasia prostat. (1)
Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih, di Amerika Serikat 5-1% penduduknya menderita penyakit batu saluran kemih,
sedangkan di indonesia data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit
batu saluran kemih di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Secara
nasional, prevalensi batu saluran kemih adalah 0,6%. Tertinggi pada kelompok umur 55-
64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur
≥75 tahun (1,1%). Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan
(0,4%). (2)

1
Banyaknya penduduk yang menderita batu saluran kemih hingga menjadi salah
satu penyakit dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi mendorong penulis untuk
menggali lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga pada akhirnya penulis menyadari
pentingnya seorang dokter mengetahui bagaimana penyakit batu saluran kemih dapat
terjadi, faktor yang mempengaruhi, gejala klinis, cara mendiagnosa dan tatalaksana yang
tepat untuk penyakit batu saluran kemih.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih


Sistem urogenitalia terdiri atas sistem organ reproduksi dan urinaria.
Keduanya menjadi satu kelompok sistem karena saling berdekatan dan
berasal dari embriologi yang sama, dan menggunakan saluran yang sama
sebagai alat pembuangan, misalkan uretra pada pria.(2)

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Kemih(3)

3
Sistem urinaria atau sistem ekskretori adalah organ yang memproduksi,
menyimpan dan menghasilkan urine. Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter,
buli-buli dan uretra. Sistem organ genitalia pada pria terdiri dari testis,
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada
umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung
oleh organ lain yang berada di sekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas
deferens, penis, dan uretra. (2)
Sistem urogenital berasal dari intrmediet mesoderm, yang membentuk
urogenital ridge di kedua sisi aorta. Dari urogenital ridge berkembang
menjadi tiga struktur (dari kepala ke ekor) yaitu pronephros, mesonephros
(terletak di sepanjang bagian tengah dan akan berkembang menjadi tubulus
mesonefrik dan saluran mesonefrik /Wolffian duct), dan metanephros (akan
terbentuk menjadi definitive adult kidney yang terbentuk dari perkembangan
duktus mesonephric caudal, tunas ureter dan dari kondensasi mesoderm
intermediate renogenik serta blastema metanephric).(4)

Gambar 2.2 Embriologi Saluran Kemih(4)


Langkah dalam renogenesis melibatkan proses reciprocal induction
(induksi timbal balik) berawal dari metanephric blastema yang mengeluarkan

4
faktor pertumbuhan yang menginduksi pertumbuhan ureteric bud dari bagian
caudal saluran mesonefrik. Ureteric bud berploriferasi dan merespons dengan
mengeluarkan faktor pertumbuhan yang merangsang ploriferasi dan
diferensiasi metanephric blastema menjadi glomeruli dan tubulus ginjal.
Gangguan dalam aspek apapun dari proses induktif ini dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tunas ureter, hipoplasia ginjal atau agenesis.
Ginjal awalnya terbentuk di dekat ekor embrio, kuncup pembuluh darah dari
ginjal tumbuh menuju arteri iliaca, pertumbuhan panjang embrio
menyebabkan ginjal naik ke posisi di daerah lumbal. (4)

Gambar 2.3 Proses naiknya ginjal(4)


Perkembangan dari vesika urinaria terbentuk dari colaca yang merupakan
ruang berlapis endoderm yang menghubungkan membran kolaka dengan
allantois yang merupakan kantung memanjang ke umbilikus bersama dengan
saluran vitelline. Colaca kemudian dibagi oleh septum urorektal, dimana
bagian dorsal (inferior) akan berkembang menjadi rectum dan anal canal,
serta bagian ventral berkembang menjadi vesika urinaria dan sinus urogenital
(uretra prostat dan penis pada pria; uretra dan vagina pada wanita).

5
Saat kandung kemih tumbuh dan berkembang, ujung distal duktus
mesonefrik diserap ke dalam dinding kandung kemih sebagai Trigone. (4)

Gambar 2.6 Anatomi Saluran Kemih(3)

6
Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal setinggi vertebra torakal 12 hingga lumbal 3. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dari yang kiri karena adanya hepar. Bentuknya menyerupai kacang
dengan sisi lengkungnya menghadap ke medial. lengkungan ini disebut sebagai
hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang
mensuplai ginjal, yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. (2)

Gambar 2.7 Anatomi Ginjal (3)


Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantug pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal
lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang
mempunyai ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak , ukurannya lebih besar
daripada ginjal normal. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal
orang dewasa adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan. (2)
Secara anatomis ginjal dibungkus oleh kapsula fibrosa yang melekat
pada parenkim ginjal. Di sebelah kranial terdapat glandula renal atau kelenjar

