Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

DIVERTIKULOSIS

Disusun oleh:

Wayan Rismayanti (1902612100)

Dosen Pembimbing:
dr. Putu Patriawan, Sp. Rad (K) RI, M.Sc

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN RADIOLOGI RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan Tinjauan Pustaka yang berjudul “ Divertikulosis” ini dengan baik.
Tinjauan Pustaka ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari awal hingga
akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Firman Parulian Sitanggang, Sp. Rad (K) RI selaku Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
2. dr. Dewa Gde Mahiswara Sudiatmika, Sp. Rad selaku Koordinator Pendidikan Dokter
Muda Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
3. dr. Putu Patriawan, Sp. Rad (K) RI, M.Sc selaku pembimbing dalam penyusunan
Tinjauan Pustaka ini, atas bimbingannya.
4. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas masukannya.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tinjauan Pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga
tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, 20 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1 Definisi ................................................................................................3
2.2 Epidemiologi........................................................................................3
2.3 Anatomi dan Fisiologi..........................................................................3
2.4 Etiologi.................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.........................................................................................8
2.6 Gejala Klinis .....................................................................................10
2.7 Diagnosis............................................................................................11
2.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................12
2.9 Penatalaksanaan.................................................................................14
2.10 Komplikasi.......................................................................................15
2.11 Prognosis..........................................................................................18
BAB III SIMPULAN...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Potongan cross-sectional anatomi kolon........................................ 5

Gambar 2 Large intestine’s arteries................................................................. 5

Gambar 3 Vena-vena usus besar..................................................................... 6

Gambar 4 Lymph node drainage..................................................................... 6

Gambar 5 Gambaran makroskopis divertikulosis........................................... 10

Gambar 6 Gambaran mikroskopis divertikulosis ........................................... 10

Gambar 7 Divertikulosis berkembang menjadi divertikulitis......................... 10

Gambar 8 divertikel dengan tinja yang terperangkap di dalamnya................. 10

Gambar 9 Barium Enema dengan extensive sigmoid diverticulosis............... 13

Gambar 10 Colonoscopy view of diverticula.................................................. 13

Gambar 11 Hasil pemeriksaan kolonoskopi pada divertikulosis.................... 13

Gambar 12 Gambar CT Scan yang menunjukkan divertikulitis..................... 13

Gambar 13 Stadium divertikulitis................................................................... 16

Gambar 14 Divertikulosis mikro dan makro perforasi.................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Divertikulosis adalah suatu kondisi klinis dimana terdapat beberapa tonjolan seperti
kantung (divertikula) berkembang di sepanjang saluran pencernaan. Walaupun divertikula
dapat terbentuk pada titik lemah di dinding usus kecil atau besar, sebagian besar terjadi di
usus besar yaitu paling sering pada kolon sigmoid. Mayoritas penderita divertikulosis
tidak menunjukkan gejala. Penyakit divertikular terjadi apabila divertikulosis simtomatik
(misalnya perdarahan divertikular), divertikulitis (misalnya peradangan akut atau kronis
yang dapat dipersulit oleh pembentukan abses, pembentukan fistula, obstruksi usus, atau
perforasi, atau kolitis segmental terkait (peradangan pada segmen-segmen mukosa usus
besar di antara divertikula).1,2 Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat
Amerika dan Eropa, yaitu diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari
50 tahun memiliki divertikula kolon.3 Di negara-negara barat, penyakit divertikular
terutama menyerang usus besar kiri, prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia
dan penyebab dikaitkan dengan asupan serat makanan yang rendah. Penyakit
divertikulosis sisi kanan lebih sering terlihat pada populasi Asia dan mempengaruhi
pasien yang lebih muda. Patogenesis dan hubungannya dengan penyakit divertikular sisi
kiri masih belum jelas.4,5 Divertikulosis kolon merupakan penyebab yang umum dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah, yaitu berperan 40 % - 55 % dari semua kasus
perdarahan. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara umum dari usus
besar pada perut. Divertikulosis diperkirakan sebagai kelainan yang didapat, namun
etiologinya belum terlalu dipahami. Teori yang paling banyak diterima adalah kurangnya
dietary fiber yang menghasilkan volume feses yang kecil, sehingga membutuhkan
tekanan intraluminal yang tinggi dan regangan dinding kolon yang tinggi untuk propulsi.3

Kontraksi yang kronis menyebabkan terjadinya hipetrofi muskular dan perkembangan


dari proses segmentasi dimana colon berperan sebagai segmen terpisah daripada
berfungsi sebagai continous tube. Saat progress segmentasi, tekanan yang tinggi langsung
berputar ke arah dinding colon dibanding membentuk gelombang propulsive yang
mendorong feses ke arah distal. Semakin tinggi tekanan yang langsung berputar ke

