Anda di halaman 1dari 53

PEMERIKSAAN

FISIK KEPALA-
DADA
Dosen Pengampu:
Ibu Hepta Nur Anugrahini,S.Kep.,Ns.,M.Kep 
Kelompok 13 (Reguler B)

Nama Anggota:

1.Elda Fanizah Puspitasari (P27820721052)


2.Nisa Billah Rahmawati (P27820721071)
3.Rizky Salman Akbar (P27820721076)
4.Sulistyowati Rofi’ul Inayah (P27820721081)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai
ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi
objektif tentang klien dan memungkinkan kita sebagai seorang perawat
untuk membuat penilaian klinis.Pemeriksaan fisik dapat membantu
dalam menentukan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien
01
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Pemeriksaan Kepala

Pada saat melakukan pemeriksaan


Kepala,posisi pemeriksa duduk di
depan,samping atau belakang pasien

 Bentuk Kepala :
Hidrosefalus: Mikrosefalus:
(Bulat/Lonjong/benjol,besar,kecil,simetris/ti Penumpukan cairan di rongga kepala bayi lebih kecil dari
otak,shg meningkatkan tekanan ukuran normal
dak) pada otak

 Posisi Kepala:
(Tegak lurus dan digaris tengah tubuh /tidak)
 Kulit Kepala

(Adaluka/tidak,bersih/kotor,berbau/tidak,Ada Tortikolis:
Kondisi kepala miring karena gangguan
ketombe/tidak,ada kutu/tidak) pada otot leher
Pemeriksaan Rambut

Inspeksi Palapasi

Pemeriksa memperhatikan warna,


jumlah dan distribusi rambut. Warna
rambut bisa hitam, putih atau adakah
rambut jagung (malnutrisi). Jumlahnya
bisa tebal atau tipis. Distribusi rambut
bisa merata atau rambut rontok. Adanya Penilaian palpasi rambut meliputi

alopecia areata ditandai dengan tekstur rambut dan apakah mudah

kerontokan rambut yang mendadak, dicabut atau tidak. Pada pasien

berbentuk oval atau bulat, tanpa disertai malnutrisi, tekstur rambut kasar,

tanda-tanda inflamasi. kering dan mudah dicabut.


Pemeriksaan Wajah

Inspeksi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah pucat, sianosis atau ikterik.
 Pucat kemungkinan adanya anemia
 sianosis terjadi pada pasien cacat jantung bawaan  Warna Kulit Wajah:
 ikterik disebabkan hepatitis atau tumor pankreas. (Pucat,Kemerahan,Kebiruan)

 Warna kemerahan pada wajah seperti kupu-kupu pada pasien lupus  Struktur Wajah:

 facies leonina terjadi pada pasien kusta/lepra (Morbus Hansen). (Simetris/tidak,ada luka/tidak,ada

 Wajah mongoloid terdapat pada pasien Down Syndrome.


pembengkakan/tidak)
 Penyakit Parkinson sangat khas ditandai adanya wajah tanpa
ekspresi/ wajah topeng
 Asimetri pada wajah dapat mengarahkan adanya kelainan pada
kelenjar parotis akibat parotitis ataupun tumor pada parotis.
GambarMalar rash pada Systemic Gambar Kiri : parotitis, kanan : Gambar Kiri : facies mongoloid pada

Lupus Erythematosus (SLE) facies leonina pada Morbus Down Syndrome, kanan : paralisis
Hansen. nervus facialis pada Bells Palsy
Palpasi
Palpasi wajah menilai adakah tonjolan tulang? Adakah massa/tumor?
Adakah nyeri tekan? Adakah krepitasi?

Perkusi
Pemeriksaan ini patognomonis untuk tetani, yaitu dengan melakukan
ketokan ringan pada cabang nervus fasialis, tepat atau sedikit di bawah
arkus zigomatikus (di depan liang telinga luar), yang akan
menimbulkan kontraksi atau spasme otot-otot fasialis (sudut mulut, ala
nasi sampai seluruh muka) pada sisi yang sama. Ini disebabkan
kepekaan berlebihan dari nervus fasialis.
02
Pemeriksaan Fisik
Mata
Tujuan dan Persiapan Alat

Tujuan

 Mengetahui bentuk dan fungsi mata


 Mengetahui adanya kelainan pada
mata

Persiapan Alat
 Pen light
 Kartu Snellen
 Sarung tangan (jika perlu)
 Penutup mata
Pemeriksaan Visus

Visus (Visual acuity/tajam penghlihatan)merupakan


parameter yang menunjukkan tingkat ketajaman
penglihatan seseorang.Pemeriksaan visus dilakukan dengan
cara membandingkan tajam penglihatan seseorang dengan
normal,dengan menggunakan Optotip Snellen.Untuk
memeriksa penderita yang tidak mengerti huruf maupun
angka (buta aksara) dapat digunakan Optotip Snellen jenis
E-chart
Pemeriksaan Palpebra

Amati palpebral mata kanan dan kiri dengan


menggunakan lampu senter.Palpebra normal tampak
terang.

Gangguan palpebral dapat berupa


 Udem,hematon:Trauma
 Merah,Bengkak: Infeksi
 Tidak merah,bengkak:Gangguan ginjal
 Proptosis:tumor mata,gangguan tiroid
 Spasme:Tumor,infeksi
 Trikiasis:Trakoma
Pemeriksaan Konjugtiva

Amati konjugtiva mata kanan dan kiri dengan menggunakan lampu


senter,konjugtiva terdiri dari 3 bagian yaitu:
Konjugtiva palpebral(superior dan inferor),konjugtiva bulbi dan
konjugtiva fornik.Konjugtiva normal tampak tenang.kelainan yang
mungkin terjadi antara lain:
 Hiperemi :Konjugtivitis,keratis,dll
 Subkonjugtiva bleeding: disebabkan hipertensi,trauma,batuk
 Tonjolan:nevus konjugtiva,tumor konjugtiva
 Lesi putih kekuningan:pinguekulum
 Jaringan fibrovaskuler segitiga:pterigium
Pemeriksaan Iris/Pupil

Amati iris dan pupil mata kanan dan kiri dengan


menggunakan lampu senter.Iris dan pupil yang
normal bentuknya bulat,simetris kanan
kiri,letaknya di sentrak,diameter 3-4 mm,reflek
cahaya langsug maupun tidak langsung
Pada penyakit glukoma akut pupil tampak mid
dilatasi (midriasis)dan pada penyakit uveitis pupil
tampak mengecil,bentuk tidak bulat,disertai
dengan sinekia
Inspeksi
 Pemeriksaan posisi dan kesejajaran mata dengan cara pasien diminta melihat pada
suatu obyek kemudian mata pasien diminta mengikuti pergerakan obyek.

 Pemeriksaan konjungtiva dengan cara membuka palpebra inferior.

 Pemeriksaan sklera dengan cara membuka palpebra superior.

 Pemeriksaan pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada pupil mata dari
samping ke tengah, pupil normal akan mengalami m iosis (menyempit) bila terkena
cahaya.

 Pemeriksaan lensa dengan cara memberikan cahaya lewat pupil, dinilai media
refrakta di belakang pupil.
Inspeksi Bagian Mata Kemungkinan yang ditemukan

Palpasi
Suprasiliaris (Alis mata) Dermatitis Seborea
Pemeriksaan palpasi meliputi
Palpebrae (Kelopak mata) Kalazion, Ectropion, Ptosis, Xanthelasma
pemeriksaan palpebra dan tekanan bola
mata. Posisi dan kesejajaran mata Exophtalmus, Strabismus

Sklera dan Konjungtiva Mata merah, ikterik, anemis

Kornea, iris, pupil, lensa Opasitas korneal, Refleks pupil, katarak


Gambar 1. Abnormalitas yang terlihat pada inspeksi mata

A. Kalazion E. Conjunctival injection pada


konjugtivitas
B. Strabismus F. Subconjungtival bleeding
C. Ektropion G. Keratitis
D. Ptosis H. Katarak
03
Pemeriksaan Fisik
Hidung
Tujuan dan Persiapan Alat

Tujuan

Untuk dapat mengetahui bentuk danfungsi


hidung serta menentukan kesimetrisan
struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat
 Spekulum Hidung
 Senter kecil
 Lampu penerang
 Sarung tangan
Inspeksi
1. Inspeksi hidung eksternal : Perhatikan permukaan hidung, ada atau
tidak asimetri,deformitas atau inflamasi.
2. Inspeksi hidung bagian dalam dengan spekulum :
 Perhatikan mukosa yang menutup septum dan konka, warna dan
pembengkakan. Adakah mukosa oedema dan kemerahan (rinitis oleh
virus), adakah oedema dan pucat (rinitis alergik), polip, dan ulkus.
 Posisi dan integritas septum nasi. Adakah deviasi atau perforasi
septum nasi.
Palpasi dan Perkusi
Pemeriksaan palpasi hidung untuk menilai adanya fraktur os
nasalis dan nyeri tekan.
Pada bagian frontalis dan maksilaris (apakah terdapat
bengkak,yeri dan sputum deviasi).Jika normal tidak ada
bengka dan nyeri tekan.Setelah diadakan pemeriksaan
hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal,dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang di dapat tersebut
04
Pemeriksaan Fisik
Telinga
Tujuan dan Persiapan Alat

Tujuan

Untuk mengetahui keadaan telinga


luar,saluran telinga,gendang telinga,dan
fungsi pendengaran

Persiapan Alat
 Arloji berjarum detik
 Garputala
 Speculum telinga
 Lampu Kepala
 Untuk inspeksi liang telinga dan membrana timpani, pergunakan spekulum telinga
atau otoskop

 Untuk visualisasi terbaik pilih spekulum telinga ukuran terbesar yang masih pas
dengandiameter liang telinga pasien. Diameter liang telinga orang dewasa adalah 7
mm,sehingga untuk otoskopi pasien dewasa, pergunakan spekulum dengan
diameter 5 mm,untuk anak 4 mm dan untuk bayi 2.5 – 3 mm.

 Lakukan pemeriksaan terhadap kedua telinga. Bila telinga yang sakit hanya
unilateral,lakukan pemeriksaan terhadap telinga yang sehat terlebih dahulu.

 Menggunakan otoskop :
 Otoskop dipegang menggunakan tangan yang sesuai dengan sisi
telinga yang akan diperiksa, misalnya : akan memeriksa telinga
kanan, otoskop dipegang menggunakan tangan kanan.
 Otoskop dapat dipegang dengan 2 cara : seperti memegang pensil
atau seperti memegang pistol (Kedua teknik ini memastikan otoskop
dan pasien bergerak sebagai 1 unit.
 Untuk pasien : berikan informasi bahwa prosedur ini tidak
menyakitkan, pasien hanya diminta untuk tidak bergerak selama
pemeriksaan.
 Pastikan daya listrik otoskop dalam keadaan penuh (fully charged).
 Bila terdapat serumen yang menghalangi visualisasi liang telinga
dan membrana timpani, lakukan pembersihan serumen terlebih
dahulu.
Inspeksi

untuk melihat kelainan pada telinga luar, meliputi :


 Liang telinga
 Kulit daun telinga : Normal/abnormal -Mengenal pars ossea, isthmus dan pars cartilaginea
dari liang telinga
 Muara/lubang telinga : Ada atau tidak
- Adakah tanda-tanda radang
 Keberadaan telinga :
- Apakah keluar cairan/tidak
- Terbentuk/ tidak terbentuk - Adakah kelainan di belakang/depan telinga
- Besarnya : kecil/ sedang/ besar atau normal/ abnormal  Gendang telinga : Dinilai warnanya, besar
kecilnya, ada tidaknya reflek cahaya (cone of
-Adakah kelainan seperti hematoma pada daun telinga light), perforasi, sikatrik, retraksi, penonjolan
(cauliflower ear). prosesus brevis.
Palpasi

Sekitar telinga :

 Belakang daun telinga

 Depan daun telinga

 Adakah rasa sakit/ tidak

(retroauricular pain/ tragus pain)


Auskultasi :
Menilai adakah bising di sekitar liang telinga.

Tes Rinne
Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu
setelah pasien fokus maka tindakan selanjutnya adalah
menggetarkan garputala. Garputala yang sedang bergetar
diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak terdengar maka
garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila
bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+)
namun apabila bunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes
Rinne negatif (-).
Tes Weber Tes Schwabach

Garputala yang bergetar diletakkan Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus
pada garis tengah kepala (dvertex, sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian garputala dipindahkan
dahi,pangkal hidung, ditengah-tengah pada prosesus mastoideus
gigi seri atau dagu).Apabila bunyi telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa
garputala tedengar lebih keras pada masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut
salah satu telinga maka disebut Schwabach memendek. Namun jika pemerika tidak mendengar,
lateralisasi kepada telinga yang pemeriksaan akan diulang dengan cara sebaliknya yakni
mendengar bunyi tersebut. Bila pasien garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada prosesus
tidak dapat membedakan telinga mostoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat
yangmendengar bunyi lebih keras maka mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach
disebut Weber tidak ada lateralisasi memanjang namun bila pemeriksa dan pasien samasama
mendengar maka disebut Schwabach sama dengan pemeriksa
05
Pemeriksaan Fisik
Mulut
Inspeksi
 Bibir Perhatikan warna(adakah sianosis atau pucat), kelembaban,
oedema, ulserasi atau pecah-pecah.
 Mukosa oral Mintalah pasien untuk membuka mulut. Dengan
pencahayaan yang baik dan bantuan tongue spatel, dilakukan
inspeksi mukosa oral. Menilai warna mukosa, pigmentasi, ulserasi
dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi pada ras kulit hitam masih
dalam batas normal.
 Gusi dan gigi Menilai adakah inflamasi, oedema, perdarahan,
retraksi atau perubahan warna gusi, gigi tanggal atau hilang.
 Langit-langit mulut atau palatum
Menilai warna dan bentuk langit-langit mulut, adakah torus
palatinus.
 Lidah
Menilai lidah dan dasar mulut, termasuk warna dan papilla, adakah
glositis, paralisis syaraf kranial ke-12.
 Faring
Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue
spatel lidah kita tekan pada bagian tengah, mintalah pasien
mengucapkan ”aaa”. Perhatikan warna atau eksudat, simetri dari
langit-langit lunak. Adakah faringitis, paralisis syaraf kranial ke-10.
06
Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi

 Posisi pasien duduk

 Perhatikan secara keseluruhan :

― Bentuk thorax : normal / ada kelainan

― Ukuran dinding dada, kesimetrisan

― Keadaan kulit, ada luka atau tidak

― Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan


intercosta pada kedua sisi

― Ada bendungan vena atau tidak

― Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya


vertebra, bentuk scapula
 Amati pernafasan pasien

― Frekuensi pernafasan, dan gangguan frekuensi pernafasan :

o Takipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya meningkat di atas frekuensi pernafasan normal

o Bradipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya menurun di bawah frekuensi pernafasan normal

― Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan (tanda sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi suprasternal,
pernafasan cuping hidung(pada bayi)

― Adanya nyeri dada

― Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering. Sputum mengandung darah / tidak

― Amati adanya gangguan irama pernafasan :

o Pernafasan Cheyne-Stokes : siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik kemudian semakin
menurun dan berhenti. Lalu pernafasan dimulai lagi dengan siklus yang baru o Pernafasan Biot : Pernafasan yang
amplitudonya rata dan disertai apnea
Palpasi
• Posisi pasien terlentang
Palpasi posisi costa
• Untuk memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa
nyeri dada 1. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan
jari tengah tangan kanan
1. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
2. Palpasi mulai dari fossa suprasternalis ke bawah
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan
sepanjang sternum
bagian bawah pasien.
3. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus
2. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis
3. Gerakan diafragma normal bila costa depan bagian
yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan
bawah terangkat pada waktu inspirasi
korpus sterni dimana ujung costa kedua melekat.
4. Tentukan daerah asal nyeri (jika ada). Dengan
4. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak costa
menggunakan ujung ibu jari tangan Rasa nyeri akan
pertama kearah superior dan untuk costa ketiga dan
bertambah akibat tekanan ibu jari. Nyeri dapat
seterusnya kearah inferior.
disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga,
pleuritis local dan iritasi akar syaraf
Palpasi Vertebra
Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal Fremitus)
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
1. Posisi pasien duduk dan pemeriksa dibelakang pasien
atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada
pemeriksa dibelakang pasien
punggung pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan
3. Untuk menilai getaran suara (VOKAL FREMITUS),
kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian
Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti “1-2-3”
atas (leher bawah)
atau “tujuh puluh tujuh” berulang- ulang
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada
4. Perhatikan intensitas getaran suara sambil telapak
leher bagian bawah (prosesus spinosus servikalis
tangan digeser ke bawah, bandingkan getarannya dan
ketujuh)
bandingkan kanan dan kiri. Jika lebih bergetar :
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7),
terjadi pemadatan dinding dada, jika getaran kurang :
kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis
pneumothorax.
keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu
5. Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan
prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan
karena letaknya dekat dengan bronkus
seterusnya.
Perkusi

Perkusi paru-paru

1. Posisi pasien terlentang. Lakukan perkusi paru-paru anterior. Perkusi


mulai dari supraklavikula ke bawah pada setiap spasium intercosta
sampai batas atas abdomen. Bandingkan sisi kanan dan kiri
2. Posisi pasien duduk. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan
untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
3. Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari supraskapula
ke bawah sampai batas atas abdomen. Bandingkan sisi kanan dan kiri
4. Batas paru Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak) Bawah :
Setinggi vertebra torakal X di garis skapula
Kiri : ICS VII – VIII
Kanan : ICS IV – V
Suara perkusi
1. Paru-paru normal: resonan (“dug dug dug”)
2. Tumor paru: pekak/dullness (“bleg bleg bleg”) → bagian padat lebih
banyak dari bagian udara
3. Pneumothoraks: hiperresonan (“deng deng deng”) → udara lebih
banyak dari padat
4. Daerah yang berongga: timpani (“dang dang dang”)
5. Jaringan padat (jantung, hati): pekak/datar
Auskultasi

Suara Nafas
1. Bronchial / tubular : pada trachea/leher
2. Bronco Vesikuler : pada daerah percabangan bronkus
trachea ( sekitar sternum)

3. Vesikuler : pada semua lapang paru


 Posisi pasien duduk. Pemeriksa menghadap ke pasien
Suara Tambahan
 Auskultasi paru-paru 1. Rales : bunyi merintik halus, tidak hilang setelah klien

― Minta pasien bernafas secara normal dan mulai auskultasi disuruh batuk

dengan pertama kali meletakkan diafragma stetoskop pada 2. Ronchi : nada rendah, sangat kasar, akibat dari

trakea, dengar bunyi nafas secara teliti, serta bandingkan sisi terkumpulnya mucus pada

kanan dan kiri 3. Wheezing : bunyi ngiiikkkk…..ngiiikkkk. terjadi karena


eksudat lengket tertiup aliran udara atau penyempitan
― Dengarkan suara nafas :
bronkus.

― Dengarkan ada tidaknya suara tambahan nafas : 4. Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu
07
Pemeriksaan Fisik
Jantung
Inspeksi

Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara


sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .
Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya : - kelainan jantung organis -
kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan
sempurna - hipertrofi atau dilatasi ventrikelPulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada
waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini
disebut ictus kordis negatif. Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan
oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya
denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV
di linea sternalis atau daerah epigastrium
Palpasi

Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas
mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas
dari pulsasi yang teraba. Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat
menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Sedang pada stenosis mitralis
terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular lift”.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada
telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan
bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran
itu terasa, demikian pula lokasinya.
Perkusi & Auskultasi

Perkusi Auskultasi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :
batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. a. bunyi jantung
Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus b. bising jantung
diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal c. gesekan pericard
jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis
kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni
terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila
daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma
aorta.
Bunyi Jantung
 Bunyi Jantung

Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :

1. lokalisasi dan asal bunyi jantung


2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi
jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi
jantung.
Lokalisasi dan asal bunyi
jantung

Lokalisasi dan asal bunyi jantung


Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
o ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
o sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup pulmonal.
o Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
aorta
o Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum
untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal .
Menentukan bunyi jantung I dan II

Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :

1. bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan


trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.

2. Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan


pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel. Bunyi jantung
I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri
carotis
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut

- tebalnya dinding dada


- adanya cairan dalam rongga pericard

Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar.
Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian
basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari
M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1. Hal ini karena

- M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.


- M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
- P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
- P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
- A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
- A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung A 2 lebih besar dari A 1.
Referensi

Kusyati,Eni dkk.2014.Ketrampilan &Prosedur Laboratorium


Keperawatan Dasar.Edisi 2.Jakarta:EGC

Hidayanti.Rahma.2019.Teknik Pemeriksaan
Fisik,Jakarta:Jakad Media Publishing
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai