Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

ILEUS PARALISTIK

Disusun oleh:

Nurul ainun safirah: (135STYC22)

Matakuliah:Berpikir kritis

Dosen Pengampuh:Eka Adithia Pratiwi,S.kep,M.kep

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH


TINGG ILMU KESEHATAN STIKES YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN TAHAP AKADEMIK

TAHUN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini

Mataram,1 juni ,2023

Nurul ainun safirah

ii
DAFTAR ISI

SAMPULAN DEPAN..............................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR..............................................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................IV

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.3 Tujuan masalah.............................................................................................2

1.4 Manfaat penulis.............................................................................................2

BAB 2 TINJAU PUSTAKA.....................................................................................5

2.1. Konsep penyakit ileus paralitik...................................................................5

2.1.1 Anatomi fisiologi.......................................................................................5

2.1.2 Etiologi.......................................................................................................5

2.1.3 Klasifikasi..................................................................................................11

2.1.4 Patofisiologi (pathways)...........................................................................12

2.1.5 Manifestasi klinis (Tanda Dan Gejala)......................................................13

2.1.6 Komplikasi.................................................................................................14

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................15

2.1.8 Penatalaksanaan Medis..............................................................................16

2.2 Manajemen asuhan keperawatan..............................................................17

2.2.2 Pengkajian keperawatan............................................................................17

2.2.3 Diagnosa keperawatan...............................................................................20

2.2.4 Intervensi keperawatan...............................................................................21

iii
2.2.5 Implementasi keperawatan.........................................................................29

2.2.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................29

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................30

3.1 Pengkajian.....................................................................................................30

3.2 Diagnosa keperawatan..................................................................................30

3.3 Intervensi.......................................................................................................30

3.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan.......................................................31

BAB 4 PENUTUP.....................................................................................................56

4.1 Kesimpulan...................................................................................................56

4.2 Saran..............................................................................................................56

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................57

iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhaan otot
usus.tergangguanya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna,
sehingga terjadi penyumbatan atau obstruksi usus akibat ileus paralitik sering di
sebut dengan pseudo-pseudo. ileus paralitikakan menyebabkan penumpukan
makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat mengalami sembelit, begah,
mual, dan muntah
2017). Fenomena penyakit Ileus Paralitik di zaman modern sekarang dengan
adanya peningkatan derajat ekonomi yang juga terjadi pada masyarakat sangat
berpengaruh terhadap gaya hidup sehari-hari, misalnya pola aktifitas dan
pekerjaan, namun tanpa disadari bahaya yang mengancam kesehatan juga tidak
dapat di hindari (Sjamsuhidayat, 2005).
Berdasarkan data world healt organization (WHO) GOLD infobae tahun
2010, case specific death rate
(CSDR) penyakit saluran pencernaan pada beberapa Negara menempati urutan 10
besar jenis penyebab kematian. Di Malaysia (2007) penyakit ini menempati
urutan ke 7 penyebab kematian sebanyak 1.809 kasus dengan proporsi sebesar
5,7%. Di Indonesia tercatat 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Bank Data Departemen
Kesehatan Indonesia, 2013). Setiap tahunnyal dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hemia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
(Deparetemen Kesehatan RI, 2010).

Ileus paralitik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Sekitar 20% pasien ke rumah sakit datang dengan keluhan akut abdomen
oleh karena obstruksi pada saluran cerna, 80% obstruksi terjadi pada usus halus.
Penyebab ileus paralitk salah satunya ialah individu yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul

permasalahan pada kurangnya kemampuan membentuk massa feses yang


menyambung pada rangsangan peristaltik usus, kemudian saat kemampuan
peristaltik usus menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses
yang mengeras dan dapat menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan

1
terjadinya paralitik. Adapun penyebab lain dari ilues paralitik yaitu tindakan
operasi terutama diarea abdomen, penyakit Parkinson, radang usus buntu, infeksi
saluran pencernaan seperti penyakit crohn, gastroenteritis dan divertikkulitis.
(Mansjoer,2001). Salah satu penanganannya adalah dengan tindakan pembedahan
yaitu tindakan Laparatomi, penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal
(Fossum, 2002). Gangren dan perforasi adalah komplikasi yang menunggu jika
permasalahan semakin berat, maka pasien yang sudah di diagnosa ileus paralitik
harus siap dilakukan tindakan pembedahan karena keterlambatan pembedahan
menyebabkan berbagai masalah pada organ cema, diantaranya perforasi
appendiks, peritonitis, pileflebitis, dan bahkan kematian.

Dari besarnya insiden ileus paralitik di negara-negara berkembang


seperti di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ileus paralitik
dalam upaya dalam upaya perawatan preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif yang bersifat menyembuhkan serta ketepatan penegakan
diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan
pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan


masalah yaitu: Bagaimana pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif pada Tn.P dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di RSUD dr.
Doris Sylvanus palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan
Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan menggunakan proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan


Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa medis Ileus
Paralitik.

2
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada Tn.P dengan
diagnose medis Ileus Paralitik di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.

1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Tn. P dengan diagnose


medis Ileus Paralitik di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan masalah pada Tn. P dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan


keperawatan pada Tn. P dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan


yang dilakukan pada Tn.P dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,

1.3.2.2 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan


dan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Tn.P pasien
dengan diagnosa medis Ileus Paralitik.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan


dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga

Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit secara benar dan
bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.

3
1.4.3 Bagi Institusi

1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan


mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sehingga dapat
diterapkan di masa yang akan datang

2 . Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan


Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Ileus Paralitik melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.

4. Bagian iptek

Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide


dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ileus Paralitik

2.1.1 Definisi Ileus Paralitik

Ileus paralitik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus (Emedicine. 2009).

Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson. (Mansjoer, 2011)

Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot usus.
Terganggunya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna, sehingga
terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi usus akibat ileus
paralitik sering disebut dengan pseudo- obstruction. Ileus paralitik akan
menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat
mengalami sembelit, begah, mual, dan muntah. (Tim, et al. 2017).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik


adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot usus dan terganggunya
pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna, sehingga terjadi
penyumbatan di usus, biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan
pasien tidak dapat buang air besar.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris.
Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal,
sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong empedu, dan pankreas. Ketiga
organ ini membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi.
(AAA.Hidayat.2006:52).

5
1. Saluran Pencernaan

1 Mulut

Mulut merupakan bagian 5 1 dari saluran pencernaan terdiri atas dua


bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi
dan bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut, makanan mengalami
proses mekanis melalui pengunyahan yang akan membuat makanan dapat
hancur sampai merata, dibantu oleh enzim amilase yang akan memecah
amilum yang terkandung dalam makanan menajdi maltosa.
(AAA.Hidayat.2006;52).

2. Faring & Esofagus

Faring merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di


belakang hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut dengan bagian
terlebar di bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring langsung
berhubungan dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan
panjang kurang lebih 20-25 sentimeter dan terletak di belakang trakea, di
depan tulang punggung, kemudian masuk melalui toraks menembus
diafragma yang berhubungan langsung dengan abdomen serta menyambung
dengan lambung.

Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan makanan


dari faring menuju ke lambung. Esofagus berbentuk seperti silinder yang
berongga dengan panjang kurang lebih dua sentimeter dengan kedua ujungnya
dilindungi oleh sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu
tertutup, kecuali bila ada makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu
lingkaran serabut otot didepan makanan mengendor dan yang di belakang
makanan berkontraksi.

3.Lambung

Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas


bagian atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk
horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan esofagus
melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik.
Lambung terletak di bawah diafragma dan di depan pankreas, sedangkan
limpa menempel pada sebelah kiri fundus.Lambung mempunyai dua fungsi,
yaitu fungsi sekresi dan pencernaan. Fungsi motoris lambung adalah sebagai
reservoir untuk menampung makanan samapi dicerna sedikit demi sedikit dan

6
sebagai pencampur adalah memecah makanan menjadi partikel - partikel kecil
yang dapat bercampur dengan asam lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan
adalah mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein menjadi
pepton, amilase memecah amilum menjadi maltosa, lipase memecah lemak
menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk sekresi gastrin, mensekresi
faktor intrinsik yang memungkinkan absorbsi vitamin B12 yaitu di ileum, dan
mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan berada pada lambung
selama 2 - 6 jam, kemudian bercampur dengan getah lambung (cairan asam
bening tak berwarna) yang mengandung 0,4% HCI untuk mengasamkan
semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Dalam getah
lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin, dihasilkan oleh
pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
mudah larut dan renin, berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang
lebih dari karsinogen yang dapat larut.

4.Usush halus

Usus halus merupakan tabung berlipat-lipat dengan panjang kurang


lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaiut
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang
kurang lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir
dari usus. Lapisan dinding dalam usus halus menyerupai beludru. Pada
permukaan setiap vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari jari, yang
disebut mikrovili. Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan
mengabsorbsi chime dari lambung. Zat - zat makanan yang telah halus akan
diabsorbsi di dalam usus halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi
absorbsi besi, kalsium dengan bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K
dengan bantuan empedu dan asam folat.