1
dinding saluran cerna akan menyebabkan terjadinya pulsion divertikula. Selain itu
hilangnya kekuatan daya

2
regang dan adanya penurunan elastisitas dinding saluran cerna karena usia juga
disebutkan sebagai etiologi dari divertikulosis.3 Diet tinggi serat dapat menurunkan
insidensi divertikulosis. Walaupun divertikulosis kejadiannya sering ditemukan,
kebanyakan kasusnya asimptomatik dan komplikasi muncul pada sebagian kecil
penderita. Beberapa pasien divertikulosis tetap asimtomatik oleh karena dapat disebabkan
oleh adanya perkembangan gejala yang melibatkan proses yang saling terkait termasuk
disfungsi otot, peradangan dan hipersensitivitas visceral. 6 Diagnosis terutama dengan
barium enema dan kolonoskopi, tetapi prosedur pencitraan yang lebih canggih seperti
computed tomography (CT) semakin banyak digunakan untuk menilai dan mengobati
komplikasi seperti abses atau fistula, atau untuk memberikan diagnosis alternatif jika
divertikulosis tidak dikonfirmasi.7 Penatalaksanaan konservatif dilakukan dengan
mengonsumsi makanan tinggi serat dan sehat, serta asupan cairan yang baik. Dimana
pemberian makanan berserat selain dapat mencegah terjadinya divertikel namun sekaligus
dapat mengurangi dan memperbaiki gejala-gejala dan mencegah timbulnya komplikasi.
Tindakan pembedahan hanya diperlukan pada penyakit yang berat, luas atau pada
komplikasi.8

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Divertikulosis adalah suatu kondisi klinis dimana beberapa tonjolan
seperti kantung (divertikula) berkembang di sepanjang saluran pencernaan.
Divertikula dapat terbentuk pada titik lemah di dinding usus kecil atau besar,
sebagian besar terjadi di usus besar (kolon sigmoid). Penderita divertikulosis
mayoritas tidak menunjukkan gejala.1,2

2.2 Epidemiologi
Prevalensi divertikulosis tertinggi di negara-negara Barat.
Divertikulosis mempengaruhi 5% hingga 45% individu di negara Barat,
tergantung pada metode diagnosis dan usia individu. Secara umum, prevalensi
divertikulosis meningkat dengan usia di bawah 20% dari individu yang
terkena pada usia 40 hingga 60% dari individu yang terkena pada usia 60
tahun. Sekitar 95% pasien di negara Barat dengan divertikulosis memiliki
divertikula di kolon sigmoid. Dari semua pasien dengan divertikulosis, 24%
memiliki divertikula yang terutama melibatkan kolon sigmoid, 7% memiliki
divertikula yang tersebar merata ke seluruh kolon, dan 4% memiliki
divertikula yang terletak hanya di proksimal kolon sigmoid. Di Asia,
divertikulosis memiliki prevalensi sekitar 13% sampai 25%. Individu dengan
divertikulosis di wilayah Asia cenderung memiliki divertikula kolon sisi kanan
(tidak seperti negara Barat dimana divertikula sisi kiri jauh lebih umum). Kira-
kira 5% sampai 15% penderita divertikulosis mengalami perdarahan.
Sepertiganya mengalami pendarahan hebat. Pada 50% hingga 60% pasien
yang mengalami perdarahan divertikular, sumbernya adalah divertikula sisi
kanan, kemungkinan karena dinding kolon sisi kanan yang lebih tipis atau
leher yang lebih lebar dan kubah divertikula sisi kanan (misalnya, area
permukaan yang meningkat paparan vasa recta terhadap potensi cedera).4,5

2.3 Anatomi Dan Fisiologi


Usus besar atau colon memanjang mulai dari katup ileocecal kearah
proksimal hingga ke rectosigmoid junction di arah distal dengan panjang

4
sekitar 3-5 kaki. Kolon menempati bagian perifer dari cavum abdomen terdiri
dari caecum, kolon ascending di bagian kanan, kolon transversum, kolon
descending dan sigmoid di bagian kiri. Fleksura splenikus sangat berhubungan
dengan limpa dan dilekatkan oleh ligamen splenocolic. Kolon bagian kanan
memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan dengan yang kiri, dan
caecum memiliki kemampuan yang lebih besar lagi dan merupakan yang
paling distensible. Caecum adalah yang paling rentan ruptur, ketika ia
mencapai diameter sekitar 12 cm akibat dari adanya obstruksi pada competent
ileocecal valve.9
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti
yang ditemukan pada bagian usus lain. Muskulus longitudinal membentuk tiga
berkas/pita yang disebut taenia coli. Ketiga taenia berjarak 120 derajat dari
kolon circumference. Haustra, atau sakulus, terbentuk karena taenia
mengecilkan kolon itu sendiri sehingga kolon nampak berlipat-lipat.
Permukaan serosa mengandung tambahan lemak yang disebut appendices
epiploicae.9,10 Histologi dari 4 lapisan dinding kolon yaitu terdiri dari tunika
mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa/adventitia.
Tunika mukosa terdiri dari epitel kolumnar simpleks, mempunyai sel goblet
yang lebih banyak dari usus halus. Usus besar memiliki kripta Lieberkuhn
yang lebih panjang dan lebih lurus pada tunika mukosa dibandingkan dengan
usus halus. Tunika submukosa merupakan jaringan ikat longgar yang banyak
mengandung pembuluh darah, sel lemak dan nervus pleksus Meissner. Tunika
muskularis terdiri atas otot sirkular bagian dalam dan otot longitudinal bagian
luar. Otot sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian
besar yang disebut taenia koli. Diantaranya dipisah oleh pleksus Auerbach.
Tunika serosa/adventitia merupakan peritoneum visceral dengan epitel
squamous simpleks yang diisi oleh pembuluh darah dan sel-sel lemak. Kolon
transversum dan kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh melalui
mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon ini.
Sedangkan adventitia membungkus kolon ascenden dan descenden karena
letaknya retroperitoneal. Tunika serosa ini terdiri dari mesotelium dan jaringan
ikat serosa.10,11

5
Gambar 1. Potongan cross-sectional anatomi kolon,
menunjukkan ketiga lokasi taenia coli.9

Caecum adalah organ intraperitoneal bebas, tetapi kolon ascenden


separuhnya termasuk organ retroperitoneal hingga ke fleksura hepatica. Kolon
descenden terfiksir pada bagian lateral dinding abdomen melalui fascia.
Dimana fascia bertemu dengan kolon, sebuah avascular plane exits yang
disebut garis Tolt, yang menginsisi ketika kolon kiri termobilisasi.9

Arteri mesenterika superior mensuplai kolon ascenden dan kolon


transversum bagian kanan melalui arteri ileokolika (ileocecal), a. kolika dextra
(right colic brach artery), dan a. kolika media (middle colic branch artery).
Arteri mesenterika inferior mensuplai colon descenden, kolon transversum
bagian kiri, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum melalui a. kolika sinistra
(left colic branch artery), a. sigmoid dan a. hemoroidalis superior. Suplai
darah pada colon dapat dilihat pada gambar berikut.9,10,12

Gambar 2. Large intestine’s arteries.12

6
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah
vena disalurkan melalui vena mesenterika superior untuk kolon ascenden dan
kolon transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon descenden,
sigmoid, dan rectum. Keduanya bermuara di vena porta, tetapi v. mesenterika
inferior melalui vena lienalis. Alirah darah vena dari kanalis analis menuju ke
vena cava inferior.10,12
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya
dalam reseksi keganasan tumor. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis
mukosa. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splenikus
dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.
vagus.10,12

Gambar 3. Vena-vena usus besar.12

Gambar 4. Lymph node drainage.12


7
Usus besar atau colon memiliki empat fungsi yaitu motilitas dan
reservoir, absorbsi, sekresi, serta endokrin. Pergerakan massa adalah aktivitas
kontraksi kuat yang menyapu pada bagian colon transversum dan descenden
beberapa kali sehari. Hal tersebut mengikuti alur proses pencernaan dan dapat
berespon pada refleks gastrocolic. Ini adalah mekanisme utama dimana feses
dihantarkan ke rectum. Peristaltik retrograde dimulai di colon transversum dan
bergerak ke arah proksimal colon bagian kanan.
Setiap 800ml cairan dihantarkan ke colon setiap harinya. Colon akan
menyerap 600ml dari cairan tersebut. Absorpsi sodium melalui transport
elektrogenik, tidak diikuti oleh pergantian kation ataupun anion co-transport.
Sodium masuk melalui saluran pada membrane apical dan dipompakan keluar
dari membrane basolateral oleh Na+K+ATPase. Sekitar 200 hingga 400mEq
sodium dapat diserap setiap harinya. Kolon mensekresi bikarbonat dan
potassium. Bikarbonat disekresikan untuk ditukarkan dengan klorida. Sekresi
potassium adalah sekresi aktif dari kolon. Kolon mengandung sel-sel L, K dan
N, yang melepaskan enteroglukagon peptide YY (PYY), dan neurotensin.
Enteroglukagon bersifat trofik pada mukosa usus halus, dan kolon mungkin
dapat berpartisipasi dalam meregulasi sejumlah kecil petumbuhan mukosa
usus halus. PYY dilepaskan dari distal Ileum dan kolon bagian proksimal
sebagai respons pada luminal fat dan bertanggung jawab pada yang disebut
“ileal break”, yang berfungsi memperlambat pengosongan lambung dan
transport selama di usus halus.9,10,11
2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya divertikulosis ada 2 yaitu: 9,13,14


