Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen : Lamria Situmeang, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Agung C. Prasetyo
Ega Juliana
Enjelo D. Waicang
Lukas Tabamolu
Raiva Nabila Mustari. May
Rangga Adi Saputra
Andreas F. Kafiar
Mesokne Gulmok

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Pasien Batu Saluran
Kemih”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Anak yang diampu oleh Lamria Situmeang,
S.Kep.,Ns.,M.Kep

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membantu, sehingga makalah ini selesai sesuai dengan waktunya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari
dosen mata kuliah Keperawatan Anak sangat penyusun harapkan, guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik
di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa


keperawatan yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
“Asuhan Keperawatan pada Anak Pasien Batu Saluran Kemih”. Penyusun
juga mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu
pengetahuan kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................... 3


A. Tinjauan Medis ....................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.2 Etiologi.............................................................................................. 4
2.3 Patofisiologi...................................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................ 6
2.5 Pemeriksaan penunjang .................................................................... 8
2.6 Komplikasi ....................................................................................... 10
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................... 12
2.8 Prognosis .......................................................................................... 14
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan................................................................ 15
1.1 Pengkajian ........................................................................................ 15
1.2 Pathway ............................................................................................ 18
1.3 Diagnosa ........................................................................................... 19
1.4 Intervensi .......................................................................................... 20
1.5 Implementasi..................................................................................... 20
1.6 Evaluasi ............................................................................................ 21

BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................ 23


1.1 Asuhan Keperawatan pada pasien urolithiasis .................................. 23

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................35


A. Kesimpulan .........................................................................................35

ii
B. Saran ...................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Batu Saluan Kemih (BSK) merupakan masalah kesehatan yang sudah
lama dikenal dan menempati urutan ketiga di bidang Urologi. Urolithiasis atau
batu saluran kemih adalah suatu kondisi yang terjadi ketika batu - batu ini
keluar dari ginjal dan berpindah ke bagian lain dari sistem pengumpul urin,
yang meliputi ureter, kandung kemih dan uretra (Trisnawati & Jumenah,
2018).
Penyakit batu saluran kemih menyebar ke seluruh dunia dengan perbedaan
di Negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli, sedangkan di
Negara yang lebih maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih di bagian
atas (ginjal dan ureter) perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas
penduduk aktivitas sehari- hari. angka prevalensi rata-rata seluruh dunia
adalah 1-12% penduduk menderita batu saluran kemih.
Gejala awal terbentuknya batu jarang dirasakan oleh penderita, mungkin
hanya perubahan dalam pola perkemihan, namun bila tidak ditindaklanjuti
maka dapat menimbulkan keadaan yang parah, seperti nyeri yang hebat,
terjadi penyumbatan saluran kemih bahkan terjadi kerusakan ginjal.
Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan tentang
pen&egahan terjadinya batu,seperti mengkonsumsi &airan dalam jumlah
banyak (3-4 liter/hari), diit yang seimbang dan sesuai dengan jenis batu yang
ditemukan, aktivitas yang cukup serta segera memeriksakan diri bila timbul
keluhan pada saluran kemih agar dapat segera ditangani. Bagi penderita yang
mengalami batu pada saluran kemih agar selalu menjaga kesehatannya agar
tidak terjadinya pembentukan batu yang baru. Hal yang harus diperhatikan
oleh penderita adalah diet makanan dan pemeliharaan kesehatan seperti
berobat ke dokter, minum obat secara teratur dan menghindari penyakit
infeksi yang menjadi salah satu penyebab timbulnya urolithiasis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar urolithiasis?
2. Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan urolithiasis
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar urolithiasis.
2. Menegetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
urolithiasis.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada
pasien, khususnya peran perawat sebagai edukator dalam mengubah perilaku
dan gaya hidup serta mencegah kekambuhan ulang pasien dengan batu saluran
kemih.
Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan Upaya
edukasi untuk mengubahn faktor gaya hidup pada pasien dengan batu saluran
kemih.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Medis

1.5 Definisi
Batu saluran kemih adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan
oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.
Ureterolithiasis terjadi bila batu ada didalam saluran perkemihan. Batu
itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu dimulai dengan kristal
yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang
tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran
dari fokus mikroskop sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang
berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah (Brunner and Suddarth, 2013)
Batu saluran kemih adalah benda zat padat yang dibentuk oleh
presipitasi berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu
dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran
kalsium, ammonium, dan magnesium fosfat (batutripel fosfat akibat
infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%). (Pierce A. Grace &
Neil R. Borley 2006).
Urolithiasis adalah proses pembentukan batu secara berbeda bagian
dari saluran kemih, termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Pengelolaan urolitiasis rumit dengan tiga masalah utama yaitu,
prevalensinya yang tinggi, kemungkinan kambuh yang tinggi dan
kurangnya intervensi yang efektif, dan tidak diterapkan nya pola hidup
sehat (Primiano, et al., 2020).