7
suprarenal. Di bagian posterior, ginjal di lindungi oleh berbagai otot punggung
yang tebal (illiocostalis, ) serta costae ke XI dan XII, dan di anterior dilindungi
oleh organ intraperitoneal (Gaster, jejunum, ileum, dan lien). Ginjal terbagi
mnjadi 2 bagian, yaitu korteks (terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat
berjuta-juta nefron). Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medula
ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil
yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine. (5)
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel
transisional, dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urine sampai ke ureter. (2)

Each kidney can be divided into five segments suplied by individual


interlobar arteries known as end arteries. Thus, obstruction leads to infarcts
marking the trace of segment borders. The anterior kidney surface reveals four
segments; the posterior, only three.(6)

8
Gambar 2.9 Struktur Nefron

Komponen tubulus berawal dari kapsula bowman yaitu suatu “mangkuk”


yang berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan
cairan dari kapiler glomerulus. Setiap nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, loop of henle, tubulus kontortus distal dan duktus
koligentes. Glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah
cairan yang difiltrasi oleh darah. Tubulus merupakan tempat cairan hasil filtrasi
dari darah dan akan menjadi urin dalam perjalanan menuju ke pelvis ginjal.

9
Setiap hari ±180 liter cairan tubuh di filtrasi glomerulus dan menghasilkan urine
sebanyak 1-2 liter. Sisa hasil metabolisme yang terbentuk di dalam nefron akan
disalurkan melalui piramida sistem pelvikales ginjal untuk kemudian disalurkan
ke dalam ureter.(7)
Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak dalam
kapsula bowman, menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan ke arteriol
eferen selanjutnya ke sistem vena, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi
kira-kira 60 mmHg bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler
glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus di
kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke
dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak
dalam korteks ginjal. Proses ini dinamakan tahap filtrasi, produk yang dihasilkan
adalah urobilin, urea, glukosa, air, asam amino, elektrolit (natrium, kalium,
kalsium, klor).
Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari).
Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, di
antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul
berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh
karena itu komposisi cairan filtrat yang terdapat di kapsul Bowman, mirip dengan
yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel
darah. Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR).
Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan
mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang
akan disalurkan melalui duktus koligentes. Cairan urine tersebut disalurkan ke
(7)
dalam sistem kalises hingga pelvis ginjal.
Tubulus proksimal merupakan tubulus ginjal yang langsung berhubungan
dengan kapsula bowman dengan panjang 15mm dan diameter 55µm. Pada
tubulus ini terjadi tahap proses reabsorbsi atau penyerapan kembali zat-zat yang
asih diperlukan oleh tubuh seperti glukosa, asam amino, ion kalium, dan sedikit

10
urea. Produk yang dihasilkan disebut urin primer yang mengandung air, garam
urea, dan urobilin. Produk yang telah melewati tubulus proksimal kemudian
mengalir ke Ansa Henle yang masuk ke dalam medula renal. Setiap lengkung
terdiri atas cabang desenden dan asenden. Dinding cabang desenden dan ujung
cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, dan oleh karena itu disebut
bagian tipis ansa henle. Di tengah perjalanan kembalinya cabang asenden dari
lengkung tersebut ke korteks, dindingnya menjadi jauh lebih tebal dan oleh
karena itu disebut bagian tebal cabang asenden. Pada ujung cabang asenden tebal
terdapat bagian yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada
dindingnya, dan dikenal sebagai makula densa. Seperti yang dibahas kemudian,
makula denssa memainkan peranan penting dalam mengatur fungsi nefron.
Setelah makula densa, cairan memasuki Tubulus Distal, yang terletak pada
korteks renal (seperti tubulus proksimal). Tubulus ini kemudian dilanjutkan
dengan tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes kortikal. Bagian awal
dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung membentuk duktus
koligentes tunggal yang lebih besar, yang turun ke medula dan menjadi duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
besar yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papila renal.
Pada bagian ini masih ada penyerapam air, ion natrium, klor, dan urea. Disinilah
terjadi tahap proses augmentasi yaitu proses pengeluaran zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh ke dalam urine sekunder.(7)
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urine sebanyak 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter.(2)
Vaskularisasi Ginjal
Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri
renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis yang
bermuara langsung ke dalam vena kava inferior. Vana dan arteri renalis
keduanya membentuk pedikel ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar
dari ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak

11
di sebelah anterior arteri renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang
daripada arteri. Di belakang dari kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis. (2)

Gambar 2.10 Vaskularisasi Ginjal


Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior. Cabang posterior
merawat segmen medius dan posterior. Cabang anterior merawat kutub (pole)
atas dan bawah, dan seluruh segmen anterior ginjal. Arteri renalis bercabang
menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam kolumna Bertini (di antara