1. Peningkatan tekanan intralumen
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen
kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan dinding otot
kolon yang menebal dan memendek (sebuah kondisi yang disebut-mychosis).
Terdapat 2 jenis serat yaitu serat yang larut dalam air dan yang tidak larut
dalam air. Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam bentuk
yang menyerupai agar-agar yang lembut. Sedangkan serat yang tidak larut
dalam air, melewati usus tanpa mengalami perubahan bentuk. Kedua jenis

8
serat tersebut membantu memperlunak feses sehingga mudah melewati usus.
Serat juga mencegah konstipasi. Konsumsi makanan yang berserat tinggi,
terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalam biji-bijian,
sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada pembentukan tinja
yang padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu transit feses dalam
kolon dan mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya
divertikel.
2. Kelemahan otot dinding kolon
Penyebab lain terjadinya divertikulosis adalah terdapat daerah yang lemah
pada dinding otot kolon dimana arteri yang membawa nutrisi menembus
submukosa dan mukosa. Biasanya pada usia tua karena proses penuaan yang
dapat melemahkan dinding kolon.
Faktor resiko divertikulosis meliputi pertambahan usia, konstipasi, diet
rendah serat, dan gangguan jaringan ikat. Pada usia lanjut terjadi penurunan
tekanan mekanik/ daya regang dinding kolon sebagai akibat perubahan
struktur jaringan kolagen dinding usus. Konstipasi menyebabkan otot-otot
menjadi tegang karena tinja yang terdapat di dalam usus besar. Tekanan yang
berlebihan menyebabkan titik-titik lemah pada usus besar menonjol dan
membentuk divertikula. Kurangnya asupan makanan berserat, akan
menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu
transit kolon yang lebih lambat sehingga absorpsi air lebih banyak dan output
yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk
mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang
berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler
dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan pasase dari material
dalam kolon merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit
divertikular. Pada segmentasi yang meningkat secara berlebihan terjadi
herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel. Gangguan jaringan ikat
seperti pada sindrom Marfan dan Ehlers Danlos dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding kolon.9,13,14

2.5 Patofisiologi
Divertikula terjadi di bagian yang lebih lemah dari dinding kolon di
mana vasa rekta menyusup ke lapisan otot melingkar. Sebagian besar

9
divertikula kolon biasanya adalah divertikula “palsu”, yang merupakan
mukosa dan submukosa yang mengalami herniasi melalui defek atau
kelemahan pada lapisan muskularis, yang hanya ditutupi secara eksternal oleh
serosa. Divertikula sejati jauh lebih jarang (misalnya, divertikulum Meckel)
dan melibatkan outpouching semua lapisan dinding usus (misalnya, mukosa,
muskularis, dan serosa). Faktor predisposisi utama untuk pembentukan
divertikula kolon adalah motilitas kolon yang abnormal (misalnya, kejang usus
atau diskinesis), mengakibatkan kontraksi otot segmental yang berlebihan,
tekanan intraluminal yang meningkat, dan pemisahan lumen kolon menjadi
bilik. Peningkatan kejadian divertikula di kolon sigmoid dijelaskan oleh
hukum Laplace, sehingga tekanan sebanding dengan tegangan dinding dan
berbanding terbalik dengan jari-jari usus. Karena kolon sigmoid adalah
segmen kolon dengan diameter terkecil, maka juga merupakan segmen dengan
tekanan intraluminal tertinggi. Gangguan jaringan ikat seperti sindrom Marfan,
sindrom Ehlers-Danlos, atau penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
juga dapat mempengaruhi individu terhadap pembentukan divertikula kolon
karena penyakit ini sering melibatkan perubahan struktural (misalnya,
kelemahan) di dinding usus. Divertikula rentan terhadap perdarahan akibat
kedekatan vasa recta dengan lumen usus akibat herniasi mukosa dan
submukosa melalui lapisan muskularis. Dengan pembentukan divertikula, vasa
rekta menjadi terpisah dari lumen usus oleh satu lapisan mukosa saja dan
terkena lebih banyak luka. Hal ini menyebabkan penebalan intimal eksentrik,
penipisan media, dan akhirnya kelemahan segmental di sepanjang arteri ini,
yang menyebabkan vasa rekta pecah dan berdarah ke dalam lumen usus.
Perdarahan divertikular biasanya terjadi tanpa adanya peradangan atau infeksi
divertikular (yaitu, divertikulitis). Divertikulitis biasanya terjadi akibat
perforasi mikro atau makroskopis dari divertikulum, yang mungkin atau
mungkin tidak terjadi akibat obstruksi (misalnya oleh fecalith). Peningkatan
tekanan intraluminal atau bahan makanan yang mengendap (menebal dan
memadat), yang mengakibatkan peradangan dan nekrosis fokal, yang pada
akhirnya menyebabkan perforasi divertikular. Peradangan terkait biasanya
ringan, dan lemak perikolik serta mesenterium cenderung menutupi perforasi
divertikula. Ini mungkin atau mungkin tidak menyebabkan abses atau

10
pembentukan fistula, atau obstruksi usus. Dalam kasus yang jarang terjadi,
perforasi mungkin besar dan tidak terkendali dan menyebabkan peritonitis.15

Gambar 5. Gambaran makroskopis Gambar 6. Gambaran mikroskopis


divertikulosis.16 divertikulosis.16

Gambar 7. Diverticulosis Gambar 8. Divertikel dengan


tinja yang terperangkap di
berkembang menjadi dalamnya.17
divertikulitis.17

2.6 Gejala Klinis


Kebanyakan penderita divertikulosis tidak menunjukkan gejala. Tetapi
beberapa ahli yakin apabila seseorang mengalami nyeri kram, diare, dan
gangguan pencernaan lainnya, yang tidak diketahui penyebabnya, bisa
dipastikan penyebabnya adalah divertikulosis. Gejala klinis yang dapat
ditemukan yaitu:13,14,18
 Sebagian besar asimptomatik
 Divertikulosis yang nyeri:
a. Nyeri pada fossa iliaka kiri
b. Konstipasi
c. Diare.
 Divertikulosis akut:
a. Malaise
b. Demam

11
c. Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa teraba
massa.
d. Distensi abdomen
 Perforasi: Peritonitis dan gambaran divertikulitis
 Obstruksi usus besar:
a. Konstipasi absolut
b. Distensi
c. Nyeri kolik abdomen
d. Muntah
 Fistula: ke kandung kemih, vagina, atau usus halus
 Perdarahan saluran cerna bagian bawah: spontan dan tidak nyeri

2.7 Diagnosis
Anamnesis yang cermat dapat menentukan diagnosis, anamnesis yang
harus ditanyakan adalah terkait dengan perubahan pola defekasi, frekuensi,
dan konsistensi feses. Dalam anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan
antara nyeri kolik dan nyeri menetap, serta hubungannya dengan makan dan
dengan defekasi. Selain itu ditanyakan warna tinja, terang atau gelap,
bercampur lendir atau darah, dan warna darah segar atau tidak serta ditanyakan
apakah terdapat rasa tidak puas setelah defekasi, bagaimana nafsu makan,
adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah. Gejalan dan tanda yang sering
ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia, hematokezia, anemia,
benjolan, dan obstruksi karena radang dan keganasan. Pada divertikulosis 80%
penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan lain yang bisa didapat
adalah nyeri, konstipasi, dan diare oleh karena adanya gangguan motilitas dari
sigmoid.10
Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan lokal ringan dan
sigmoid sering dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun
leukositosis jika tidak ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah,
dapat teraba massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena. Pada
pemeriksaan fisis dilakukan rectal touche ke dalam rectum untuk mengetahui
adanya nyeri tekan, penyumbatan, maupun darah. Didapatkan juga keadaan
umum tidak terganggu dan tanda sistemik juga tidak ada.10

12
Pada foto rontgen, barium tampak divertikel dengan spasme lokal dan
penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen.10

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema dan


Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip kecil saja
dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema bertujuan menilai kolon secara
keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian distal yang
menghalangi masuknya kolonoskop retrograde. Kolonoskopi dilakukan
dengan tujuan untuk pemeriksaan maupun intervensi kolon secara menyeluruh.
Kolonoskopi merupakan tes terbaik untuk mengidentifikasi sumber perdarahan
apabila ada darah dalam tinja. Pada saat ditemukan suatu tumor ataupun polip,
dapat dilakukan biopsi.12 Jika kolonoskopi tidak meyakinkan, seperti pada
perdarahan akut atau parah, angiografi, CTA, atau pemindaian radionuklida
dapat dipertimbangkan untuk menemukan sumbernya. Barium Enema juga
dapat menunjukkan adanya spasme segmental dan penebalan otot yang
mempersempit lumen dan memberikan gambaran saw-toothed appearance.
Kontraindikasi dilakukan pemeriksaan barium enema adalah pada fase akut
divertikulitis. Selain itu USG Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89%
dan spesifisitas sekitar 75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen
dapat ditemukan gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. USG
Abdomen juga dilakukan untuk menyingkirkan kelainan pada pelvis dan
ginekologi.19
CT-Scan dapat memberikan gambaran yang lebih definitif dengan
evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik dibandingkan
pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan CT scan dapat ditemukan penebalan
kolon, streaky mesenteric fat dan tanda abses/phlegmon. Pada CT-Scan tidak
memungkinkan untuk dilakukan intervensi seperti pada saat dilakukan
pemeriksaan kolonoskopi.19

13
Gambar 9. Barium enema Gambar 10. Colonoscopy
dengan extensive sigmoid view of diverticula.12
diverticulosis.12

Gambar 11. Hasil pemeriksaan kolonoskopi


pada divertikulosis dan diverticulitis.19

14
Gambar 12. Gambar CT Scan yang
menunjukkan diverticulitis.19

2.9 Penatalaksanaan

Pada divertikulosis asimptomatik dapat diberikan modifikasi diet


berupa makanan atau suplemen tinggi serat untuk mencegah konstipasi dan
diberikan intake cairan yang cukup. Pemberian tambahan serat sekitar 30-40
gram/hari atau pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan massa feses
(sebagai osmotic laksatif) pada divertikulosis simptomatik yaitu 2 × 15
ml/hari. Pasien yang memerlukan operasi segera adalah yang menunjukkan
tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup. Dilakukan dengan cara
reseksi segmen usus yang sakit, biasanya kolon sigmoid, dan pengangkatan
kolon (kolostomi) tepat di sebelah proksimal titik reseksi. Rektum biasanya
ditutup dengan stapler.8
Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa peritonitis: reseksi
segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis primer).
Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis difus: reseksi
segmen yang terlibat, tutup usus distal (yaitu rectum bagian atas) dan
keluarkan usus proksimal sebagai ujung kolostomi (prosedur Hartmann).
Pada pembedahan darurat pada kasus divertikulosis dengan komplikasi
seperti abses yang luas, peritonitis, obstruksi komplit, dan perdarahan berat
dilakukan pembedahan 2 kali dimana pada operasi pertama yaitu pembersihan
cavum peritoneum, reseksi segmen kolon yang terkena, dan dilakukan
kolostomi temporer kemudian beberapa bulan dilakukan operasi kedua dan
pada operasi ini dilakukan penyambungan kembali kolon (re-anastomosis).
Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis minimal atau tanpa
peritonitis: Reseksi segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya
(anastomosis primer).
Pada kasus divertikulosis raksasa, dilakukan reseksi divertikula yang
dilanjutkan dengan reseksi segmen kolon yang terlibat Pada beberapa kasus
dapat dilakukan reseksi divertikula saja yang disebut diverticulectomy. Tetapi

15
prosedur ini tidak dianjurkan karena jika terdapat suatu massa pada kolon,
akan memicu suatu reaksi inflamasi dan pengangkatan seluruhnya dari sumber
inflamasi yang akan menyebabkan komplikasi adalah hal yang
terpenting.12,13,14,18

2.10 Komplikasi

Berikut komplikasinya yang dapat muncul pada divertikulosis yaitu: 10


 Perdarahan rektum (hematokezia)
Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang terjadi,
dilaporkan sekitar 3-5% pasien dengan divertikulosis mengalami
perdarahan rectum. Jika sebuah divertikula mengalami perdarahan,
maka dapat muncul hematokezia. Perdarahan bisa bersifat berat, tetapi
juga bisa berhenti dengan sendirinya dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
 Abses, Perforasi, dan Peritonitis
Infeksi yang menyebabkan tcrjadinya divertikulitis seringkali
mereda dalam beberapa hari setelah antibiotik diberikan. Divertikulitis
paling umum terjadi pada kolon sigmoid (95%). Hal ini telah
diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan divertikulosis
mengalami divertikulitis pada titik yang sama. Patogenesis pasti dari
divertikulitis masih belum pasti, diduga akibat adanya obstruksi dan
statis pada pseudodivertikulum yang mengalami hipertrofi menjadi
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan terjadi iskemik lokal
pada jaringan kolon. Adapun bakteri penyebab divertikulitis seperti
bakteri- bakteri anaerob antara lain: bakteroides, peptostreptokokkus,
klostridium, dan fusobakterium sp., dan beberapa bakteri aerob gram
negatif lainnya seperti e coli, dan streptokokus. Stadium divertikulitis
berdasarkan kriteria Hinchey’s yaitu stadium 1 adalah abses perikolika
ukuran < 4 cm atau abses mesenterium tanpa peritonitis. Stadium 2
adalah abses perikolika ukuran > 4 cm atau abses mesenterium dengan
keterlibatan organ pelvis. Stadium 3 adalah divertikulitis dengan
perforasi akibat rupture abses peridivertikular dan menyebabkan
peritonitis purulen. Stadium 4 adalah rupture divertikulum tanpa

16
inflamasi, atau rupture divertikulum tanpa obstruksi ke dalam cavum
peritoneum disertai dengan kontaminasi feses.

