Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG
HALAMAN JUDUL
Disusun oleh :
Shinta Retensi Kurniasari
30101407328
Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Seorang
Perempuan dengan Kolesistitis” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang periode 14 Januari – 8 Februari 2019.
Penulis sangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus
ini.Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp.Rad
3. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad
4. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang
5. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu Radiologi.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan.Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan segala pihak yang telah membantu.Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1. Anatomi Kandung Empedu ............................................................. 3
2.2. Fisiologi Kandung Empedu ............................................................. 6
2.3. Kolesistitis ....................................................................................... 8
2.3.1. Definisi .................................................................................. 8
2.3.2. Patogenesis ............................................................................ 8
2.3.3. Diagnosis Banding ................................................................. 10
2.3.4. Diagnosis ............................................................................... 10
2.3.5. Komplikasi............................................................................. 14
2.3.6. Penatalaksanaan ..................................................................... 14
2.3.7. Prognosis ............................................................................... 17
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................. 18
3.1. Identitas Pasien ................................................................................ 18
3.2. Anamnesis ....................................................................................... 18
3.3. Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 18
3.4. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 21
3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding................................................... 24
3.6. Penatalaksanaan .............................................................................. 24
3.7. Prognosis ......................................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Duktus sistikus memiliki panjang yang bervariasi hingga 3 cm dengan
diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral
yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan
empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan tetapi dapat
menahan aliran cairan empedu keluar. Duktus sistikus bergabung dengan
duktus hepatikus komunis membentuk duktus biliaris komunis10,12.
Duktus hepatikus komunis memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm
merupakan penyatuan dari duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri.
Selanjutnya penyatuan antara duktus sistikus dengan duktus hepatikus
komunis disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki
panjang sekitar 7 cm. Pertemuan (muara) duktus koledokus ke dalam
duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Duktus koledokus berjalan
di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum
membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum.
Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang mengatur aliran
empedu masuk ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara
ditempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila vater, tetapi
dapat juga terpisah10,12.
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan.Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap
tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan. Aliran vena pada
kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-
vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung
dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena
portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya.
Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika
dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan
limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu
diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati
pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf
postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama
4
dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf
parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus9.
5
akan mengalami relaksasi kemudian empedu mengalir ke dalam duodenum.
Sewaktu-waktu aliran tersebut dapat disemprotkan secara intermiten karena
tekanan saluran empedu lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Aliran cairan
empedu diatur oleh tiga faktor yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu, dan tahanan dari sfingter koledokus10,12.
Menurut Guyton & Hall13 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh
sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin,
hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik
dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan
relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus
biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu
juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan
empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap
perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,
pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah
lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong
secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya
adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
6
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan11.
2.3. Kolesistitis
2.3.1. Definisi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan
etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
2.3.2 Patogenesis
7
dan nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi14.
8
empedu, sehingga empedu pekat tersebut tertahan di lumen. Iskemia dinding
kandung empedu yang terjadi akibat lambatnya aliran empedu pada demam,
dehidrasi, atau gagal jantung juga berperan dalam patogenesis kolesistitis
akalkulus14.
9
Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi
mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul4.
10
Gambar 4. Kiri : gambaran vesika felea normal. Kanan : gambaran kolesistitis15
11
Gambar 6. Koleskintigram normal ( )
2.3.5 Komplikasi
2.3.6 Penatalaksanaan
A. Terapi Konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk
kolesistitis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di
rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat
total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,
koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti pemberian petidin dan
antispasmodic. Pemberian antibiotic pada fase awal sangat pentig untuk
13
mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep.
Faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negative, lebih ianjurkan pemberian
antibiotic kombinasi4.
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam
dengan dosis 3 gram/6 jam, IV, cephalosporin generasi ketiga atau
metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg/6 jam, IV.
Pada kasus-kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500mg/6 jam,
IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti emetic atau dipasang
NGT. Pasien-pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak
dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda-tanda vital yang
stabil, tidak terdapat tanda-tanda bstruksi pada hasil laboratorium dan USG,
penyakit-penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotic yang sesuai seperti
Levofloxacin 1x500mg PO dan Metronidazole 2x500mg PO, anti emetic dan
analgesic yang sesuai4.
B. Terapi Bedah
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan,
apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu
setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50%
kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini
menyatakan, timbul gangrene dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dan
dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan
biaya dapat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini
akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi16.
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu
dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
14
klesistitis akut nonkomplikata, hampir 30% pasien tidak berespons terhadap
terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi
menyebabkan operasi perlu dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam).
Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien yang menjalani
kolesistektomi dibi dibanding kolesistektomi yang tertunda. Penundaan
intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang
kondidi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi
segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan 16
15
penelitian tentang endoscopic gallbladder drainage yang dilakukan oleh
Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan
terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari pada 24
pasien1.
2.3.7 Prognosis
16
BAB III
LAPORAN KASUS
17
tidak terkontrol. Kegiatan pasien sehari-hari adalah dirumah, melakukan
aktifitas ringan seperti membersihkan rumah, pasien juga mengakui
jarang melakukan olahraga. BAB dan BAK dalam batas normal.
18
= 22.8 kg/m2(Normoweight)
TANDA VITAL
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- HR (Nadi) : 89x/ Menit , reguler,isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Napas) : 20x/ Menit , reguler
- Suhu : 36,6°C
STATUS INTERNUS
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan.
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusimerata
- Mata :
- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
- Konjungtiva : anemis -/-, perdarahan -/-,
- Sklera : ikterus -/-
- Palpebra : oedema -/-
- Pupil : bulat, isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
- Hidung :
- Deformitas (-)
- Nafas cuping hidung (-/-),
- Tidak tampak adanya sekret atau perdarahan
- Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang : normal, discharge (-/-)
- Pendengaran : normal
- Perdarahan : tidak ada
- Mulut :
- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, sianosis (-), oedem (-)
- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
- Gigi : perawatan gigi kurang
- Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)
19
- Leher :
- Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
- Kaku kuduk : - (negatif)
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : tidak ada peningkatan JVP
- KGB : tidak ada pembesaran
- PF Thoraks:
a. Paru :
1. Inspeksi : laju nafas 20x/menit, pola nafas regular, simetris,
ketertinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-), pergerakan otot bantu
pernafasan (-/-)
2. Palpasi : fremitus vokal normal,nyeri tekan (-), gerakan dada
simetris, tidak ada ketertinggalan gerak.
3. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
4. Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-)
b. Jantung :
1. Inspeksi : pulsasi ictus cordis tampak kuat angkat
2. Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea
mid clavicularis sinistra
3. Perkusi : kardiomegali (-)
4. Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-),
gallop (-)
- PF Abdomen :
1. Inspeksi : permukaan perut datar, pelebaran pembuluh darah(-),
sikatrik (-), massa (-), tanda peradangan (-), caput medusa (-),sikatrik
(-), striae (-),hiperpigmentasi (-)
20
2. Auskultasi: bunyi peristaltik usus normal, tidak ada bising usus, tidak
ada bising pembuluh darah.
3. Palpasi :
Superfisial Nyeri tekan abdomen regio epigastrium (+),
Massa (-), defence muscular (-)
Dalam Nyeri tekan dalam (-)
Organ Hepar tidak teraba membesar, tepi tajam, permukaan
halus, konsistensi kenyal,lien schuffner (0), ginjal dextra et
sinistra tak teraba membesar
Murphy’s Sign (+)
Tes undulasi (-)
4. Perkusi :
Perkusi 4 regio timpani
Hepar pekak (+), liver span dextra 12 cm, sinistra 6 cm
Lien traube space (+)
Ginjal nyeri ketok ginjal (-)
Pekak sisi dan pekak ahli (-)
- PF Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
- Inferior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
21
Glukosa Darah Sewaktu 424 mg/dL (H)
Ureum 17,3 mg/dL
Creatinin 0,5 mg/dL
22
Pembacaan Hasil USG Abdomen
23
- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa
- AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta.
- VESIKA URINARIA dinding tak menebal, permukaan regular, tak tampak
batu/massa.
- UTERUS ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak massa,
endometrial line baik.
- tak tampak efusi pleura. Tak tampak cairan bebas intraabdomen.
KESAN :
- Moderate fatty liver
- Gambaran kolesistitis akut
- DIAGNOSIS KERJA :
Kolesistitis akut
- DIAGNOSIS BANDING :
1. Ulkus Peptikum
2. Kolelitiasis
3. Pankreatitis akut
3.6. Penatalaksanaan
- Infus RL 500ml 30 tpm
- Nasal canul O2 3 lpm
- Injeksi omeprazole 2x1 ampul IV
- Isosorbit dinitrat 2x5 mg
- Injeksi Ondansetron 2x4 mg IV
24
3.7. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien dengan keluhan demam yang naik turun
sejak 7 hari SMRS. Keluhan tersebut disertai nyeri perut bagian ulu hati, mual dan
muntah berisi cairan sebanyak 5x. Pasien juga mengeluhkan sering merasa mudah
lelah dan badan terasa lemas. Pasien mengeluhkan nyeri pada perutnya dan terasa
penuh. Pasien mengakui sering konsumsi makanan yang manis, berminyak serta
bersantan, contohnya seperti sering minum teh dan diselingi dengan makan
gorengan. Pola makan pasien sehari-hari juga tidak terkontrol. Kegiatan pasien
sehari-hari adalah dirumah, melakukan aktifitas ringan seperti membersihkan
rumah, pasien juga mengakui jarang melakukan olahraga. BAB dan BAK dalam
batas normal.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherlock S, Dooley J. Gallstones and Benign Biliary Disease. In: Dooley J, Lok
A Burroughs A Heathcote E. Diseases of the Liver and biliary System. 12’h ed.
UK: Blackwell Science. P257-293
2. Lambou SG,Heller SJ.Lithogenesis and Bile Metabolism in :Surgical Clinics of
North American .Elsevier Saunders 2008 Volume 88 :1175-1194
3. Nurhadi.Analisa Batu Kandung Empedu.2012.Bandung
4. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta.2009.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). 2013. (cited 2018 july 12) available from :
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.
pdf
6. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
7. Avunduk, C. 2002. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 505 p
8. Welling,T.H. dan Simeone, D.M., 2009. Gallbladder and Biliary Tract:
Anatomy and Structural Anomalies. Edisi ke-5. USA: Wiley-Blackwell.
9. Greenberger NJ, Paumgartner G.2011. Diseases of the gallbladder and bile
duct. Dalam: Fauci AS, Kosper DL, Longo D, Braunwald E, Hauser SL,
Loscalzo J, et al (eds). Harrison’s principle of internal medicine. 18th edition.
New York: Mc Graw-Hill
10. Hunter JG, Oddsdettir M. 2014. Gallbladder and extrahepatic billiary system.
Eighth edition. New York: Mc Graw-Hill.
11. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2010. 570-9.
12. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
27
13. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses pada: 1
Juni 2011]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-overview.
14. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Pustaka.
15. Wilson E, Gurusamy K, Gluud CC, Davidson BR. Cost-utility and value of
information analysis of early versus delayed laparoscopic cholecystectomy for
acute cholecystitis. Br J Surg. Feb 2010;97(2);210-9.
28