5.Usus Besar

Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari
usus halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat lewatnya
makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi
atas desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira kira 10
cm dari usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran
anal. Tempat kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas
bagian kanan disebut fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum
membentuk belokan tajam di abdomen atau bagian kiri disebut fleksura
lienalis. Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%)

7
elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih
5000 cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar berfungsi untuk menyintesis
vitamin K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa sisa makanan.

6.Anus

Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah


dikumpulkan di rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi. Anus
bekerja ditopang oleh otot polos yang berada di dalam anus dan otot lurik
yang terletak di luar anus. Otot lurik akan terpicu ketika feses menyentuh
dinding rektum. Pada kondisi ini otot polos mengendur hingga feses akan
keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto. 2014; 37). Buku Pintar Anatomi Tubuh
Manusia. Jakarta:Dunia Cerdas.

1. Organ Asesoris

1.Hati

Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di


bagian paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan
memiliki berat kurang lebih 1500 gram (kira-kira 2,5% orang dewasa). Hati
terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh ligamen
falsiformis. Pada lobus kanan bagian. belakang kantong empedu terdapat sel
yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah.
Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan
benda asing lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.

2.Kantong empedu

Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong


yang terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai
pinggiran depan yang memiliki panjang 8-12 cm dan berkapasitas 40 - 60
cm2. Kantong empedu memilki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus,
yaitu sebelah luar pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak
bergaris, dan sebelah dalam membran mukosa.

Fungsi kantong empedu adalah tempat menyimpan cairan empedu.


memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH
optimum enzim - enzim pada usus halus, mengemulsi garam - garam empedu,
mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh
tubuh, dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau hijauan

8
(dihasilkan oleh pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam,
empedu, lemak, kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein.

3.Prankes

Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar


ludah dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas tiga
bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang
letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta
bagian ekor pankreas yang merupakan bagian runcing di sebelah kiri dan
menyentuh limpa. Pankreas memilki dua fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang
dilaksanakan oleh sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim
serta elektrolit dan fungsi endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas.

3. Etiologi

Menurut (Behm, 2003) risiko terjadinya ileus biasanya terjadi akibat


pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung
peningkatan risiko terjadinya ileus paralitik, diantaranya:

1. Sepsis.

2.Obat-obatan (misalnya opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,


chlorpromazine).

3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnese


miahipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).

4. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat

5. Infark miokard.

6. Pneumonia.

7. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina), Bilier dan ginjal kolik.

8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.

9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis.

10. Hematoma retroperitoneal.

9
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada:
1. Proses intraabdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau
iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan);
2. Sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan
intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidak
seimbang elektrolit hipomagnesemia, hipofosfatemia)
3. Obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik,
fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang
kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-
72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencemaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus
disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling
umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang
diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali nomal spontan
dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra- abdominal. Durasi ter-panjang dari ileus tercatat
terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan
jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko
komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk.
Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena
memperpanjang rawat inap di rumah sakit. Penyakit/keadaan yang
menimbulkan ileus paralitik dapat diklasi-fikasikan seperti yang tercantum
dibawah ini:
1.Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan ureter.
iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple.

10
3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin
antihistamin.

4. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat


lainnya.

5. Iskemia usus

4. Klasifikasi

Ada 2 jenis klasifikasi obstruksi yaitu :

1. Neurogenik/fungsional (Ileus paralitik)

Keadaan dimana usus gagal tidak mampu melakukan kontraksi


peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer,
tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut,toksin dan obat-
obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Contoh
penyakit tersebut, amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti
diabetes melitus atau ganngguan neurologis seperti penyakit parkinson.
(sudoyo aru). Berdasarkan stadium terdapat 3 stadium yaitu :

a. Parsial: menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan


udara masih dapat melewati tempat obstruksi.

b. Komplit: menyumbat total lumen usus.

c. Strangulasi : sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah

2 .Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyimbat usus dan tidak dapat diatasi


oleh peristaltik.ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia
stragulata atau kronisnakibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu,strikutra.perlengketan hernia dan abses. Adapun Secara umum
yaitu: a) Ileus obstruksi sederhana: obstruksi yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah.( b Ileus obstruksi strangulata: ada
pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
menyebabkan nekrosis atau gangren.

11
5 Patofisiologi (Pathways)

Patofisilogi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari


terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat
aktivitas dalam traktus gastrointestinal. menimbulkan banyak efek
yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: pada
tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot
polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya
Patofisiologi), dan pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik
dari noreepineprin pada neuron- neuron sistem saraf enterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf


enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada
traktus gastro intestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang
dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu
transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan
beberapa peptide lainnya. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah
obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi
tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltic
dihambat dari permulaan. sedangkan pada obstruksi mekanik
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Perubahan pato-fisiologi utama pada obstruksi usus adalah
lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tergang oleh cairan
dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen
ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolik.

Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan


ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan

12
penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-
toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.

Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa


disertai gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang
ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak
jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian
distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus
menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi
intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan risiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis,
dan kematian.

6. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)

13
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah
mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada
ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada
ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut
kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak
terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah
gambaran peritonitis.

Menurut (Sudoyo,2007) manifestasi klinis pada klien dengan ileus


paralitik Gejala-gejala dapat bersifat :

1.Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).

2. Mual dan mutah.

3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.

4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.

5. Bising usus menghilang.

6. Gambaran radiologis: semua usus menggembung berisi

7. Komplikasi

Menurut (Brunner dan Suddarth, 2001) Komplikasi pasien dengan


ileus paralitik di antaranya:

1. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama


pada organ intra abdomen.
2. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
3. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
4. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
5. Abses sindrom usus pendekus dengan malabsorpsi dan malnutrisi.

14
6. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
7. Nekrosis us
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium
dari lambung. serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam
darah.

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah


:

1. Radiologi

1. Foto polos abdomen 3 posisi

Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan


dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga, posisi setengah
duduk untuk melihat Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar usus,
misalnya pada abses, Gambaran udara bebas di bawah diafragma, Gambaran
cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.

2. .Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema

Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus


halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium
tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.

3. CT-Scan

Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum,
CT-Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

15
2. Pemeriksaan laboratorium

Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa


mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic.

9. Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif

1. Penderita dirawat di rumah sakit.

2. Penderita dipuasakan

3. Kontrol status airway, breathing and circulation.

4. Dekompresi dengan nasogastric tube.

5. Intravenous fluids and electrolyte

6. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2 Farmakologis

1. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

2. Analgesik apabila nyeri.

3 Operatif

1. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai


dengan peritonitis.

2. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk


mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

3. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik


bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

16
1. Manajemen Asuhan Keperawatan

2. Pengkajian Keperawatan

3. Pengumpulan Data, meliputi:

1) Identitas Klien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
suku bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan,
alamat, nomor registrasi/MRS, dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada keluhan utama biasanya pasien dengan ileus paralitik pada


umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus. abdomen tegang dan kaku. Dalam melakukan pengkajian nyeri
harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p.qr.s,t). P: Apa yang
menyebabkan timbulnya keluhan. Q Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien,
apakah hilang, timbul atau terus-menerus (menetap). R: Di daerah mana
gejala dirasakan. S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan
memakai skala numeric 1 s/d 10. T: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor
yang memperberat dan memperingan keluhan.

3) Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien ileus paralitik terjadi karena hipomotilitas dari saluran


pencernaan tanpa adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot
dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi
gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor.
keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling umum untuk
terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang
diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal
spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal.
Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat
disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.

17
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang mungkin pemah diderita oleh klien ileus


paralitik biasanya perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat
dan obatobatan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga klien ada atau tidak gambaran keadaan kesehatan


keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien.
meliputi jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari
pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta
kemungkinan penyakit turunan.

d. Riwayat Psikososial

Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya


serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan ileus paralitik sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

2. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)

Menurut (Nursalam, 2001) Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan


pada pasien dengan Ileus Paralitik adalah sebagai berikut:

1)Keadaan umum

Pasien tampak Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemi,


tanda- tanda vital meningkat, suhu (39°C), pemapasan (24x/mnt), nadi
(110x/mnt) tekanan darah (130/90 mmHg).

2) Pernafasan

Pada klien ileus paralitik di sistem pernafasan biasanya terjadi


peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal. Pada palpasi,
denyutan jantung teraba cepat, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun. Pada perkusi didapatkan suara timpani. Pada auskultasi
napas pendek dan dangkal.

18
3) Kardiovaskuler

Pada klien ileus paralitik sering didapatkan adanya perfusi jaringan


dan asidosis metabolik menurun, penurunan volume darah dikarenakan
ketidakmampuan mengabsorbsi cairan oleh kolon dan menyebabkan
dehidrasi. Sehingga dapat terjadi syok hipovolemik karena tidak ada absorbsi
cairan. Pada pemeriksaan jantung IPPA didapatkan yaitu:

Inspeksi : pasien tampak pucat, gelisah

Palpasi: biasanya Takikardia, hipotensi (tanda syok)

Perkusi: Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada


pembesaran jantung.

Asukultasi: suara jantung normal $1 lup. $2 dup, tidak ada suara jantung
tambahan.