Gambar 13. Stadium divertikulitis


berdasarkan kriteria Hinchey.10
Divertikulitis
dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap sebagai infeksi
yang kontinyu dan lama. Jika infeksi semakin memburuk, maka akan
terbentuk abses di dalam kolon. Abses merupakan suatu daerah
terinfeksi yang berisi nanah (abses perikolika) dan bisa menyebabkan
pembengkakan serta kerusakan jaringan. Kadang divertikula yang
terinfeksi akan membentuk lubang kecil, yang disebut perforasi.
Perforasi ini menyebabkan mengalirnya nanah dari kolon dan masuk ke
dalam cavum peritoneum. Apabila absesnya kecil dengan ukuran < 4
cm dan terbatas di dalam kolon (Hinchey stadium 1), maka dengan terapi
konservatif atau pemberian antibiotik, abses ini akan mereda. Pada
kondisi setelah diberikan antibiotik, namun absesnya tetap menetap,
maka perlu dilakukan tindakan drainase yaitu dengan drainase
perkutaneus. Drainase perkutaneus dilakukan pada divertikulosis
stadium 2 yaitu abses perikolika dengan ukuran > 4 cm tanpa
peritonitis. Drainase perkutaneus bertujuan untuk mengurangi nyeri,
kontrol leukositosis.

17
Abses yang besar dapat menjadi masalah yang serius jika
infeksinya bocor dan mencemari daerah di luar kolon. Infeksi akan
menyebar ke dalam rongga perut sehingga menyebabkan peritonitis.
Peritonitis dapat disebabkan oleh ruptur abses peridivertikular atau
berasal dari ruptur kantung divertikulum. Peritonitis memerlukan
tindakan pembedahan darurat untuk membersihkan cavum abdomen
dan membuang bagian kolon yang rusak.
 Fistula
Fistula adalah hubungan jaringan yang abnormal di antara 2
organ atau di antara organ dan kulit. Apabila pada suatu infeksi
jaringan yang mengalami kerusakan bersinggungan satu sama lain,
kadang kedua jaringan tersebut akan menempel, sehingga terbentuklah
fistula. Jika infeksi karena diverticulitis menyebar keluar kolon, maka
jaringan kolon bisa menempel ke jaringan di dekatnya. Organ yang
paling sering terkena adalah kandung kemih membentuk fistula
kolovesika serta antara kolon dan vagina (fistula kolovagina). Fistula
kolovesika lebih sering ditemukan pada pria. Fistula ini menyebabkan
infeksi saluran kemih (sistitis) yang berat dan menahun.

Gambar 14. Divertikulosis kolon dengan mikro dan makro


perforasi ke organ sekitarnya yang dapat membentuk
fistula.10

 Obstruksi Usus
Jaringan fibrosis karena infeksi bisa menyebabkan
penyumbatan kolon parsial maupun total. Apabila hal tersebut terjadi,
maka kolon tidak mampu mendorong isi usus secara normal. Obstruksi
dapat juga disebabkan karena pembentukan abses atau edema, akibat

18
striktur kolon setelah serangan divertikulitis rekuren. Obstruksi pada
usus halus juga umum terjadi khususnya pada keadaan dimana
terbentuk abses peridivertikular yang berukuran besar.

2.11Prognosis
Penyakit divertikular merupakan keadaan jinak, tetapi memiliki
mortalitas dan morbiditas yang signifikan akibat komplikasi. Sekitar 10-20%
pasien dengan divertikulosis dapat berkembang menjadi divertikulitis atau
perdarahan dalam beberapa tahun. Perforasi dan peritonitis dapat
menyebabkan angka kematian hingga 35% dan memerlukan tindakan bedah
segera.14,18

19
BAB III
SIMPULAN

Divertikulosis adalah suatu kondisi klinis dimana beberapa tonjolan seperti kantung
(divertikula) berkembang di sepanjang saluran pencernaan. sebagian besar terjadi di usus
besar yaitu paling sering pada kolon sigmoid. Mayoritas penderita divertikulosis tidak
menunjukkan gejala. Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan
Eropa, yaitu diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun memiliki
divertikula kolon. Etiologi divertikulosis disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan
intralumen sehingga menyebabkan herniasi mukosa. Selain itu kelemahan dari otot dinding
kolon oleh karena proses penuaan. Pasien divertikulosis kebanyakan tidak menunjukkan
gejala namun beberapa ahli berpendapat bahwa apabila seseorang mengalami nyeri kram,
diare, dan gangguan pencernaan lainnya yang tidak diketahui penyebabnya adalah
divertikulosis. Diagnosis dari divertikulosis berdasarkan anamnesis terkait dengan perubahan
pola defekasi, frekuensi, konsistensi feses, membedakan nyeri kolik dan nyeri menetap, serta
hubungannya dengan makan dan defekasi. Selain pada anamnesis digali terkait dengan warna
tinja, terang atau gelap, bercampur lendir atau darah, darah segar atau tidak, rasa tidak puas
defekasi, nafsu makan dan rasa lelah. Pada 80 % pasien dapat tidak bergejala. Kemudian dari
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan lokal ringan dan sigmoid sering dapat diraba
sebagai struktur yang padat dan dapat teraba massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid
yang terkena. Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah barium enema dan
kolonoskopi. Kolonoskopi dilakukan dengan tujuan untuk pemeriksaan maupun intervensi
kolon secara menyeluruh. Kolonoskopi merupakan tes terbaik untuk mengidentifikasi sumber
perdarahan apabila ada darah dalam tinja. Jika kolonoskopi tidak meyakinkan, seperti pada
perdarahan akut atau parah, angiografi, CTA, atau pemindaian radionuklida dapat

