Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

ILEUS OBSTRUKTIF

Oleh:

Kadek Aprilia Sukma Dewi (2102612061)

Pembimbing:

dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp. Rad(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2022
TINJAUAN PUSTAKA

ILEUS OBSTRUKTIF

Oleh:

Kadek Aprilia Sukma Dewi (2102612061)

Pembimbing:

dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp. Rad(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya tinjauan pustaka dengan judul “Ileus
Obstruktif” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak selama
penyusunan tinjauan pustaka ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. dr. Firman Parulian Sitanggang, Sp.Rad(K)RI selaku ketua
Departemen/KSM Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang telah
memfasilitasi dan memberikan penulis kesempatan selama proses
pembelajaran di bagian ini;
2. dr. Dewa Gde Mahiswara Sudiatmika, Sp.Rad selaku Koordinator
Pendidikan Departemen/KSM Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan membantu penulis
selama proses pembelajaran di bagian ini;
3. dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad(K), selaku dokter pembimbing
dalam penyusunan tinjauan pustaka yang telah memberikan saran dan
masukan dalam penyempurnaan tugas ini;
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Semoga tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Denpasar, 20 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2
2.1 Definisi ........................................................................................................... 2
2.2 Etiologi ........................................................................................................... 2
2.3 Epidemiologi .................................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 3
2.5 Diagnosis ........................................................................................................ 4
2.6 Gambaran Radiologi ...................................................................................... 5
2.7 Diagnosis Banding ......................................................................................... 11
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................. 11
2.9 Prognosis ........................................................................................................ 12
BAB III Kesimpulan ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ............................................................................................................ 6


Gambar 2.2 ............................................................................................................ 7
Gambar 2.3 ............................................................................................................ 7
Gambar 2.4 ............................................................................................................ 8
Gambar 2.5 ............................................................................................................ 8
Gambar 2.6 ............................................................................................................ 10

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1................................................................................................................ 3
Tabel 2.2................................................................................................................ 6

v
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus didefiniskan sebagai gangguan pasase isi usus yang bersifat akut dan
membutuhkan tindakan segera.1 Ileus dapat dibedakan menjadi ileus obstruktif
(mekanik) dan ileus paralitik (non mekanik).2 Pasien dengan kecurigaan ileus
sebagian besar mengeluhkan nyeri perut kolik, mual, muntah, distensi abdomen,
hilangnya aktivitas fisiologis seperti flatus dan pergerakan usus.3
Estimasi pasien dengan ileus yang datang ke Unit Gawat Darurat
diperkirakan 2-8% dari keseluruhan kasus emergensi yang ditangani. 3 Kasus
obstruksi usus banyak dialami oleh neonatal yakni kasusnya mencapai 1 dari 1500
kelahiran hidup. Berdasarkan laporan tahun 2006 di rumah sakit Kabupaten
Cirebon menunjukkan bahwa ileus obstruktif berada pada peringkat 6 dari 10
penyakit dengan mortalitas tertinggi pada pasien dengan rentang umur 1-4 tahun
(3,34%).4 Kasus ileus obstruktif letak tinggi (small bowel obstruction) ditemukan
lebih banyak (75%) dibanding letak rendah (large bowel obstruction).5
Pemeriksaan radiologi memegang peranan penting dalam proses penegakan
dan manajemen pasien dengan ileus obstruktif. Pemeriksaan radiologis dapat
melengkapi data-data klinis yang sebelumnya telah digali melaui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Beberapa pertanyaan seperti lokasi, penyebab, dan tingkat
keparahan/komplikasi ileus obstruktif dapat diperoleh melalui analisa radiologi.
Mengingat pentinya aspek radiologi pada manajemen ileus obstruktif, penting bagi
praktisi kesehatan agar dapat memilih dan menganalisa berbagai modalitas
pemeriksaan radiologi pasien dengan ileus obstruktif. Dengan demikian diharapkan
manajemen pasien ileus obstruktif menjadi tepat dan efektif sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas serta mortalitas.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ileus obstruktif merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
blokade dari pasase isi, gas, dan cairan yang melalui usus halus maupun kolon.2
Hambatan penyaluran isi lumen saluran cerna ke distal pada ileus obstruktif
disebabkan oleh hambatan mekanik baik yang berada di intralumen, intramural,
maupun ekstralumen. Gangguan vaskularisasi pada suatu segmen usus juga dapat
berkontribusi terhadap proses terjadinya obstruksi akibat adanya nekrosis pada
segmen usus tersebut.1 Ileus obstruksi dapat dibedakan berdasarkan level
obstruksinya menjadi:1
1. Ileus obstruktif letak tinggi (Small Bowel Obstruction/SBO), struktur yang
berada di proksimal dari ileocecal valve (duodenum hingga ileum terminal)
2. Ileus obstruktif letak rendah (Large Bowel Obstruction/LBO), struktur yang
berada di distal dari ileocecal valve (ileum terminal hingga rektum)
Klasifikasi lainnya dapat dibedakan menjadi obstruksi sebagian/low
grade/partial obstruction yang ditandai dengan adanya udara di rongga pelvis
akibat sebagian isi usus masih bisa melewati lokasi obstruksi, serta obstruksi
total/high grade/simple obstruction jika tidak ditemukan gas pada pelvis.
Klasifikasi lainnya berdasarkan ada tidaknya gangguan aliran darah yang dibagi
menjadi obstruksi sederhana (simple obstruction) jika tidak terdapat gangguan,
serta obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) jika terdapat gangguan (dapat
menyebabkan iskemia pada usus, nekrosis, hingga perforasi).2,6
2.2 Etiologi
Penyebab ileus obstruktif akut yang paling umum meliputi adhesi,
neoplasma, dan hernia. Adhesi biasanya disebabkan oleh riwayat operasi abdomen
misal operasi apendiks, kolorektal, dan ginekologi. 3 Secara umum etiologi ileus
obstruktif dapat dibagi menjadi penyebab:2
1. Intralumen: gallstone dengan ukuran masif, masa parasit, bolus makanan.
2. Intramural: neoplasma, atresia kongenital, stenosis karena penyakit
inflamasi kronik (crhon’s disease, divertikulitis), jahitan pos trauma.

