Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

ASUHAN KEPERAWATAN
OBSTRUKSI PARALITIK ILEUS

Dosen Pengampu:
Hepta Nur Anugrahini,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Di Susun Oleh:
Kelompok 04
1. Elda Fanizah Puspitasari (P27820721052)
2. Fadhila Herliana Putri (P27820721053)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JENJANG SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT 2 SEMESTER 3
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Makalah : Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus

Disusun Oleh : 1. Elda Fanizah Puspitasari (P27820721052)


2. Fadhila Herliana Putri (P27820721053)

Jurusan : Keperawatan
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Jenjang Sarjana Terapan Keperawatan

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah yang kami selesaikan
adalah benar. Dengan ini kami menyatakan penulisan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus” telah memenuhi semua syarat serta ketentuan yang
ditetapkan oleh Ibu Dosen.

Surabaya, 10 September 2022

Yang Membuat Pernyataan Yang Memberi Pengesahan

(Kelompok 04) (Hepta Nur Anugrahini,S.Keo.,Ns.,M.Kep)

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " Asuhan Keperawatan
Onstruksi Paralitik Ileus"
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hepta Nur
Anugrahini,S.Kep.,Ns.M.Kep. Selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman - teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini memberikan panduan dalam pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah 1
mengenai Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus. Bagi mahasiswa untuk lebih
memahami mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien obstruksi paralitik ileus
Kami selaku penyusun menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab
itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan. Kami juga berharap semoga makalah ini mampu
memberikan pengetahuan tentang bagaimana melakukan tindakan asuhan keperawatan
obstruksi paralitik ileus sesuai dengan standar operasional prosedur

Surabaya, 10 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1 Definisi Ileus Paralitik..............................................................................................4
2. 2 Etiologi Ileus Paralitik..............................................................................................5
2. 3 Patofisiologi Ileus Paralitik.......................................................................................6
2. 4 Klasifikasi Ileus Paralitik..........................................................................................7
2. 5 Manifestasi Klinis Ileus Paralitik.............................................................................9
2. 6 Pemeriksaan Penunjang Ileus Paralitik..................................................................9
2. 8 Pathway....................................................................................................................12
2.9 Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus..................................................13
2.9.1 Pengkajian........................................................................................................13
2.9.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................15
2.9.3 Intervensi Keperawatan..................................................................................15
2.9.4 Implementasi Keperawatan............................................................................22
2.9.5 Evaluasi.............................................................................................................23
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
1.1 Kesimpulan..............................................................................................................24
1.2 Saran.........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus paralitik merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering
dijumpai, sekitar 60 - 70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Ileus paralitik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab ileus paralitk salah satunya ialah individu yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul
permasalahan pada kurangnya kemampuan membentuk massa feses yang
menyambung pada rangsangan peristaltik usus, kemudian saat kemampuan peristaltik
usus menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses yang mengeras
dan dapat menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan terjadinya paralitik.
Adapun penyebab lain dari ilues paralitik yaitu tindakan operasi terutama diarea
abdomen, penyakit Parkinson, radang usus buntu, infeksi saluran pencernaan seperti
penyakit crohn, gastroenteritis dan divertikkulitis. (Mansjoer,2001).
Salah satu penanganan pada pasien dengan permasalahan ileus paralitik adalah
dengan pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal
(Fossum, 2002). Gangren dan perforasi adalah komplikasi yang menunggu jika
permasalahan semakin berat, maka pasien yang sudah di diagnosa ileus paralitik harus
siap dilakukan tindakan pembedahan karena keterlambatan pembedahan
menyebabkan berbagai masalah pada organ cerna, diantaranya perforasi appendiks,
peritonitis, pileflebitis, dan bahkan kematian
Di Indonesia tercatat 7.059 kasus obstruksi ileus paralitik dan obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Bank Data
Departemen Kesehatan Indonesia, 2004).