20
dipertimbangkan untuk menemukan sumbernya. Barium Enema juga dapat menunjukkan
adanya spasme segmental dan penebalan otot yang mempersempit lumen dan memberikan
gambaran saw-toothed appearance. Selain itu USG Abdomen dapat dilakukan untuk
menemukan gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. CT-Scan dapat
memberikan gambaran yang lebih definitif dengan evaluasi keadaan usus dan mesenterium
yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan lainnya. Penatalaksanaan divertikulosis
asimptomatik adalah diberikan modifikasi diet berupa makanan tinggi serat dan intake cairan
yang cukup. Pembedahan dilakukan pada pasien yang menunjukkan adanya tanda-tanda
perforasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosmadakis G, Albaret J, da Costa Correia E, Somda F, Aguilera D. Gastrointestinal
Disorders in Peritoneal Dialysis Patients. Am J Nephrol. 2018;48(5):319-325.
2. Cuomo R, Cargiolli M, Cassarano S, Carabotti M, Annibale B. Treatment of
diverticular disease, targeting symptoms or underlying mechanisms. Curr Opin
Pharmacol. 2018 Dec; 43: 124-131.
3. Brunicardi FC, Andersen DK, etc. Schwartz’s Principle of Surgery 9th ed. McGraw-
Hill Company. 2010.
4. Yang F, Lin L, Jiang X, Lv H, Sun C. Increasing Diverticulosis in an Aging
Population: A Colonoscopy-Based Study of 5-Year Trends in 26 463 Patients in
Northern China. Med Sci Monit. 2018 May 06; 24: 2825-2831.
5. Freckelton J, Holt D, Borsaru A, Gwini S, Croagh D, Moore G. The role of body
composition in diverticular disease. Int J Colorectal Dis. 2018 Sep;33(9):1299-1302. 
6. Simpson J, Scholefield JH, Spiller RC. Origin of symptoms in diverticular disease. Br
J Surg 2003; 90: 899–908
7. Kang, J.-Y., Melville, D., & Maxwell, J. D. (2004). Epidemiology and Management
of Diverticular Disease of the Colon. Drugs & Aging, 21(4), 211–228.
8. Almadi MA, Barkun AN. Patient Presentation, Risk Stratification, and Initial
Management in Acute Lower Gastrointestinal Bleeding. Gastrointest Endosc Clin N
Am. 2018 Jul;28(3):363-377.
9. Debas HT. Gastrointestinal Surgery: Patophysiology and Management. Springer.
USA. 2004. p 240-2, 264-7.
10. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta. EGC. 2007. hal: 650-
2,762-9.
11. Lindeth GN., Gangguan Usus Besar dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol. 1 Ed 6. EGC. 2006. hal 456-61.
12. Towsend JR., Beauchamp RD., Evers BM., Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice 17 th ed. Elsevier. 2004. p
1404-22.
13. Soekamto S, Suparman, dkk. Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Patologi II ed 4.
Robbins, S.L. Eds. 2004. Jakarta. EGC. hal 456-61.

21
14. Grace P., Borley NR. At a Glance: ILMU BEDAH Edisi ke3. EMS. 2005. hal: 108-9.
15. Schieffer KM, Kline BP, Yochum GS, Koltun WA. Pathophysiology of diverticular
disease. Expert Rev Gastroenterol Hepatol. 2018 Jul;12(7):683-692.
16. Frankhauser, David B. Digestive System Histology. 2012.
17. KMC Gastroenterology. Diverticular Disease. 2011.
18. Akil, H.A.M., Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed
IV. Sudoyo, A.W.; 2006. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. hal 366-7.
19. Spicak J, Kucera M, Suchankova G. Diverticular disease: diagnosis and
treatment. Vnitr Lek. 2018 Summer; 64(6):621-634.

22

Anda mungkin juga menyukai