2
3. Ekstralumen: kompresi masa eksternal, adhesi, strangulasi eksternal dan
internal hernia, volvulus, intususepsi.

Tabel 2.1 Etiologi ileus obstruktif 5


Small Bowel Obstruction Large Bowel Obstruction
Adhesi Kanker koloreltal
Hernia (eksternal dan internal) Divertikulitis
Neoplasma (ekstraintestinal dan Volvulus
primer) Chron’s disease
Crohn’s disease Keganasan non kolorektal
Batu empedu Endometriosis
Malrotasi Striktur iskemik
Kista Radiasi
Divertikulitis Hernia
Infeksi (TB, parasit intestinal, dll) Adhesi
Hematoma Impaksi fekal
Striktur iskemik Korpus alienum
Intususepsi
Endometriosis
Radiasi
Korpus alienum

2.3 Epidemiologi
Kasus obstruksi usus banyak dialami oleh neonatal yakni kasusnya
mencapai 1 dari 1500 kelahiran hidup. Penelitian di Amerika oleh Evans
menunjukkan sekitar 3000 bayi per tahun lahir dengan kondisi osbtruksi pada
ususnya. Berdasarkan laporan tahun 2006 di Rumah Sakit Kabupaten Cirebon
menunjukkan bahwa ileus obstruktif berada pada peringkat 6 dari 10 penyakit
dengan mortalitas tertinggi pada pasien dengan rentang umur 1-4 tahun (3,34%).4
Penelitian di Instalasi Gawat Darurat Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada
tahun 2015 menunjukkan bahwa ileus obstruktif menjadi salah satu dari sepuluh
penyakit terbanyak yang diberikan penanganan bedah gawat darurat.7 Kasus ileus
obstruktif letak tinggi (small bowel obstruction) ditemukan lebih banyak (75%)
dibanding letak rendah (large bowel obstruction).5
2.4 Patofisiologi
Sumbatan mekanik pada ileus obstruktif menyebabkan kolaps pada bagian
distal, hambatan pasase usus menyebabkan dilatasi struktur usus yang lebih
proksimal. Usus yang berdilatasi akan terisi oleh sekret gastrointestinal dan udara

3
yang tertahan, kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.
Peningkatan tekanan intraluminal mengganggu drainase vena serta memicu
terjadinya edema dan kongesti usus. Penumpukan cairan dan gas intralumen juga
dapat menyebabkan gangguan aliran darah arteri usus sehingga memicu iskemia,
nekrosis, bahkan hingga perforasi usus.1,3
Salah satu efek patologis ileus obstruktif adalah kondisi dehidrasi yang
disebabkan oleh mual muntah, edema dinding usus, dan hilangnya kemampuan
absorbsi usus. Kondisi mual dan muntah yang dialami pasien juga dapat
menyebakan alkalosis metabolik akibat hilangnya elektrolit yang ada pada gaster
seperti potasium, hidrogen, dan klorida. Kondisi stasis pada usus dapat memicu
pertumbuhan berlebih dan translokasi flora normal usus, yang kemudian dapat
menginduksi pembentukan feses di dalam usus halus atau yang disebut dengan
fekalisasi.(3)
2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis ileus obstruktif dilakukan melalui pengumpulan data
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang baik radiologi maupun
laboratorium.
2.5.1 Anamnesis
Keluhan pasien berupa nyeri perut kolik, mual, muntah, hilangnya flatus dan
pergerakan usus dapat dicurigai sebagai ileus obstruktif. Pasien dengan keluhan
nyeri, konstipasi maupun obstipasi, serta distensi abdomen yang lebih dominan
dibandingkan keluhan muntah dapat mengindikasikan adanya ileus obstruktif letak
rendah, begitu pula sebaliknya untuk pasien dengan kecurigaan ileus obstruktif
letak tinggi. Ileus obstruktif letak rendah biasanya dialami oleh pasien lansia serta
keluhan yang dialami sifatnya muncul perlahan, sementara pada ileus obstruktif
letak tinggi keluhan muncul mendadak. Obstruksi dengan onset yang lebih dini
ditandai dengan gejala yang lebih ringan seperti perut terasa tidak nyaman dan
kembung. Pada anamnesis penting untuk digali riwayat operasi intraabdominal
maupun pelvis, neoplasia intraabdominal, hernia, inflammatory bowel disease, dan
kondisi lainnya guna menggali penyebab terjadinya ileus obstruktif.3,7

4
2.5.2 Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik abdomen pasien dengan ileus obstruktif
menunjukkan adanya distensi, suara timpani saat perkusi, serta peningkatan suara
bising usus dengan suara high-pitched khususnya pada obstruksi dengan onset yang
lebih awal. Pada obstruksi yang lebih lanjut suara cenderung menghilang karena
kondisi usus yang hipotonis. Pasien yang sudah mengalami dehidrasi berat biasanya
mengalami takikardi dan hipotensi, bahkan dapat menunjukkan tanda sepsis.3
Sekuens sistematika penegakan diagnosis ileus obstruktif dapat dilakukan
melalui tahapan berikut:2

Tentukan gangguan pasase usus:


1. Ileus obstruktif atau paralitik
2. Obstruksi tipe sederhana atau strangulata

Level obstruksi: letak tinggi (small bowel) atau letak rendah (large bowel),
obstruksi parsial atau komplit

Penyebab sumbatan

2.6 Gambaran Radiologi


2.6.1 Foto Polos Abdomen (BOF)
Foto polos abdomen/BOF dalam menegakkan kasus ileus obstruktif dapat
bermanfaat untuk menilai ada tidak nya obstruksi, membedakan ileus letak tinggi
dan letak rendah, menyingkirkan dugaan pneumoperitoneum, serta dalam beberapa
kasus dapat mengidentifikasi penyebab obstruksi seperti volvulus dan batu empedu.
BOF memiliki akurasi dalam penegakakan diagnosis hanya 50-80%. BOF memiliki
kelemahan dalam mengidentifikasi closed loop maupun obstruksi strangulasi dalam
ileus obstruktif letak tinggi. BOF memiliki spesifitas moderat dalam menilai ileus
obstruktif letak rendah karena memiliki gambaran radiologis yang hampir serupa
dengan pseudo-obstruktif kolon dan dapat menyebabkan false positif. Posisi
pemeriksaan BOF dilakukan dengan tiga posisi baik supinasi (dependen), maupun
erect dan Left Lateral Decubitus (LLD) (non dependen). Pneumoperitoneum
diamati pada posisi erect chest X-ray dan LLD. Beberapa informasi yang dapat
digali pada foto BOF meliputi:5