1
Ileus obstruksi merupakan
salah satu kasus yang
dapat menimbulkan
komplikasi serius sehingga
sangat memerlukan
penangangan dini dan adekuat.
Ileus obstruksi yang
disebabkan karena adanya
sumbatan dapat terjadi pada
usus
halus maupun usus besar dan
terdiri dari 2 tipe yaitu
obstruksi yang terjadi secara
mekanik maupun non
mekanik. Obstruksi mekanik
terjadi karena usus terblok

2
secara fisik sehingga isi dari
usus tersebut tidak bisa
melewati tempat obstruksi.
Hal ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya
seperti volvulus (usus
terpuntir) yang dapat terjadi
karena hernia, pertumbuhan
jaringan abnormal, dan
adanya benda asing dalam usus
(Manaf, 2010).
Ileus obstruksi merupakan
salah satu kasus yang
dapat menimbulkan
komplikasi serius sehingga
sangat memerlukan
penangangan dini dan adekuat.
3
Ileus obstruksi yang
disebabkan karena adanya
sumbatan dapat terjadi pada
usus
halus maupun usus besar dan
terdiri dari 2 tipe yaitu
obstruksi yang terjadi secara
mekanik maupun non
mekanik. Obstruksi mekanik
terjadi karena usus terblok
secara fisik sehingga isi dari
usus tersebut tidak bisa
melewati tempat obstruksi.
Hal ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya
seperti volvulus (usus

4
terpuntir) yang dapat terjadi
karena hernia, pertumbuhan
jaringan abnormal, dan
adanya benda asing dalam usus
(Manaf, 20
Salah satu penanganan pada pasien dengan permasalahan ileus paralitik adalah dengan pembedahan
laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal (Fossum, 2002). Gangren dan
perforasi adalah komplikasi yang menunggu jika permasalahan semakin berat, maka pasien yang
sudah di diagnosa ileus paralitik harus siap dilakukan tindakan pembedahan karena keterlambatan
pembedahan menyebabkan berbagai masalah pada organ cerna, diantaranya perforasi appendiks,
peritonitis, pileflebitis, dan bahkan kematian
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah ini yaitu :
1 Apa yang dimaksud dengan Ileus Paralitik?
2 Bagaimana etiologi Ileus Paralitik?
3 Apa saja patofisiologi Ileus Paralitik?
4 Apa saja klasifikasi Ileus Paralitik?
5 Apa saja manifestasi klinis pada Ileus Paralitik?
6 Apa saja pemeriksaan penunjang Ileus Paralitik
7 Bagaimana penatalaksanaan Ileus Paralitik?
8 Bagaimana gambaran patwhay Ileus Paralitik?
9 Bagaimana asuhan keperawatan pada Obstruksi Ileus Paralitik ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat
1 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai materi apa itu Ileus Paralitik
2 Untuk mengetahui bagaimana etiologi Ileus Paralitik
3 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai apa saja patofisiologi Ileus
Paralitik
4 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi pada Ileus Paralitik
5 Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis pada Ileus Paralitik

5
6 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai bagaimana pemeriksaan
penunjang Ileus Paraltik
7 Menambah pengetahuan mengenai bagaimana tindakan penatalaksanaan pada
Ileus Paralitik
8 Untuk Mengetahui bagaimana pathway Ileus Paralitik
9 Menambah pengetahuan mengenai tindakan asuhan keperawatan pada Obstruksi
Ileus Paralitik yang benar

1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai,maka makalah ini diharapkan mempunyai
manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.Adapun manfaat
makalah ini adalah sebagai berikut:
1 Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pembelajaran bagi pembaca untuk
mengetahui tentang materi apa itu Ileus paralitik dan juga asuhan keperawatan
obstruksi paralitik ileus
2 Hasil makalah ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan evaluasi terkait asuhan
keperawatan obstruksi paralitik ileus.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus
Ileus paralitik adalah suatu keadaan abnormal ketika terdapat hambatan atau
kelumpuhan pada motilitas atau pergerakan usus.Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau
perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus paralitik terdiri dari ileus mekanik
dan neurogenic
Berdasarkan proses terjadinya ileus paralitik dibedakan menjadi ileus paralitik
mekanik dan non mekanik. Ileus paralitik mekanik terjadi karena penyumbatan fisik langsung

7
yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus paralitik non mekanik
terjadi karena penghentian gerakan peristaltic (Manaf , 2010).
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor
neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti
sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik, kolinergik, serotonergik
,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Ileus paralitik
hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya
berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lama
nya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan udara
luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin
akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma retrop eritoneal,
terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat.
Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema,
dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia,
hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala paralisis usus
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekonpresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik
(simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
(djumahana A).
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rektal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan pemberian nutrisi parenteral.
Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat
untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien
ileus paralitik pasca operasi.