4) Persyarafan

Pada klien ileus paralitik di sistem persyarafan biasanya terjadi nyeri


melilit dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas.
Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat mengalami ileus paralitik
dikarenakan respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-ujung saraf dan respon
tersebut ditransmisikan ke otak. Manifestasi sistem saraf pusat dapat terjadi
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian. Pasien juga akan
mengalami kecemasan terhadap perubahan status kesehatannya dikarenakan
adanya respon psikologis menyebabkan pasien gelisah karena distensi
abdomen.

5) Perkemihan

Pada klien ileus paralitik di sistem perkemihan biasanya terjadi


dehidrasi karena kekurangan volume cairan yang menyebabkan
ketidakmampuan mengabsorbsi cairan oleh kolon dan menyebabkan
dehidrasi, intake yang tidak adekuat, ketidakmampuan defekasi dan flatus,
dan perubahan warna urine dan feces.

6) Pencernaan

Pada klien ileus paralitik di sistem pencernaan menurut (Alo Medika,


2017) biasanya terjadi gangguan eliminasi fekal (konstipasi),
anoreksia,mual/muntah. distensi abdomen, perut kembung, bising usus lemah

19
dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali, ketidakmampuan
defekasi dan flatus dikarenakan akibat kelumpuhan otot usus, sehingga terjadi
penyumbatan gangguan pergerakan usus dalam mencema makanan. Pada
pemeriksaan abdomen dapat dilakukan IAPP didapatkan yaitu:

Inspeksi : dapat berupa bekas luka operasi pembedahan abdomen,


muntah berwarna hitam dan feces warna hitam, konsistensi
keras.

Auskultasi : bising usus lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali.

Perkusi: akan terdengar suara hipertimpani akibat dari gas yang


terperangkap dalam usus, biasanya perut kembung.

Palpasi: mengalami nyeri tekan, distensi abdomen (tegang dan kaku),


pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya.

7) Tulang, otot dan integument

Pada klien ileus paralitik di tulang, otot dan integument biasanya


terjadi kelelahan, kekuatan otot menurun, kesulitan ambulasi, turgor kulit
buruk. membran mukosa pecah-pecah dan penggunaan otot bantu nafas yang
lama pasien terlihat keletihan/kelemahan, sering didapatkan intoleransi
aktivitas dan gangguan pemenuhan.

3 . Diagnosa Keperawatan

Menurut (NANDA, 2015) Diagnosa keperawatan pasien dengan ileus


paralitik yaitu:

.1 Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaphoresis.

2. Syok hivopolemik berhubungan dengan kekurangan volume cairan tubuh.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen.

4 .Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi


motilitas usus.

20
6 .Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan mual muntah.

7. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

4 . Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan menurut Nursing Interventions Classification ialah


pada klien dengan ileus paralitik meliputi :

Diagnosa I: Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan ketidakefektifan
penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah,
demam dan diaphoresis.

1. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


pasien dapat menunjukkan kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.

2.Kriteria hasil :

✓ Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
(N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 - 120/80 mmHg)

 Intake dan output cairan seimbang


 Turgor Kulit elastis
 Mukosa lembab
 Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L)

3.Rencana Tindakan :

Intervensi rasional
1. kaji kebutuhan pasien 1.mengetahui kebutuhan
2. observasi tanda-tanda vital Cairan pasien
3. observasi tingkst kesadaran dan tanda-tanda syok Perubahan yang drastic
4. observasi bising usus pasien tiap1-2 jam pada tanda-tanda vital
5. .monitor intake dan outpur secara ketat merupakan indikasi
6. pantau hasil labolaterium serum elektrolit,hematocrit kekurangan cairan
7. kaloborasi dengan medic untuk pemberian suplemen 3.kekurangan cairan dan
elektrolit intravena elektrolit dapat
mempengaruhi tingkat
kesadaran dan

21
mengakibatkan syok.
4.menilai fungsi usus
5.menilai keseimbangan
cairan
6.untuk menilai
keseimbangan cairan dan
elektrolit
7untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan
kelurga serta kerja sama
antara perawat-pasien-
keluarga
8.memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit pasien

Diagnosa ll:syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan volume


cairan tubuh

1.Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi.

2.kriteria hasil:

 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan).
 Volume cairan tubuh seimbang
 Intake cairan terpenuhi

3) rencana tindakan:

Intervensi rasional
1. kajian kebutuhan cairan 1. mengetahui kebutuhan cairan
pasien pasien
2. observasi tanda-tanda vital 2. .perubahan yang drastic pada
3. observasi tingkat kesadaran tanda-tanda vital merupakan
dan tanda-tanda syok indikasi kekurangan cairan
4. observasi bising usus pasian 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tiap 1-2 jam dapat mempengaruhi tingkat

22
5. monitor intake dan outpur kesadaran dan mengakibatkan
secara ketat syok
6. pantau hail labolaterium 4. menilai fungsi usus
serum elektrolit, hematorik 5. menilai keseimbangan cairan
7. kaloborasi dengan medic 6. untuk menilai keseimbangan
untuk pemberian suplemen cairan elektrolit
elektrolit intravena 7. untuk meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga serta kerja
sama antar perawat-pasien-
keluarga
 Memenuhi kebutuhan cairan
dan elektrolit pasien
Diagnosa lll:ketidak efektif pola nafsu makan berhubungan dengan distensi
abdomen.

1.Tjuan setelah dilakukan tindakan keperawatanselama proses keperawatan


pasien akan mempertahan kan pola nafas efektif, bebas dipneu dan sianosis,dan
kapasitas vital dalam rentang normal.

2.kriteria hasil:

 Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama,
nafas, frekuensi, pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

3) Rencana tindakan:

Intervensi Rasional
1. Monitor kecepatan,irama, bunyi 1. Mengetahui perkembangan
nafas, kedalaman dan kesulitan satatus kesehatan pasien.
bernafas. 2. Perubahan ttv akan memberikan
2. Monitor tanda-tanda fital dampak pada resiko asidosis yang
3. Kaji distensi abdomen bertambah berat dan berindikasi
4. Catat pergerakan dada, catatan pada intervensi untuk secepatnya
ketidak simestrisan, pengunaan melakukan koreksi asidosis.
otot-otot bantu nafas, dan retraksi 3. Memudahkan ventilasi dengan
pada otot supraclaviculas menurunkan tekanan abdomen
intercostal. terhadap diagfragma sehingga
5. Posisikan semi-flower ekspansi maksimal, dengan
6. Asukultasi suara nafas, catat area mengukur lilitan atau lingkar
yanf vebtilasinya menurun atau abdomen.
tidak adanya suara nafas bantuan. 4. Untuk mengetahuiperkembangan

23
7. Kolaborasi status kesehatan pasien dan
 Pemberian oksigen 4 liter mencegah komplikasi lanjutan.
/menit dengan metode kanul 5. Posisi semi-flower atau flower
atau dungkup non dapat mengurangi sesak nafas dan
rebreathing. ekspansi paru.
 Pemberian inhalasi terapi bila 6. Untuk mengetahui perkmbangan
diperlukan status kesehatan pasien dan
mencegah komplikasi jantung
7. Kolaborasi
 Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian terapi pemeliharan untuk
kebutuhan asupan oksigen dan
tindakan dependen perawat, dimana
oksigenasi dan tindakan berfungsi
untuk meningkatkan kadar oksigen
dalam tubuh terpenuhi sehingga
fungsi organ berjalan lancar. Untuk
mencegah hipoksia, memudahkan
pernafasan dengan menurukan
tekanan pada diagfragma.

Diagnosa lV: nyeri berhubungan dengan distesis abdomen

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidak nyamanan dan masalah
nyeri klien dapat teratasi.

Kriteria hasil:

 Pasien mengungkapkan penurunan ketidak nyamanan


 Menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi
 Skala nyeri=3 (1-10)
 Menyatakan nyeri
 Irama pernafasan teratur
 TTV dalam batas normal

3.Rencana tindakan

Intervensi Rasionnal
1. Identifikasi 1.Selalu memantau
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi, perkembangan nyeri.
intenitas nyery.
2. Identifikasi factor yang memperberat 2. Mencari tahu faktor

24
dan memper ringan nyeri. memperberat dan
3. Kontrol lingkungan yang memperingan nyeri agar
memperberat rasa nyeri. mempercepat proses
4. Berikan teknik nonfarmakologis kesembuhan.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri. 3. Memberikan kondisi
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian lingkungan yang nyaman
analgetik, jika perlu. untuk membantu
meredakan nyeri.

4.Salah satu cara


mengurangi nyeri seperti
TENS, hipnosis, terapi
musik, terapi pijat,
akupresur aromaterapi,
terbimbing. imajinasi
kompres

hangat dingin, terapi


bermain.
5. Agar klien atau
keluarga dapat melakukan
secara mandiri ketika
nyeri kambuh.

6. Bekerja sama dengan


dokter dalam pemberian
dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana
analgetik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.

Diagnosa v: gangguan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan


disfungsi motilitas usus

1. Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi


kembali normal

2.kriteria hasil:

 Pola eliminasi BAB normal:1x / har, dengan kondisi lembek


 BUnorma:5-35 x 0 menit
 Tidak ada sistensi abdomen

25
3.rencana tindakan

Intervensi rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau tidaknya
dan konsistensi feses kelainan yang terjadi pada
2. Auskultasi bising usus eliminasi fekal.
3. Kaji adanya flatus 2. Untuk mengetahui normal atau
4. Kaji adanya distensi abdomen tidaknya pergerakan usus
5. Berikan penjelasan kepada pasien 3. Adanya flatus menunjukan
dan keluarga penyebab terjadinya perbaikan usus
gangguan dalam BAB 4. Gangguan motilitas usus daoat
6. Kolaborasi dalam pemberian menyebabkan akumulasi gas di
terapi pencahar (laxatif) dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi badomen
5. Untuk meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerja sama antara
perawat –pasien dan keluarga
6. Untuk membantu dalam
pemenuhan kebutuhan eliminasi

Diagnosa vl: perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan gangguan absorbi nutrisi dengan mual muntah.

1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses


keperawatan diharapkan status nutrisi klien terpenuhi dalam adektua

2)kriteria hasil:

 Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adektua


 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
 Peningkatan berat badan

3)Rencana tindakan

Intervensi rasional
1. Identikasi status 1. Mengedentikasi derajat kurang
nutrisi nutrisi dan menentukan pilihan
2. Identikasi makanan interfensi.
yang disukai 2. Makanan kesukaan biasanya
3. Monitor asupan meningkatkan selera makan.
makanan, kandungan 3. Kandungan nutrisi yang tepat
nutrisi dan kalori untuk meningkatkan klien
berat badan, dan beraktifitas .

26
frekunsi muntah. 4. Untuk mengawasi keefektifan
4. Monitor berat badan rencan diet.
5. Berikan makanan 5. Makanan tinggi kalori di
tinggi kalori dan butuhkan pada keanyakan
tinggi protein pasien yang pemasukannya
6. Berikan makanan / dibatasi, karbohidrat
minuman sedikit tapi memberikan emerge siap
sering. pakai.protei di perlukan pada
7. Ajarkan diet yang di perbaikan kadar protein
programkan. seserum untuk menurunkan
8. Kolaborasi dengan edema dan untuk
ajlu gizi (jika perlu) meningkatkan regenasi sel
jumlah kalori dan jeni hati.
zat gizi yang di 6. Makan sedikit demi sedikit
butuhkan. tapi sering dapat membantu
untuk meminimalkan
anoreksia dan menurunkan
rangsangan muntah
7. Dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi individu dengan diet
yang paling tepat dan
mendorong regenerasi jaringan
area cedera permukaan tubuh
8. Berguna dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi individu
dengan diet yang paling tepat.

Diagnosa: VIIkecemasan berhubungan dengan perubahan status


kesehatan

1). Tujuan: setelah dilakukan tindakan perawat diharapkan kecemasan dapat


teratasi

2).kriteria hasil:

 Psien mengharapkan pemahaman pemahaman tentang penyakit saat ini


dan mendemonstasika keterampilan positif.

3). Rencana tindakan :

Interfensi Rasional
1. Observasi adanya peningkata 1.rasa cemas yang dirasakan

27
kecemasa: wajah tegang, gelisa. pasien dapat telihat diekspresi
2. Kaji adanyarasa cemas yang wajah dan tingka laku.
dirasakan pasien 2. untuk mengetahui tingkat
3. Berikan penjelasan kepada pasien kecemasan pasien.
dan keluarga tentang tindakan 3. dengan mengetahui tindakan
yang akan dilakukan sehubungan yang akan dilakukan akan
dengan keadaan penyakit pasien mengurangi tinkat kecemasan
4. Berikan kesempatan pada pasien pasien dan meningkatkan kerja
untuk mengungkapkan rasa takut sama
atau kecemasan yang dirasakan 4. dengan mengungkapkan
5. Pertahankan lingkungan yang kecemasan akan mengurangi rasa
tenang dan tanpa setres takut/ cemas pasien.
6. Dorong dukungan keluarga dan 5. lingkungan yang tenang dan
orang derdekat untuk memberikan dan nyaman dapat mengurangi
support pada pasien setres pasien berhadapan dengan
penyakitnya.
6. support system dapay
mengurangi rasa cemas dan
menguatkan pasien dalam
menerima keadaan sakit.

Diagnosa VIII : Kecemasan berhubungan dengan perubahan status


kehatan.

1). ujuan setelah dilakukan tindakan perawat diharapkan pasien akan


mempertahankan toleransi aktivitas.

2). Kriteria hasil :

 Pasien merasa nyaman saat beraktivias


 Frekunsi nadi menurun
 Keluhan lelah menurun
 Dispnea saat aktifitas menurun
 Perasaan lemas menurun
 Aritmia saat aktifitas menurun

3). Rencana tindakan

28
Intervensi rasional
1. Identifikasi gangguan 1. Mengetahui perkembangan
fungsi tubuh yang status kesehatan klien
mengakibatkan kelelahan menghindri adanya keluhan
2. Monitor kelehan fisik dan lain
emosinal 2. Meminimalkan atrofi
3. Lakukan latihan rentang oto,meningkatkan sirkulasi,
gerak pasif dan /aktif membantu mencegah
4. Anjurkan tirah baring kontraktur
5. Kolaborasi dengan ahli 3. Memperbaiki mekanika tubuh
gizi tentagcara dan melatih otot-otot
meningkatksan asupan ketahanan otot
makanan 4. Istirahat menurunkan mobilitas
dan juga mempercepat
penyembuhan
5. Memenuhi kebutuhan nutrisi
individu agar lebih berenergi

2.2.4 Implementasi keperawatan

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi seara kongrit dari


rencana interfensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (budinna kliat,2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
interfensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
keterampilan interpersolan teknikal dan inteleltual dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yant tepat, keamanan fisik dan poskologis klien di
lindingu serta dokumentasi interfensi dan respon pasien.

2.2.5 Evaluasimkeperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan


dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim lainya. Tahap
evaluasimenentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respon pasien terhadapa keefektifan intervensi keperawatan,
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi
ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai
dengan baik atau tidak dam untuk melakukan pengkajian.

BAB 3

29
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Dhea permatasari iskandar

Nim : 2018.C.10a.0964

Ruang Prakte : Ruang pencernaan (bougenville)

Tanggal Praktek : 1-3 okttober 2020 & 8-10 oktober 2020

Tanggal dan Jam Pengkajian : 1 oktober 2020, pukul 08:00 WIB

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identifikasi pasien

Nama : Tn.P

Umur : 65 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku / bangsa : Dayak,indonesia

Agama : Kriten

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. Beling N0. 12, palangka raya

Tgl MRS : 28 September 2022

Diagnosa medis:

3.1.2 Riwayat kesehatan /perawatan

30
3.1.2.3 Keluhan utama:

Pasien mengatakan "nyeri pada bagian perut, timbul saat tidur


terlentang dan posisi miring. Nyeri yang saya rasakan seperti terasa sedang
ditusuk-tusuk dan melilit dari perut sekitar pusar menyebar ke bagian atas.
Skala nyeri yang saya rasakan pada rentang 7 (skala berat) dengan
berlangsung sekitar 5 menit".

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan sejak dua bulan yang lalu perut kembung dan kaki
bengkak, keluarga membawa klien ke Puskesmas Menteng dan mendapat
pengobatan namun tidak tahu obat apa yang didapat. Satu minggu yang lalu
klien tidak kontrol lagi sehingga kaki bengkak, perut makin kembung. Pada
tanggal 28 September 2020 pukul 08.00 W 30 sien datang ke RSUD dr. Doris
Sylvanus dibawa oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut, tidak bisa
buang air besar, dan flatus (kentut). Pada saat dikaji tampak perut kembung
dan kaki bengkak. pasien masih mengalami nyeri perut, nyeri berat dengan
skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar pusar menyebar ke bagian atas,
disertai dengan muntah 2 kali, nyeri timbul setiap 5 menit, nyeri bertambah
jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan nyeri berkurang dalam
posisi setengah duduk (semi fowler).

Pasien sudah 3 hari di RS pasien tidak bisa BAB dan flatus, BAK
melalui catheter, warna urin kekuningan, jumlah plus/minus 900 * cc / 24 jam.
Di rumah sakit klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/pencahar
(dulcolax supp, per rectal). Di IGD Tn.P mendapatkan pemasangan infus IV
Ringer Laktat 500 cc 20 tpm. Cefotaxine 2xlgr / l * V Ranitidin 2 * 1
ampul/IV, Ketorolac 2 * 1 ampul dan Furosemid 2 * 20mg / I * V Dokter
memutuskan Tn. P harus dirawat di ruang Bougenville untuk perawatan lebih
lanjut.

3.1.2.3 Riwayat penyakit sebelumya (riwayat penyakit dan riwayat


operasi)

31
Klien mengatakan pernah mempunyai riwayat penyakitnya sebelumya.

l.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga

Tn. P mengatakan bahwa keluarga tidk memiliki riwayat penyakit yang


sebelunya sama seperti dia dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.

Genogram keluarga

Keterangan:

: Hubungan keluarga

: Tinggal rumah

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

3.1.3 pemeriksaan

1. Keadaan Umum

Pasien tampak kesakitan, ekspresi pasien tampak meringis, dengan kesadaran


Compos Menthis, posisi pasien semifowler, gelisah, perut kembung tampak
memegang perutnya dan menghindari nyeri, kaki bengkak, dan terpasang
infus cairan Ringer Laktat 500 cc dengan tetesan 20 tpm di tangan sebelah
kiri.

2. Status Mental:

32
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pasien. Kesadarannya compos
menthis, berbicara dengan jelas dan kooperatif, ekspresi wajah Pasien
meringis, bentuk tubuh Pasien mesomorph, Pasien berbaring dengan cara
semi-fowler, suasana hati Pasien gelisah dan Pasien tampak kurang rapi. Pada
saat pengkajian orientasi, Pasien mampu membedakan pagi, siang dan malam.
Pasien mampu membedakan antara keluarga dan tenaga kesehatan (Dokter.
Perawat), dan Pasien mengetahui bahwa ia berada di Rumah sakit, insight
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.

3. Tanda-tanda Vital:

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian TTV pasien pada tanggal 1


Oktober 2020 pukul 08:00 WIB, suhu tubuh klien/ S = 37, 0 deg * C tempat
pemeriksaan axilla, na * di / N = 120x / m * enit dan pernapasan/ RR = 22x /
m * enit tekanan darah TD = 140/70 mmhg.

4. Pernapasan (Breathing)

Bentuk dada pasien teraba simetris. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok,
tidak ada batuk berdarah, tidak ada batuk, tidak ada sianosis, tidak ada nyeri
dada, tidak ada sesak napas, tidak tampak pernapasan cuping hidung, tipe
pemafasan dada dan perut, irama pemapasan teratur, suara napas vesikuler,
dan tidak ada suara nafas tambahan.

Keluhan lainya: tidak ada

Masalah keperawatan:

5.Cardiovascular ( Bleeding)

Pasien tidak ada nyeri dada, tidak ada kram kaki, tidak pucat, tidak ada pusing
tidak ada cubling finger, tidak sianosis, tidak ada sakit kepala, tidak, tidak ada
palpitasi, tidak pingsan. Capillary refill 2 detik, ada edema pada bagian
ekstremitas bawah, ictus cordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan vena
jugularis, suara jantung normal $1 lup. S2 dup.

Keluhan lainnya: tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada

6. Persyarafan (Brain)

33
Nilai GCSE E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik),
M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien
merasakan nyeri perut ditusuk-tusuk dan melilit dari perut sekitar pusar
menyebar ke bagian atas, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien
tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak
mengalami kejang.

Uji Syaraf Kranial:

1. Nervus Kranial I (Olfaktori): Pasien dapat membedakan bau-bauan seperti:


minyak kayu putih atau alcohol, kopi.

2. Nervus Kranial II (Optik): Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.

3 .Nervus Kranial III (Okulomotor): Pupil pasien dapat berkontraksi saat


melihat cahaya.

4 .Nervus Kranial IV (Trokeal): Pasien dapat menggerakan bola matanya ke


atas dan ke bawah.

5. Nervus Kranial V (Trigeminal): Pasien dapat mengunyah makanan seperti:


nasi, kue, buah. Pasien mampu merasakan nyeri.

6 .Nervus Kranial VI (Abdusen) Pasien dapat melihat kesamping kiri ataupun


kanan.

7. Nervus Kranial VII (Fasial): Klien dapat tersenyum.

8. Nervus Kranial VIII (Auditor): Pasien dapat mendengar perkataaan dokter,


perawat dan keluarganya.

9. Nervus Kranial IX (Glosofaringeal): Pasien dapat membedakan rasa pahit


dan manis.

10. Nervus Kranial X (Vagus): Pasien dapat berbicara dengan jelas.

11. Nervus Kranial XI (Asesori): Pasien dapat mengangkat bahunya.

12. Nervus Kranial XII (Hipoglosol): Pasien dapat menjulurkan lidahnya.

Uji Koordinasi :

34
Ekstremitas atas dari jari ke jari sebelah kiri (+), sebelah kanan positif,
jari kehidung sebelah kanan dan kiri positif, Ektremitas bawah tumit ke
jempol kaki positif, dan uji kestabilan positif. Pemeriksaan tes reflek pada
bisep pada tanan kanan positif (+) skala 5, pada kiri negatif(+) dengan skala
kiri 5. Pada reflek trisep pada tangan kanan positif (+) dengan skala 5. pada
tangan kiri positif (+) dengan skala 5. Pada brachioradialis kanan positif (+)
dengan skala 5, tangan kiri positif (+) dengan skala 5. Pada patella pada kaki
kanan negatif (+) skala 5 dan pada kaki kiri positif (+) dengan skala 5. Pada
aciles pada kaki kanan positif (+) dengan skala 5, dan pada kaki kiri (+)
dengan skala 5. Pada babinski negatif (+) dan kiri positif(+).

Keluhan lainnya: Pasien mengatakan "nyeri pada bagian perut, timbul


saat tidur terlentang dan posisi miring. Nyeri yang saya rasakan seperti terasa
sedang ditusuk-tusuk dan melilit dari perut sekitar pusar menyebar ke bagian
atas. Skala nyeri yang saya rasakan pada rentang 7 (skala berat) dengan
berlangsung sekitar 5 menit".

Masalah keperawatatan : Nyeri Akut

7. Eliminasi Uri (Bladder)

Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin =


500/24 jam, BAK 4-6 kali per hari, dengan warna kuning khas aroma
ammonia, klien tidak mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak
inkotinen, tidak oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas,
tidak hematuria, tidak hematuria, terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi

Keluhan lainnya : tidak ada.

Masalah keperawatan : tidak ada

8. Eliminasi Alvi (Bowel)

Bibir klien tampak kering, turgor kulit tidak elastis/regang, tidak ada
perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien lengkap tidak ada karies, gusi
klien normal tampak kemerahan, lidah klien tidak ada lesi, mukosa klien tidak
ada pembengkakan, tidak ada peradangan, tidak mengalami haemoroid, klien
tidak dapat BAB dan flatus, warna feses kuning, terdapat perubahan selama
sakit yaitu klien BAB 1 kali dalam 3-4 hari, konsistensi keras, mengalami
konstipasi, muntah 2 kali, perut kembung, mengejan saat defekasi, bising usus
klien terdengar 3x/menit, dan terdapat nyeri tekan.

35
Keluhan lainnya: Pasien tidak bisa BAB dan Flatus (kentut). Pengeluaran
feces lama dan sulit.

Masalah keperawatan Gangguan Pola Eliminasi : Konstipasi

9. Tulang-Otot - Integumen (Bone)

Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada nyeri


ekstremitas, tidak ada kekakuan. Ukuran otot pasien simetris. Kekuatan otot
Pasien ektermitas atas kiri 5, kanan 5, ektremitas bawah kiri 5, kanan 5, tidak
ada peradangan pada kaki atau tangan, dan tidak ada perlukaan.

Keluhan lainnya: tidak ada masalah

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

10. Kulit-Kulit Rambut

Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor tidak
elastis/regang, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat jaringan,
tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk kuku
simetris.

Keluhan lainnya tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada

11. Sistem Penginderaan

a.Mata/Penglihatan

Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus: mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri
(VOS) = 6/6 sclera klien putih, wama konjungtiva anemis, kornea putih, tidak
terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat adanya nyeri.

b. Telinga/Pendengaran

Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.

c. Hidung/Penciuman

36
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi,
tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.

Keluhan lainnya: tidak ada.

Masalah keperawatan : tidak ada

12. Leher Dan Kelenjar Limfe

Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba
kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas.

13 Sistem Reproduksi

1. Reproduksi Pria

Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada gatal-gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/
normal, tidak ada discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada
keluhan lainnya.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

Pasien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan


dengan keyakinan yang di anut.

Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.5 Sosial Spiritual

1. Kemampuan berkomunikasi

Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan


keluhan yang dirasakan kepada perawat.

2. Bahasa sehari-hari

Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan


bahasaIndonesia.

3. Hubungan dengan keluarga

37
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga
setiap saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn.P selama
diarawat di rumah sakit.

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :

Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat


berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.

5. Orang berarti/terdekat :

Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah istri dan anak-
anaknya.

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang:


Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan
mengeluarkan waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien
dibatasi.
7. Kegiatan beribadah

Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah kebaktian dan


membaca alkitab bersama dengan istri dan anaknya, disaat sakit
klien tidak bisa beribadah.

3.1.6 Data penunjang ( Radiologi, labolaterium, penunjang lainya)

Data penunjang : 30 september 2022

1) Pemeriksaan radiologi (rontgen)

Kesan: terdapat distribusi gas pada lambung, usus, ccolon sigmoid


dan rectum.
2) Pemeriksaan labolaterium

No Pemeriksaan hasil Nilai normal

38
1 Hemaglobin 9,8 g/dL 14-18 ( laki-laki
2 Hematokrit 23,1 % 35-47
3 Eritrosit 2,98 / uL 4,50-6,20
4 Leuksoit 2000/mm3 5000-10.000
5 GDS 73mg/dL 80-160
6 LED ( laju elap darah) 40mm/jam 0-20
7 Natrium 135 135-148
mm0l/L
8 Kalium 1,5 3,5-5,3 mmol/L
9 Chlorida 98 98-106mml/L
1o Calcium 94 94-111 mmol/L
11 Albumi 1,6 mg/L 3.5-5.2 mg/L

3.1.7 Penetaklasanaan media

No Nama obat Dosis Rute Indikasi Kontra indikasi Efek samping


1 Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Ceftriax  Pada baby prenatus Efek samping seperti
ne berusia koreksi < 41 pembengkakan, kemerahan,
beerja minggu,atau >41 atau rasa sakit dapat terjadi di
dengan minggu dengan icterus are tempat suntikan. Efek
cara hipoalbuminemia, atau samping lebih serius juga
membu asidosis dapat terjadi seperti:
nuh  Pada neonates dengan  Mudah memar/ perdarahan
bakteri hiperbilirubinemia  Merasakan lelah yang tidak
dan sevav ceftriaxone bisa.
menceg menggantikan  Gejala penyakit kandung
ah empedu seperti sakit perut,
bilirubin tak
mual, muntah.
pertumb terkonjugasi.  Masalah ginjal seperti
uhannya  Memiliki riwayat perubahan volume urine
. hipeesensititas  Myeri punggung.
Berfung terhadap obat ini atau  Mata atau kulit menguning
si untuk obat golongan  Kejak
pilek, sefalosparin lainya.  Perubahan suasana hati /
flu atau  Rencana : edema kebingungan
infeksiv jaringan pada  Timbulnya panas, infeksi
irus pada tempat penyuntikan,
penggunaan volume trombosis vena atau flebitis
lainya yang besar, biasanya yang meluas dari tempat
Hipovle paru-paru penyuntikan evaluasi

39
mik. terhadap penderitaan
Ringer
lakta
juga
dapat
mengga
ntikan
cairan
tubuh
yang
hilang
serta
mening
katkan
diuresis,
yaitu
penamb
ahan
cairan
kencing
(urine),
baik
pada
individu
dewasa
maupun
anak-
anak
2 Infus ringer 500 cc 20 IV Hipovolemik. Rencana: edeman  Reaksi-reaksi yang
laktat tpm Ringer laktat juga jaringan pada penggunaan mungkin terjai karena
dapat volume yang besar, larutnya atau cara
mengantikan biasanya paru-paru pemberiannya
cairan tubuh yang termasuk timbulnya
hilang serta panas, infeksi pada
meningkatkan tempat penyuntikan,
diuresis, yaitu trombosis vena atau
penambahan flebitis yang meluas
cairan kencing dari tempat
( urine ), baik penyuntikan, ektravasi
pada individu  Bila terjadi reaksi efek
dewasa maupun samping, pemakaian
anak-anak harus dihentikan dan

40
lakukan evaluasi
terhadap penderitaan
3 Kalium 2 x2,5 IV Infus intravena Kalium klorida  Kalium klorida
klorida mEq/L kalium klorida dikontrandikasikan pada memiliki efek samping
dan natrium pasien yang yang berupa hiperkalemia
klorida digunakan memiliki riwayat jika pemberian terlalu
untuk mengatasi hipersensitivitas berat cepat atau melebihi
hypokalemia terhadap sedia kalium dosis terapeutik
berat dan bila jenis apapun. Selain itu, hiperkalemia jantung
asupan kaliumper pasien yang mengalami yang berunjung pada
oral tidak hiperkalemia juga kematian
memadai dan kontraindikasi untuk
mengembalikan mengkonsumsi kalium
ketidak klorida. Pasien dengan
seimbangan kelainan struktual saluran
elektrolit cema yang dapat
menghambat waktu transit
di usus juga tidak
disarankan
mengkonsumsi kalium
klorida karena dapat
meningkatkan risiko
ulserasi.
4 Katerolak 2x8 mg IV Klorida adalah Katerolac dikontrak  Uleorasi peptic,
(amp)/ obat anti infalasi indikasi untuk pasien pendarahan dan
nonstreroid dengan riwayat gagal perlubangan lambung
(OAINS). ginjal, penderita dengan Gangguan atau kegagalan
7 jam riwayat porferia akut. depresi volume pada
Pengunaan  Hal-hal ginjal, granulosittopenia,
katerlac adalah pengunaan pada pansitopenia,trombosittope
untuk inflamasi ibu menyusui nia.
akut jangka waktu  Khasiat dan  Lain-lain kasus
pendek keamanan hiperrsentivitas
merendakan nyeri pengunaan pada yang jarang
dan peradangan anak-anak belum contohnya :
dengan tingkat terbukti. demam,
keperahan dari  Pemberian pada 
sedang samoai wanita hamil jika  anafilaksis.
berat. benar-benar 
sangat dibutuhkan  edema

 sedikit

41

 angioneurotik.

 peningkatan

 kadar dalam

 kreatinin scrum.

 bronkospasme,

 cosinofilia,
5 Furosemide 2x20 mg IV Furosemide Gagal ginjal dengan berpotensi menyebabkan
adalah golongan anura. prekoma dan koma sejumlah efek sumping, antara
diuretik hepatik, defisiensi lain:
elektrolit hipovolemia,
bermanfaat obat
hipersensitivita  Pusing
yang untuk
 Vertigo
mengeluarkan Pasien dengan  Mual dan muntah
kelebihan cairan kelumpuhan otot usus,  Diare
dari dalam tubuh penyumbatan usus,  Penglihatan buram
melalui urine.  Sembelit
Obat ini sering  Sejumlah
digunakan. untuk
mengatasi edema.
(penumpukan
cairan di dalam
tubuh) atau
hipertensi
(tekanan darah
tinggi)
6 Dulcolax sup 2x1 gr Pare Dukolax adalah Pasien dengan Sejumlah efek samping yang
ntal obat untul kelumpuhan hotot usus, dapat muncul akibat
(tabl mengatasi penyumbatan usus, i baru penggunaan Dulcolax adalah:
sembelit atau mengalami pembedahan
et
susah tbuang air di bagian perut seperti  Sensasi terbakar di
sup) besar, Obat in ) usus buntu, penyakit dubur
tersedia dalam radang usus akut, nyeri  Lemas
bentuk table yang perut yang parah. i  Diare
diminum dan dehidrasi  Nyeri atau kram peru
kapsul yang  Mual dan muntah
dimasukkan parah.  Kram otot
melalui dubu hipersensitivitas terhadap  Gangguan elektro
 Urine yang keluar

42
(supositoria). bisacodyl, terdapat luka sedikit
Menangan dan peradangan pada  Vertigo
konstipasi akut anus.  Jantung berdeba
maupun kronis H
dan untuk
mengosongkan
usus t sebelum
operasi atau
prosedur E
radiologis
7 Ranitidin 2x50 mg IV Ranitidin adalah Penderita yang Takikardi (jarang). agitasi
(1 ampul) obat untuk dan hipersensitif ranitidine. gangguan penglihatan,
mencegah diketahui terhadap alopesia nefritis interstisial
mengobati dan Ranitidine. (jarang sekali). Mual dan
berbagai penyakit muntah, Sakit kepala
perut yang Insomnia, Vertigo, Ruam
disebabkan terlalu Konstipasi, Diare.
banyak produksi
asam lambung.
Tukak lambung
dan tukak
duodenum,
refluks esofagitis,
dispepsia episodik
kronis, tukak
akibat AINS. tu
kak duodenum
karena
H.pylori,sindrom
Zollin ger-Ellison,
kondisi lain
dimana
pengurangan
asam lambung
akan bermanfaat
Hari,tanggal : kamis, 1 oktober 2020

No Nama obat Dosis Rute Indikasi Kontra indikasi Efek samping


1 Infus 500 cc IV Mengembalikan Hipernatermia,  Reaksi-reaksi yang
ringer 15 tpm keseimbangan elektrolit kelainan ginjal, mungkin terjai
laktat tubuh pada keadaan kerusakan sel hati. karena larutannya

43
dehidrasi dan syoka asidosis laktat atau cara
hipovolemik Ringer Adverse pada pemberiannya
laktat A cairan tubuh penggunaan volume termasuk timbulnya
yang hilang serta yang besar, panas, infeksi padu
meningkatkan diuresis, biasanya pani- paru tempat penyuntikan,
yaitu p penambah cairan trombosis vena atau
kencing (urine), baik flebitis yang
pada individu. dewasa meluas- dari tempat
maupun anak-anak. penyuntikan.
ekstravasasi.

 Bila terjadi reaksi efek


sumping pemakaian
harus dihentikan
dan Jakukan
evaluasi terhadap
penderita.
2 Furosemid 2x20 mg IV Furosemide adalah obat Furosemide adalah Penggunaan
Ga golongan diuretik obat Ga golongan
bermanfaat yang pr diuretik bermanfaat furosemide Derpotensi
untuk de mengeluarkan yang pr untuk de menyebabkan
kelebihan cairan hi dari mengeluarkan sejumlah fek samping,
dalam tubuh melalui kelebihan cairan hi antara lain:
urine. Obat ini sering dari dalam tubuh  Pusing
digunakan untuk melalui urine. Obat  Vertigo
mengatasi cdema ini sering digunakan  Mual dan
(penumpukan cairan di untuk mengatasi muntah
dalam tubuh) atau cdema  Diare
hipertensi (tekanan darah (penumpukan  Penglihatan
tinggi) cairan di dalam buram
tubuh) atau  Sembelit
hipertensi (tekanan
darah tinggi)
3 Kalium 2x2,5 IV Infus intravena kalium Kalium klorida Kalium klorida
klorida klorida dan natrium Dikontraindikasikan memiliki efek samping
klorida digunakan untuk pada berat terhadap berupa hiperkalemia
mengatasi hipokalemia sediaan kalium jenis jika pemberian terlalu
berat dan bila asupan yang pasien yang cepat atau melebihi
kalium per oral tidak memiliki riwayat dosis terapeutik
memadai dan hipersensitivitas Hiperkalemia dapat
megembalikan apapun. Selain itu, menyebabkan aritmia
ketidakseimbangan pasien mengalami jantung yang berujung
elektrolit juga untuk pada kematian.
hiperkalemia

44
kontraindikasi
mengkonsumsi
Kalium
klond. Pasien denga
kelainan struktura
salurancemayang
dapat menghambat
waktu transit di
usus juga tidak
disaranka
mengkonsumsi
kalium klorida
karena dapat
meningkatkan
risiko ulserasi
Hari,tanggal : jumat, 2 oktober 2020

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKIAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Data Subjektif: Distensi abdomen Nyeri akut
Pasien mengatakan "nyeri
pada bagian perut: timbul sa Tekanan intralumen
at tidur terlentang dan posisi meningkat
miring. Nyeri yang saya
rasakan seperti terasa sedang Iskemia dinding usus
ditusuk-tusuk dan melilit dari
perut sekitar pusar menyebar Merangsang reseptor nyeri
ke bagian atas. Skala nyeri
dengan yang saya rasakan Cedera fisik (abses)
pada rentang 7 (skala
berat)dengan berlangsung Perasaan tidak nyaman
sekitar 5 menit Nyeri
Data Objektif: Intake kurang
- Ekspresi wajah klien tam
pak meringis
- Sulit tidur
- Perut kembung dan kaki

45
bengkak
- Tampak gelisah
Memegang perutnya dan
menghindari nyeri,
- Peristaltik usus 3x/menit
Cara berbaring klien tamp
ak semi-fowler
- Terpasang infus Ringer L
actate 500 ml 20 tpm dita
ngan sebelah kiri klien.
- TTV:
- TD: 90/70 mmHg
- S : 37,0 0C
- N 120 x/menit
- RR: 22 x/menit
Data Subjektif: Risiko Ketidakseimbangan Risiko ketidak
Elektrolit seimbangan elektrolit
Pasien mengatakan badannya
lemas dan muntah 2 kali..

Data Objektif:

- Tampak lemas

Perut kembung dan kaki


bengkak intake kurang risiko
Tampak Muntah ketidak seimbangan
elektrolit
Tidak dapat BAB dan Flatus

Urine 500cc/hari Hasil


laboratorium Na = 135mmol /
L K (Kalium) = 1,5 mmol/L
(dibawah normal) Chlorida:
95 mmol/L

(dibawah normal) Calcium 94


mmol/L

- TTV

TD: 90/70 mmHg

N: 120 x/menit

46
S : 37,0 °C

RR: 22 x/menit
Data Subjektit: Pasie Distensi abdomen Gangguan eliminasi
mengatakan tidak bisa konstipasi
BAB dan kentut (flatus). dan Tekanan intra lumen
pengeluaran BAB lama dan menurun
sulit
Data Objektif: Iskemia dinding usus
- BAB hanya 1 kali
dalam 6 hari Kehilangan cairan menuju
- Mengejan saat rongga peritonium
defekasi
- Bibir tampak kering Penyempitan ruang
Turgor kulit tidak ekstrasel
- elastis/regang
- Ekspresi klien tampak Fungsi sekresi dan
meringis
absorbsi menurun Motilitas
- Feces berwarna
usus menurun
kuning
- kecokelatan.. Kelumpuhan peristaltik
Konsistensi feces Konstipasi
keras
- Mual muntah
- Distensi abdomen
- Peristaltik usus
menurun 3x/menit
- Perut tampak
kembung dan kaki
bengkak
- Terdapat nyeri tekan
daerah abdomen

- TTV TD : 90/70 * n
- N: 120*/ menit
- S : 37 deg * C
- RR: 22 x/menit

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan nyeri pada bagian
perut, timbul saat tidur terlentang dan posisi miring. Nyeri yang saya rasakan seperti

47
terasa sedang ditusuk-tusuk dan melilit dari perut sekitar pusar menyebar ke bagian
atas. Skala nyeri yang saya rasakan pada rentang 7 (skala berat) dengan berlangsung
sekitar 5 menit, ekspresi tampak meringis. sulit tidur, gelisah. tampak memegang
perutnya dan menghindar nyeri, terpasang infus Ringer Lactate 500 ml 20 tpm
ditangan sebelah kiri klien dan hasil pemeriksaan TTV = TD / 90 / 70 mmHg .N: 120
x/menit, S / 38, 0 deg * C RR: 22 x/menit.

2. Gangguan pola eliminasi Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus


ditandai dengan tidak dapat BAB dan flatus, pola BAB hanya 1 kali dalam 6 hari,
mengejan saat defekasi, ekspresi tampak meringis, peristaltik usus menurun 3x/menit,
bibir kering, turgor tidak elastis, mual muntah, distensi abdomen. terdapat nyeri tekan
abdomen, perut tampak kembung, dan kaki bengkak. Hasil pemeriksaan TTV = TD :
90/70 mmHg. N : 120 x/menit, S / 37, 0 deg * C RR: 22 x/menit

3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan muntah ditandai dengan badan


lemas, muntah 2 kali, tampak perut kembung, kaki bengkak, tidak dapat BAB dan
kentut (flatus) dan Urine 500cc/hari, hasil laboratorium Na = 135mmol / L Kalium =
1.5mmol / L , Chlorida: 95mmol / L dan Calcium = 94 mmol/L dan hasil
pemeriksaan TTV = TD : 90/70 mmHg .N: 120 x/menit, S: 37,0 °C, RR: 22 x/menit.

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Tn.P

Ruangan rawat : Bougenville No.6

Diagnose keperawatan Tujuan intervensi Rasional


(kriteria)
1. Nyen berimbungan dengan Sadah Manajemen 1. Selalu
distensi abdomen ditandai dilakukan Nyari memantau
dengan Tn.P merasa nyeri, P: asuham (1.08238, perkembang
timbul saat tidur terlentang keperawatan halaman 201) an nyeri
dan posisi miring. Q seperti 2x24 jam 1. Identifikasi 2. Mencari tahu
terasa sedang ditusuk-tusuk diharapkan lokasi, faktor
dan melilit, R: di perut masalah nyeri karakteristik, memperberat
sekitar pusar menjalar klien dapat durasi dan
kebagian atas,, S: skala nyeri teratasi, frekuensi. memperingan
7(1-10), T berla ngsung dengan kriteria kualitas. nyeri agar
selama 5 menit. hasil: intensitas mempercepat
1. Keluhan nyeri. proses
nyeri menurun 2. Identifikasi kesembuhan
menjadi skala faktor yang 3. Memberikan

48
nyeri -3(1-10) memper berat kondisi
2. Ekpresi leks dan lingkungan
3. TTV normal memperingan yang nyaman
nyeri. untuk
3. Kontrol membantu
lingkungan meredakar
yang memp пусті
erberat rasa 4. Salah satu
nyeri. cara
4. Berikan mengurangi
teknik nyeri
nonfarmakolo 5. atau keluarga
gi dapat Agar
5. Ajurkan klien atau
teknik melakukan
nonfarmakolo secara
gi s untuk mandiri
mengurangi ketika nyer
rasa nyeri. kumbuh.
6. Kolaborasi 6. Bekerja sama
dengan dokter dengan
pemb crian dokter
analgetik, jika dalama
perlu. pemberian
dosis obat
dan t indakan
dependen
perawat,
dimana
analgetik
berfungsi
untuk
memblok
stimulasi
2. Gangguan Pola Sedah Manajemen 1. Mengetahui
Eliminasi dilakukan Konstipasi tanda dan gejala
Konstipasi asuhan (104155, konstipasi din
berhubungan kepenwatan halaman 193) penyebab yang
dengan disfungsi 2x7 jam 1. Periksa muncul agar
motilitas ditandai diharapkan tanda dan mempercepat
dengan tidak pola eliminasi gejala proses
dapat BAB dan kembali konstipasi kesembuhan.
flatus, pola BAB normal dengan 2. Periksa 2. Untuk
hanya 1 kali kriteria hasil: pergerakan mengetahui

49
dalam 6 hari, 1. Pola usus (bising normal atau
mengejan sant elimina usus tidaknya
defekasi, ekspresi si BAB 3. Kaji dan pergerakan usus,
tampak meringis. nomma catat
peristaltik usus Ix har kamktenstik 3. Mengetahui ada
menurun dengan feses (mis atau tidaknya
3x/menit, mual konsist konsistensi, kelanan yang
muntah, distensi ens bentuk, terjadi pada
absomen, terdapat lembek volume dan eliminasi fekal.
nyeri tekan 2. Bising warna) 4. Gangguan
abdomen, perut usus 4. Monitor motilitas usus
tampak kembung, normal tanda dan dapat
dan kaki bengkak 535x/m gejala rupture menyebabkan
enit usus dan akumulasi gas di
3. Bising peritonitis dalam lumen usus
dapat 5. Anjurkan sehingga terjadi
flatus diet tinggi distensi
4. Motilita serat abdomen.
s usus 6. Anjurkan 5. Nutrisi tinggi
berfung peningkatan serat untuk
si asupan cairan melancarkan
5. Tidak jika tidak ada eliminasi fekal dan
ada kontraindikasi memfasilitasi
distensi 7. Latih buang refleks defekasi
abdome air besar 6.Peningkatan
n secara teratur asupan cairan
6. Elimina 8. Kolaborasi dapat melunakkan
s feses penggunaan eliminasi feces.
tanpa terapi obat 7. Mengembalikan
pedu pencahar. keteraturan pola
mengej (laksatif) defekasi
an 8. Bekerja sama
berlebi dengan dokter
han dalam pemberian
dosis obat dan
tindakan dependen
perawat. Untuk
membantu dalam
pemenuhan
kebutuhan
eliminasi fekal
3. Risiko keperawatan Manajemen 1. Selalu
2x7 Elektrolit memantauperkemb
1. Ketidakseimbang (103102, angan
an Elektrolit Setelah alaman 168) ketidakseimbangan

50
berhubungan: dilakukan 1. Identifikasi elektrolit
dengan badan tindakan jam tanda dan 2.mencari tahu
lemas. muntah 2 diharapkan gejala pada penyebab ketidak
kali, tampak perut intake dan ketidakseimba seimbangan
kembung, kaki. ouput caiman ngan elektrolit agar
bengkak, tidak menjadi kadar mempercepat
dapat BAB dan seimbang. elektrolit proses
kentut. (Manus). dengan kriteria 2 Identifikasi kesembuhan
urine 500cc han hasil: penyebab 3. Selalu
dan Hasil 1. TTV ketidakseimba memantau kadar
laboratorium: Na Normal ngan elektrolit elektrolit agar
- 135 mmol/L, 2. Mukosa 3. Monitor tidak terjadi
Kalium- 1,5 Lembab kadar kekurangan
mmol/L, 3. Elektrolit elektrolit volume cairan
Chlorida- 05 dalam batas 4. Berikan pada penyebab
mmol/L dan normal cairan ketidak
Calcium-94 (Na: 135-147 5. Anjurkan seimbangan
mmol/ mmol/l, K: 3.5- pasien diet elektrolit dan
5.5 mmol/L yang tepat Menilai fungsi
CE 98-106 (mis. Tinggi usus
mmol/L, Cal kalium, 4. Untuk
94-11 rendah memenuhi
mmol/L). natrium) keseimbangan
6. Pasang cairan dan
akses elektrolit pasien
intravena 7. 5. Peningkatan
Jelaskan jenis, asupan diet yang
penyebab, dan tepat akan dalam
penanganan tubuh
ketidakseimba mengembalikan
ngan elektrolit kebutuhan
8. Kolaborasi elektrolit
pemberian 6. Mempermudah
suplemen dalam pemberian
elektrolit per kebutuhan
IV elektrolit pada
pasien
7. Untuk
meningkatkan
pengetahuan
pasien dan
keluarga serta
kerjasama
antara perawat-

51
pasien-keluarga.
8. Bekerja sama
dengan dokter
dalam pemberian
dosis obat dan
tindakan dependen
perawat. Untuk
membantu pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan
keseimbangan
elektrolit.

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari Implementasi Evaluasi Tanda-


/tanggal,jam tanda dan
nama
perawat
1. kamis, 01 1. Mengidentifikasi faktor S- Klien mengatakan
oktober yang manperbera t dan nyeri datang ketika
2020 memperingan nyeri. Suhu efek obat menghilang
pukul : ruangan 25 °C dan berpindah posisi
08:00 2. Memberikan teknik supinasi, mengatakn
nonfarmakologis. sedikit nyaman dari
Diagnosa Relaksasi nafas dalam dan sebelumnya., skala
keperaw Terapi musik d an nyeri 7.
atan 1 berbincang.
3. Mengajarkan teknik 0-
nonfarmakologis untu k Dhea
mengurangi rasa nyeri. - Masih tampak permatas
Dapat melakuka n secara ekspresi wajah ari
mandiri terapi musik dan meringis iskandar
berbincang bincang - Perut tampak

52
dengan pasien. kembung
4. Berkaloborasi dengan - Pasien tumpak
dokter pemberian a posisi
nalgetik (Katerolac 8 mg semifowler
pemberian injcks i - Sikap
diberikan melalui IV, 3-4 menghindar
kali hari, klien nyeri dan
mengatakan nyeri - memegang
berkuarang menjadi ska la perut.
3 (1-10) - Klie
- menggu
nakan teknik
relaksasi nafas
dalam saat
nyeri
- Klien dan
keluarga klien
dapat melak
ukan terapi
musik secara
mandiri dis aat
nyeri dating
- Sudah di beri
Injeksi
Katerolac 8 mg
(IV)
- Sudah diberi
injeksi
Ranitidine 50
mg per IV
- TTV belum
batas normal
TD: 90/70 mmHg
N: 120 x/menit
S:37 °C
RR: 22 x/menit
A-Masalah belum
teratasi.
P- lanjutkan intervensi
no 1-4
2. Kamis ,0 1. Memeriksa S - Klien mengatakan
1 oktober tanda dan tidak dapat BAB dan
2020 gejala kentut, dan masih sulit
pukul konstipasi . mengeluarkan feces.

53
10.00 Memeriksa O-
WIB 2. pergerakan - Peritaltik usus
Diagnosa usus (bising 3x/menit
keperaw usus) - Tampak masih
atan II 3. Mengkaji dan lemas
catat - Ekspresi Dhea
karakteristik tampak permatas
feses (mis. meringis mal ari
konsistensi, muntah, iskandar
bentuk, volume - Terdapat nyeri
dan warna) tekan abdomen
4. Memonitor Perut tampak
tanda dan kembung dan
gejala ruptur kaki bengkak
usus dan - Tampak
peritonitis mengikuti
5. Menganjurkan anjuran dict
diet tinggi serat tinggi scrat
6. Melatih buang - Sudah diberi
air besar secara tempi obat
teratur. pencahar
7. Berkolaborasi (laksatif)
penggunaan Dulcollax
terapi obat suppositoria
Pencahar 2x1 gr per IV
- Sudah diberi
Furosemid
2x50 mg IV
untuk
mengatasi
edema pada
kaki dan injeksi
Ceftriaxone 1
gr per IV
- TTV dalam
batas normal
- TD: 90/70 *
mmHg N100
x/menit
- S : 37 deg * C
- RR: 22x/menit

A- Masalah belum
teratasi
B- Lanjutkan

54
intervensi 1-7
Jumat, 02 1. Mengidentifikasi S - Klien menytatakan
oktober 2020 tanda dan gejala badan masih lemas dan
pada ketidak muntah Dhea
Pukul 08.00 seimbangan kadar O- permatas
WIB elektrolit - Kaki masih ari
Diagnose 2. Mengidentifikasi bengkak iskandar
keperawatan III ketidakseimbangan - Mukosa lembab
elektrolit - Tampak pucat
3. Memonitor kadar - Distensi
elektrolit abdomen Perut
4. Memberikan kembung
cairan - Tampak
5. Menganjurkan Muntah
pasien diet yang - Tidak dapat
tepat (mis. Tinggi BAB dan Flatus
kalium, rendah - Urine
natrium) 500ce/hari
6. Memasang akses - Sudah diberi
intravena terapi obat KCI
7. Menjelaskan jenis 2,5 mEq/L per
penyebab, dan IV
penanganan - Sudah diberi
ketidakseimbangan Furosemid
elektrolit 2x50 mg IV
8. Berkolaborasi - Hasil
pemberan laboratorium
suplemen elektrolit Na-135
per IV penyebab mmol/L K
(Kalium)-1,5
mmol/L.
(dibawah
normal)
Chlorida: 95
mmol/L
(dibawah
normal)
Calcium 94
mmol/L
- TTV
- TD: 90/70
mmHg
- N100 x/menit
- S : 37 deg * C

55
- RR: 22 x/menit
A = Masalah belum
teratasi

P= Lakukan semua
intervensi

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan


otot usus. Terganggunya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat
dicerna, sehingga terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi
usus akibat ileus paralitik sering disebut dengan pseudo-obstruction. Ileus
paralitik akan menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya,
penderita dapat mengalami sembelit, begah, mual, dan muntah.

Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.

4.2 Saran

56
Dalam melakukan perawatan pasien dengan ileus paralitik hendaknya
denga n hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka
akan memp ercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda
gejala adanya nyeri. perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara
keseluruhan sehingga int ervensi yang diberikan bermanfaat untuk
kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan
tim kesehatan lain dan keluarga untuk mendu kung adanya proses
keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan dipe rlukan
pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit, penyebab
nyeri, pencegahan, dan penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan
II. Jakarta: Salemba Mardika.
Behm B. Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions.
Clinical gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf diakses pada tanggal 30
September 2020.
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta: EGC.
Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia.
Emiliana. 2019. Asuhan Keperawatan Tn. Y. F. dengan Ileus Paralitik di
ruang Komodo RSUD Prof. Dr.W.Z. Johannes Kupang. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kupang. (Karya Tulis Ilmiah).

57
Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Seleka Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental, Buku 1 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

58

Anda mungkin juga menyukai