12
piramida renalis), kemudian membelok membentuk busur mengikuti basis
piramida sebagai arteria arkuata, dan selanjutnya menuju korteks sebagai arteri
lobularis. Arteri ini bercabang kecil menuju ke glomeruli sebagai arteri afferen,
dan dari glomeruli keluar arteri eferen yang menuju tubulus ginjal. Sistem arteri
ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak mempunyai anostomosis
dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan ke dalam limfonodi yang
terletak di dalam hilus ginjal. Seperti halnya pada sistem pembuluh darah dan
persarafan, sistem limfatik berada di dalam rongga retroperitoneaum. (2)
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis. Input dari sistem simpatetik
menyebabkan vasokonstriksi yang menghambat aliran darah ke ginjal. Ginjal
diduga tidak mendapat persarafan parasimpatetik. Impuls sensorik dari ginjal
berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11, dan memberikan sinyal sesuai
dengan level dermatomnya. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa nyeri di
daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri referal dari ginjal. (2)
Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan


urine dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri
atas (2) mukosa yang dilapisi sel transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3) otot
polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang
memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urine ke
dalam buli-buli. (2)
Ureter membentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada
(2)
di tempat lain. Tempat penyempitan itu antara lain adalah pada perbatasan
antara pelvi renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction, (2) tempat pada saat
ureter menyilang ateri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke

13
buli-buli. Di ketiga tempat penyempitan itu batu atau benda lain yang berasal dari
ginal seringkali tersangkut. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan
berada di dalam otot buli-buli(intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-
buli berkontraksi. Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua
bagian, yakni ureter pars abdominalis, yang membentang mulai dari pelvis renalis
sampai menyilang di vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yang membentang dari
persilangannya dengan vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli. Di
(2)
samping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu ureter 1/3
proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medial
mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3
distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.
Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik dan parasimpatetik.
Simpatetik berasal dari serabut preganglionik dari segmen spinal T10-L2; serabut
postganglionik berasal dari coeliak, aortikorenal, mesenterika superior, dan
pleksus otonomik hipogastrik inferior. Parasimpatetik berasal dari serabut vagal
melalui coeliak ke ureter sebelah atas; sedangkan serabut S2-4 ke ureter bawah.
Urin mengalir dari duktus koligentes menuju kalises ginjal. Urin meregangkan
kalises dan meningkatkan akticitas pacemaker, yang kemudian memicu kontraksi
peristatik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang ureter,
dengan demikian memaksa urin mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung
kemih. Ureter banyak dipersarafi oleh serabut saraf nyeri. Bila ureter terbendung
(misalnya, oleh batu ureter), terjadi konstriksi refleks yang kuat, disertai dengan
nyeri hebat. Impuls nyeri juga menyebabkan refleks simpatis balik ke ginjal untuk
mengkonstriksi arteriol ginjal, sehingga menurunkan keluaran urin dari ginjal.
Efek ini disebut refleks ureterorenal dan penting untuk mencegah aliran cairan
yang berlebihan ke pelvis ginjal pada keadaan ureter terbendung. (7)
Buli-Buli

Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis
otot destusor yang saling beranyaman, yakni terletak paling dalam adalah otot
longitudinal, otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa

14
buli-buli terdiri atas sel trasisional yang sama seperti mukosa pada pelvis renalis,
ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus
(2)
uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.

Gambar 2.5 Anatomi Vesika Urinarius

15
Secara anatomis buli-buli terdiri dari 3 permukaan, yaitu permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, permukaan inferiolateral,
dan permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang
simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi
dan diperkusi. Buli-buli mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteria iliaka
interna, yakni arteria vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem
vena dari buli-buli bermuara ke dalam vena iliaka interna. (2)
Mikturisi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih setelah
terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan dua tahap utama : pertama, kandung
kemih terisi secara progresif hingga tegangan pad dindingnya meningkat
melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan thap kedua, yaitu
adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung
kemih, atau keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks mikturisi adalah refleks
medula spinalis yang bersifat autonom, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi
oleh pusat-pusat di korteks cerebri atau batang otak. (7)

Uretra(2)

Uretra pada pria membawa cairan semen dan urine. Panjang uretra pada
wanita ± 3-5cm, sedangkan uretra pria ±23-25cm. Pada pria uretra secara anatomis
uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra
anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikularis, dan
meatus uretra eksterna. Uretra psoterior pada pria terdiri atas uretra pars
prostatika, yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra
pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum
ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens, yaitu kedua duktus
ejakulatorius, terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum. Sekresi kelenjar
prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.

16
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra intrena yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra intrena terdiri atas otot
polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh,
sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersarafi oleh sistem somatik. Akivitas sfingter uretra eksterna ini dapat
diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing, sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita
kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.
Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada pria.

Fungsi Ginjal :
Filtrasi (menyaring) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah,
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dikeluarkan
melalui urine. (1) mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic
hormoneI) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan, (2) mengatur
metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan hormon antara lain ;
eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang
mengatur tekanan darah, prostaglandin yang berperan dalam mekanisme tubuh.
Ginjal merupakan organ utama membuang produk sisa metabolisme yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea (dari
metabolisme asam amino), kreatinin (dari kreatin otot), asam urat (dari asam
nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit
berbagai hormon. Produk-produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat
produksinya. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya
yang diproduksi oleh tubuh atau pencernan, seperti pestisida, obat-obatan, dan zat
aditif makanan. (7)
Untuk mempertahankan homeostasis, eksresi air dan elektrolit harus sesuai
dengan asupan. Jika asupan melebihi eksresi, jumlah zat dalam tubuh akan
meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan

17
berkurang. Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan
makan dan minum seseorang, sehingga mengharuskan ginjal untuk mengatur
kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat. (7)
Dalam teks book lain yang juga membahas mengenai fungsi ginjal
mengatakan ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, dan sebagian besar diantaranya membantu mempertahankan stabilitas
cariran internal ; (1) mempertahankan keseimbangan air di dalam tubuh (2)
mempertahankan osmolaritas carian tubuh yang sesuai, erutama melalui regulasi
keseimbangan H20 (3) mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion
termasuk natrium(Na+), clorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen
(H+), bikarbonat (HCO3-), fosfat, sulfat dan magnesium. Perubahan kosentrasi
elektrolit memiliki pengaruh besar, seperti contoh perubahan konsentrasi K+ dapat
menyebabkan disfungsi jantung. (4) mempertahankan volume plasma (5)
membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh (6)
mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh, misal urea (dari protein), asam
urat, dan hormon metabolit, yang apabila menumpuk dapat bersifat toksik.
(7)mengekskresikan senyawa asing misal obat dan bahan eksogen non-nutritif
lain yang masuk ke tubuh. (8) menghasilkan eritropoetin yang merangsang
produksi sel darah merah. (9) menghasilkan renin serta (10) mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktif.(8)
2.2 Pembentukan Urine

Pembentukan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam


mempertahankan homeostasis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200
ml darah, atau 25% cardiac output. Terdapat tiga proses dasar pembentukan urine:
filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus
adalah langkah pertama dalam pembentukan urine. Cairan yang di filtrasi harus
melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus (1) dinding kapiler
glomerulus( terdiri dari selapis sel endotel gepeng). (2)membran basal (lapisan
gelatinosa aselular yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein). (3)lapisan
dalam kapsula bowman. Dimana ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan

18
halus molekular yang menaha sel darah dal protein plasma namun mengizinkan
protein bermolekul kecil lewat.

Reabsorbsi tubulus adalah perpndahan selektif bahan-bahan dari bagian


dalam lumen tubulus ke dalam darah. Jumlah bahan yang diserap adalah jumlah
yang dierlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume cairan internal.
Dari 125mL/menit cairan yang terfiltrasi, biasanya 124mL/menit di reabsorbsi.
Sekresi tubulus adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus. Bahan yang terpenting yang disekresikan
oleh tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), srta anion dan kation
organik, yang banyak diantaranya adalah senyawa asing bagi tubuh.(8)

19
Pemeriksaan ginjal

Pemeriksaan ginjal dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan


auskultasi. Inspeksi daerah pinggang dimulai dengan meminta pasien duduk
rileks dengan membuka pakaian pada daerah perut. Diperhatikan adanya
pembesaran asimetri pada darah pinggang atau abdomen sebelah atas, pembesaran
mungkin disebabkan karena hidronefrosis, abses paranefrik atau tumor ginjal atau
tumor pada organ retroperitoneum lain.(2)

Palpasi dilakukan dengan kedua tangan (bimanual), satu diletakkan di


dinding perut dan satunya berada di dorsal. Tangan pemeriksa yang berada di
dorsal mendorong ginjal ke arah ventral dan tangan yang berada di ventral
menekan ke bawah. Bila ballotement positif, mungkin terdapat pembesaran
ginjal.(9)

20
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketukan pada sudut kostovertebra. Embesaran ginjal karena hidronefrosis atau
tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Pada saat
auskultasi suara bruit dapat terdengar di daerah epigastrium atau abdomen
sebelah atas perut, dapat dicurigai adanya stenosis arteria renalis, apalagi jika
terdapat bruit yang terus-menerus (sistlik-diastolik). (2)

2.3 Definisi Batu Saluran Kemih

Urolitiasis atau yang dikenal dengan batu saluran kemih adalah


terbentuknya batu di dalam saluran kemih yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat di dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
adanya faktor yang mempengaruhi daya larut substansi. Penyakit batu saluran
kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno, sebagai bukti
didapatkan batu pada kandung kemih
seorang mumi. Penyakit ini dapat
menyerang penduduk di seluruh dunia,
angka kejadian penyakit ini berbeda pada
setiap negara. Di negara berkembang
banyak dijumpai pasien batu buli,
sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih
bagian atas; hal ini karena adanya
pengaruh status gizi dan aktivias sehari-
hari pasien.(2)

Gambar 2.4 Letak Batu Ureter

2.4 Epidemiologi
Penyakit bisa terdapat pada penduduk di seluruh dunia. Terdapat perbedaan
angka kejadian penyakit ini. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai
pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit
batu saluran kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.(2)

21
Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih, di Amerika Serikat 5-1% penduduknya menderita penyakit batu saluran
kemih, sedangkan di indonesia data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
prevalensi penyakit batu saluran kemih di Indonesia meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Secara nasional, prevalensi batu saluran kemih adalah 0,6%.
Tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada
kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ≥75 tahun (1,1%). Prevalensinya
lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). (1,2)

Batu saluran kencing (BSK) merupakan penyakit ketiga terbanyak di


bidang urologi setelah infeksi saluran kencing dan pembesaran prostat jinak.
Data di Indonesia menunjukkan BSK merupakan penyakit kedua terbanyak
setelah infeksi saluran kencing dan penyakit terbanyak di antara penyakit-
penyakit yang memerlukan tindakan di bidang urologi. Prevalensi BSK makin
meningkat di seluruh dunia maupun di Indonesia.(7)
Di Indonesia BSK masih menempati porsi terbesar dari seluruh pasien di
klinik urologi. Insidensi dan prevalensi BSK di Indonesia belum pasti. Data
dalam negeri dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
menunjukkan terjadi peningkatan jumlah BSK yang mendapat tindakan yaitu
86% dari seluruh tindakan penatalaksanaan batu saluran kencing sejak
dipergunakan alat non-invasive Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL).(8)
2.5 Etiologi

Batu saluran kemih diduga terbentuk dari adanya hubungan dengan


gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan BSK yaitu
peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urin, pH urin abnormal
rendah atau tinggi, berkurangnya zat-zat pelidung dalam urin dan sumbatan
saluran kencing dengan stasis urin.(10) Disamping itu, terdapat pula tiga faktor
utama yang harus dipertimbangkan untuk terjadinya BSK yaitu: retensi

22
partikel urin, supersaturasi urin, dan kekurangan inhibitor kristalisasi urin.
Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kencing. (11)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik,
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan) : diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih bayak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Faktor ekstrinsik di antaranya adalah: (2)
1. Geografi: pada beberapa daeerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt (sabuk batu).
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet : konsumsi makanan yang mengandung banyak purin, oksalat, dan
kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

2.6 Pembentukan Batu Saluran Kemih

Dalam teorinya batu dapat terbentuk pada tempat-tempat yang sering


mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal atau
buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna,
striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu. (2)

23
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nuklasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat
Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan
batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir
sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya
jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk
dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk
karena urine bersifat basa.(2)
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh
adanya keseimbangan zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang
mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi
kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi
kristal, hingga retensi kristal.

24
Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu
karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat
sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk
membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan
ion kalsium membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang akan
berikatan dengan oksalat ataupun fosfat akan berkurang. Hal ini menyebabkan
Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang.
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi Kristal. Senyawa ini antara lain adalah:
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid,
nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih. (2)buku merah

Komposisi Batu
Komposisi batu saluran kemih dapat ditentukan adalah jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik, diantaranya bekaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D.
Batu idiopatik disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor, faktor yang memegang
peranan kausal adalah dehidrasi dan gastroenteritis. Faktor ini menyebabkan
oligouria dengan urin yang mengandung kadar asam tinggi. Batu fosfat dan
kalsium kadang disebabkan karena hiperkalsiuria. Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahn ureum. Batu
asam urat disebabkan oleh hiperuremia, sumber asam urat berasal dari diet yang
mengandung purin dan metabolisme endgen di dalam tubuh. (8,9)
Batu Kalsium : Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 -
80% dari seluruh batu saluran kemih. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
batukalsium :
1. Hiperkalsiuri : kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-300mg/24jam.
Penyebabnya antara lain ; hiperkalsiuri absorbtifyang terjadi karena adanya

25
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi karena
adanya gangguan kemampuan reabsorbi kalsium melalui tubulus ginjal,
hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorbsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hipertiroidisme primer atau pada tumor
paratiroid.
2. Hiperoksaluri : adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45g/hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (teh, kopi instan, soft drink, kokoa,
arbei, jeruk sitrun dan sayuran berwarna hijau termasuk bayam).
3. Hiprurikosuria : kadar asam urat dalam urine yang melebihi 850mg/24jam.
Asam urat berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat berasal dari makanan
yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia : di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Keadaan ini dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik
golongan thiazide dalam waktu lama.
5. Hipomagnesuria : magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
klsium, karena di dalam urine magnesiun bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.
Penyebab keadaan ini adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
Batu Struvit : terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H2O -> 2NH3 + CO2

26
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau
(Mg NH4 PO4 H2O dan NH4+) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-
phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteusspp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini
bukan termasuk pemecah urea.

Batu Asam Urat : banyak diderita oleh pasien-pasien gout, penyakit


mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan
salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.
Asam urat relative tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk Kristal asam urat, urin yang terlalu asam (pH urin <6),
volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 L/hari) atau dehidrasi, dan
hiperurikosuria atau kadar asam urat yang tinggi.
Ukuran batu asam urat bervariasi, mulai dari ukuran kecil samapi ukuran
besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat
murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai
banyangan filling defect pada seluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan
dengan bekuan darah, bentukan papilla ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar
jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran banyangan akustik
(acoustic shdowing).

2.7 Klasifikasi
Batu saluran kemih diklasifikasikan sebagai batu ginjal
(nefrolithiasis), batu ureter (ureterolithiais), batu buli (vesikolithiasis) dan batu
uretra (urethrolithiasis). Batu ginjal yang terdiri atas batu pyelum

27
(pyelolithiasis), batu kalik (kalikolithiasis), batu infundibulum
(infundibulolithiasis), batu multipel ginjal, batu cetak ginjal (Staghorn stone)
yang komplit, inkomplit. Batu ureter (ureterolithiasis) terdiri atas batu ureter
proksimal (ureterolithiasis proksimal), batu ureteropelvic junction, batu ureter
tengah (ureterolithiasis tengah) dan batu ureter distal (ureterolithiasis distal).
Batu buli (vesikolithiasis) terdiri atas batu buli kecil (diameter terbesar 30 mm),
batu buli besar (diameter terbesar > 30 mm), batu buli sangat besar (Huge
Bladder Stone) dan batu Bladder Neck. Batu uretra (urethrolithiasis) terdiri
atas batu uretra posterior dan batu uretra anterior.(11,12)
2.9 Gejala Klinis
Gejala klinis batu saluran kencing bisa mulai dari tanpa gejala
(asimptomatis), bergejala sampai gagal ginjal. Gejala klinis simptomatis bisa
berupa gejala klasik dan atau gejala komplikasi. Gejala klasik dapat berupa
sakit pnggang (kolik atau non kolik), dan gejala komplikasi seperti buang
air kecil berdarah (hematuria), keluar batu saluran kencing spontan, demam
bahkan sampai gagal ginjal. (15)
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar,
dan morfologi batu. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis atau infeksi
pada ginjal.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin
dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik,
saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran
kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari

28
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam
harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi.
Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotika.
Letak Batu Gejala
Batu pelvis ginjal • Batu menempati pelvis renalis
• Nyeri di daerah pinggang terus-
menerus
• Nyeri dapat berupa nyeri tekan
atau nyeri ketok
• Batu yang terletak di pelvis dapat
menyebabkan hidronefrosis.
Batu Ureter • Karena peristaltis, akan terjadi
kolik, yakni nyeri yang hilang
timbul disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan
nyeri alih yang khas
• Batu dapat terhenti, menyumbat
dan menyebabkan hidroureter
• Dapat terjadi hematuria yang
didahului serangan kolik.
Batu kandung kemih • Aliran yang mula-mula lancar
tiba-tiba akan terhenti dan
menetes disertai dengan nyeri
• Terdapat nyeri menetap di
suprapubik
Batu Prostat • Pada umumnya tidak
menimbulkan gejala karena tidak

29
menyebabkan gangguan pasase
kemih.
Batu Uretra • Miksi tiba-tiba terhenti, menetes
dan nyeri
Tabel 1 gejala klinis (1)

2.10 Diagnosis
A. Anamnesis
Riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, infeksi,
penggunaan obat-obatan), Riwayat keluarga yang menderita batu saluran
kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara pengambilan
batu, jenis batu.
B. Pemeriksaan Fisik
`Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidonefrosis, terlihat
tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara
batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak
(radiolusen).
2. USG ginjal (hidronefrosis, batu ginjal). USG dikerjakan bila pasien
tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-
keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya
batu di ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengkerutan ginjal.
3. Pemeriksaan sedimen urine (mikroskopik endapan, biakan,
sensitivitas kuman) menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria

30
dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan faal ginjal
(ureum, kreatinin, elektrolit) bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto IVU.
4. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal, serta
dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang
tidak dapat terlihat oleh foto polos. Jika dengan ini belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih maka dilakukan
pemeriksaan pielografi retrograd.

Jenis Batu Radio-opasitas


kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 2. Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih

2.11 Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang sebelah kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik yang berasal dari saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Pada wanita perlu dipertimbangkan kemungkinan
adneksitis.(2)
Bila terjadi hematuria perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa rasa nyeri. Selain itu perlu diingat dan
dipertimbangkan pula bahwa batu saluran kemih yang bertahun – tahun dapat
meyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid akibat
(15)
rangsangan dan inflamasi. Dugaan batu kandung kemih juga perlu
dibandingkan dengan kemungkinan tumor kandung kemih terutama bila batu yang
terdapat dari jenis batu radiolusen.(2)

31
2.12 Tatalaksana

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya


harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan : obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti di atas tetapi diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya mempunyai
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalakankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, atau
pembedahan. (2)
ESWL (Extrocorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan.
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar
menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

32
Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan


batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah:(2)
a. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang berada di
dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke dalam sistem
kalises melalui insisi pada kulit, dan membutuhkan anestesi umum. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. Prosedur invasif minimal yang digunakan untuk batu besar yang terdapat
pada ginjal (biasanya batu yang berukuran lebih dari 1-2cm), dan tidak
digunakan untuk batu dalam ureter atau kandung kemih. Ini merupakan
pengobatan pilihan untuk batu staghorn yang mengisi hampir seluruh
collecting system (kaliks).
Setelah melakukan prosedur ini kemungkinan disapatkan komplikasi yang
terjadi pada sekitar 1-2% kasus, diantaranya :
1. Pendarahan (risiko sekitar 5%), paling sering terjadi selama prosedur.
2. Kerusakan pada organ terdekat (misalkan limfe, usus besar, hati,
paru-paru) risiko sekitar 1%.

33
3. Cedera pada collecting system (misalkan perforasi pelvis ginjal).
4. Sepsis/infeksi : cenderung terjadi dengan sruvite atau batu infeksi.
Dapat dikelola dengan antibiotik.
Cukup normal jika didapatkan darah dalam urin dan memar di panggul,
biasanya hilang dalam beberapa hari.(21)

a. Litotripsi: memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
memecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.

b. Ureteroskopi (URS): memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat


keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan uteroskopi ini.

34
URS dapat dilakukan pada semua orang selama kondisi individu
memungkinkan untuk anestesi dan tidak memiliki infeksi saluran kemih. Dapat di
tempatkan JJ-stent pada ureter untuk meningkatkan aliran urine. Stent dilepas jika
aliran urine sudah kembali normal yang dipasang beberapa hari atau beberapa
minggu.
Bedah laparoskopi
Untuk mengambil batu saluran kemih yang saat ini sangat berkembang. Dan
banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
Pada klinik yang belum mempunyai fasiitas untuk tindakan endourologi,
laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan dengan bedah
terbuka. Pembedahan terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterotomi untuk batu di ureter.

35
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan baru dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih.(2)
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
dengan sendirinya tanpa intervensi tindakan medis. Dengan cara mempertahankan
keecenran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama
pembentukan batu, misalnya batu kalsium. (20)
Untuk perawatan batu saluran kemih bagian atas di dasarkan pada beberapa
aspek umum seperti ; komposisi batu, ukuran batu dan gejala yang ditimbulkan.
1. Renal Colic
a. Pain relief : meredakan rasa nyeri adalah terapi awal yang dilakukan pada
pasien episode batu akut. Obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) efektif
pada pasien dengan batu kolik akut dan memiliki kemanjuran analgesik yang
lebih baik dari pada opioid. Pemakaian NSAID cenderung tidak
membutuhkan lebih lanjut analgesik. Opioid, terutama pethidine dapat
menyebabkan muntah yg tinggi dibandingkan NSAID dan kemungkinan akan
membutuhkan analgesik lebih lanjut.
b. Prevention of recurrent renal colic : untuk pasien dengan batu ureter,
tablet NSAID atau supositoria dapat membantu mengurangi peradangan
dan risiko terjadinya batu berulang seperti ; natrium diklofenak 100-
150mg/hari di minum 3-10 hari dan pemberian α-blocker dapat
mengurangi nyeri kolik.

36
Tabel . pengobatan renal colic
2. Sepsis in obstructed kidney
Obstruksi pada ginjal dengan gejala urinary tract infection (UTI)
merupakan keadaan darurat urologi. Dekompresi sering diperlukan
untuk mencegah komplikasi hidronefrosis karena infeksi sekunder
akibat batu. Ada dua pilihan dalam dekompresi : placement of an
indweling ureteral stent, percutaneous placement of a nephrostomy
tube.

2.13 Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya adalah
menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih
rata-rata 7%/tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas
kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan berupa : menghindari dehidrasi dengan minum
cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter/hari, diet untuk
mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup dan
pemberian medikamentosa. Diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah rendah protein karena protein akan memicu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi asam, rendah oksalat, rendah garam karena
natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsiuri, dan diet rendah purin. Diet
rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
absorbtif tipe II.(2)

37
2.14 Komplikasi
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada uretolium yang dapat menyebabkan timbulnya
keganasan.(2)
2.14 Prognosis
Tanpa pemantauan yang dilakukan secara berkala dan tatalaksana yang tepat
secara medis, kekambuhan batu saluran kemih dapat setinggi 50% dalam 5
tahun.(2)

38
BAB III

KESIMPULAN

Terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan BSK yaitu


peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urin, pH urin abnormal
rendah atau tinggi, berkurangnya zat-zat pelidung dalam urin dan sumbatan
saluran kencing dengan stasis urin. Disamping itu, terdapat pula tiga faktor
utama yang harus dipertimbangkan untuk terjadinya BSK yaitu: retensi
partikel urin, supersaturasi urin, dan kekurangan inhibitor kristalisasi urin.
Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kencing.
Gejala klinis batu saluran kencing bisa mulai dari tanpa gejala
(asimptomatis), bergejala sampai gagal ginjal. Gejala klinis simptomatis bisa
berupa gejala klasik dan atau gejala komplikasi. Gejala klasik dapat berupa sakit
pnggang (kolik atau non kolik), dan gejala komplikasi seperti buang air kecil
berdarah (hematuria), keluar batu saluran kencing spontan, demam bahkan
sampai gagal ginjal.
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan : obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada uretolium yang dapat menyebabkan timbulnya
keganasan serta komplikasi juga dapat terjadi setelah prosedur operasi pengambilan
batu, seperti; perdarahan, cedera organ lain ataupun sepsis. Tanpa pemantauan yang
dilakukan secara berkala dan tatalaksana yang tepat secara medis, kekambuhan batu
saluran kemih dapat setinggi 50% dalam 5 tahun.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan minum air yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan supaya tidak terjadi dehidrasi dan menghindari
makanan yang dapat menimbulkan tertimbunnya batu, serta melakukan aktivitas
seperti olahraga yang cukup.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997.
2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Malang : Sagung Seto. 2011.
3. Rohen, Yokochi, Drecoll L. Color Atlas of Anatomy: A Photographic Study of
the Human Body. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins;2011
4. T.W.Sadler. Langman’s Medical Embriology. 12 th ed. Lippincott Williams &
Wilkins; 2012
5. Paulsen, Waschke. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Latin Nomenclature
Internal Organs. 15th Ed. Munich: Elsevier; 2011.
6. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2006.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 9. Jakarta : EGC.
2008.
8. Sherwood L. Introducion To Human Physiology. 8th Ed. Jakarta EGC. 2014
9. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta
Binarupa Ksara. Hal.180-1
10. Stoller ML . Urinary Stone Disease. In (Tanagho EA, McAninch JW, eds).
Smith’s General Urology, 17th ed 2008. New York: McGraw Hill Companies;
2008: 246-275.
11. Pearle, M.S, Lotan, Y. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and
Pathogenesis. In: (Wein., Kavoussi., Novick., Partin., Peters, eds). Campbell-
Walsh Urology 10th ed.Elseiver Saunders; Philadelphia; 2011:1363-1430
12. Hamid AR, Raharjo Dj. Evaluasi Penatalaksanaan Batu Ginjal Di RSCM tahun
1997 -2004 ,. Makalah. Subbagian Urologi Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2004.
Jakarta
13. Zuhirman, 2010. Batu Saluran Kemih di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Makalah SubBagian Urologi. Bagian Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Riau; 2010.Pekanbaru
14. Anderson JK, Cadedu JA,. Surgical Anatomy of the Retroperitoneum,
Adrenals, Kidneys, and Ureters. In (Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW,
Peters CA, eds). Campell-Walsh Urology. 10th ed; Philadelpia: Elsevier
Saunders; 2011.3-70
15. Wyker, A.W, 1975. Calculi .In :(Wyker AW, Gillenwater JY, eds). Method
of Urology.The Williams & Wilkins Company., Baltimore; . 1975. 128-47
16. Blandy J, Kaisary A . Urinary Calculi. In (Blandy J, Kaisary A, eds) Lecture
Notes. Urology. 6th Ed, 2009. Singapore. Wiley Blackwell; 2009. 67-81
17. Adam A, Dixon A, Grainger R, Allison D. Grainger and Allison's diagnostic
radiology. Philadelphia, Pa.: Churchill Livingstone Elsevier; 2008.
18. Brant W, Helms C. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 3rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer; 2007
19. Tanagho, E., Mcaninch, W.J. 2003. Smith’s General Urology. San Fransisco:
McGraw-Hill’s Access Medicine.
20. Trinchieri, A. Epidemiology of urolitiasis: an update. PMC US National Library
of MedicineNational Institute of Health. 2008 May – Aug;5(2): 101 – 106.
21. Poon, Hennessey, Mickelson, Hamidizadeh. Stone ; Percutaneous
Nephrolithotomy (PNL). Metrovan Urology

40

Anda mungkin juga menyukai