2. 2 Etiologi Ileus Paralitik

Pada Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasi-fikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini :
1 proses intra abdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari
peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan)

8
2 sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis
atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan
3 obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine).
Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam
usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang
paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan
dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extraabdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon.
Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka. Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus
juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan
biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit

2. 3 Patofisiologi Ileus Paralitik

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem


saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara : pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan
melalui traktus gastrointestinal.
9
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastro intestinal, namun
tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat
eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu
transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide
lainnya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltic dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan pato-fisiologi utama pada
obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tergang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya
absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolik.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran
setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara
terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal
distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus
menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat,
dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltic dan
fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan risiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi,
peritonitis, dan kematian.

10
2. 4 Klasifikasi Ileus Paralitik

Klasifikasi ileus obstruktif paralitik


1 Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan
1) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen
usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan
neoplasma
2) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi
pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus

2 Menurut letak sumbatannya


Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2
1) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
2) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
3 Menurut etiologinya Menurut etiologinya
maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
1) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma),
dan abses intraabdominal.
2) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.
3) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012)
4 Menurut stadiumnya
Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain :
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction)
obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat
flatus dan defekasi sedikit. 2
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction)
obstruksi / sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak
disertai gangguan aliran darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)

11
obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren (Margaretha Novi
Indrayani, 2013).

2. 5 Manifestasi Klinis Ileus Paralitik


Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan
perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri
kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi
abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak
enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri
lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
Gejala klinisnya,yaitu :
1 Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).
2 Mual dan mutah.
3 Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.
4 Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.
5 Bising usus menghilang.
6 Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.

2. 6 Pemeriksaan Penunjang Ileus Paralitik


1 Pemeriksaan radiologi
a Foto polos abdomen 3 posisi
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memper-lihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga, posisi setengah
duduk untuk melihat Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar usus,
misalnya pada abses, Gambaran udara bebas di bawah diafragma,
Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.
b Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
12
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c CT–Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
d USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Teknik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk men-diagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.

2 Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau
alkalosis metabolic.

2. 7 Penatalaksanaan Ileus Paralitik

1 Konservatif
a Penderita dirawat di rumah sakit.
b Penderita dipuasakan
c Kontrol status airway, breathing and circulation.
d Dekompresi dengan nasogastric tube.

13
e Intravenous fluids and electrolyte
f Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2 Farmakologis
a Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b Analgesik apabila nyeri.
3 Operatif
a Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
b Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

2. 8 Pathway
Obtruksi Usus

Akumulasi gas dan cairan dalam lumen
sebelah proksimal dari letak obstruksi
Distensi Kehilangan H2O &
elektrolit
Tekanan intra Proliferasi bakteri
lumen ↑ berlangsung cepat Penurunan perfusi jaringan
& asidosis metabolik
Iskemia
dinding usus Hipovolemia

Kehilangan cairan
menuju rongga
peritonium

Cairan yang ada


dalam intravaskular
berkurang

Penyempitan ruang Pelepasan bakteri & toksin diusus


cairan ekstrasel yang nekrotik ke dalam peritonium
dan sirkulasi sistemik
14
Perubahan Kurang Peritonitis septikemia
status kesehatan informasi
Fungsi sekresi & absorbsi
2.9 Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus
2.9.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, abdomen tegang dan kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :

P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau


terus- menerus (menetap).
15
R : Di daerah mana gejala dirasakan

S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala


numeric 1 s/d 10.

T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan


memperingan keluhan.

3) Riwayat kesehatan masa lalu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obatobatan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
c. Pemeriksan fisik Keadaan umum: Lemah, kesadaran menurun sampai syok
hipovolemi, tanda-tanda vital meningkat, suhu(39oC), pernapasan (24x/mnt),
nadi (110x/mnt) tekanan darah (130/90 mmHg)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan/cairan
Gejala :anoreksia,mual/muntah dan hausterusmenerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah.
Kulit buruk.
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
7) Diagnostik Test

16
 Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan cairan dalam usus.
 Pemeriksaan simtologi
 Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
 Leukosit: normal atau sedikit meningkat
 Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Clrendah
 Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
 Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia)
 Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn
E, 2000)

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis,
dan pemberi pelayanan kesehatan lain (Suara, 2013). Diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus obstruksi parralitik ileus berdasarkan sdki :
1. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai
dengan mual , muntah (D.0023)
2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai
dengan edema (D.0022)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
(D.0049)
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074)
6. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
(D.0080)