5
2.6.1.1 Memastikan adanya obstruksi beserta levelnya
Terdapat beberapa temuan radiologi dalam pemeriksaan foto polos
abdomen dengan tiga posisi yang membedakan ileus obstruktif letak tinggi dan
letak rendah, meliputi:5,8
Tabel 2.2 Tanda radiologis BOF ileus obstruktif letak tinggi dan letak rendah.
Ileus Obstruktif Letak Tinggi Ileus Obstruksi Letak Rendah
Posisi supinasi 1. Dilatasi kolon >6 cm, sekum
1. Dilatasi usus >2,5-3 cm >9cm
2. Terletak di sentral 2. Terletak di perifer
3. Terdapat valvula conniventes 3. Tidak terdapat gas pada rektum
yang ditandai dengan garis- 4. +/- dilatasi usus halus,
garis tipis dan rapat yang bergantung pada durasi serta
mengisi seluruh usus halus adanya closed loop
yang berdilatasi, menunjukkan
gambaran herring bone dan
coiled spring.
4. Tidak adanya gas pada
kolorektal
5. Stretch sign
6. Lambung juga dapat berdilatasi
Erect atau LLD
1. Air-fluid level multipel
membentuk step ladder sign
2. Lebar air-fluid level >2,5 cm
3. String of beads sign

Gambar 2.1 Hasil pemeriksaan foto polos abdomen pasien laki-laki 50 tahun
dengan keluhan nyeri perut, mual, dan muntah. (a) Radiografi posisi supine
menunjukkan dilatasi pada loop usus halus tanpa gas di kolon. (b) Radiografi posisi

6
erect menujukkan air-fluid level multipel (panah besar dan kecil), fluid level
berukuran >2,5 cm (panah besar), serta lokasi/tinggi fluid level yang berbeda pada
satu loop usus halus yang sama (garis hitam horizontal).9

Gambar 2.2 Foto BOF pasien laki-laki usia 55 tahun dengan keluhan nyeri perut
dan muntah. (a) Radiografi posisi supine menunjukkan dilatasi loop usus halus,
yang secara parsial terisi udara diantara valvula conniventes (panah hitam), disebut
sebagai stretch sign. (b) CT scan potongan koronal menunjukkan stretch sign.9

Gambar 2.3 Hasil radiografi posisi AP supine laki-laki 67 tahun dengan LBO
menunjukkan dilatasi kolon ascending, transversum, dan descending. Zona transisi
pada fleksura splenikus akibat obstruksi oleh karsinoma kolon (panah hitam).7

7
Gambar 2.4 (a) X-ray abdomen LBO, menunjukkan retensi fekal pada kolon
proksimal. (b) X-ray abdomen LBO, menunjukkan distensi kolon transversum.5

2.6.1.2 Penyebab obstruksi


Tidak semua etiologi obstruksi dapat teramati dalam foto BOF. Salah satu
etiologi yang mungkin diamati adalah volvulus namun bergantung lagi pada
lokasinya. Volvulus paling sering terjadi pada kolon sigmoid, lalu diikuti sekum.
Pada foto BOF akan tampak bentukan huruf “U” atau “C”, atau sering disebut coffee
bean appearance. Area konkav akan menunjuk titik terjadinya twisting, secara
klasik jika terjadi di sigmoid akan mengarah ke kuadran kiri bawah sementara jika
pada sekum akan mengarah ke kuadran kanan bawah. Etiologi lainnya yang dapat
diamati dengan foto BOF adalah benda asing dan impaksi fekal. 5

Gambar 2.5 X-ray abdomen posisi erect menunjukkan volvulus pada sekum
dengan gambaran “C” loop serta bagian konkav menunjukk kuadran kanan bawah.5

