Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN

UROLITIASIS

Disusun oleh :

Kelompok I

Kelas A/4

Dike Mardiana Selan ( 1543 02720 )


Elisabet Priska Beku ( 1542 02720 )
Rhio Ginaro Boimau ( 1566 02720 )
Giving Everson Laga Riwu ( 1548 02720 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2022
DAFTAR ISI

KATA PENGNTAR………………………………………………………………..
DAFTARISI....……………………………………………………………..............
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……….....……………………………….................................
1.2 Rumusan Masalah…………………..………………………...........................
1.3 Tujuan………………………………...……….................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A : DEFINISI
2.2 Klasifikasi……………………………………………………………............
2.3 Etiologi…………………………………………………………….................
2.4 Patofisiologi…………………………………………………………….........
2.5 Patway………………………………………………......................................
2.6 Manifestasi Klinik…………………………………………...........................
2.7 Komplikasi……………………………………………………………...........
2.8 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………..........
2.9 Penatalaksanaan ……………………………………………………….........
BAB III : ASKEP TEORI
B: Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Urolitiasis
3.1 Pengkajian Keperawatan …………………………………………… ......
3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………..
3.3 Intervensi Keperawatan…………………………………………….......
3.4 Implementasi Keperawatan…………………………………………….
3.5 Evaluasi Keperawatan…………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA

!
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun Asuhan
Keperawatan ini tepat pada waktunya.Asuhan Keperawatan ini membahas
Urolitiasis. Pada dasarnya ini disusun dengan tujuan untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa tentang Urolitiasis.
Penulis menyadari bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.kritik konstruktif
dari pembaca sanagat penulis harapkan untuk penyempurnaan Asuhan
Keperawatan selanjutnya. Akhir kata semoga Asuhan Keperawatan ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kupang 23 Mei 2022

Penulis

!!

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu
uretra, dan batu kandung kemih. Komposisi dari batu saluran kemih ini bisa terdiri
dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat dan batu jenis lainnya yang
didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin, dan batu silikat. Penyebab
tersering terjadinya batu saluran kemih ini adalah sumbatan pada saluran kemih
baik itu terjadi secara herediter maupun karena factor dari luar. (Purnomo, 2011
ed.3).

Penyakit batu saluran kemih ini sudah dikenal sejak zaman babilonia dan
zaman mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannnya batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk diseluruh
dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
diberbagai belahan dunia. Dinegara-negara berkembang banyak dijumpai pasien
dengan batu kandung kemih sedangkan dinegara majulebih banyak dijumpai
penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh
status gizi da aktivitas pasien sehari-hari. (Purnomo, 2011 ed.3) .

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Urolitiasis ?

2. Apa saja klasifikasi urolitiasis ?

3. Apa saja etiologi Urolitiasis ?

4. Apa anatomi fisiologi Urolithiasis ?

5. Bagaimana patofisiologi Urolitiasis ?

7. Bagaimana Patway Urolitiasis ?


8. Apa saja manifestasi klinik Urolitiasis ?

9. Apa saja komplikasi Urolitiasis ?

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang Urolitiasis?

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana cara memberikan asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan urolitiasis.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis Urolithiasis


2.1 Definisi
Proses pembentukan Urolithiasis adalah batu secara berbeda bagian dari saluran
kemih, termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Pengelolaan urolitiasis rumit
dengan tiga masalah utama yaitu, prevalensinya yang tinggi, kemungkinan kambuh
yang tinggi dan kurangnya intervensi yang efektif, dan tidak diterapkan nya pola hidup
sehat (Primiano, et al., 2020).
Urolitiasis adalah kondisi dimana pasien datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan, termasuk analgesia dan perawatan untuk memfasilitasi
pengeluaran batu. Urolithiasis terjadi terutama melalui supersaturasi urin dan biasanya
timbul dengan nyeri pinggang, hematuria, dan mual / muntah. Urinalisis tidak
mendiagnosis, tetapi dapat digunakan dalam kaitannya dengan pemeriksaan lain.
Sejarah, pemeriksaan, dan penilaian dengan beberapa tes laboratorium merupakan
landasan evaluasi bahwa benar adanya pasien tersebut menderita Urolithiasis.
Urolithiasis adalah penyakit umum yang prevalensinya meningkat dengan potensi
morbiditas yang signifikan. Evaluasi terfokus dengan riwayat, pemeriksaan, dan
pengujian penting dalam diagnosis dan manajemen (Gottlieb, Long, & Koyfman, 2018).

2.2 Klasifikasi Urolitiasis


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur, Kalsium Oksalat atau
kalsium Fosfat, asam Urat, Magnesium-amonium fosfat(MAP), xantin, dansistin,
silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi Zat yang terdapat
pada batu sangat penting untuk usaha Pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
batu residif (PurnomoBB,2011).

1) Batu Kalsium
Batu Kalsium in ijenis batu yang banyak di jumpai dan Merupakan tampilan
ion yang besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma yang terionisasi
dan tersedia untuk difiltrasi diglomerulus.
Lebih dari95% Kalsium difiltrasi diglomerulus kemudian direabsorbsi kembali
dikedua tubulus proksimal dan distal tubulus dan Jumlahnya terbatas di tubulus
pengumpul.
2) Batu Asam Urat
Batu asam urat terdiri atas asam urat murnidan Sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat. Penyakit Batu asam urat banyak diderita oleh klien-klien penyakit
Gout,penyakit mieloproliferatif,klien yang mendapatkan terapi anti kanker,dan yang
banyak mempergunakan obat Urikosurik di antaranya adalah
sulfinipirazone,thiazide,dan Salisilat. Kegemukan,peminumalkohol,dan diet tinggi
Protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk kendapatkan penyakit ini.
3) Batu Struvit

Sekitar10-15% daritotal,terdiri dari magnesium Ammonium fosfat (batustruvit) dan


kalsium fosfat. Batu Ini terjadi sekunde rterhadap infeksi saluran kemih yang
disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Batu ini bersifat radioopak
dan mempunyai densitas yang berbeda. Di urin kristal batu struvit berbentuk prisma
empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struvit mungkin
berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal in imungkin karena
proteus merupakan bakteri urease yang poten.