3
1.1 Etiologi
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah
faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Faktor intrinsic itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari
urang tuanya.
2. Umur : paling sering ditemukan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelasmin : laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien Perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah :


1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian
yang lebih tinggi dari daerah lain, sehingga disebut sebagai
Stone Belt.
2. Iklim dan temperature : suhu yang tinggi akan meningkatkan
keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi
udara yang meningkat akan meningkatkan pembentukan kristal
air kemih. Pada orang yang memiliki kadar asam urat yang
tinggi akan lebih beresiko terhadap batu saluran kemih.

4
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kencing.
5. 5. Pekerjaan : sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas.

Batu saluran kemih juga dapat terbentuk pada usia lanjut yang
disebut batu sekunder karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan
aliran air kemih, misal karena hyperplasia prostat.

1.1 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih adalah prosedur kompleks yang
mencakup gangguan biokimiawi urin yang merangsang terjadinya
nukleasi kristal dan agregasi. Gangguan penyerapan magnesium pada
usus berperan dalam pembentukan kalsium oksalat. Memang,
penyimpangan saluran kemih yang mempengaruhi perkembangan batu
disebabkan oleh meliputi terus-menerus rendah pH urin yang rendah
(faktor utama), hiperurikosuria (kadar asam urat urin harian melebihi
850 mg / hari), volume urine yang rendah, dan penghambat
makromolekul kristalisasi.
a. Ph urin rendah
Urolithiasis biasanya dikaitkan dengan penurunan pH urin
yang persisten. Hampir semua pasien dengan batu asam urat
menunjukkan pH urin yang terus-menerus rendah. PH urin yang
rendah diduga dapat memicu kalkulasi asam urat melalui kimia
asam basa basa dan kelarutan asam urat.
b. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria dengan pH urin yang teratur juga dapat
menyebabkan pembentukan batu bercampur yang terdiri dari
monosodium urat dan kalsium oksalat. Meskipun urat Sebagian

5
besar lebih mudah larut daripada asam urat, dapat dicatat bahwa
tidak demikian. Monosodium urat pada kadar tinggi mengendap
dari larutan dan diduga menghasilkan kristalisasi kalsium oksalat
melalui keduanya. Hiperurikosuria sebagian besar berasal dari
kelalaian nutrisi, mespkipun mutasi di saluran monosodium urat
dapat menyebabkan hiperurikosuria hipourikemia ginjal
kongenital.
c. Volume urin rendah
Pengeluaran urin yang berkurang menyebabkan
peningkatan konsentrasi zat terlarut dalam urin. Konsentrasi urat
yang tinggi dapat mengakibatkan pengendapan asam urat dan
monosodium urat sebagai akibat dari kelarutan asam urat yang
terbatas. Akibatnya, batu asam urat banyak ditemukan di daerah
tropis dan lingkungan panas.
d. Penghambat makromolekul kristalisasi
Urin mengandung faktor-faktor yang menghambat
pembentukan kristal yaitu kristalisasi asam urat dan pembentukan
kalkulus. Sur-factant urin, glikoprotein dan glikosaminoglikan
(GAGs) memiliki efek penghambat pada kristal asam urat. Studi
menunjukkan tingkat GAGs yang secara signifikan lebih rendah
dalam urin dari pembentuk asam urat.
Faktor keluarga, genetik dan lingkungan mempengaruhi
pembentukan batu saluran kemih. Gen ZNF365 yang terletak pada
chromo-some 10q21-q22 dilaporkan terkait dengan asam urat
urolithi-asis. Meskipun DNA ini mengkodekan empat macam
protein melalui penyambungan pengganti, hanya satu petunjuk
untuk kemajuan batu asam urat (Abou-Elela, 2017).

1.1 manifestasi klinis


Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada
letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih.

6
Beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien
Urolithiasis:
a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri
kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnasi batu
pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada
jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik
otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan pada saraf yang memberikan sensasi
nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal
karena terjadi infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan nyeri
hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal. Rasa
nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora
pada wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari
urolithiasis, khususnya nefrolithiasis.
b. Gangguan miksi
Adanya batu pada saluran kemih, maka aliran urin
mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara
spontan. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara
spontan tetapi batu dengan ukuran yang relatif besar sulit untuk
keluar secara spontan.
c. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter)
sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang
keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan
oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah
(hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis,

7
namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka
seringkali menimbulkan hematuria.
d. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat
sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi
HCl pada lambung. Namun, gejala gastrointestinal biasanya tidak
ada.
e. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke
tempat lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi,
palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda
terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang
urologi dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis
dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian
antibiotik.
f. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika
urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika.
Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada waktu
dilakukan palpasi pada regio vesika (Purnomo, 2011).

1.2 Pemeriksaan penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu
saluran kemih adalah :
1. Urinalisa
Warna kuning coklat gelap. Warna : normal kekuning-
kuningan, abnormal merah, menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus, renalis, tumoer, kegagalan ginjal). pH :
normal : 4,6-6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu

8
asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium,
data batu kalsium fosfat), urine 24 jam : kretinin, asam urat,
kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur
urine menunjukkan infeksi saluran kencing, BUN hasil normal 5-
20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengeskresi sisa yang bemitrogen. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolic
(cedera, infeksi).
Keratenin serum hasil normal laki-laki 0,85-15mg/dl dan
Perempuan 0,70-1,25mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bermitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu abstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia atau nekrosis.
2. Laboratorium
a. Dara lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat
atau polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
(PTH merangksang rebsorbsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder_)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder sert
menunjukkan adanya batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi Ginjal
Menemukan pelvis ginjal, dan untuk mengelurakan batu
yang kecil.
5. USG ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukkan ketidakseimbanagn cairan, asam basa dan
elektrolit.

9
7. Foto Rontgen
Menunjukkan adanya batu dalam kandung kemih yang
abnormal, menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomic
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi)
Menunjukkan perlambatan pengososngan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih di vertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomic (distensi ureter).
9. Pyelogram retrograde

Menunjukkan abnormalitas pelvis saluran ureter dan


kandung kemih. Diagnosis ditegakkan dengan studi ginjal, ureter,
kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji
kimia darah dengan urine 24 jam untuk mengukur kalsium, asam
urat, kreatinin, natrium dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkanuntuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada klien.

1.3 Komplikasi
Banyak komplikasi yang mungkin timbul dari urolitiasis terutama
jika ada keterlambatan dalam diagnosis atau pengobatan yang tidak
tuntas. Komplikasi Urolithiasis meliputi :
a. Obstruksi adalah suatu kondisi tersumbatnya saluran kemih
secara fungsional atau anatomis karena berbagai macam

10
penyebab, sehingga akan terjadi gangguan aliran urin dari
proksimal ke distal.
b. Uremia adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika ginjal

tidak lagi menyaring dengan baik. Ini mungkin terjadi ketika

seseorang berada pada stadium akhir penyakit ginjal kronis.

c. Sepsis adalah suatu komplikasi infeksi yang mengancam

jiwa. Sepsis terjadi ketika bahan kimia yang dilepaskan di

dalam aliran darah untuk melawan infeksi memicu peradangan

di seluruh tubuh. Dapat menyebabkan berbagai perubahan yang

merusak beberapa sistem organ, menyebabkan kegagalan organ,

terkadang bahkan mengakibatkan kematian.

d. Pielonefritis kronis, ditandai dengan peradangan dan fibrosis

ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang atau persisten

ginjal, vesicoureteral refluks (aliran kencing yang mengarah

balik ke ginjal), atau penyebab lain dari obstruksi saluran

kemih.

e. Gagal ginjal akut atau kronis. Gagal ginjal akut adalah Suatu

kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari

darah. Gagal ginjal kronis adalah penyakit ginjal yang telah

berlangsung lama sehingga menyebabkan gagal ginjal.

f. Pielonefritis xanthogranulomatous adalah bentuk pielonefritis

kronis yang tidak biasa yang ditandai dengan

pembentukan abses granulomatosa, kerusakan ginjal yang

parah, dan gambaran klinis yang mungkin menyerupai

11
karsinoma sel ginjal dan penyakit parenkim ginjal inflamasi

lainnya.

g. Pielonefritis emfisematosa (EPN) adalah infeksi yang

menyebabkan nekrosis ditandai dengan adanya gas di parenkim

ginjal, demam tinggi, leukositosis dan nyeri pinggang.

h. Pyonephrosis adalah infeksi bakteri atau jamur yang terjadi di


ginjal. Mikroba ini bergerak dari uretra ke dalam ginjal melalui
darah (Al-Mamari, 2017).

1.1 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,
mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu
(Sja’bani, 2006).
Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung
kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu,
dan operasi terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang
dari5 mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa
keluar spontan. Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat
pilihan terapi konservatif berupa:
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α – blocker
3. 3.NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di


samping ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah
berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan

12
konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya
ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak
ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.

b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )


ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan
ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan
beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga
menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama
kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk
terapi batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara
lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang
bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter
distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
ovarium.
c. Ureterorenoskopic(URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi
ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan
pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung

13
batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)


PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter.
Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama sebelum
melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat memiliki peluang untuk
dipecahkan dengan PCNL.
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah
membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian
melalui akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau
fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil
secara utuh ataudipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila
letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau
dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena ureter
bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNLberlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan
PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.
e. OperasiTerbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa
beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada anatomi dan
posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada
flank, dorsal atau anterior. Saatini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada

14
penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu
ureter yang besar.

1.1 Prognosis
Sebagian besar kasus urolithiasis memiliki prognosis yang baik
karena sebagian besar batu ukuran 5–6 mm dapat keluar secara
spontan dengan penatalaksanaan konservatif atau medikamentosa.
Pada batu berukuran lebih besar atau terinfeksi, intervensi akut dini
dan modalitas intervensi invasif dan minimal invasif juga dilaporkan
memberi luaran yang baik.[1,8]
Tingkat rekurensi urolithiasis sebesar 50% dalam 5 tahun dan ≥
70% dalam 10 tahun. Meningkatkan asupan cairan, perbaikan pola
diet, dan pemantauan rutin dapat mengurangi tingkat rekurensi
hingga 60%.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik (Bolat & Teke, 2020).
Menurut (Lestari, 2019) pengkajian adalah fase pertama proses
keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.

15
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan
oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien
rasakan adalah nyeri. Menurut (Nisa, 2020) nyeri post operasi
adalah suatu reaksi tubuh terhadap kerusakan jaringan (mulai
dari sayatan kulit hingga kerusakan yang ditimbulkan saat
proses operasi), tarikan atau regangan pada organ dalam tubuh
maupun penyakitnya.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus
utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut. Menurut teori (Puji, 2021) bahwa nyeri
dapat terjadi setelah tindakan operasi. Proses nyeri dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat dari biasanya. Namun,
peningkatan tekanan darah tersebut bersifat sementara dan
tekanan darah akan kembali normal setelah mengatasi nyeri.
3) Riwayat kesehatan yang lalu

16
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama
atau pernah di riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit Urolithiasis.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Menurut (Darpana, 2021) keadaan umum yaitu baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien
(apatis, sopor, koma, compos mentis) dan kesakitan (keadaan
penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat).
a) Penampilan umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas
keadaan klien.
c) Tanda-tanda vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi. Menurut (Afif, 2018) mean arterial pressure
adalah tekanan arteri rata rata selama satu siklus denyutan
jantung yang didapatkan dari pengukuran tekanan darah
systole dan tekanan darah diastole. Pada perhitungan
MAP akan didapatkan gambaran penting dalam tekanan
darah yaitu tekanan sistolik adalah tekanan maksimal
Ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri, batas normal
dari tekanan sistolik adalah 120 mmHg, tekanan diastolic
adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal
dari tekanan diastolik adalah 80 mmHg. Tekanan diastolik

17
menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus
dicapai jantung.
2) Sistem perkemihan
Mengkaji tentang keadaan abdomen. Biasanya pada penyakit
ini saat teraba oleh tangan terasa sakit pada perut bagian kanan
bawah.

d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan
aktivitas dan anjuran bedrest
3) Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati.
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium.
b) Obat-obatan terapi sesuai dengan anjuran dokter.

1.1 pathway

18
1.1 Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (TIM POKJA SDKI PPNI, 2016).
Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan, sehat
dan sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan
yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik
mayor yang dapat diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko
menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak
dilakukan intervensi. Masalah dapat timbul pada seseorang atau
kelompok yang rentan dan ditunjang dengan faktor risiko yang

19
memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan. Diagnosa
keperawatan risiko adalah keputusan klinis tentang individu,
keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami
masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang
sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan
menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan
masalah keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan
faktor pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan Wellness (Sejahtera)
atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan individu,
keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera
tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang menunjukkan
terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.
Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang terdiri dari
kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang diperkirakan akan
muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu(Yeni & Ukur,
2019).
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien
Urolithiasis
setelah mengalami pembedahan adalah :
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi)
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi
kandung Kemih.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan
d. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan
Masalah keperawatan pada Post operatif :

20
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiz(Prosedur operasi)
b.Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
perubahan sirkulasi
c.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
d.Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive.

1.2 Intervensi keperawatan


Perencanaan Keperawatan adalah sebuah proses penyusunan
berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan, serta mengurangi masalah-masalah klien (Syafridayani,
2019).
1.3 Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap
pelaksanaan dalam proses keperawatan. Dalam implementasi
terdapat susunan dan tatanan pelaksanaan yang akan mengatur
kegiatan pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan yang sudah ditetapkan. Implementasi
keperawatan ini juga mengacu pada kemampuan perawat baik secara
praktik maupun intelektual (Lingga, 2019).
1.4 Evaluasi keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Harahap,2019).
Menurut (Nanda, 2020) terdapat dua jenis evaluasi :
a. Evaluasi Formatif (Proses)

21
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif
ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan): Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah
berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan.Hal ini bisa di laksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang di berikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.

22
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS:
Tn.D datang ke IGD RSUD Deli Serdang pada 24 April 2017 pukul 01.00 WIB
dengan keluhan nyeri pinggang bagian belakang kiri ± 4 bulan ini kemudian
dokter mendiagnosa Tn.D dengan Batu Saluran Kemih. Pasien tiba diruang
Mawar pukul 02.30 WIB

PENGKAJIAN
A. Identitas Diri Klien
1. Nama : Tn.D

23
2. Tempat/tanggal lahir : 03 Desember 1985
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : DS. Pagar Jati Kec. Lubuk Pakam
5. Status perkawinan : Sudah kawin
6. Agama : Islam
7. Suku : Jawa
8. Pendidikan : SMA
9. Pekerjaan : Karyawan
10. Diagnosa Medis : Batu Saluran Kemih

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. E
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan Keluarga : Istri

C. Riwayat Kesehatan Pasien


1. Keluhan Utama Nyeri
pinggang bagian belakang kanan ± 4 bulan ini.
1. Riwayat Masuk
Tn.D datang ke IGD RSUD Deli Serdang pada 24 April 2017 pukul 01.00 WIB
dengan keluhan nyeri pinggang bagian belakang kiri ± 4 bulan dan BAKnya
hanya menetes dan timbul rasa tidak puas setelah BAK kemudian dokter
mendiagnosa Tn.D dengan Batu Saluran Kemih. Pasien tiba diruang Mawar
pukul 02.30 WIB.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan sudah pernah dirawat dirumah sakit pada 11 Maret 2017
dengan Dyspepsia di RSUD Deli Serdang. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah terkena penyakit seperti
yang dialami klien maupun penyakit lain seperti penyakit ginjal, penyakit
jantung maupun diabetes.

24
D. Pola Pemenuhan Kebutuhan Hidup Sehari-hari (ADL)
A. Di Rumah
1. Pola Nutrisi
a. BB : 65 kg TB : 175 cm
b. Frekwensi makanan ` : 3x sehari
c. Jenis makanan : Nasi + Sayur + Lauk pauk
d. Makanan pantangan :-
e. Nafsu makan : Baik
f. Perubahan BB 6 bulan terakhir : Tidak ada

2. Pola Eliminasi
a. BAB
1) Frekwensi : 1x sehari
2) Karakteristik : Lembek, Warna: kuning tua
3) Riwayat penggunaan pencahar :-
b. BAK
1) Frekwensi : 4-6x sehari
2) Karakteristik : Urin sedikit, hanya menetes, warna: kuning keruh

3. Pola tidur dan istirahat


a. Waktu tidur : Malam ( 7 jam )
Siang (1 jam)
b. Lama tidur : 8 jam
c. Kebiasaan pengantar tidur: Berdoa
d. Kebiasaan selama tidur : Mendengkur

4. Pola aktivitas
a. Pekerjaan : Klien bekerja sebagai karyawan pabrik, Tn.D bekerja dari
pagi hingga sore, Tn.D sering menahan BAK karna
pekerjaanya tersebut.
b. Pola kebiasaan diwaktu luang : Berkebun

25
c. Keluhan dalam pemenuhan aktivitas :-

B. Di Rumah Sakit
1. Pola Nutrisi
a. BB : 65 Kg TB : 175 cm
b. Frekwensi makanan : 3x sehari
c. Jenis makanan : Nasi + lauk pauk + sayur
d. Makanan pantangan :-
e. Nafsu makan : Baik
2. Pola Eliminasi
a. BAB
1) Frekwensi : 1x sehari
2) Karakteristik : Lembek, Warna: kuning, ampas (-)
b. BAK
1) Karakteristik :Klien dipasang kateter, urine bercampur darah.
2) Jumlah urine : ±200 cc/ 24 jam
3. Pola tidur dan istirahat
a. Waktu tidur : Malam ( 23.00 s/d 04.00 WIB)
Siang ( 14.00 s/d 15.00 WIB)
b. Lama tidur : 6 jam
c. Kebiasaan pengantar tidur : Berdoa
d. Kebiasaan selama tidur : Mendengkur

E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Klien tampak lemah
BB: 65 kg
TB: 175 cm
2. Tanda-tanda vital
Kes: Composmentis
TD: 130/90 mmHg
HR: 86x/i
RR: 20x/i

26
T : 36,5 0C
3. Kepala: Bentuk simetris, rambut hitam, kepala bersih
4. Mata: Pupil isokor, konjungtiva (-) anemis
5. Hidung: Simetris, sekret (-)
6. Mulut: Jumlah gigi lengkap, tidak ada karies
7. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8. Sis. Pernapasan: Pernapasan vesikuler, sputum(-)
9. Sirkulasi: CRT Normal, TD : 130/90 mmHg
10. Abdomen: Nyeri tekan(+)
11. Anogenetal: tidak dikaji
12. Neurologis: Kes: Composmentis
13. Integumen: Turgor kulit baik

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium
1. Hematologi 24-04-2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,6 14,0-17,0 g/dl
Hematokrit 43 42-52 %
Leukosit *11,8 3,5-10,0 ribu
Trombosit 259 150-390 ribu
Eritrosit 5,4 4,4-6,0 juta
MCV *79 80-97 fL
MCH 26,9 26,5-33,5 pg

27
MCHC 34,3 31,5-35,0 g/dl
Hitung Jenis
Basofil 0,2 0-1 %
Eusinofil 2,6 1-4 %
Netrofil *81,0 50-70 %
Limfosit *12,7 25-40 %
Monosit 3,6 2-8 %
Laju Endap Darah *15 0-10 mm/jam
(LED)

2. Kimia Klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Fungsi Ginjal
Ureum 32 20-40 mg%
Kreatinin *1,4 0,7-1,1 mg/dl
Asam urat *8,2 3,4-7,0 mg/dl

3. Urine
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Urine Lengkap
Kimia Urine
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1,025
pH 6,0
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Reduksi/ Glukosa Negatif Negatif

28
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Mikroskopis Urine
Leukosit 0-2
Eritrosit 0-1
Epitel Positif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif

b. USG KUB + Prostat

Ginjal kanan-kiri: Tampak batu dengan ukuran 1,02 cm pada ginjal kiri.
Vesica Urinaria: Besar dan bentuk baik, dinding tidak menebal, reguler, tidak
tampak bayangan hiperekhoik dengan acoustic shadow/massa.
Prostat: Ukuran tidak membesar, tekstur parenkimhomogen. Tidak tampak
protrusion prostat kedaam vesica urinaria.
Scan Paraaorta/Parailiaka: Tidak tampak bayangan nodul hipoekhoik
Kesan: Nefrolithiasis sinistra

G. Therapy
No. Nama Obat Pemakaian
1. IVFD. Asering 20 gtt/i
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
3. Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
4. Neurodex 2x1
5. Allupurinol 100 mg 1x1

29
ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Klien mengatakan Batu di ginjal Nyeri akut
nyeri dipinggang bagian
belakang kiri ± 4 bulan Obstruksi saluran kemih
ini.
DO: Klien tampak Nyeri pinggang
menahan sakit.
Skala nyeri: 6
DS: Klien mengatakan Batu di ginjal Gangguan eliminasi
nyeri pada pinggang urine
bagian belakang kiri. Obstruksi saluran kemih
BAKnya hanya menetes
dan klientidak puas saat Urin sedikit dan rasa
BAK. tidak puas saat BAK
DO: Perubahan pola
berkemih: disuria
DS: Klien mengatakan Proses penyakit Ansietas
tidak tahu tentang
penyakitnya dan apa Kurangnya pengetahuan
yang harus dilakukan dan efek hospitalisasi
dalam menghadapi
penyakitnya.
DO: Klien tampak
cemas dan gelisah

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b/d obstruksi saluran kemih d/d klien mengatakan nyeri
pinggang bagian belakang kiri, klien tampak menahan sakit, skala nyeri : 6
2. Gangguan eliminasi urine b/d batu di ureter dan obstruksi saluran kemih
d/d klien mengatakan nyeri saat BAK dan menjalar hingga ke pinggang.
Klien mengatakan BAKnya tidak puas, perubahan pola berkemih: disuria
3. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan dan efek hospitalisasi d/d klien
mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya dan takut akan penyakitnya,
klien tampak cemas dan gelisah.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

30
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri b/d obstruksi Tujuan : Setelah 1. Kaji intensitas, lokasi,
saluran kemih d/d dilakukan tindakan frekuensi dan penyebaran
klien mengatakan keperawatan 3x24 nyeri
nyeri saat BAK dan jam nyeri dapat 2. Kaji skala nyeri dan
nyeri pinggang, klien teratasi ekspresi wajah
tampak menahan Kriteria Hasil: Nyeri 3. Berikan tindakan
sakit, skala nyeri : 6 berkurang, Skala kenyamanan dan ajarkan
nyeri menurun, klien teknik relaksasi
dapat 4. Kolaborasi dalam
beristirahat dan pemberian analgetik
tampak rileks
Gangguan eliminasi Tujuan : setelah 1. Awasi pemasukan dan
urine b/d batu di dilakukan tindakan pengeluaran cairan dan
ureter dan obstruksi keperawatan 3x 24 karakteristik urine
saluran kemih d/d jam gangguan 2. Observasi perubahan
klien mengatakan eliminasi urine status mental
nyeri saat BAK dan teratasi 3. Kolaborasi pemberian
menjalar hingga ke Kriteria Hasil: Nyeri acstazolamid/alupurinol,
pinggang. Klien saat berkemih dan antibiotik
mengatakan BAKnya berkurang, berkemih
tidak puas, perubahan tidak menetes,
pola berkemih: pola berkemih
disuria kembali normal

Ansietas b/d Tujuan: Setelah 1. Kaji tingkat kecemasan


kurangnya dilakukan tindakan klien
pengetahuan dan efek keperawatan 1x 24 2. Motivasi klien untuk
hospitalisasi d/d klien jam ansietas teratasi mengungkapkan
mengatakan tidak Kriteria Hasil:

31
tahu tentang ungkapan cemas kecemasannya
penyakitnya dan takut berkurang, gelisah 3. Ajarkan teknik relaksasi
akan penyakitnya, berkurang, klien 4. Beri informasi pada
klien tampak cemas beraktivitas dengan klien
dan gelisah. normal, wajah tidak
tegang

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Hari/ Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi
Keperawatan
Selasa, 14 Nyeri b/d obstruksi saluran 1. Mengkaji intensitas,
Maret 2017 kemih d/d klien mengatakan lokasi, frekuensi dan
nyeri saat BAK dan nyeri penyebaran nyeri: nyeri
pinggang, klien tampak saat BAK dan menjalar
menahan sakit, skala nyeri : 6 hingga ke pinggang
2. Mengkaji skala nyeri
dan ekspresi wajah
Skala nyeri: 6
Ekspresi wajah: Meringis
menahan sakit
3. Memberikan tindakan
kenyamanan dan meng
ajarkan teknik
relaksasi: latihan napas
dalam, teknik
pengalihan perhatian
4. Berkolaborasi dalam
pemberian analgetik:
Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam

Rabu, 15 Gangguan eliminasi urine b/d 1. Mengawasi

32
Maret 2017 batu di ureter dan obstruksi pemasukan dan
saluran kemih d/d klien pengeluaran cairan
mengatakan nyeri saat BAK dan karakteristik
dan menjalar hingga ke urine: urine hanya
pinggang. Klien mengatakan sedikit, jumlah urine:
BAKnya tidak puas, ± 200 cc/ 24 jam
perubahan pola berkemih: 2. Mengobservasi
disuria perubahan status
mental: cemas
3. Berkolaborasi dalam
pemberian obat
-Ceftriaxone 1 gr/12
jam
-Ciprofloxacin 1 fls/
12 jam

Kamis, 16 Ansietas b/d kurangnya 1. Mengkaji tingkat


Maret 2017 pengetahuan dan efek kecemasan klien
hospitalisasi d/d klien 2. Memotivasi klien
mengatakan tidak tahu tentang untuk
penyakitnya dan takut akan mengungkapkan
penyakitnya, klien tampak kecemasannya: klien
cemas dan gelisah. cemas akan
penyakitnya
3. Mengajarkan teknik
relaksasi: teknis
napas dalam
4. Memberi informasi
pada klien tentang
penyakitnya

33
3.5 EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Tanggal
Rabu, Nyeri b/d obstruksi saluran S: Klien mengatakan nyeri mulai
15 kemih d/d klien mengatakan berkurang
Maret nyeri saat BAK dan nyeri O: Klien tampak lebih rileks
2017 pinggang, klien tampak Skala nyeri: 4
menahan sakit, skala nyeri : 6 A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Kamis, Gangguan eliminasi urine b/d S: Klien mengatakan nyeri masih
16 batu di ureter dan obstruksi ada tapi sudah mulai berkurang.
Maret saluran kemih d/d klien O: Jumlah urin mulai meningkat.
2017 mengatakan nyeri saat BAK Volume urin: ± 350 cc/ 24 jam
dan menjalar hingga ke A: Masalah belum teratasi
pinggang. Klien mengatakan P: Intervensi dilanjutkan
BAKnya tidak puas, perubahan
pola berkemih: disuria

Jumat, Ansietas b/d kurangnya S: Kien mengatakan sudah mulai


17 pengetahuan dan efek mengerti tentang penyakitnya
Maret hospitalisasi d/d klien O: Klien tampak rileks, kecemasan
2017 mengatakan tidak tahu tentang menurun
penyakitnya dan takut akan A: Masalah belum teratasi
penyakitnya, klien tampak P: Intervensi dilanjutkan
cemas dan gelisah.

34
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti


batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006).
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang

35
paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena
air kemih kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal
(Sja’bani, 2006).

B. SARAN

Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa, masyarakat


akan bahaya batu saluran kemih dan bagaimana cara mencegah batu
saluran kemih.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. 1992. Review of Medical Physiology. Fisiologi Kedokteran. .


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Fillingham and Douglas. 2000. Urological nursing. Tokyo: Bailliere Tindall
Flagg, Laura. 2007. Dietary and Holistic Treatment of Recurrent
Calcium Oxalate Kidney Stones: Review of Literature toGuide Patient
Education. Vol 7.(2). Urologic Nursing Journal.
Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Borghi L, Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A & Giannini
(1996): Urinary volume, water and recurrences in idiopathic calcium
nephrolithiasis: a 5-year randomized prospective study. J. Urol. 155,
839–843.
Assimos, Dean G. and Holmes Ross. 2000. Role of diet in the therapy of
urolithiasis.Vol 27. 2:255-268. The Urologic Clinic of North America.

36
Badlani , GH. (2002). Campbell’s urology. In : Walsh PC.,eds. Saunders.
Barclay L and Lie D. 2005. Obesity and weight gain may increase the
risk of kidney stone. 293: 455-462 . JAMA
Al-Kohlany, KM., Shokeir,AA., Mosbah,A., Mohsen, T., Shoma,AM., Eraky,I, et
al. (2005). Treatment of complete staghorn stones : a prospective
randomized comparison of open surgery versus percutaneous
nephrolithotomy. J Urol; 173: 469 – 73. American Urological
Association. (2005). AUA Guideline on the Management of Staghorn
Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.
Al-Ansari,A., Shamsodini,A., Younis,N., et al. (2005). Extracorporeal shock
wave lithotripsy monotherapy for treatment of patients with urethral and
bladder stone presenting with acute urinary retention. Journal Urology;
66(6):1169-1171.

37

Anda mungkin juga menyukai