8
2.6.1.3 Menilai obstruksi dengan atau tanpa komplikasi (severe)
Obstruksi dengan komplikasi pneumoperitoneum dapat diamati pada foto
polos dada dengan posisi erect (mendeteksi setidaknya 1 ml gas intraperitoneum).
Tanda pneumoperitoneum posisi supine yang bisa ditemukan meliputi Rigler’s
sign, lesi lusen berbentuk segitiga yang terangkap diantara loop usus, football sign
(pada volume pneumoperitoneum yang masif). Udara pada kolon yang berada
diantara liver dan hemidiafragma kanan (Chilaiditi’s Syndrome) sering di
misintepretasikan sebagai pneumoperitoneum. Pneumoatosis intestinal merupakan
indikasi adanya iskemia usus dan ditandai dengan adanya gas di dalam dinding
usus. Pseudopneumatosis merupakan udara yang terperangkap di dalam feses dan
menempel dengan dinding usus harus dibedakan dengan pneumatosis. Pemeriksaan
CT lebih sensitif untuk mendeteksi pneumatosis.5
2.6.2 Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT memberikan akurasi diagnosis obstruksi yang lebih tinggi
(95%) dengan foto cross-sectional yang memberikan lokasi anatomi obstruksi yang
lebih presisi melalui Transition Zone (TZ). TZ merupakan lokasi peralihan antara
usus proksimal yang mengalami dilatasi dengan usus yang lebih distal yang tidak
berdilatasi. Tingkat keparahan obstruksi (parsial atau total) juga dapat dilihat
melalui pemeriksaan CT. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, obstruksi total
diindikasikan ketika kontras yang diberikan gagal melewati TZ dalam waktu 3
hingga 24 jam. Komplikasi yang berkaitan dengan ileus obstruktif juga dapat
diamati melalui pemeriksaan ini seperti perforasi, obstruksi closed loop, hernia
internal, volvulus, serta iskemia intestinal (pneumatosis). Informasi berupa etiologi
obstruksi juga bisa diperoleh seperti hernia internal atau parietal, masa neoplasma
atau inflamasi.2,5

9
Gambar 2.6 CT tanpa kontras menunjukkan TZ (panah) pada midabdomen dengan
ujung tumpul karena obstruksi dengan etiologi adhesi pasca operasi di usus halus.5

2.6.3 Ultrasonography (USG)


USG abdomen dewasa ini digunakan sebagai salah satu pemeriksaan yang
rutin dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri perut. Pemeriksaan USG juga
diindikasikan bagi pasien yang sedang hamil untuk menghindari efek radiasai.
Beberapa data yang diperoleh melalui USG abdomen seperti distensi intestinal,
masa abdomen, dan hernia intestinal. Temuan minimal yang dapat diamati dalam
USG seperti air-fluid level, lokasi obstruksi, etiologi, serta komplikasi akibat
obstrusksi.2
2.6.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Akurasi pemeriksaan MRI hampir serupa dengan CT, memberikan
informasi dasar berupa diagnosis obstruksi, lokasi serta etiologi obstruksi.
pemeriksaan MRI agak kurang sensitif untuk mendeteksi masa dan kondisi
inflamasi.2
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa penyakit dengan temuan klinis serta radiologi yang hampir serupa
dengan ileus obstruktif seperti ileus paralitik, pseudo-obstruksi kolon (Ogilivie’s
Syndrome), dan toxic megacolon. Tidak adanya gas pada rektum dan dekompresi
pada kolon bagian distal dapat dicurigai sebagai pseudo-obstruksi kolon dan sering

10
disalah intepretasikan sebagai obstruksi mekanik pada foto polos abdomen.
Gambaran ileus paralitik terkadang tidak menunjukkan dilatasi kolon sehingga
serupa dengan ileus obstruktif letak tinggi. Obstruksi mekanik pada lokasi yang
sangat distal juga sering mengalami misdiagnosis sebagai ileus paralitik.5 Pada
pseudo-obstruksi (Ogilive’s Syndrome), biasanya terjadi dilatasi usus dengan
riwayat diabetes melitus, dismotilitas usus, serta skleroderma. 3
2.8 Penatalaksanaan
Manajemen pasien dengan ileus obstruktif bertujuan untuk mengkoreksi
gangguan hemodinamik, mengistirahatkan usus dan dekompresi, menghilangkan
sumber obstruksi.3
2.8.1 Non operatif
Manajemen non operatif harus diberikan terutama pada pasien dengan
kondisi umum stabil dan dikerjakan maksimal selama 3 hari dibawah pengawasan
dokter bedah. Beberapa tatalaksana awal yang dapat dilakukan:3,8
1. Resusitasi cairan secara intravena dengan cairan isotonik dengan
pembatasan oral intake
2. Dekompresi menggunakan pipa nasogastrik
3. Pasang kateter urin untuk menilai urine output serta kecukupan resusitasi
cairan yang diberikan
4. Terapi suportif berupa analgetik dan antiemetic
5. Antibiotik broad spectrum untuk melawan bakteri gram negatif dan anaerob
terutama pada pasien yang disertai demam serta leukositosis. Pilihan
regimen disesuaikan dengan kebijakan masing-masing rumah sakit, namun
yang umum digunakan yakni ciprofloxacin dengan metronidazole atau
piperacillin/tazobactam.
2.8.2 Operatif
Pembedahan eksploratif dilakukan pada pasien dengan klinis tidak stabil,
misalnya pasien ileus obstruktif dengan strangulasi. Kondisi ini harus ditangani
dengan operasi cito. Pasien yang tidak responsif dengan pengobatan non operatif
selama maksimal tiga hingga lima hari juga menjadi indikasi dilakukannya tindakan
operatif mengingat tingginya risiko komplikasi yang dapat terjadi pada kelompok
pasien ini.3

11
2.9 Prognosis
Manajemen non operatif berhasil dilakukan pada 40-70% pasien ileus
obstruktif dengan kondisi stabil dan berkaitan dengan masa perawatan di rumah
sakit yang lebih pendek. Adhesi usus sebagai etiologi ileus obstruktif yang tidak
ditangani dapat meningkatkan risiko rekurensi. Mortalitas meningkat hingga
mencapai 25% pada pasien dengan strangulasi/iskemia usus serta penundaan
manajemen operatif.3,9 Obstruksi kolon memiliki mortalitas lebih tinggi dibanding
obstruksi pada usus halus.1

12
BAB III
KESIMPULAN

Ileus didefiniskan sebagai gangguan pasase isi usus yang bersifat akut dan
membutuhkan tindakan segera. Ileus dapat dibedakan menjadi ileus obstruktif dan
paralitik yang harus bisa dibedakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologi karena memiliki tatalaksana yang berbeda. Ileus obstruktif
merupakan penyakit kegawatdaruratan yang memiliki morbditas dan mortalitas
yang cukup tinggi sehingga penegakkan diagnosis dan penanganan perlu dilakukan
sesegera mungkin. Pemeriksaan foto polos abdomen (BOF) memiliki keberhasilan
50-80% dalam menegakkan diagnosis. Informasi yang dapat digali melalui foto
BOF seperti jenis ileus (dilihat dari tanda-tanda radiologi) serta sebagian kecil
etilogi dapat diamati. Guna menggali ada tidaknya dugaan komplikasi serta etiologi
obstruksi dapat dilakukan pemeriksaan Computed Tomography (CT). Pasien hamil
yang merupakan kelompok pasien memiliki kontraindikasi terhadap radiasi dapat
dilakukan Ultrasonography (USG) maupun Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pasien dengan kondisi umum baik tanpa komplikasi dianjurkan untuk mendapatkan
penanganan non operatif terlebih dahulu selama 3 hingga 5 hari sebelum diputuskan
terkait penanganan operatif lanjutan. Pada pasien tidak stabil maupun yang disertai
dengan komplikasi dapat dilakukan tindakan operatif segera. Outcome pasien
dengan ileus obstruktif cenderung baik apabila mendapatkan diagnosis dan
penanganan sesegera mungkin.

13
DAFT AR PUSTAKA

1. Margaretha NI. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. E-jurnal


Medica UDAYANA. 2013;1–21.
2. Dixon CF, Weismann RE. Management of intestinal obstruction. Ariz Med.
1947;4(3):25–9.
3. Jackson P, Cruz VM. Intestinal Obstruction:Evaluation and Management.
Am Fam Physician. 2018;98(6):362–7.
4. Wahyudi A, Siswandi A, Purwaningrum R, Dewi BC. Obstructive Ileus
Incidence Rate in Examination of BNO 3 Position in Abdul Moeloek
Hospital. Jiksh [Internet]. 2020;11(1):145–51. Available from: https://akper-
sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
5. Nelms DW, Kann BR. Imaging Modalities for Evaluation of Intestinal
Obstruction. Clin Colon Rectal Surg. 2021;34(4):205–18.
6. Takaendengan DT, Wowling PAV, Wagiu AMJ. Profil 10 besar kasus di
Instalasi Gawat Darurat Bedah. J e-Clinic. 2016;4(2).
7. Jaffe T, Thompson WM. Large-bowel obstruction in the adult: Classic
radiographic and CT findings, etiology, and mimics. Radiology.
2015;275(3):651–63.
8. Hidayati AN, Alfian MIAA, Rosyid AN. Gawat Darurat Medis Dan Bedah
[Internet]. Vol. 8, Rumah Sakit Universitas Airlangga. 2018. 383 p.
Available from: adm@aup.unair.ac.id
9. Paulson EK, Thompson WM. Review of small-bowel obstruction: The
diagnosis and when to worry. Radiology. 2015;275(2):332–42.

14

Anda mungkin juga menyukai