Anda di halaman 1dari 17

BATU SALURAN KEMIH

Disusun Oleh
Kelompok 6A
1. Heppi Muliana Situngkir (032017007)
2. Havebeen Octavia (032017010)
3. Amsarah Br. Munthe (032017016)
4. Novelia Sitompul (032017019)
5. Krisdiana Simanjuntak (032017026)
6. Astri Elvetta Mendrofa (032017047)
7. Kristsanoraya Lase (032017054)

Dosen Pembimbing : Imelda Sirait, S.Kep., Ns., M.Kep


Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat II

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
pertolongannya sehingga kami, kelompok 6A mampu menyelesaikan penyusunan
malakah kami yang berjudul “BATU SALURAN KEMIH”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berterimakasih pada dosen kami ibu
Imelda Sirait, S.Kep., Ns., M.Kes yang telah membimbing dengan memberikan saran
untuk menyelesaikan makalah kami ini dan kepada semua pihak yang turut andil
dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap saran dan kritik yang dapat
membangun dari semua pihak untuk membantu penyempurnaan makalah ini ke
depannya. Kami pun mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat dan
membantu menambah ilmu pengetahuan terutama berguna dalam menunjang
berjalannya diskusi yang baik.

Medan, Maret 2020

Kelompok 8A

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................................
1.2 Tujuan ............................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................


2.1 Konsep Teoritis ………………………….………...…………..……...….....
2.2 Proses Keperawatan ……….........................................................................

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Purnomo 2011 dalam Trisnawati & Jumenah (2018), penyakit
batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit saluran kemih dimana
didapatkan material keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran
kemih. Material keras tersebut bisa terbentuk di saluran kemih bagian atas
yaitu ginjal dan ureter serta biasa terbentuk di saluran kemih bagian bawah
yaitu kandung kemih dan uretra. Batu saluran kemih dapat terbentuk karena
adanya inti sabuk batu (nucleus). Partikel yang berasa di dalam larutan terlalu
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus sehingga terbentuk
batu. Kristalisasi akan semakin banyak apabila unsur pembentuk batu seperti
kalsium dan oksalat dalam jumlah berlebihan.
Pembentukan batu saluran kemih dipengaruhi oleh banyak faktor, secara
garis besar batu saluran kemih dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu
sendiri antara lain umur, jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor
ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu antara lain kondisi
geografis, iklim, kebiasaan makan, zat atau bahan kimia yang terkandung
dalam air dan lain sebagainya.
Riskerdas 2013 dalam Simanullang (2019), batu saluran kemih terdiri atas
batu kalsium, oksalat fosfat, dan kalsium fosfat (80%) sedangkan batu asam
urat, batu magnesium ammonium magnesium fosfat (struvite), sistein atau
kombinasi keduanya.
Cheungpasitporn, dkk 2015 dalam Saputra, Alvarino & Bachtiar (2019)
mengemukakan bahwa insiden batu saluran kemih diperkirakan 10-15% pada
populasi global. Liu, dkk (2018) juga mengungkapkan bahwa risiko
terbentuknya batu saluran kemih pada populasi di Amerika Utara diperkirakan

4
sebanyak 7-13%, Eropa 5-9% dan Asia 1-5%. Prevalensi batu saluran kemih
di Korea Selatan juga memperlihatkan adanya peningkatan prevalensi batu
saluran kemih dari 3,5% menjadi 11,5% antara tahun 1998 hingga 2013.
Insiden batu saluran kemih di India dan Malaysia juga mengalami
peningkatan yakni kurang dari 40/100.000 penduduk pada tahun 1960an
menjadi 930/100.000 penduduk dan 442,7/100.000 penduduk dalam 3 dekade
kemudian.
Riskerdas 2013 dalam Simanullang (2019) mengemukakan bahwa laki-
laki mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi dibangdingkan perempuan kecuali
batu ammonium magnesium fosfat (struvite). Angka kejadian pada laki-laki
biasanya umur 45 tahun, sedangkan pada perempuan terjadi pada usia 41
tahun menguraikan prevalensi batu ginjal umur ≥ 15 tahun di Indonesia
tertinggi di D.I Yogyakarta dengan prevalensi 1,2%, kemudian Aceh 0,9%,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah 0,8%. Prevalensi di Sumatera
Utara 0,3%.
Jumah pasien penyakit perkemihan yang cenderung meningkat
memerlukan kemampuan tenaga kesehatan terutaman perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan professional. Hal ini
menuntut tenaga perawat memperkaya informasi pengetahuan denhan mencari
rujukan yang tepat dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan (Nuari & Widayati, 2016).

5
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiwa/I mampu konsep kegawatdaruratan sistem
perkemihan, yaitu batu saluran kemih
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui definisi batu saluran
kemih.
b. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui etiologi batu saluran
kemih.
c. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui klasifikasi batu saluran
kemih.
d. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui manifestasi klinik batu
saluran kemih.
e. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui komplikasi batu saluran
kemih.
f. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui pemeriksaan diagnostik
batu saluran kemih.
g. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui penatalaksanaan batu
saluran kemih.
h. Mahasiswa/I memahami dan mengetahui proses keperawatan batu
saluran kemih.

6
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teoritis


2.1.1 Definisi
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu
ada didalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi.
Pembentukan batu mulai dengan Kristal yang terperangkap disuatu tempat
sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin.
Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari focus mikroskopik sampai beberapa
centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal.

2.1.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor instrinsik, yaitu
keadaan yang bersal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya (Krisanty, dkk, 2016).
a. Faktor instrinsik
1) Herediter : Penyakit diduga diturunkan dari orangtuanya
2) Umur : Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki tiga kali lebih banyak dari perempuan
b. Faktor ekstrinsik
1) Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

7
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah bantu
diAfrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih
2) Iklim dan temperature : Tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyak mengeluarkan keringat
3) Asupan air : memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air
akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang
minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin meningkat.
4) Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih
5) Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaan
nya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedemtary life. Sedangkan
pada pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu.

2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kemih adalah idiopatik, bersifat simptomati
ataupun asimtomatik
Teori Terbentuknya Batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adanya substansi
organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoproteinal yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
b. Teori supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi-Kristalisasi
Perubahan ph urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urin. Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam

8
dan garam urat. Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.

2.1.4 Klasifikasi Batu


1. Batu kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya
terdiri dari fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil
disebut pasir atau kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn”
yang berada di pelvis dan dapat masuk ke kaliks.
Faktor penyebab terjadinya batu kalsium adalah:
a) Hypercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urin) biasanya
disebabkan oleh komponen:
1) Peningkatan resorbsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hyperparatiroid primer atau pada tumor paratiroid.
2) Penigkatan absorbs kalsium pada usus yang biasanya dinamakan
susu-alkali syndrome, sarcoidosis
3) Gangguan kemampuan renal merabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal
4) Abnormalitas struktur biasanya pada daerah pelvikalises ginjal.
b) Hyperoksaluri: ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram perhari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengonsumsi makanan yang kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft
drink, jeruk sitrun, sayuran berdaun hijau banyak terutama bayam.
c) Hypositraturi: didalam urin sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan
kalsium dengan oksalat atau fosfat. Karena sitrat dapat bertindak
sebagai penghambat pembentukan batu kalsium.hal ini dapat terjadi
karena penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau
pemakaian diueretik golongan thiazide dalam jangka waktu yang lama.

9
d) Hypomagnesuri: magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium, kerena didalam urin magnesium akan bereaksi dengan
oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium
oksalat.
2. Batu struvit
Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu
ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau ureaspilitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi basah
melalui hidrolisis urea menjadi ammoniak. Suasana ini memudahkan
garam-garam magnesium, ammonium fosfat dan karbonat membentuk
batu magnesium ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman pemecah urea
adalah proteus spv, klapsiella, serratia, ntrobakter, seudomonas, dan
stapillococus.
3. Batu asam urat
FaKtor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah:
a. Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang
banyak mengandung purine, peminum alcohol.
b. Volume uri yang jumlahnya sedikit (kurang 2 ltr per hari) / dehidrasi
c. Hiperurikosuri: kadar asam urat melebihi 850mg/24 jam. Asam urat
yang berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat.
4. Batu sistin
Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara kongenital
yang mewarisi penghambat otosomonal. Batu sistin merupakan jenis yang
timbul biasanya pada anak kecil dan orangtua.
5. Batu xanthine
Batu xanthine terjadi karena kondisi herediter hal ini terjadi karena
defisiensi oksidasi xatine.

10
2.1.5 Manifestasi Klinik
a. Nyeri pinggang tergantung obstruksinya
1. Batu pada ginjal  peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
renal dengan uretral bagian proksimal  akibatnya Colic Renal yang
ditandai dengan nyeri yang tidak tajam, tetap, dan dirasakan diarea
sudut kostovertebra.
2. Batu pada uretra  colic uretra yang ditandai dengan adanya nyeri
hebat kolik dan rasa seperti ditikam. Nyeri ini bersifat intermiten dan
disebabkan oleh spasme (kejang) ureter dan anoksia dinding ureter
yang ditekan batu. Nyeri ini menyebar ke area suprapubik, genitalia
eksterna dan pada nyeri dapat disertai dengan mual dan muntah serta
akan mengarah pada kelemahan.
3. Batu bladder  cystitis.
b. Obstruksi
1. Batu membendung urin  gejala infeksi traktus urinarius: demam,
panas dingin.
c. Gejala gastrointestinal: nausea, muntah, muntah, diare, tidak nyaman.

2.1.6 Komplikasi
a. Obstruksi  Hidronefrosis.
b. Infeksi.
c. Gangguan fungsi ginjal.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pielografi Intravena: melihat besar, letak, tanda-tanda obstruksi
b. Sistocopy: membantu pada keadaan yang meragukan pada buli-buli
c. USG: bayangan batu dan tanda-tanda obstruksi

11
d. Pielografi Retrogade: batu radiolusen
e. Analisis batu: Kristal dapat diidentifikasi dengan mikroskop polaroid,
spektoskopi infra merah
f. Urinalisis: hematuria, urin kultur dan sensit
g. ifitas obat

2.1.8 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Dengan ukuran batu kurang dari 5mm diharapkan batu keluar secara
spontan atau dilarutkan dengan bikarbonas natrikus (hanya batu asam
urat). Kemudian terapi analgesic, memperlancar urin dengan diuretic dan
minum banyak
b. Extracorporeal Shockwave Litotryosi (ESWL)
Mekanisme pemeriksaan ini adalah psien berbaring dimesin khus yang
menghasilkan gelombang kejut. Gelombang kejut yang dibuat diluar
tubuh dan masuk melalui jaringan kulit dan tubuh sampai mereka berhenti
pada batu yang lebih padat. Batu-batu tersebut terurai menjadi partikel
kecil yang keluar dengan mudah lewat saluran kemih dalam urin ESWL
biasanya dilakukan secara rawat jalan.
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih
dengan pemecahan batu dan kemudian dikeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang langsung dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit. Pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, energy
hidrolik, energy gelombang suara atau laser.
d. Bedah laparaskopi:untuk mengambil batu ureter.
e. Bedah terbuka

12
1) Pyelolithomy: mengeluarkan batu dari pelvik ginjal
2) Nephrolithomy: hasil keadaan ginjal untuk mengeluarkan batu.
3) Uretrolithomy: mengangkat batu dari kandung kemih.

2.2 Proses keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Riwayat:
a. Kecenderungan terbentuk batu
b. Riwayat kolik ginjal/bladder tanpa batu yang keluar
c. Faktor resiko
d. Lokasi, karakter lama nyeri
2) Pemeriksaan fisik:
a. Tanda-tanda vital bersama dengan kolik dan infeksi
b. Hiperperistaltik bunyi usus, nausea, muntah
3) Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisis, urin kultur: infeksi, hematuria, Kristal.
b. Tes kimia serum: identifikasi kalsium, fosfat, oxalate, cystin, fungsi
renal.
c. (creatinine, BUN).
d. Darah lengka; infeksi.
e. Uein 24 jam: ekskresi fosfat, kalsium, asam urik, kreatinin.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


1) Nyeri Akut berhubunagan dengan agen cedera fisik
2) Gangguan rasa nyaman: nyeri bersama dengan obstruksi, abrasi traktus
urinarius akibat pergerakan batu.
3) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi batu.
4) Resiko tinggi infeksi sistemik bersama dengan obstruksi aliran urine atau
efek pemasangan alat invasif.

13
2.2.3 Intervensi keperawatan
1) Kontrol nyeri
a) Beri narkotik analgesic(IM/IV)sampai nyeri hilang.
b) Dorong klien untuk memilih posisi yang nyaman.
c) Kaji sesering mungkin nyeri dengan menggunakan skala nyeri.
d) Beri antiemetic untuk nausea.
2) Pertahankan aliran urin
a) Beri cairan peroral/IV untuk menurunkan konsentrasi
urine(Kristal),mencegah tidak adekuatnya urine output .
b) Monitor urine output dan pola pengeluarannya,laporkan jika terjadi
oliburia/anuria
c) Tempatkan urine pada tempatnya untuk memonitor pengeluaran
fragmen batu.
d) Bantu klien untuk berjalan,ambulasi untuk melancarkan pergerakan
batu.
3) Kontrol infeksi
a) Beri antibiotik oral/ IV: monitor efek sampingnya.
b) Kaji warna,bau,dan kekeruhan urine.
c) Monitor TTV.
4) Pendidikan kesehatan klien
a) Dorong intek cairan 2000-3000ml/24 jam
b) Diet rendah natrium,gula dan protein hewani
 Natrium:sodium retriksig  jumlah kalsium diabsorpsi dalam
usus menurun.
 Gula: hiperkalsiuria,urolitiasis.
 Protein hewani  mengandung purin: meningkatkan kalsium dan
oxalate.

14
c) Meningkatkan konsumsi makanan berserat untuk menghambat
absorpsi kalsium dan oxalate.
d) Cegah posisi rekumben lama  drainage renal menurun.
e) Jelaskan terapi allopurinol: menurunkan pembentukan asam urik dan
laktat;thiazide diuretic: menurunkan kalsium.

15
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu
ada didalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan Kristal yang terperangkap disuatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi
dalam ukuran dan dari focus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam
diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal.
Penanganan yang dapat kita lakukan pertama kali pada pasien dengan batu
saluran kemih yaitu dengan mengurangi nyeri yang dialami oleh pasien. Selain
itu, kita harus mempertahankan intake dan output cairan pasien setelah
dilakukan proses pembedahan sehingga kondisi pasien dapat kembali sehat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, P., dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media
Nuari, N.A. Widayati, D. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan dengan Pendekatan SDKI 2016 NIC NOC &
spider Web Design. Yogyakarta: Deepublish
Purnomo, B. B. 2016. Dasar-Dasar Urologi. Malang: Sagung Seto
Saputra, R. Alvarino. Bachtiar, H. 2019. Hubungan Batu Saluran Kemih Bagian Atas
dengan Karsinoma Sel Ginjal dan Karsinoma Sel Transisional Pelvis Renalis.
Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 8, Nomor 1, Halaman 14-20,
http://jurnal.fk.unand.ac.id (diakses 13 Maret 2020)
Trisnawati, E. & Jumenah. 2018. Konsumsi Makanan yang Berisiko terhadap
Kejadian Batu Saluran Kemih. Jurnal Vokasi Kesehatan, Volume 4, Nomor 1,
Halaman 46-50, ISSN: 2442-5478 http://ejournal.poltekkes-
pontianak.ac.id/index.php/JVK (diakses 13 Maret 2020)
Zamzami, Z. 2018. Penatalaksanaan Terkini Batu Saluran Kencing di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru, Indonesia. Jurnal Kesehatan Melayu, Volume 1, Nomor 2,
Halaman 60-66, e-ISSN: 2597-7407 http://jkm.fk.unri.ac.id (diakses 16 Maret
2020)

17

Anda mungkin juga menyukai