2.9.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan

17
1. Hipovolemia 1. Kekuatan nadi Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan meningkat  Observasi:
dengan 2. Turgor kulit 1. Periksa tanda dan gejala
kekurangan meningkat hipovolemia (mis.frekuensi nadi
intake cairan 3. Output urine meningkat, nadi teraba lemah,
ditandai dengan meningkat tekanandarah menurun, tekanan nadi
mual , muntah 4. Membran mukosa menyempit, turgor kulitmenurun,
(D.0023) membaik membran mukosa, kering, volume
5. Intake cairan urin menurun, hematokrit meningkat,
membaik haus, lemah)
2. Monitor intake dan output
cairanTerapeutik
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modified Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan oral
 Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotons
(mis. Nacl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Hipervolemia 1. Asupan cairan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
berhubungan meningkat  Observasi
dengan kelebihan 2. Haluan urine
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
asupan cairan meningkat
2. Identifikasi penyebab hypervolemia
ditandai dengan 3. Kelembaban
3. Monitor status hemodinamik, tekanan
edema (D.0022) membrane mukosa
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO
meningkat
18
4. Asupan makanan jika tersedia
meningkat 4. Monitor intaje dan output cairan
5. Edema menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
6. Asites menurun ( kadar Natrium, BUN, hematocrit,
7. Dehidrasi menurun berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretik

 Terapeutik

1. Timbang berat bada setiap hari pada


waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
derajat

 Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran urine


<0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah
> 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan

 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuritik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy

19
3. Nyeri akut 1. Keluhan nyeri Manajemen Nyeri ( I.08238 )
berhubungan menurun  Observasi
dengan agen 2. Meringis menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera 3. Sikap protektif durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis menurun nyeri
(D.0077) 4. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
6. Menarik diri memperberat dan memperingan
menurun nyeri
7. Berfokus pada diri 5. Identifikasi pengetahuan dan
sendiri menurun keyakinan tentang nyeri
8. Diaforesis menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
9. Frekuensi nadi terhadap respon nyeri
membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
10. Pola nafas membaik kualitas hidup
11. Tekanan darah 8. Monitor keberhasilan terapi
membaik komplementer yang sudah diberikan
12. Perilaku membaik 9. Monitor efek samping penggunaan
13. Pola tidur membaik analgetik
 Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi

20
meredakan nyeri
 Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
4. Konstipasi 1. Kontrol pengeluaran Manajemen Konstipasi (I.04155)
berhubungan feses meningkat  Observasi
dengan 2. Keluhan defekasi 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
penurunan lama dan sulit 2. Periksa pergerakan usus, karakteristik
motilitas menurun feses (konsistensi, bentuk, volume dan
gastrointestinal 3. Mengejan saat warna)
(D.0049) defekasi menurun 3. Identifikasi faktor risiko konstipasi
4. Distensi abdomen (mis. obat -obatan, tirah baring, dan
menurun diet rendah serat)
5. Teraba massa pada 4. Monitor tanda dan gejala ruptur usus
rektal menurun dan/atau periotinitis
6. Urgency menurun  Terapeutik
7. Nyeri abdomen 1. Anjurkan diet tinggi serat
menurun 2. Lakukan masase abdomen, jika perlu
8. Kram abdomen 3. Lakukan evaluasi feses secara manual,
menurun jika perlu
9. Konsistensi feses  Edukasi
membaik 1. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
10. Frekuensi defekasi tindakan
11. Peristaltik usus 2. Anjurkan peningkatan asupan
membaik cairan, jika tidak ada kontraindikasi

21
3. Latih buang air besar secara teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
 Kolaborasi
1. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan / peningkatan frekuensi
suara usus
2. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu.
5. Gangguan rasa 1. Keluhan tidak Manajemen Nyeri ( I.08238 )
nyaman nyaman menurun
 Observasi
berhubungan 2. Gelisah menurun
dengan gejala 3. Keluhan sulit tidur 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
penyakit menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(D.0074) 4. Lelah menurun nyeri
5. Postur tubuh 2. Identifikasi skala nyeri
membaik 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

 Terapeutik

1. Berikan Teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
22
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

 Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
5. Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri

 Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

6. Ansietas 1. Verbalisasi Terapi Relaksasi (I.09326)


berhubungan kebingungan  Observasi
dengan menurun 1. Identifikasi penurunan tingkat
kekhawatiran 2. Verbalisasi energy, ketidakmampuan
mengalami khawatir akibat berkonsentrasi, atau gejala lain
kegagalan kondisi yang mengganggu kemampuan kognitif
(D.0080) dihadapi menurun 2. Identifikasi teknik relaksasi yang
3. Perilaku gelisah pernah efektif digunakan

23
menurun 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,
4. Perilaku tegang dan penggunaan teknik sebelumnya
menurun 4. Periksa ketegangan otot, frekkuensi
5. Keluhan pusing nadi, tekanan darah, dan suhu
menurun sebelum dan sesudah latihan
6. Anoreksia menurun 5. Monitor respons terhadap terapi
7. Palpitasi menurun relaksasi
8. Diaforesis menurun  Terapeutik
9. Tremor menurun 1. Ciptakan lingkungan tenang dan
10. Pucat menurun tanpa gangguan dengan pencahayaan
11. Konsentrasi dan suhu ruang nyaman, jika
membaik memungkinkan
12. Pola tidur membaik 2. Berikan informasi tertulis tentang
13. Frekuensi persiapan dan prosedur teknik
pernapasan relaksasi
membaik 3. Gunakan pakaian longgar
14. Frekeunsi nadi 4. Gunakan nada suara lembut dengan
membaik irama lambat dan berirama
15. Tekanan darah 5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
membaik penunjang dengan analgetik atau
16. Kontak mata tindakan medis lain, jika sesuai
membaik  Edukasi
17. Pola berkemih 1. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan
membaik dan jenis relaksasi yang tersedia
18. Orientasi membaik (mis, music, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
5. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis, napas dalam,
peregangan, atau imajinasi

24
terbimbing)

2.9.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan rencana
atau tindakan asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008). Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Agar kondisi pasien cepat membaik diharapkan bekerjasama dengan
keluarga pasien dalam melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan
kriteria hasil yang sudah dibuat dalam intervensi (Nursalam, 2011).
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Dalam tahap ini terdapat elemen penting yang harus diperhatikan
yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan; dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan
kondisi klien; selalu dievaluasi apakah sudah efektif; dan selalu
didokumentasikan menurut urutan waktu (Oda Debora, 2013). Implementasi
keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase
persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak
implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

25
2.9.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan
untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Tarwoto &
Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan
(Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assesment, planing) (Achjar, 2012). Adapun komponen
SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang
masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah
data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara 33
langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan
(Tarwoto & Wartonah, 2015). A (Analisis/ Assesment) merupakan yaitu
interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dikatakan
tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi
yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak
seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila
pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
tujuan (Dinarti et al, 2013). P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang
akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana
26
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Jika tujuan telah
dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai,
perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana
keperawatan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2015).

BAB III

PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Obstruktif Paralitik Ileus merupakan penyumbatan pada usus yang menyebabkan isi
usus tidak dapat melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau hambatan
mekanik usus. Asuhan keperawatan pada Obstruksi paralitik ileus pada umumnya
sama antara teori. Penerapan asuhan keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Diagnosa keperawatan yang
diambil ada 1 yaitu Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan proses penyakit. Pada perencanaan keperawatan di tentukan
tujuan dari tindakan keperawatan dan kriteria hasil, intervensi berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ada. Implementasi dibuat berdaasarkan intervensi yang telah
ditetapkan sehingga evaluasi dapat teratasi. Evaluasi dilakukan untuk menilai
keberhasilan tindakan berdasarkan kriteria hasil dan masingmasinng diagnosa
keperawatan

1.2 Saran
Dalam pemberian Asuhan keperawatan pada pasien dapat menggunakan
pendekatan proses keperawatan dan perlu adanya pasrtisipasi keluarga pasien.
Dalam memberikan tindakan keperawatan tidak harus sesuai dengan teori yang ada
akan tetapi harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
Sebagai seorang perawat disarankan agar melakukan tindakan dalam n harus
mengikuti standar operasional prosedur. Demikian pembahasan makalah ini tentang
asuhan keperawatan obstruksi paralitik ileus harapan kami makalah ini dapat
bermanfaatkhususnya bagi Perawat dan tenaga medis lain agar melakukan
27
tindakan.Kami selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan agar
makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang

28
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indicator Diagnostic. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Pusat Perawat
Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2017) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Pusat Perawat Nasional
Indonesia

Brunner & Suddarth, 2004. Komplikasi Penyakit Ileus Obstruktif. EGC: Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall.2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. EGC: Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai