Disusun oleh :
EVI FAJARWATI
18.0603.0028
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
1
pembentukan batu yang baru. Hal yang harus diperhatikan oleh penderita adalah
diet makanan dan pemeliharaan kesehatan seperti berobat ke dokter, minum obat
secara teratur dan menghindari penyakit infeksi yang menjadi salah satu
penyebab timbulnya urolithiasis.
1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan
Urolithiasis (Batu Saluran Kemih), serta mampu mengaplikasikan pada
penderita Urolithiasis.
2. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan batu ginjal atau
urolithiasis dengan tepat.
2
BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu
terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015).
Urolithiasis adalah pengkristilan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya
nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Batu kalkuli terdiri atas garam kalsium
(oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat. Urolithiasis merupakan
kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada beberapa penyebutannya.
Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain (Prabawa &
Pranata, 2014):
1. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
2. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
3. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
4. Uretrolithisai disebut sebagai batu pada ureter
Teori Terbentuknya Batu
1. Teori Intimatriks → Terbentuknya batu memerlukan adanya substansi organik
sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi → Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine
seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi → Perubahan pH urine akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap
sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat → Berkurangnya seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.
Fungsi Ginjal :
1) Sebagai tempat mengatur air.
2) Sebagai tempat mengatur kosentrasi garam dalam darah.
3) Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah.
4) Sebagai tempat ekskresi dan kelebihan garam.
3
2.2 ETIOLOGI
1. Faktor Endogen → Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria
dan hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen → Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan
mineral dalam air minum.
3. Faktor lain
a. Infeksi → Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing
(BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang
akan mengubah ph Urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi Urine → Adanya obstruksi dan stasis urine akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing.
c. Jenis Kelamin → Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3 : 1
d. Ras → Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e. Keturunan → Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak
mempunyai kesempatan
f. Air Minum → Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum
menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g. Pekerjaan → Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu → Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
keringan.
4
i. Makanan → Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang
kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-
buli dan Urethra).
2.4 PATOFISIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum
terjadi. Berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang
beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis. Batu yang
terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu
dari tiga lokasi sambungan ureteropelvik, titik ureter menyilang pembuluh darah
iliaka, sambungan ureterovesika. Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai
5
dalam kondisi statis menjadikan modal awal dari pengambilan keputusan untuk
tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola
koligentes yang disebut batu staghorn.
2.5 PATHWAY
2.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan :
1. Menghilangkan Obstruksi
2. Mengobati Infeksi
3. Menghilangkan rasa nyeri
4. Menghilangkan Batu
5. Menentukan jenis Batu
6. Mencegah kerusakan nefron
7. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
6
Tindakan :
a. Melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran
kemih tanpa intervensi)
b. Agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu)
c. Mengurangi obstruksi (dj stent dan nefrostomi)
d. Terapi non invasif extracorporeal shock wave lithotripsy (eswl)
e. Terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (urs), percutaneous nephrolithotomy,
cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi,
pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi (brunner & suddart, 2015; gamal,
et al., 2010; purnomo, 2012).
f. Pengaturan diet makanan, cairan dan aktivitas
g. Perawatan pasca operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi.
1. Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium,
asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total
2. Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu
3. Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin
(bacteriuria)
4. Foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO)
5. Intra Vena Pielografi (IVP)
6. Ultrasonografi (USG)
2.8 KOMPLIKASI
1. Gagal ginjal
2. Infeksi ginjal
3. Hidronefrosis
4. Urosepsis
5. Perdarahan
7
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1) Identitas klien → Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak
dijumpai pada bangsa / ras caucasian
2) Keluhan utama → nyeri yang luar biasa, akut/kronik, kolik yang
menyebar ke paha dan genetelia.
3) Riwayat penyakit sekarang → nyeri, mual / muntah, hematuria, diare,
oliguria, demam, disururia
4) Riwayat penyakit dahulu → pernah menderita infeksi saluran kemih,
sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi, bekerja di lingkungan
panas, penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium,
olahragawan.
5) Riwayat penyakit keluarga (hipertensi,DM, urothiliasis, ISK)
6) Riwayat psikososial : emosi, kecemasan, gangguan konsep diri
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya
observasi TTV
b) Aktifitas/istirahat → Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien
terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan
aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis).
c) Sirkulasi → peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).
d) Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
e) Eliminasi → Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi
sebelumnya(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih
penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih, oliguria, hematuria, piuria,
perubahan pola berkemih.
f) Makanan/cairan → muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah
purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan
cairan; tidak minum air dengan cukup.
g) Nyeri/ketidaknyamanan
8
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih
oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada
saluran kemih (ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat
salah interpertasi informasi.
b. Post operasi
1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
2. Nyeri b.d insisi bedah
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
9
3.3.INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
NO. DX KEP TUJUAN / KRITERIA HASIL NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan klien 1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
melaporkan nyeri berkurang atau onset, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
hilang. Kriteria hasil nyeri faktor presipitasi.
terkontrol : 2. Observasi ekspresi klien secara non verbal agar mengetahui
1. Klien menuliskan gejala nyeri tingkat nyeri.
berkurang (skala 1-5). 3. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai advis dokter dan
2. Klien dapat menjelaskan faktor monitoring respon klien.
penyebab nyeri. 4. Kaji pengetahuan dan perasaan klien mengenai nyerinya.
3. Klien dapat mengetahui 5. Kaji dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (ADL).
intervensi yang dilakukan 6. Ajak klien untuk mengkaji faktor yang dapat memperburuk
untuk mengurangi nyeri nyeri.
(farmaka dan non farmaka). 7. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
4. Klien melaporkan perubahan ketidaknyamanan klien.
gejala nyeri yang terkontrol 8. Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi, terapi musik,
pada tim medis. distraksi, terapi aktifitas, masase).
5. Klien mengetahui onset nyeri.
10
2. Retensi urin b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output.
obstruksi keperawatan 3x24 jam retensi urin 2. Monitor penggunaan obat antikolinergik.
saluran kemih klien dapat teratasi. Kriteria Hasil: 3. Monitor derajat distensi bladder.
1. Kandung kemih kosong secara 4. Instruksikan pada klien dan keluarga untuk mencatat output
penuh urine.
2. Tidak ada residu urin >100- 5. Sediakan privasi untuk eliminasi.
200 cc. 6. Stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada
3. Intake cairan dalam rentang abdomen.
normal 7. Kateterisaai jika perlu.
4. Bebas dari ISK. 8. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan
5. Tidak ada spasme bladder. bau dan konsistensi urine).
6. Balance cairan seimbang. 9. Monitoring kadar albumin, protein total.
7. Eliminasi urin optimal dilihat 10. Lakukan perawatan perineal dan perawatan selang kateter.
dari indikator : 11. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
a) Pola berkemih dirasakan.
b) Jumlah urin 12. Ajarkan serta demonstrasikan kepada klien dan anggota
c) Warna urin keluargatentang teknik berkemih yang akan digunakan di
d) Intake cairan rumah. Sehingga klien dan keluarga mampu melakukannya
e) Kejernihan urin dengan mandiri.
f) Bau urin. 13. Kolaborasikan obat diuretik
11
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif.
keperawatan infeksi pada klien 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
dapat terkontrol. Kriteria Hasil: keperawatan.
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
gejala infeksi (tumor, dolor, 4. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
rubor, kolor, fungsio laesa) kandung kemih.
2. Menunjukkan kemampuan 5. Tingkatkan intake nutrisi.
untuk mencegah timbulnya 6. Dorong klien untuk memenuhi intake cairan.
infeksi. 7. Berikan terapi antibiotik.
3. Jumlah leukosit dalam batas 8. Monitoring tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
normal (400010.000/mm3). 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
4. Status imunitas baik dilihat panas, drainase.
dari indikator: 10. Monitoring adanya luka.
a) Suhu tubuh; 11. Batasi pengunjung bila perlu.
b) Fungsi respirasi; 12. Dorong klien untuk istirahat.
c) Fungsi gastrointestinal; 13. Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
d) Fungsi genitourinaria 14. Kaji suhu badan pada klien neutropenia setiap 4 jam.
e) Integritas kulit; 15. Laporkan kecurigaan infeksi.
f) Integritas mukosa.
12
3.4. EVALUASI
Evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul dengan metode “ S O A P ” sehingga dapat dilihat intervensi
yang telah direncanakan telah tercapai atau memerlukan rencana tindakan yang lain.
13
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Batu saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya
intake cairan yang kurang, aktivitas yang kurang, iklim yang dingin atau panas
serta makanan yang dapat mencetuskan terbentuknya batu ginjal. tanda dan
gejala yang khas pada penyakit ini tergantung dari letak batu, besarnya batu.
Gejala yang tersering adalah nyeri dan gangguan pola berkemih.
Disamping pengobatan yang diberikan untuk mengurangi nyeri harus
pula diimbangi dengan minum banyak 2-3 liter perhari, banyak melakukan
aktivitas, olahraga secara teratur dan mengurangi makanan yang tinggi kalsium,
purin dan oksalat.
Pada dasarnya penyakit batu saluran kemih dapat disembuhkan secara
total jika cepat mendapat pertolongan dan penanganan dan juga bisa kambuh
apabila tidak merubah kebiasaan yang salah seperti : kurang minum, kurang
bergerak/banyak duduk, mengkonsumsi makanan tinggi kalsium, purin dan
oksalat.
3.2 SARAN
1. Untuk perawat dianjurkan untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat
kepada klien
2. Perawat harus mengetahui dari mana sumber sakit yang dirasakan klien
3. Perawat harus merencanakan intervensi yang tepat sesuai dengan keluhan
klien
4. Perawat harus mampu menganalisa keluhan klien
14
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
15