ASUHAN KEPERAWATAN
OBSTRUKSI PARALITIK ILEUS
Dosen Pengampu:
Hepta Nur Anugrahini,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Di Susun Oleh:
Kelompok 04
1. Elda Fanizah Puspitasari (P27820721052)
2. Fadhila Herliana Putri (P27820721053)
Jurusan : Keperawatan
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Jenjang Sarjana Terapan Keperawatan
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah yang kami selesaikan
adalah benar. Dengan ini kami menyatakan penulisan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus” telah memenuhi semua syarat serta ketentuan yang
ditetapkan oleh Ibu Dosen.
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " Asuhan Keperawatan
Onstruksi Paralitik Ileus"
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hepta Nur
Anugrahini,S.Kep.,Ns.M.Kep. Selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman - teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini memberikan panduan dalam pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah 1
mengenai Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus. Bagi mahasiswa untuk lebih
memahami mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien obstruksi paralitik ileus
Kami selaku penyusun menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab
itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan. Kami juga berharap semoga makalah ini mampu
memberikan pengetahuan tentang bagaimana melakukan tindakan asuhan keperawatan
obstruksi paralitik ileus sesuai dengan standar operasional prosedur
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1 Definisi Ileus Paralitik..............................................................................................4
2. 2 Etiologi Ileus Paralitik..............................................................................................5
2. 3 Patofisiologi Ileus Paralitik.......................................................................................6
2. 4 Klasifikasi Ileus Paralitik..........................................................................................7
2. 5 Manifestasi Klinis Ileus Paralitik.............................................................................9
2. 6 Pemeriksaan Penunjang Ileus Paralitik..................................................................9
2. 8 Pathway....................................................................................................................12
2.9 Asuhan Keperawatan Obstruksi Paralitik Ileus..................................................13
2.9.1 Pengkajian........................................................................................................13
2.9.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................15
2.9.3 Intervensi Keperawatan..................................................................................15
2.9.4 Implementasi Keperawatan............................................................................22
2.9.5 Evaluasi.............................................................................................................23
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
1.1 Kesimpulan..............................................................................................................24
1.2 Saran.........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus paralitik merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering
dijumpai, sekitar 60 - 70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Ileus paralitik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab ileus paralitk salah satunya ialah individu yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul
permasalahan pada kurangnya kemampuan membentuk massa feses yang
menyambung pada rangsangan peristaltik usus, kemudian saat kemampuan peristaltik
usus menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses yang mengeras
dan dapat menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan terjadinya paralitik.
Adapun penyebab lain dari ilues paralitik yaitu tindakan operasi terutama diarea
abdomen, penyakit Parkinson, radang usus buntu, infeksi saluran pencernaan seperti
penyakit crohn, gastroenteritis dan divertikkulitis. (Mansjoer,2001).
Salah satu penanganan pada pasien dengan permasalahan ileus paralitik adalah
dengan pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal
(Fossum, 2002). Gangren dan perforasi adalah komplikasi yang menunggu jika
permasalahan semakin berat, maka pasien yang sudah di diagnosa ileus paralitik harus
siap dilakukan tindakan pembedahan karena keterlambatan pembedahan
menyebabkan berbagai masalah pada organ cerna, diantaranya perforasi appendiks,
peritonitis, pileflebitis, dan bahkan kematian
Di Indonesia tercatat 7.059 kasus obstruksi ileus paralitik dan obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Bank Data
Departemen Kesehatan Indonesia, 2004).
1
Ileus obstruksi merupakan
salah satu kasus yang
dapat menimbulkan
komplikasi serius sehingga
sangat memerlukan
penangangan dini dan adekuat.
Ileus obstruksi yang
disebabkan karena adanya
sumbatan dapat terjadi pada
usus
halus maupun usus besar dan
terdiri dari 2 tipe yaitu
obstruksi yang terjadi secara
mekanik maupun non
mekanik. Obstruksi mekanik
terjadi karena usus terblok
2
secara fisik sehingga isi dari
usus tersebut tidak bisa
melewati tempat obstruksi.
Hal ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya
seperti volvulus (usus
terpuntir) yang dapat terjadi
karena hernia, pertumbuhan
jaringan abnormal, dan
adanya benda asing dalam usus
(Manaf, 2010).
Ileus obstruksi merupakan
salah satu kasus yang
dapat menimbulkan
komplikasi serius sehingga
sangat memerlukan
penangangan dini dan adekuat.
3
Ileus obstruksi yang
disebabkan karena adanya
sumbatan dapat terjadi pada
usus
halus maupun usus besar dan
terdiri dari 2 tipe yaitu
obstruksi yang terjadi secara
mekanik maupun non
mekanik. Obstruksi mekanik
terjadi karena usus terblok
secara fisik sehingga isi dari
usus tersebut tidak bisa
melewati tempat obstruksi.
Hal ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya
seperti volvulus (usus
4
terpuntir) yang dapat terjadi
karena hernia, pertumbuhan
jaringan abnormal, dan
adanya benda asing dalam usus
(Manaf, 20
Salah satu penanganan pada pasien dengan permasalahan ileus paralitik adalah dengan pembedahan
laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal (Fossum, 2002). Gangren dan
perforasi adalah komplikasi yang menunggu jika permasalahan semakin berat, maka pasien yang
sudah di diagnosa ileus paralitik harus siap dilakukan tindakan pembedahan karena keterlambatan
pembedahan menyebabkan berbagai masalah pada organ cerna, diantaranya perforasi appendiks,
peritonitis, pileflebitis, dan bahkan kematian
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah ini yaitu :
1 Apa yang dimaksud dengan Ileus Paralitik?
2 Bagaimana etiologi Ileus Paralitik?
3 Apa saja patofisiologi Ileus Paralitik?
4 Apa saja klasifikasi Ileus Paralitik?
5 Apa saja manifestasi klinis pada Ileus Paralitik?
6 Apa saja pemeriksaan penunjang Ileus Paralitik
7 Bagaimana penatalaksanaan Ileus Paralitik?
8 Bagaimana gambaran patwhay Ileus Paralitik?
9 Bagaimana asuhan keperawatan pada Obstruksi Ileus Paralitik ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat
1 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai materi apa itu Ileus Paralitik
2 Untuk mengetahui bagaimana etiologi Ileus Paralitik
3 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai apa saja patofisiologi Ileus
Paralitik
4 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi pada Ileus Paralitik
5 Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis pada Ileus Paralitik
5
6 Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai bagaimana pemeriksaan
penunjang Ileus Paraltik
7 Menambah pengetahuan mengenai bagaimana tindakan penatalaksanaan pada
Ileus Paralitik
8 Untuk Mengetahui bagaimana pathway Ileus Paralitik
9 Menambah pengetahuan mengenai tindakan asuhan keperawatan pada Obstruksi
Ileus Paralitik yang benar
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai,maka makalah ini diharapkan mempunyai
manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.Adapun manfaat
makalah ini adalah sebagai berikut:
1 Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pembelajaran bagi pembaca untuk
mengetahui tentang materi apa itu Ileus paralitik dan juga asuhan keperawatan
obstruksi paralitik ileus
2 Hasil makalah ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan evaluasi terkait asuhan
keperawatan obstruksi paralitik ileus.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus paralitik non mekanik
terjadi karena penghentian gerakan peristaltic (Manaf , 2010).
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor
neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti
sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik, kolinergik, serotonergik
,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Ileus paralitik
hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya
berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lama
nya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan udara
luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin
akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma retrop eritoneal,
terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat.
Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema,
dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia,
hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala paralisis usus
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekonpresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik
(simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
(djumahana A).
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rektal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan pemberian nutrisi parenteral.
Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat
untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien
ileus paralitik pasca operasi.
Pada Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasi-fikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini :
1 proses intra abdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari
peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan)
8
2 sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis
atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan
3 obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine).
Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam
usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang
paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan
dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extraabdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon.
Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka. Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus
juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan
biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit
10
2. 4 Klasifikasi Ileus Paralitik
11
obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren (Margaretha Novi
Indrayani, 2013).
2 Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau
alkalosis metabolic.
1 Konservatif
a Penderita dirawat di rumah sakit.
b Penderita dipuasakan
c Kontrol status airway, breathing and circulation.
d Dekompresi dengan nasogastric tube.
13
e Intravenous fluids and electrolyte
f Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2 Farmakologis
a Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b Analgesik apabila nyeri.
3 Operatif
a Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
b Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
2. 8 Pathway
Obtruksi Usus
↓
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen
sebelah proksimal dari letak obstruksi
Distensi Kehilangan H2O &
elektrolit
Tekanan intra Proliferasi bakteri
lumen ↑ berlangsung cepat Penurunan perfusi jaringan
& asidosis metabolik
Iskemia
dinding usus Hipovolemia
Kehilangan cairan
menuju rongga
peritonium
16
Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan cairan dalam usus.
Pemeriksaan simtologi
Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
Leukosit: normal atau sedikit meningkat
Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Clrendah
Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia)
Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn
E, 2000)
17
1. Hipovolemia 1. Kekuatan nadi Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan meningkat Observasi:
dengan 2. Turgor kulit 1. Periksa tanda dan gejala
kekurangan meningkat hipovolemia (mis.frekuensi nadi
intake cairan 3. Output urine meningkat, nadi teraba lemah,
ditandai dengan meningkat tekanandarah menurun, tekanan nadi
mual , muntah 4. Membran mukosa menyempit, turgor kulitmenurun,
(D.0023) membaik membran mukosa, kering, volume
5. Intake cairan urin menurun, hematokrit meningkat,
membaik haus, lemah)
2. Monitor intake dan output
cairanTerapeutik
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modified Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotons
(mis. Nacl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Hipervolemia 1. Asupan cairan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
berhubungan meningkat Observasi
dengan kelebihan 2. Haluan urine
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
asupan cairan meningkat
2. Identifikasi penyebab hypervolemia
ditandai dengan 3. Kelembaban
3. Monitor status hemodinamik, tekanan
edema (D.0022) membrane mukosa
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO
meningkat
18
4. Asupan makanan jika tersedia
meningkat 4. Monitor intaje dan output cairan
5. Edema menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
6. Asites menurun ( kadar Natrium, BUN, hematocrit,
7. Dehidrasi menurun berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretik
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuritik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy
19
3. Nyeri akut 1. Keluhan nyeri Manajemen Nyeri ( I.08238 )
berhubungan menurun Observasi
dengan agen 2. Meringis menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera 3. Sikap protektif durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis menurun nyeri
(D.0077) 4. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
6. Menarik diri memperberat dan memperingan
menurun nyeri
7. Berfokus pada diri 5. Identifikasi pengetahuan dan
sendiri menurun keyakinan tentang nyeri
8. Diaforesis menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
9. Frekuensi nadi terhadap respon nyeri
membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
10. Pola nafas membaik kualitas hidup
11. Tekanan darah 8. Monitor keberhasilan terapi
membaik komplementer yang sudah diberikan
12. Perilaku membaik 9. Monitor efek samping penggunaan
13. Pola tidur membaik analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
20
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
4. Konstipasi 1. Kontrol pengeluaran Manajemen Konstipasi (I.04155)
berhubungan feses meningkat Observasi
dengan 2. Keluhan defekasi 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
penurunan lama dan sulit 2. Periksa pergerakan usus, karakteristik
motilitas menurun feses (konsistensi, bentuk, volume dan
gastrointestinal 3. Mengejan saat warna)
(D.0049) defekasi menurun 3. Identifikasi faktor risiko konstipasi
4. Distensi abdomen (mis. obat -obatan, tirah baring, dan
menurun diet rendah serat)
5. Teraba massa pada 4. Monitor tanda dan gejala ruptur usus
rektal menurun dan/atau periotinitis
6. Urgency menurun Terapeutik
7. Nyeri abdomen 1. Anjurkan diet tinggi serat
menurun 2. Lakukan masase abdomen, jika perlu
8. Kram abdomen 3. Lakukan evaluasi feses secara manual,
menurun jika perlu
9. Konsistensi feses Edukasi
membaik 1. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
10. Frekuensi defekasi tindakan
11. Peristaltik usus 2. Anjurkan peningkatan asupan
membaik cairan, jika tidak ada kontraindikasi
21
3. Latih buang air besar secara teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
1. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan / peningkatan frekuensi
suara usus
2. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu.
5. Gangguan rasa 1. Keluhan tidak Manajemen Nyeri ( I.08238 )
nyaman nyaman menurun
Observasi
berhubungan 2. Gelisah menurun
dengan gejala 3. Keluhan sulit tidur 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
penyakit menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(D.0074) 4. Lelah menurun nyeri
5. Postur tubuh 2. Identifikasi skala nyeri
membaik 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
23
menurun 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,
4. Perilaku tegang dan penggunaan teknik sebelumnya
menurun 4. Periksa ketegangan otot, frekkuensi
5. Keluhan pusing nadi, tekanan darah, dan suhu
menurun sebelum dan sesudah latihan
6. Anoreksia menurun 5. Monitor respons terhadap terapi
7. Palpitasi menurun relaksasi
8. Diaforesis menurun Terapeutik
9. Tremor menurun 1. Ciptakan lingkungan tenang dan
10. Pucat menurun tanpa gangguan dengan pencahayaan
11. Konsentrasi dan suhu ruang nyaman, jika
membaik memungkinkan
12. Pola tidur membaik 2. Berikan informasi tertulis tentang
13. Frekuensi persiapan dan prosedur teknik
pernapasan relaksasi
membaik 3. Gunakan pakaian longgar
14. Frekeunsi nadi 4. Gunakan nada suara lembut dengan
membaik irama lambat dan berirama
15. Tekanan darah 5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
membaik penunjang dengan analgetik atau
16. Kontak mata tindakan medis lain, jika sesuai
membaik Edukasi
17. Pola berkemih 1. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan
membaik dan jenis relaksasi yang tersedia
18. Orientasi membaik (mis, music, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
5. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis, napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
24
terbimbing)
25
2.9.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan
untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Tarwoto &
Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan
(Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assesment, planing) (Achjar, 2012). Adapun komponen
SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang
masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah
data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara 33
langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan
(Tarwoto & Wartonah, 2015). A (Analisis/ Assesment) merupakan yaitu
interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dikatakan
tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi
yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak
seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila
pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
tujuan (Dinarti et al, 2013). P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang
akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana
26
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Jika tujuan telah
dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai,
perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana
keperawatan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2015).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Obstruktif Paralitik Ileus merupakan penyumbatan pada usus yang menyebabkan isi
usus tidak dapat melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau hambatan
mekanik usus. Asuhan keperawatan pada Obstruksi paralitik ileus pada umumnya
sama antara teori. Penerapan asuhan keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Diagnosa keperawatan yang
diambil ada 1 yaitu Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan proses penyakit. Pada perencanaan keperawatan di tentukan
tujuan dari tindakan keperawatan dan kriteria hasil, intervensi berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ada. Implementasi dibuat berdaasarkan intervensi yang telah
ditetapkan sehingga evaluasi dapat teratasi. Evaluasi dilakukan untuk menilai
keberhasilan tindakan berdasarkan kriteria hasil dan masingmasinng diagnosa
keperawatan
1.2 Saran
Dalam pemberian Asuhan keperawatan pada pasien dapat menggunakan
pendekatan proses keperawatan dan perlu adanya pasrtisipasi keluarga pasien.
Dalam memberikan tindakan keperawatan tidak harus sesuai dengan teori yang ada
akan tetapi harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
Sebagai seorang perawat disarankan agar melakukan tindakan dalam n harus
mengikuti standar operasional prosedur. Demikian pembahasan makalah ini tentang
asuhan keperawatan obstruksi paralitik ileus harapan kami makalah ini dapat
bermanfaatkhususnya bagi Perawat dan tenaga medis lain agar melakukan
27
tindakan.Kami selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan agar
makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang
28
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indicator Diagnostic. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Pusat Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2017) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Persatuan Pusat Perawat Nasional
Indonesia
Brunner & Suddarth, 2004. Komplikasi Penyakit Ileus Obstruktif. EGC: Jakarta.
29