4) Batu Sistin

Batu ini jarang Dijumpai (tidak umum,berwarna kuning jeruk dan berkilau).
Sedang kristal sistin di air kemih tampak seperti plat segi enam,sangat sukar larut
dalam air. Bersifat radioopak karena mengandung sulfur.

5) Batu Xiantin

Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter Karena defisiens ixantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yan gberlebi
enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari Hypoxantin menjadi xantin dan dari
xantin kemudian diproses menjadi asam urat. Gambaran batunya biasanya adalah
radiolusen dan berwarna kuning.
2.3 Anatomi fisiologi
Saluran kemih dibagi menjadi dua bagian: saluran kemih bagian atas dan
saluran kemih bagian bawah. Pembentuknya terdiri dari ginjal dan ureter, sedangkan
saluran kemih bagianbawah terdiri dari kandung kemih dan uretra.

1. Ginjal
Merupakan organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperiotoneal bagian
atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Cekungan ini disebut sebagi hilusrenalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis
dan struktur lain yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan
sistem saraf. Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder atau pipa yang
menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
2. Ureter
Merupakan lanjutan dari pelvis renalis yang berjalan dari hillus ginjal menuju
distal dan kemudian bermuara pada kandung kemih. Ureter terdiri dari 2 saluran pipa di
sebelah 29 kanan dan kiri yang menghubungkan ginjal kanan dan kiri dengan kandung
kemih. Ureter memiliki panjang sekitar 20 - 30 cm dengan diameter rata - rata sekitar
0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm yang berada di dekat kandung kemih.
3. Kandung kemih
Merupakan organ berongga yang terletak di rongga pelvis di bagian posterior
symphisis pubis. Lapisan jaringannya memiliki struktur yang sama seperti ureter.
Ketika kosong bentuknya seperti balon yang tidak berisi udara. Ketika berisi sedikit
penuh bentuknya seperti sphere. Semakin terisi oleh urin kandung kemih akan
berkembang menjadi seperti buah pir yang menonjol ke arah rongga abdomen.
4. Urethra
Uretra pria laki-laki dan wanita memiliki struktur yang berbeda. Pada pria, urethra
memiliki panjang 18-20cm, dibagi menjadi: urethra pars preprostatica, urethra pars
prostatica, urethra pars membranasea (intermediate), dan urethra pars cavernosa
(spongy). Pada wanita, urethra lebih pendek dan ditutupi oleh transitional epithelium
dan stratified squamous epithelium. Urethra wanita mempunyai panjang sekitar 2,5-4
cm sehingga tidak dibagi (Mahdevan, 2019).

2.4 Etiologi
Urolithiasis adalah penyakit batu saluran kemih yang dapat ditemukan di
sepanjang saluran perkemihan. Sekitar 97% batu kemih ditemukan di ginjal dan ureter
(batu ginjal), sisanya 3% di kandung kemih dan uretra. Ukuran batu saluran kemih
berkisar dari mikrometer hingga beberapa sentimeter dalam diameter. Penyakit batu
saluran kemih sering tidak diperhatikan dalam waktu lama periode sebelum individu
memanifestasikan diri mereka sendiri bahwa ada gejala yang seringkali sangat
menyakitkan (Fisang, et al., 2015).
Seperti gaya hidup, obesitas, kebiasaan makan . Urolithiasis adalah penyakit
multifaktorial akibat interaksi kompleks antara faktor eksogen seperti lingkungan dan
faktor endogen seperti genetik. Faktor lingkungan, seasi, serta kondisi air yang
cenderung terdapat butiran pasir, telah terlibat dalam perkembangan urolitiasis,
sedangkan hormonal, faktor genetik atau anatomis mungkin juga mempengaruhi
patogenesisnya. Lebih dari 80% penderita batu ginjal menderita urolithiasis yang
disebabkan oleh kalsium oxalate dan asam urat.
Meskipun urolithiasis adalah penyakit yang dikenal sejak zaman kuno, bahkan
sekarang banyak peneliti mencoba untuk menjelaskan mekanisme pembentukan batu
ginjal kalsium oksalat dan asam urat. Mekanisme fisiokimia pembentukan batu melalui
presipitasi, pertumbuhan, agregasi, nukleasi, pembentukan retensi kristal merupakan
pemicu terjadinya Urolithiasis (Yasui, et al., 2017).
2.5 Patofisiologi
Sistem urinaria adalah sistem organ yang berfungsi untuk menyaring dan
membuang zat limbah dengan cara menghasilkan urine. Jika fungsi sistem ini
terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan. Sistem 30 urinaria atau saluran kemih terdiri dari ginjal,
kandung kemih, ureter, dan juga uretra (saluran kencing). Setiap bagian dalam sistem
urinaria memiliki fungsi dan peranannya masing-masing. Melalui saluran kemih, urine
yang membawa limbah dan racun akan dikeluarkan dari dalam tubuh.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur jumlah air dalam darah, menyaring zat
limbah atau sisa metabolisme tubuh, menghasilkan hormon yang berfungsi untuk
mengendalikan tekanan darah dan produksi sel darah merah, serta mengatur pH atau
tingkat keasaman darah. Ureter adalah bagian dari sistem urinaria yang berbentuk
menyerupai saluran pipa atau tabung. Ureter berfungsi untuk mengalirkan urine dari
masing-masing ginjal untuk ditampung di kandung kemih. Organ yang berada di dalam
perut bagian bawah ini bertugas menyimpan urine. Jika kandung kemih sudah terisi
penuh oleh urine, akan timbul dorongan untuk buang air kecil. Kandung kemih orang
dewasa mampung menampung urine hingga 300–500 ml. Uretra atau saluran kencing
adalah saluran yang menghubungkan antara kandung kemih ke
Patofisiologi Pembentukan batu saluran kemih adalah prosedur kompleks yang
mencakup gangguan biokimiawi urin yang merangsang terjadinya nukleasi kristal dan
agregasi. Gangguan penyerapan magnesium pada 31 usus berperan dalam pembentukan
kalsium oksalat. Memang, penyimpangan saluran kemih yang mempengaruhi
perkembangan batu disebabkan oleh meliputi terus-menerus rendah pH urin yang
rendah (faktor utama), hiperurikosuria (kadar asam urat urin harian melebihi 850 mg /
hari), volume urine yang rendah, dan penghambat makromolekul kristalisasi.
a. Ph urin rendah
Urolithiasis biasanya dikaitkan dengan penurunan pH urin yang persisten. Hampir
semua pasien dengan batu asam urat menunjukkan pH urin yang terus-menerus rendah.
PH urin yang rendah diduga dapat memicu kalkulasi asam urat melalui kimia asam basa
basa dan kelarutan asam urat.
b. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria dengan pH urin yang teratur juga dapat menyebabkan
pembentukan batu bercampur yang terdiri dari monosodium urat dan kalsium oksalat.
Meskipun urat sebagian besar lebih mudah larut daripada asam urat, dapat dicatat
bahwa tidak demikian. Monosodium urat pada kadar tinggi mengendap dari larutan dan
diduga menghasilkan kristalisasi kalsium oksalat melalui keduanya. Hiperurikosuria
sebagian besar berasal dari kelalaian nutrisi, mespkipun mutasi di saluran monosodium
urat dapat menyebabkan hiperurikosuria hipourikemia ginjal kongenital.
c. Volume urin rendah
Pengeluaran urin yang berkurang menyebabkan peningkatan konsentrasi zat
terlarut dalam urin. Konsentrasi urat yang tinggi dapat mengakibatkan pengendapan
asam urat dan monosodium urat sebagai akibat dari kelarutan asam urat yang terbatas.
Akibatnya, batu asam urat banyak ditemukan di daerah tropis dan lingkungan panas.
d. Penghambat makromolekul kristalisasi
Urin mengandung faktor-faktor yang menghambat pembentukan kristal yaitu
kristalisasi asam urat dan pembentukan kalkulus. Sur-factant urin, glikoprotein dan
glikosaminoglikan (GAGs) memiliki efek penghambat pada kristal asam urat. Studi
menunjukkan tingkat GAGs yang secara signifikan lebih rendah dalam urin dari
pembentuk asam urat.
Faktor keluarga, genetik dan lingkungan mempengaruhi pembentukan batu
saluran kemih. Gen ZNF365 yang terletak pada chromo-some 10q21-q22 dilaporkan
terkait dengan asam urat urolithi-asis. Meskipun DNA ini mengkodekan empat macam
protein melalui penyambungan pengganti, hanya satu petunjuk untuk kemajuan batu
asam urat (Abou-Elela, 2017).
2.6 Patway Urolitiasis

Diet Purin ISK Hiper Dehidrasi Paratioroi


Immobilitas

Asam urat Bakteri Osteoclast Reabsobsi


Memingkat Pemecah urea Hiperkalsemia air
meningka

Kristalisasi Sedimen dan Reabsobsi Pemekatan urin


asam urat kristalisasi calsium di ginjal meningkat

BATU Kalsifikasi
Sedimen

Gesekan Obstruksi Terapi


Kandung kemih pembedahan

Inflamas Retensi urin


Pendarahan

Gangguan rasa nyaman Gangguan eliminasi urine Ansietas


Nyeri akut
Faktor instrinsik
Defisit nutrisi

Faktor iklim dan cuaca


2.7 Manifestasi klinis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat
infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih.
Beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien Urolithiasis :
a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnasi batu pada saluran kemih sehingga
terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada saraf yang
memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi infeksi pada
ginjal sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2
ginjal.
b. Gangguan miksi
Adanya batu pada saluran kemih, maka aliran urin mengalami penurunan
sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Batu dengan ukuran kecil mungkin
dapat keluar secara 34 spontan tetapi batu dengan ukuran yang relatif besar sulit untuk
keluar secara spontan.
c. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan
gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan
darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika
terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan
hematuria.
d. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien
karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan
memacu sekresi HCl pada lambung. Namun, gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.
e. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit
merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang
urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase
dan pemberian antibiotik.
f. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika (Purnomo, 2011).

2.8 Komplikasi
Komplikasi Banyak komplikasi yang mungkin timbul dari urolitiasis terutama
jika ada keterlambatan dalam diagnosis atau pengobatan yang tidak tuntas.
Komplikasi Urolithiasis meliputi :
a. Obstruksi
Yaitu Suatu kondisi tersumbatnya saluran kemih secara fungsional atau anatomis
karena berbagai macam penyebab, sehingga akan terjadi gangguan aliran urin dari
proksimal ke distal.
b. Uremia
Yaitu kondisi berbahaya yang terjadi ketika ginjal tidak lagi menyaring dengan
baik. Ini mungkin terjadi ketika seseorang berada pada stadium akhir penyakit ginjal
kronis.
c. Sepsis
Yaitu suatu komplikasi infeksi yang mengancam jiwa. Sepsis terjadi ketika bahan
kimia yang dilepaskan di dalam aliran darah untuk melawan infeksi memicu
peradangan di seluruh tubuh. Dapat menyebabkan berbagai perubahan yang merusak
beberapa sistem organ, menyebabkan kegagalan organ, terkadang bahkan
mengakibatkan kematian.
d. Pielonefritis kronis
Ditandai dengan peradangan dan fibrosis ginjal yang disebabkan oleh infeksi
berulang atau persisten ginjal, vesicoureteral refluks (aliran kencing yang mengarah
balik ke ginjal), atau penyebab lain dari obstruksi saluran kemih.

e. Gagal ginjal akut atau kronis.


Gagal ginjal akut adalah Suatu kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring
limbah dari darah. Gagal ginjal kronis adalah penyakit ginjal yang telah berlangsung
lama sehingga menyebabkan gagal ginjal.
f. Pielonefritis xanthogranulomatous
Yaitu bentuk pielonefritis kronis yang tidak biasa yang ditandai dengan
pembentukan abses granulomatosa, kerusakan ginjal yang parah, dan gambaran klinis
yang mungkin menyerupai karsinoma sel ginjal dan penyakit parenkim ginjal inflamasi
lainnya.
g. Pielonefritis emfisematosa (EPN)
Yaitu infeksi yang menyebabkan nekrosis ditandai dengan adanya gas di
parenkim ginjal, demam tinggi, leukositosis dan nyeri pinggang.
h. Pyonephrosis
Yaitu infeksi bakteri atau jamur yang terjadi di ginjal. Mikroba ini bergerak dari
uretra ke dalam ginjal melalui darah (Al-Mamari, 2017).

2.9 Penatalaksanaan Medis


Pencegahan Urolithiasis dapat di mulai dari keluarga yang sehat yang memiliki
faktor risiko untuk terkena Urolithiasis sebagai upaya untuk mencegah peningkatan
kasus Urolithiasis dengan tindakan promotif dan preventif.
Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengedukasi
keluarga untuk hidup sehat, menjaga pola makan, memodifikasi lingkungan dan
perilaku atau gaya hidup yang sehat.
Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
meminimalisir faktor risiko penyebab Urolithiasis, pentingnya pola makan vegetarian
yang lazim dengan pengurangan asupan daging dan lemak, mengurangi mengkonsumsi
makanan mengandung purin untuk mengurangi risiko pembentukan batu dari akumulasi
asam urat, mengkonsumsi air putih sebanyak lebih dari 2 liter per hari, aktif secara fisik
dan memiliki gaya hidup sehat berpotensi mencegah urolitiasis dan kekambuhan
(Boarin, et al., 2018).
Pada pasien yang sudah di diagnosa mengalami Urolithiasis dapat dilakukan
tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah
dengan cara operasi terbuka.

B. ASUHAN KEPERAWATAN UROLITIASIS

KASUS UROLITIASIS

Tn.S,Usia 26 tahun,sedang dirawat di ruang penyakit dalam dan bedah dengan


post PCNL. Hari kedua dengan indikasi batu ginjal. Pada saat pengkajian klien
mengatakan adanya nyeri pada bekas luka operasi. Data hasil pengkajian fisik
menunjukan TD.120/80 MmHg,RR18X/Menit,frekunsi Nadi 100x/Menit, suhu 36,80C,
Skala nyeri 6, terdapat luka operasi pada pinggang kana berwarna merah, tidak
bernanah,tertutup kassa dan terpasang drain ( isi drain + 10 cc berwarna merah). Terapi
yang didapatkan infus NaCl 500 cc/24 jam,lasix 2x1 mg, endancentron 2x1 mg.

2.1 Pengkajian

Nama mahasiswa : Kelompok Urolitiasis


Ruangan : Penyakit dalam dan bedah dengan post PCNL
Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2022
Tanggal MRS : 20 Mei 2022

DX Medis : Urolitiasis
No MR : 43xxxxx
Jam : 10:00 WIB
I. Identitas Diri Klien
Nama : Tn. S
Tempat/Tgl Lahir : Naipanaf,23 Mei 1994
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Nasipanaf
sts Perkawinan : Sudah Menikah
Agama/Suku : Kristen./Timor
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Dx medis : Urolitiasis

II. Status kesehatan saat ini


1. Keluhan Utama
Klien mengatakan adanya nyeri pada bekas luka operasi pada bagian
pinggang kanan berwarna merah
2. Riwayat Keluhan
Klien mengatan klien merasakan nyeri pada bekas operasi
3. Keluhan saat dikaji
Klien mengatakan adanya nyeri pada bekas luka operasi Pada bagian
pinggang kanan
III. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan terasa sakit pada bekas operasi yang pernah dialami
2. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat elergi seperti makanan,obat-obatan
dan imunisasi
3. Pengobatan
Klien mengatakan tidak pernah ke fasilitas kesehatan untuk berobat,dan baru
pertama kali klien berobat
IV. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang ia alami, baik itu penyakit hipertensi, Diabetes Melitus, maupun
HIV/AIDS.

Genogram (3 generasi):

Laki-laki

Perempuan

pasien

V. Pengkajian pola-pola fungsi Kesehatan


1. Persepsi dan pemeliharaaan kesehatan :
Klien pasrah dengan penyakitnya dan mencoba tetap semangat,tetapi kadang
timbul perasaan sedih karena tidak bisa melakukan apa-apa lagi ,terutama
berkumpul dengan keluarga karena sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Pola Nutrisi dan metabolik


a. Sebelum sakit :
• Berat Badan : 59 Kg Tinggi Badan : 155 Cm LLA : 22 Cm
• Makan :
✓ Frekuensi : 3 x/hari
✓ Jenis makanan : Nasi, lauk pauk dan sayuran-sayuran serta ikan
✓ Yang disukai : NaSi dan lauk pauk
✓ Yang tidak disukai : Makanan berminyak
✓ Pantangan :-
✓ Alergi : Tidak Ada elergi
✓ Nafsu makan ; Tidak Ada
• Minum
✓ Frekuensi : 8 x/hari
✓ Jenis makanan : Air Putih
✓ Yang disukai : Air Putih
✓ Yang tidak disukai : Tidak Ada
✓ Pantangan : Tidak Ada Pantangani Minum
✓ Alergi : Tidak Ada Elergi Minum

b. Perubahan setelah sakit :


• BB saat sakit : 59 Kg, perubahan BB : Kg
• Jenis diet : Tidak ada
• Nafsu makan : Baik
• Keluhan mual/muntah : Tidak Ada
• Porsi makan : 1-2 / hari
• Intake cairan : 1-7 gelas/ hari

3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit :
• Buang Air Besar :
✓ Frekuensi : 3 x/hari, Penggunaan laktasif : tidak di kaji
✓ Konsistensi : lembap
✓ Karakter feses : lunak BAB terahir : sore
✓ Riwayat Perdarahan : tidak dikaji hemoroid :tidak di kaji
✓ Konstipasi : tidak mengalami bab Diare : tidak dikaji
• Buang air Kecil
✓ Frekuensi : 4 x/hari
✓ Produksi : 1-8 gelas / hari
✓ Warna : kuning, Bau : khas
✓ Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : klien mengatakan tidak merasakan ada nyeri
pada saat buang air kecil

✓ Lain –lain :tidak dikaji


b. Perubahan setelah sakit :
• BAB : klien mengatakan setelah sakit ia buang air besar 1x/hari
• BAK : klien mengatakan setelah sakit ia sering buang air kecil 8-10 x/hari /hari

4. Pola aktifitas dan latihan


a. Sebelum sakit
a. Sebelum sakit

Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di 
tempat tidur
Berpindah 

Ambulasi/ 
ROM
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total

b. Perubahan setelah sakit


Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di 
tempat tidur
Berpindah 

Ambulasi/ROM 

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total

5. Pola Tidur dan Istirahat


a. Sebelum sakit
 Waktu tidur : Malam hari
 Lama tidur : 7-8 jam/hari
 Kebiasaan sebelum tidur : nonton tv
 Kesulitan dalam tidur : klien mengatakan bahwa tidak ada
kesulitan pada saat tidur
b. Perubahan setelah sakit: klien mengatakan bahwa ketika pada saat klien ingin
tidur ia merasakan nyeri padaperut.

1. Pola Persepsual
a. Sebelum sakit :
 Penglihatan :
 Fungsi penglihatan :normal
 Lapang pandang : normal
 Gangguan Fungsi : klien mengatakan tidak ada gangguan pada
penglihatan
 Pendengaran:
 Fungsi Pendengaran: normal, tidak mengguanakan alat bantu
dengar
 Kelainan Fungsi : klien mengatakan tidak ada kelainan pada
pendengaran
 Penciuman:
 Fungsi Penciuman: normal, mampu mencium aroma
 Kelainan Fungsi : klien mengatakan tidak ada kelainan pada
penciuman
 Pengecapan:
 Fungsi Pengecapan: normal
 Kelainan Fungsi : klien mengatakan tidak ada kelainan pada
pengecapan
 Perabaan:
 Fungsi Perabaan: mengenali rangsang (benda tumpul, tajam,
halus)
 Kelainan Fungsi : klien mengatakan tidak ada kelainan pada
perabaan
b. Perubahan setelah sakit : klien mengatakan tidak ada perubahan pada pola
persepsual setelah sakit

7. Pola Peresepsi diri


a. Sebelum sakit
 Pandangan klien tentang penyakitnya : klien mengatakan belum
memahami penyakit yang dideritanya
 Konsep diri :
1) Gambaran Diri : tidak dikaji
2) Identitas Diri : klien mengatakan mengakui dirinya sebagai laki-
laki
3) Peran : klien mengatakan sebagai kepala keluarga
4) Harga diri :klien mengatakan ia mempunyai harga diri
5) Ideal Diri : klien mengatakan hanya ingin sembuh dari sakitnya
 Keadaan emosional pasien : klien mengatakan mampu mengontrol
keadaan emosionalnya baik sedih, marah, maupun kecewa.
 Lain-lain : tidak dikaji
b. Perubahan setelah sakit: klien mengatakan setelah sakit ia merasa minder
dengan sakitnya, ia juga ingin agar cepat sembuh.

8. Pola seksualitas dan reproduksi


a. Sebelumsakit :
1. Hubungan seksual : tidak dikaji
2. Gangguan hubungan seksual :tidak di kaji
1. Fertilitas: tidak di kaji
2. Libido : tidak di kaji
3. Ereksi : tidak di kaji
4. Lain-lain : tidak dikaji

3. Menstruasi : tidak dikaji

4. Penggunaan kontrasepsi : tidak dikaji

b. Pemahaman tentang seksual : tidak di kaji


c. Perubahan setelah sakit: tidak di kaji
9. Pola Peran dan Hubungan
a. Sebelum sakit :
1. komunikasi :klien mengatakan melakukan komunikasi dengan lancar
dengan keluarga, maupun masyarakat
2. hubungan dengan orang lain : klien mengatakan menjalin hubungan
yang baik dengan orang lain
3. dukungan keluarga : klien mengatakan menjalin hubungan yang baik
dan mendapat dukungan dari keluarga
4. dukungan teman /kelompok/masyarakat: klien mengatakan mendapat
dukungan dari teman, kelompok, dan masyarakat
5. konflik terhadap peran/nilai : klien mengatakan tidak mempunyai
konflik terhadap peran/nilai
6. Lain-lain : tidak dikaji

10. Pola managemen koping-stres


a. Sebelum sakit :
1. Pengambilan keputusan : klien mengatakan bahwa klien sendiri yang
mengambil keputusan dalam mengatasi masalah
2. Yang disukai tentang diri sendiri :klien mengatakan lebih suka
mendengarkan dari pada berbicara
3. Yang ingin dirubah dari kehidupan : klien mengatakan menginginkan
hidup sehat
4. Yang dilakukan jika stress : klien mengatakan bahwa jika stress, maka
klien akan bertemu dengan teman dan bercerita.
5. Lain-lain : tidak dikaji
b. setelah sakit: klien mengatakan setelah sakit ia tidak bisa bertemu dengan
teman-temannya untuk bercerita

11. Sistem nilai dan keyakinan


a. Sebelum sakit :
 Keyakinan akan penguasaan kehidupan : klien mengatakan bahwa ia
selalu taat dan mengandalkan keyakinan dari TUHAN
 Sumber kekuatan saat sakit: klien mengatakan sumber kekuatan saat
sakit adalah dari TUHAN
 Ritual keagamaan yang sering dilakukan: klien mengatakan rajin
beribadah baik di masjid maupun di rumah
b. Perubahan setelah sakit: klien mengatakan setelah sakit klien lebih
mendekatkan diri kepada TUHAN agar dapat dimampukan dan dikuatkan
menghadapi sakit yang dialami dan meminta agar diberikan kesembuhan.

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah Kesadaran:
GCS : E 4, V 6.M,5 Nilai GCS : 15
2. Tanda vital TD: 120/80 mmHg Nadi: 100 x/mnt Suhu : 36,8 ºC RR: 18
x/mnt
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bulat
Palpasi : Tidak terdapat benjolan,tidak ada nyeri tekan

2. Mata
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri,
Palpasi : Tidak adanya massa atau benjolan
3. Telinga
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

4. Hidung :
Inspeksi : Simetris, tidak ada secret.
Palpasi : Tidak ada benjolan

5. Mulut dan leher


Inspeksi : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih, mukosa
lembab,
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

6. Dada :
Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka, tidak ada
pembesaran pada jantung.
Palpasi : Tidak ada pembengkakan/benjolan tetapi ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi suara jantung redup
Auskultasi : bunyi jantung I (lup) dan bunyi jantung II (dup), tidak ada
bunyi tambahan, Teratur dan tidak ada bunyi tambahan
seperti mur-mur dan gallop
7. Abdomen
Inspeksi : Perut datar simetris antara kanan dan kiri
Auskultasi : Bising usus
Palpasi : Adanya nyeri pada bekas luka operasi
perkusi : Timpani

8. Genitalia
Inspeksi : Tidak dikaji
Palpasi : Tidak dikaji

9. Ekstermitas
Inspeksi : Tangan (kiri, kanan normal) kaki (kiri normal), luka
Palpasi : Tidak ada nyeri

VII. Pemeriksaan Penunjang


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

Laboratorium Ditemukan 500-10.000 per


Peningkatan microliter
Kadar Leukosit
11.700/Microliter

VIII. Pengobatan

Nama obat Dosis Cara Indikasi Kontra


pemberian indikasi
Antiinflamas 1000 Mg 3x1
i nonsteroid

Kupang.,23 Mei 2022


Mahasiswa

(KELOMPOK UROLIIASIS )
3.2 Diagnosa keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( prosedur operasi ) d.d
pasien mengeluh nyeri
b) Ganguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d pasien mengatakan kesulitan bergerak
ekstremitas karna nyeri luka post operasi.

3.3 ANALISA DATA


Data ( do &ds) Masalah Penyebab
DO : Nyeri Akut Agen Pencedera fisik
P : Pasien mengatakan ( prosedur operasi )
nyeri pada bagian bekas
luka operasi.
Q : Pasien mengatakan
terasa nyeri pada
pinggang kanan
R : Nyeri pada perut
menjalar ke pinggang
S : Dengan skala nyeri
6
T : Nyeri hilang timbul

DO :
- Pasien tampak lemas
menahan sakit.
- Pasien tampak gelisa
TTV :
TD : 120/ 80 MmHg
N : 100x/Menit
RR : 18x/Menit
DS : Ganguan mobilitas fisik nyeri pasien
mengatakan kesulitan
- Pasien mengatakan bergerak karna nyeri
nyeri pada luka operasi luka post operasi

DO:
-Pasien tampak lemas
-Terdapat luka operasi
pada bagian perut
- Nilai leukosit tinggi
yaitu 10,32.
TTV :
TD : 120/ 80 MmHg
N : 100x/Menit
RR : 18x/Menit

3.4 Intervensi ( siki )

DIAGNOSA TANGGAL INTERVENSI


NO KEPERAWATAN
1. Nyeri akut 20 MEI 2022 Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam,
agen pencedera fisik diharapkan tingkat nyeri pasien
( prosedur operasi ) menurun.
d.d pasien mengeluh Dengan kriteria hasil :
nyeri, tampak Tingkat Nyeri :
meringis, gelisah, 1. Keluhan nyeri menurun 5
sulit tidur, pola 2. meringis menurun 5
napas berubah, 3. Sikap protektif menurun 5
proses berpikir 4. gelisah menurun 5
terganggu. 5. kesulitan tidur menurun 5
6. frekuensi nadi membaik 5
7. pola napas membaik 5
8. tekanan darah membaik 5
9. pola tidur membaik 5

Manajemen nyeri : I. 08238


 Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas
insensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri nin
verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan anal getik
 Terapeutik
a. Berikan teknik non
varmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istrahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
 Edukasi
a. Jelaskan penyebab, priode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik

2 Ganguan mobilitas 20 mei 2022 Setelah dilakuan tindakan selama


fisik b.d nyeri d.d 3x 24 jam, diharapkan tingkat
pasien mengatakan infeksi meningkat.
kesulitan bergerak Dengan krieria hasil sebagai berikut
ekstremitas karna :
nyeri luka post Mobilitas fisik L.05042
operasi, nyeri saat 1. Pergerakan ekstremitas
bergerak, merasa meningkat 5
cemas saat bergerak, 2. Kekuatan otot meningkat 5
gerakan terbatas, 3. Nyeri menurun 5
fisik lemah. 4. Kecemasan menurun 5
5. Gerakan terbatas menurun 5
Dukungan mobilitas I. 05173
 Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Terapeutik
a. Fasilitasi mobilisasi dengan alat
bantu
b. Fasilitas melakukan pergerakan
c. Libatkan keluarga dalam
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Edukasi
a. Jelaskan prosedur dan tujuan
mobisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan

3.5 Implementasi dan evaluasi keperawatan

Catatan perkembangan 1
N Hari / Diagnosa Jam Imlementasi Jam Evaluasi
O tgl
1 20 mei Nyeri akut 07 : 1. Identifikasi lokasi, 10 :0 S :
2022 berhubungan 00 karakteristik, durasi, 0 P:
dengan agen WIB frekuensi, kualitas WIB pasi
pencedera insensitas nyeri en
fisik 2. Identifikasi skala men
( prosedur nyeri gata
operasi ) d.d 3. Identifikasi respons kan
pasien nyeri nin verbal mer
mengeluh 4. Identifikasi faktor asa
nyeri, tampak yang memperberat kan
meringis, dan memperingan nye
gelisah, sulit nyeri ri
tidur, pola 5. Identifikasi pad
napas pengetahuan dan a
berubah, keyakinan tentang luka
proses nyeri Q:
berpikir 6. Identifikasi pasi
terganggu. pengaruh budaya en
terhadap respon men
nyeri gata
7. Identifikasi kan
pengaruh nyeri pada nye
kualitas hidup ri
8. Monitor yan
keberhasilan terapi g
komplementer yang dira
sudah diberikan sak
9. Monitor efek an
samping sep
penggunaan anal erti
getik ditu
10. Berikan teknik suk
non varmakologis _
untuk mengurangi tusu
rasa nyeri k
11. Kontrol R:
lingkungan yang nye
memperberat rasa ri
nyeri pad
12. Fasilitasi a
istrahat dan tidur area
13. Pertimbangkan seki
jenis dan sumber tar
nyeri dalam per
pemilihan strategi ut
meredahkan nyeri kan
14. Jelaskan an
penyebab, priode, men
dan pemicu nyeri jala
15. Jelaskan r ke
strategi meredakan pin
nyeri gga
16. Anjurkan ng
memonitor nyeri S:
secara mandiri skal
17. Anjurkan a
menggunakan nye
analgetik secara ri 6
tepat T:
18. Ajarkan teknik pasi
non farmakologis en
untuk mengurangi men
rasa nyeri gata
19. Kolaborasi kan
pemberian analgetik nye
ri
yan
g
dira
sak
an
hila
ng
tim
bul
O:
-
pasi
en
tam
pak
mer
ingi
s
men
aha
n
saki
t
- TTV,
TD :
120/8
0
mmH
g,
N:
100
x/m
enit
S:
36,
80C,
Rr :
18
x/m
enit
A:
Masala
h
belum
teratasi
P:
interve
nsi di
lanjutk
an

2 20 mei Ganguan 07 : 1. Identifikasi 10 :: S : Pasien


2022 mobilitas 00 adanya nyeri meng
10 : 00 fisik b.d nyeri WIB 2. Identifikasi ataka
wib d.d pasien toleransi fisik n
mengatakan melakukan kesul
kesulitan pergerakan itan
bergerak 3. Fasilitasi berge
ekstremitas mobilisasi dengan rak
karna nyeri alat bantu karen
luka post 4. Fasilitas a
operasi, nyeri melakukan nyeri
saat bergerak, pergerakan pada
merasa cemas 5. Libatkan keluarga luka
saat bergerak, dalam membantu opera
gerakan pasien dalam si
terbatas, fisik meningkatkan O:
lemah. pergerakan Pasie
6. Jelaskan prosedur n
dan tujuan tamp
mobisasi ak
7. Anjurkan sulit
melakukan untuk
mobilisasi dini mela
8. Ajarkan kuka
mobilisasi n
sederhana yang perge
harus dilakukan rakan
TTV,
TD :
120/8
0
mmH
g,
N:
100
x/m
enit
S:
36,
80C,
Rr :
18
x/m
enit

A :
Masa
lah
belu
m
terata
si
P :
intervensi
dilanjutkan

Catatan perkembangan 2
No Hari / Diagnosa Jam Implementasi Jam Evaluasi
tgl
1 23 mei Nyeri akut 07 : 1. Identifikasi lokasi, 10 : S :
2022 berhubungan 00 karakteristik, 00 P : pasien
dengan agen wib durasi, frekuensi, wib mengatakan
pencedera kualitas insensitas merasakan
fisik nyeri pada
( prosedur nyeri luka masi
operasi ) d.d 2. Identifikasi skala terasa,
pasien nyeri namun suda
mengeluh 3. Identifikasi berkurang
nyeri, respons nyeri nin Q : pasien
tampak verbal mengatakan
meringis, 4. Identifikasi faktor nyeri yang
gelisah, sulit yang memperberat dirasakan
tidur, pola dan memperingan seperti
napas nyeri ditusuk _
berubah, 5. Identifikasi tusuk
proses pengetahuan dan R : pasien
berpikir keyakinan tentang mengatakan
terganggu. nyeri nyeri dirakan
6. Identifikasi hanya pada
pengaruh budaya area sekitar
terhadap respon perut kanan
nyeri S : skala nyeri 3
7. Identifikasi T : pasien
pengaruh nyeri mengatakan
pada kualitas nyeri yang
hidup dirasakan
8. Monitor hilang timbul
keberhasilan O:
terapi - pasien tampak
komplementer meringis
yang sudah menahan
diberikan sakit saat di
9. Monitor efek suntik anal
samping getik
penggunaan anal - TTV, TD :
getik 120/80
10.Berikan teknik mmHg,
non varmakologis N : 100
untuk mengurangi x/menit
rasa nyeri S : 36,80C,
11.Kontrol Rr : 18
lingkungan yang x/menit
memperberat rasa A : Masalah belum
nyeri teratasi
12.Fasilitasi istrahat P : intervensi di
dan tidur lanjutkan
13.Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredahkan nyeri
14.Jelaskan
penyebab, priode,
dan pemicu nyeri
15.Jelaskan strategi
meredakan nyeri
16.Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
17.Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
18.Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
19.Kolaborasi
pemberian
analgetik

2 23 mei Ganguan 07 : 1. Identifikasi adanya 10 : S : Pasien


2022 mobilitas 00 nyeri 00 mengatakan
fisik b.d wib 2. Identifikasi wib kesulitan
nyeri d.d toleransi fisik bergerak
pasien melakukan sudah
mengatakan pergerakan berkurang,
kesulitan 3. Fasilitasi pasien juga
bergerak mobilisasi dengan mengatakan
ekstremitas alat bantu jika ingin
karna nyeri 4. Fasilitas duduk masi di
luka post melakukan bantuk oleh
operasi, pergerakan orang lain.
kekuatan 5. Libatkan keluarga O : Pasien
otot dalam membantu tampak masih
menurun, pasien dalam sulit
rentang meningkatkan melakukan
gerak pergerakan pergerakan
menurun, 6. Jelaskan prosedur dan berpindah
nyeri saat dan tujuan posisi, TTV,
bergerak, mobisasi TD : 120/80
merasa 7. Anjurkan mmHg,
cemas saat melakukan N : 100
bergerak, mobilisasi dini x/menit
gerakan 8. Ajarkan mobilisasi S : 36,80C,
terbatas, sederhana yang Rr : 18
fisik lemah. harus dilakukan x/menit

A : Masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

Catatan perkembangan 3
No Hari / Diagnosa Jam Imlementasi Jam Evaluasi
tgl
1 25 mei Nyeri akut 07 : 1. Identifikasi lokasi, 10 : S :
2022 berhubungan 00 karakteristik, 00 P : pasien
dengan agen wib durasi, frekuensi, wib mengatakan
pencedera kualitas insensitas nyer yang
fisik nyeri dirasakan
( prosedur 2. Identifikasi skala tidak terasa
operasi ) d.d nyeri lagi.
pasien 3. Identifikasi Q : pasien
mengeluh respons nyeri nin mengatakan
nyeri, verbal nyeri yang
tampak 4. Identifikasi faktor dirasakan
meringis, yang memperberat seperti
gelisah, sulit dan memperingan gigitan semut
tidur, pola nyeri R : nyeri hanya
napas 5. Identifikasi pada area
berubah, pengetahuan dan sekitar perut
proses keyakinan tentang kanan saja
berpikir nyeri S : skala nyeri
terganggu. 6. Identifikasi 1
pengaruh budaya T : pasien
terhadap respon mengatakan
nyeri nyeri yang
7. Identifikasi dirasakan
pengaruh nyeri hilang timbul
pada kualitas dalam durasi
hidup yang lama
8. Monitor O:
keberhasilan terapi - pasien tampak
komplementer sdikit
yang sudah meringis watu
diberikan di suntikan
9. Monitor efek analgetik
samping - TTV, TD :
penggunaan anal 120/80
getik mmHg,
10. Berikan N : 98 x/menit
teknik non S : 360C,
varmakologis Rr : 18
untuk mengurangi x/menit
rasa nyeri A : Masalah teratasi
11. Kontrol P : intervensi di
lingkungan yang hentikan
memperberat rasa
nyeri
12. Fasilitasi
istrahat dan tidur
13. Pertimbangka
n jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredahkan nyeri
14. Jelaskan
penyebab, priode,
dan pemicu nyeri
15. Jelaskan
strategi meredakan
nyeri
16. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
18. Ajarkan
teknik non
farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
19. Kolaborasi
pemberian
analgetik

2 25 mei Ganguan 07 : 1. Identifikasi 10 : S : Pasien


2022 mobilitas 00 adanya nyeri 00 mengatakan
fisik b.d wib 2. Identifikasi wib tidak lagi
nyeri d.d toleransi fisik terdapat
pasien melakukan kesulitan
mengatakan pergerakan bergerak,
kesulitan 3. Fasilitasi pasien
bergerak mobilisasi dengan mengatakan
ekstremitas alat bantu bisa bergerak
karna nyeri 4. Fasilitas sendiri namun
luka post melakukan tidak
operasi, pergerakan berlebihan
nyeri saat 5. Libatkan keluarga O : Pasien tampak
bergerak, dalam membantu melakukan
merasa pasien dalam perpindahan
cemas saat meningkatkan posisi secara
bergerak, pergerakan perlahan –
gerakan 6. Jelaskan prosedur lahan, \ TTV,
terbatas, dan tujuan TD : 120/80
fisik lemah. mobisasi mmHg,
7. Anjurkan N : 98x/menit
melakukan S : 360C,
mobilisasi dini Rr : 18
8. Ajarkan mobilisasi x/menit
sederhana yang
harus dilakukan A : Masalah teratasi
P : intervensi
dihentikan

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Urolithiasis adalah batu secara berbeda bagian dari saluran kemih, termasuk ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Urolithiasis terjadi terutama melalui supersaturasi
urin dan biasanya timbul dengan nyeri pinggang, hematuria, dan mual / muntah.
Urolithiasis adalah penyakit batu saluran kemih yang dapat ditemukan di sepanjang
saluran perkemihan. Sekitar 97% batu kemih ditemukan di ginjal dan ureter (batu
ginjal), sisanya 3% di kandung kemih dan uretra.

4.2 Saran
Bagi mahasiswa diharapkan untuk bias mengetahui apa saja program dan
pencegahan dan penangulanggan urolithiasis.

DAFTAR PUSTAKA

Abou-Elela, A. (2017). Epidemiology, pathophysiology, and management of uric


acidurolithiasis: A narrative review. Journal of Advanced Research , 8 (5), 513-527.
Adrian, K. (2020, Juny Monday). Mengenal Fungsi Sistem Urinaria dan Penyakit
yang BisaMenyerangnya. Dipetik february Wednesday, 2021, dari
https://www.alodokter.com/mengenal-fungsi-sistem-urinaria-danpenyakit-yang-bisa-
menyerangnya: https://www.alodokter.com

Afif, M. (2018). BAB II. Dipetik July Thursday, 2021, dari


http://repository.unimus.ac.id/2084/4/BAB%20II.pdf: http://repository.unimus.ac.id

Al-Mamari, S. A. (2017). Complication Of Urolithiasis. Dalam I. C. Practice,


Urolithiasis in Clinical Practice (hal. 121-129). Springer.

Amir, M. D., & Nuraeni, P. (2019). Article text. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
dalam Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operatif Appendictomy di Ruang
Nyi Ageng Serang RSUD Sekarwangi , 107.

Barindo. (2018, October Thursday). Tips Pencegahan Pasien Jatuh dan Penggunaan
Stiker Resiko Jatuh. Dipetik September Wednesday, 2021, dari
https://gelangpasien.com/penggunaan-stiker-resiko-jatuh/: https://gelangpasien.com

Boarin, M., Villa, G., Capuzzi, C., Remon, D., Abbadessa, F., Wiley, J., et al. (2018).

Dietary and lifestyle recommendations for urolithiasis prevention: A systematic


literature review. International Journal Of Urological Nursing The Journal Of The Baun
, 12 (2-3), 53-70.

Anda mungkin juga menyukai