Anda di halaman 1dari 62

BATU SALURAN KEMIH

Disusun untuk memenuhi tugas

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

Dosen Pengampu : Dr. Fitriana Putri, M.Si

Oleh :

Hidayat (1911011061)

Noviar Alfagyta Z.M. (1911011046)

Anindya Ayu N.R. (1911011077)

Dwi Agustin (1911011051)

Khoiruz Zaman (1911011050)

Dhimas Fatahillah A. (1911011078)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka


penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Batu Saluran Kemih”

Penulisan makalah adalah salah satu tugas mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah 2. Dalam Penulisan makalah ini,
penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknik
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, kepada :
1. Dr. Fitriana Putri, M.Si
2. Ns. Ginanjar Sasmito Adi, Sp.Kep.M.B
3. Ns. Luh Titi Hamdayani, M.Kes
4. Ns. Hendra Kurniawan, S.Kep., M.Ked.Trop.

Yang telah membimbing dan mengarahkan bagaimana


seharusnya makalah ini dibuat. Akhirnya penulis berharap semoga
Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, serta makalah ini dapat menjadi manfaat bagi
pembaca. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Jember, 10 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1

A. Konsep dasar medis.............................................................................1

a. Definisi..........................................................................................1
b. Etiologi..........................................................................................2
c. Patofisiologi dan Pathway..........................................................5
d. Manifestasi Klinik.......................................................................8
e. Pemeriksaan Penunjang.............................................................9
f. Penatalaksaan Medis.................................................................10
B. Konsep Dasar Keperawatan................................................................15

a. Pengkajian..................................................................................15
b. Diagnosa Keperawatan............................................................20
c. Rencana Asuhan Keperawatan...............................................21
BAB II TINJAUAN KASUS..........................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................29

TELAAH JURNAL.....................................................................................30

LAMPIRAN..................................................................................................35

iii
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

a. Definisi

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang


disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam
air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain
yang mempengaruhi daya larut substansi (Nurlina, 2008). Batu
Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan material
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih
baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih
bawah yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk
di dalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat dan
sistein (Chang, 2009 dalam Wardani, 2014).

Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang


saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter,
buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal
kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang
terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis
urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau
batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu
ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa
mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu
saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan
Suddarth, 2003). 1
b. Etiologi

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi


karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat
membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006).
Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung
berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit
(Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium,
amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini
hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim,
2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5
sentimeter atau lebih. Batuyang besar disebut kalkulus
staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis
renalis dan kalises renalis.

Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang


mempengaruhi batu saluran kemih diantaranya sebagai
berikut :

1. Faktor intrinsik

Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin


laki-laki lebih besar dari pada perempuan.

2. Faktor ekstrinsik

Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet


(banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya batu).

2
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
saluran kemih, yaitu:

1. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria,
hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan
kejenuhan mineral dalam air minum.

Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi


pembentukan saluran kemih antara lain:
1. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan
nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti
pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan
mengubah pH Urine menjadi alkali.

2. Stasis dan Obstruksi Urine


Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem
perkemihan akan mempermudah Infeksi Saluran
Kencing (ISK).

3. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita
dengan perbandingan 3:1

4. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika
dan Asia. 3
4. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit
batu saluran kemih memiliki resiko untuk menderita
batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.

5. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat
yang didapat dari minum air. Memperbanyak diuresis
dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang
minum menyebabkan kadar semua substansi dalam
urine meningkat.

6. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang
lebih banyak duduk.

7. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak
mengeluarkan panas sehingga pengeluaran cairan
menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi
yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran
kemih.

8. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani,
kalsium, natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi
garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu
karena mempengaruhi saturasi urine. 4
c. Patofisiologi dan Pathway

Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui


kristalisasi. 3 faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi
urin, difisiensi inhibitor dan produksi matriks protein. Pada
umumnya Kristal tumbuh melalui adanya supersaturasi urin.
Proses pembentukan dari agregasi menjadi partikel yang lebih
besar, di antaranya partikel ini ada yang bergerak kebawah
melalui saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan
berkembang membentuk batu. Renal kalkuli merupakan tipe
Kristal dan dapat merupakan gabungan dari beberapa tipe.
Sekitar 80% batu salurn kemih mengandung kalsium fosfat
dan kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Menurut Raharjo dan Tessy dalam Suharyanto dan


Madjid, 2009 menyatakan bahwa sebagian batu saluran kemih
adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik ataupun
asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara lain :

1. Teori Inti matriks


Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi
organic sebagai inti. Substansi organik ini terutama
terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang
akan mempermudah kristalisasi dan agresi substansi
pembentuk batu.

2. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam
urin seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat
akan mempermudah terbentuknya batu.

5
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas
substansi dalam urin. Pada urin yang bersifat asam akan
mengendap sistin,, santin, asam dan garam urat.
Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan
mengendap garam-garam fosfat.

4. Teori kurangnya faktor penghambat.


Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam
mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu
saluran kemih.

6
Pathway Batu Saluran Kemih :

Kelainan Metabolik Pelepasan Konsentrasi Faktor


pemecahan purin + ADH larutan dan pH Mobilitas
urin rutin

Peningkatan Paratiroid Pemekatan Urin +


absorpsi di usus hormone + Lamanya
dan mobilisasi Kalsitrol+ Kristal
Proses Kristalisasi terbentuk
dari tulang
didalam urin
Hiperkalsemia Pengendapan Batu
Hiperuresemia Stagnasi Urin
Pembentukan Batu
Peningkatan Ginjal Infeksi
filtrasi dan eksresi Saluran
zat penghasil batu Kemih

Konsentrasi Zat Respon Respon Infeksi: Respon edema :


pembentuk batu+ Obstruksi Infeksi akibat iritasi Peningkatan
batu tekanan
hidrostatik daan
Larutan metasstabil
distensi pada
 Nyeri kolik ginjal dan ureter

Nyeri Kronik  Hematuria,piriura


Hematuria,piriura
 Sering miksi
Sering miksi Retensi Urin
 Respon Sistemik
Nyeri Akut akibat nyeri kolik
(mual, muntah,  Pemeriksaan
aneroksia) diagnosis

 Prognosis
pembedahan

Defisiensi  Respon
Kurang Informasi Psikologis
pengetahuan

Anseitas

7
d. Manifestasi Klinik

Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala


penyakit batu saluran kemih sangat ditentukan oleh letaknya,
besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini
mempunyai tanda dan gejala umum yaitu hematuria, dan bila
disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan
endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik
lainnya. Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala berat, umumnya gejala batu
saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan
infeksi. Tanda dan gejala yang ditemui antara lain :

1. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral),


dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.

2. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali


tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang
membesar akibat adanya hidronefrosis.

3. Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah


arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.

4. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.

5. Gangguan fungsi ginjal

6. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing.

8
e. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik


untuk batu saluran kemih diantaranya sebagai berikut :

1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara
umum menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), pH asam (meningkatkan sistin dan batu asam
urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat
ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam :
(kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi
saluran kemih (ISK), Blood ureum nitrogen (BUN
/kreatinin serum dan urin) ; abnormal (tinggi pada
serum atau rendah pada urin).

2. Darah lengkap
Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi
berat atau polisitemia.

3. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal


ginjal

4. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau


perubahan anatomi pada area ginjal dan sepanjang
ureter.

5. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan


obstruksi dan lokasi batu.
9
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan
elektrolit.
7. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajatobstruksi kandung kemih
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat
urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).

8. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan
kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi
ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine
dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya
dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya
riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam
keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada
klien.

f. Penatalaksanaan Medis

Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan


batu saluran kemih adalah menghilangkan obstruksi,
mengobati infeksi, menghilangkan rasa nyeri, serta mencegah
terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi kemungkinan
10
terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut, dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya,


dan besarnya batu

2. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih


seperti : rasa nyeri, obstruksi disertai perubahan-
perubahan pada ginjal, infeksi dan adanya gangguan
fungsi ginjal.

3. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.

4. Mencari latar belakang terjadinya batu.

5. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi.

Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih


bagian bawah diantaranya sebagai berikut :

1. Cystotomi : Salah satu usaha untuk drainase dengan


menggunakan pipa sistostomy yang
ditempatkan langsung didalam kandung
kemih melalui insisi supra pubis.

2. Uretrolitotomy : Tindakan pembedahan untuk


mengangkat batu yang berada di
uretra.

Adapun cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu


kandung kemih adalah terapi konsevatif, medikamentosa,
pemecahan batu, dan operasi terbuka.
11
1. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang
dari 5 mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm
bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000).
Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan
terapi konservatif berupa (American Urological
Association, 2005):

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


2. α - blocker
3. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di


samping ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif
adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan.
Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal
trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi (American Urological
Association, 2005).

2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )


ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu
saluran kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari
ESWL adalah memecah batu saluran kemih.dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan
oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu 12
dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang
kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa
ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga
menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar
bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.

Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL


untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan
ESWL antara lain sulit memecah batu keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali
tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius karena ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium.

3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi
ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL,
laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk
ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut.

4. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)


PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu 13
ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama
sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk
batu ureter proksimal yang besar dan melekat memiliki
peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany,
2005).

Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL


adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut dimasukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah.
Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak batu jelas
terlihat, batu pasti dapat diambil atau dihancurkan dan
fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat
dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan dapat
diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan
PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.

5. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa
beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter
mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada
anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan
lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini
operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2
persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

14
B. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian Fokus

Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam


Rais (2015) diantarannya sebagai berikut:

1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui
anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

2. Anamnesis
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan,
suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada
daerah pinggang, urine lebih sedikit, hematuria,
pernah mengeluarkan batu saat berkemih, urine
berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan
nyeri saat berkemih.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung
kemih penuh dan rasa terbakar, dorongan berkemih,
15
mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul, kolik
ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan demam.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
riwayat kolik renal atau bladder tanpa batu yang
keluar, riwayat trauma saluran kemih.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau
kelainan ginjal lainnya.

f. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya
banyak mengandung kapur, perlu dikaji juga daerah
tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.

3. Pola Fungsi Kesehatan

a. Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien
teratur saat inspirasi dan ekspirasi dan tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan

b. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan


Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet
tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau
ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak cukup
minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising
usus.

16
c. Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
(kalkulus). Penurunan haluaran urin, kandung kemih
penuh, rasa terbakar saat buang air kecil. Keinginan
dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria,
piuri atau perubahan pola berkemih.

d. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan


Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan
pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinggi,
keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit yang
kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.

e. Kebutuhan Istirahat dan Tidur


Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas
akan hospitalisasi.

f. Kebutuhan Persepsi dan Sensori


Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar
penampilan luar mereka.

g. Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi
tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di
regio sudut costovertebral dapat menyebar ke
punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia,
nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah
nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.

17
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan
selama dirawat di rumah sakit.

h. Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada
vesikolitiasis serta proses penyakit dan
penatalakasanaan.

i. Kebutuhan Konsep Diri


Konsep diri pasien mengenai kondisinnya

4. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum


Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.

b. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal.

c. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva
apakah anemis.

d. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak
napas.

e. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya
keluaran.

18
f. Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang
tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.

g. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh
tubuh dan peningkatan kerja jantung.

h. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal,
kardiomegali.

i. Pemeriksaan Paru
Pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Suara
napas abnormal

j. Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual
dan muntah. Palpasi ginjal dilakukan untuk
mengidentifikasi massa, pada beberapa kasus dapat
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

k. Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat
adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi.

l. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan,
duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada
deformitas dan fraktur.

19
b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Putri dan Wijaya (2013) dan NANDA (2012)


pada pasien dengan batu saluran kemih sebelum
penatalaksanaan operasi dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan seperti berikut ini:

Diagnosa Pra Operasi


1. Nyeri
berhubungan dengan peningkatan frekuensi /
dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan,
pembentukan edema, iskemia selular.

2. Gangguan eliminasi urine


Berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik,
inflamasi.

3. Resti kekurangan volume cairan


berhubungan dengan mual / muntah (iritasi sarah
abdominal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik
uretral), diuresis pasca obstruksi.

4. Defisiensi pengetahuan
kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan/ mengingat; salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.

20
Diagnosa Post Operasai
1. Nyeri
berhubungan dengan adanya insisi bedah
2. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Trauma jaringan, insisi bedah.

c. Rencana asuhan keperawatan

Tahap perencanaan dapat di sebut sebagai inti atau


pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan
merupakan keputusan awal yang member arah bagi tujuan
yang ingin di capai, hal yang akan di lakukan, termasuk
bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan
keperawatan. Dalam penyusunan rencana tindakan
keperawatan perlu keterlibatan keluarga dan orang terdekat
klien atau pasien untuk memaksimalkan perencanaan
tindakan keperawatan tersebut (Asmadi,2008)

Masalah/ Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada


pasien penyakit batu saluran kemih yang di tegakan
berdasarkan diagnosa NANDA, yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedara biologis yang


ditandai dengan DS: pasien mengatakan nyeri pada pinggang
, nyeri seperti tertikam, nyeri menjalar dari perut sampai
pinggang belakang , DO: skala 6 (nyeri sedang) nyeri
dirasakan pada saat berkemih nyeri tekan pada perut bagian
bawah, wajah pasien tampak meringis kesakitan. Hasil TTV :
Nadi 84 x/menit. Perencanaan: Nursing Outcomes
Classificcation (NOC): kepuasan klien : manajemen nyeri 21
yaitu : nyeri terkontrol, tingkat nyeri di pantau secara
regular, mengambil tindakan untuk mengurangi nyeri,
memberikan informasi tentang pembatasan aktivitas.
Masalah keamanan di tangani dengan obat nyeri. Nursing
Intervesion Classification (NIC) manajemen Nyeri: Evaluasi
efektifitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah di
lakukan oleh pasien, observasi nyeri yang di alami pasien
setiap 15 menit, kolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan
lainnya untuk menggunakan teknik nonfarmakologi, kurangi
faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau meningkatkan
nyeri, kolaborasi pemberian analgesic.

b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi


saluran kemih yang ditandai dengan, DS: pasien mengatakan
sering berkemih sebelum sakit dan setelah sakit saat
berkemih terasa panas pada penis dan menetes warna urine
kuning kemerahan. DO: pasien tampak pucat dan cemas.
Perencanaan: Nursing Intervetions Classification (NIC):
kepuasan klien: manajemen eliminasi urin: monitor/ pantau
eliminasi urin (frekuwensi, konsistensi, bau, volume dan
warna dengan tepat), monitor untuk tanda dan gejala retensi
urine, mengintstruksikan kepada pasien untuk memantau
tanda dan gejala infeksi saluran kemih, anjurkan klien untuk
minum air 200 ml pada saat makan di antara waktu makan
dan awal petang. Nursing Outcome Classification (NOC):
manajemen eliminasi urin: memelihara control pengeluaran
urin, mengosongkan blader secara sempurna, tidak terdapat
pengeluaran urin saat terjadi penekanan abdominal
(missalnya, bersin, batuk tertawa), intake cairan dalam
rentang yang di harapkan, mampu toileting mandiri, pola
eliminasi dalam rentang yang di harapkan, bau urin dalam
22
rentang normal, warna urine dalam rentang normal.
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Dalam bab ini diuraikan asuhan keperawatan pada Tn. S.L


dengan diagnosa medis Batu Saluran Kemih .Tuan S.L berumur 65
tahun, agama Kristen protestan, pekerjaan Guru SD, alamat oefafi
kecamatan baubau. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 28
Mey 2019 pasien datang bersama anaknya. Pengkajian pasien
dilakukan oleh mahasiswa pukul 08.45, dengan data yang
didapatkan saat pengkajian pasien mengeluh nyeri pinggang
hilang timbul sejak 3 hari yang lalu, nyeri perut menjalar ke
pinggang , nyeri juga terasa di pinggang belakang dan perut saat
berkemih, rasa panas di penis saat berkemih (warna urine kuning
kemerahan). Riwayat penyakit dahulu keluarga pasien
mengatakan pasien pernah USG dan hasil USG terdapat batu
ginjal sekitar sebulan yang lalu, keluhan saat ini pasien
mengatakan merasa nyeri pada pinggang yang menjalar ke
belakang ,dengan skala nyeri 6 (nyeri sedang), pasien tampak
meringis kesakitan, saat pengkajian TTV : TD : 110/60 mmHg, N:
84 x/menit, RR : 21 x/menit, S : 36,5ᴼ C, SPO2: 98. Pemeriksaaf
fisik pada ginjal adanya nyeri ketuk pada ginjal kanan. Untuk
pengkajian kegawatdaruratan, pengkajian primer pada Tn. S.L
tidak ada sumbatan pada jalan napas, tidak ada benda asing,
pernapasan teratur, tidak ada sesak napas, sirkulasi baik, dan
tidak ada perdarahan,tekanan darah TD(110/60 mmHg) nadi
teratur dengan frekuwensi (84x/m), denyut nadi kuat, warna kulit
pucat, ekstremitas dingin, capillary time (CRT): <3 detik, pada
pasien tidak di temukan nyeri dada, tidak ada edema, turgor kulit
elastic:<3 detik, mukosa mulut kering, konjungtiva tidak anemis,
23
kebutuhan pasien peroral, pasien mengatakan minum air dalam
sehari hanya 3 gelas, pasien tidak mendapatkan cairan parenteral.
Pola eliminasi pasien Tn.S.L berkemih dalam sehari lebih dari 5x,
warna urin kuning kemerahan, jumlah urin sedikit bahkan
menetes dan saat berkemih terasa panas pada penis. Pola
eliminasi vekal pasien Tn.S.L pasien mengatakan untuk buang air
besar normal 2x dalam sehari, tidak ada diare dan perdarahan,
pasien juga mengalamai perubahan pada makanan, sebelum sakit
pasien makan banyak setelah sakit pasien makan hanya 3-4sendok
sekali makan, pasien juga tidak alergi terhadap makanan,dan
obat-obatan. pasien tampak lemas, kesadaran composmentis,
pengkajian GCS : E : 4, V : 5, M : 6 (GCS : 15), semua aktivitas
pasien dibantu oleh keluarga dan petugas medis. Pasien
mendapatkan terapi infus IVFD RL20 tpm, , Ranitidin1 amp,
keterolac 1 amp.

Hasil pemeriksaan laboraturium Tn. S.L adalah HB : 9.0g/dL,


jumlah Eritrosit : 3.68 10^6/uL, Hematokrit : 25.9 L %, MCV 70.4
fL, MCH: 24.5 L pg,jumlah Leukosit : 10.70 10^3/ul Eusinofil : 0.9
L %, Neutrofil 78.8 H %, Limfosit 12.3 L %, jumlah Neutrofil 8.42
10^3/ul, jumlah Monosit 0.85 10^3/ul.
Tindakan segera yang di lakukan pada pasien Tn. S.L yaitu:
Tindakan mandiri yang di lakukan pada Tn. S.L yaitu: melakukan
pengkajian nyeri PQRST, Menganjurkan pasien minum air sehari
8 gelas, mengajarkan pasien dan keluarga dalam melakukan
tindakan kompres hangat, melakukan pemeriksaan pada perut
bagian kanan dan kiri pasien, melakukan pemeriksaan pada
pinggang bagian belakang pasien. Tindakan kolaborasi yang di
lakukan pada Tn. S.L yaitu: melakukan pemasangan infus,
melakukan injeksi keterolak dan ranitindin. Tindakan edukasi
yang di sampaikan yaitu Memberikan informasi atau penyuluhan
mengenai penyakit Batu Saluran Kemih kepada pasien Tn. S.L dan
24
keluarga.
B. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien penyakit


batu saluran kemih yang di tegakan berdasarkan diagnosa
NANDA, yaitu :

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedara biologis yang


ditandai dengan DS: pasien mengatakan nyeri pada pinggang
, nyeri seperti tertikam, nyeri menjalar dari perut sampai
pinggang belakang , DO: skala 6 (nyeri sedang) nyeri
dirasakan pada saat berkemih nyeri tekan pada perut bagian
bawah, wajah pasien tampak meringis kesakitan. Hasil TTV :
Nadi 84 x/menit

2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi


saluran kemih yang ditandai dengan, DS: pasien mengatakan
sering berkemih sebelum sakit dan setelah sakit saat
berkemih terasa panas pada penis dan menetes warna urine
kuning kemerahan. DO: pasien tampak pucat dan cemas.

C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan berlangsung dalam 3 tahap. Tahap
pertama merupakan tahap persiapan yang mencakup pengetahuan
tentang validasi rencana, implementasi remcana, persiapan klien
dan keluarga. Tahap kedua merupakan puncak implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada tahap ini,
perawat menyimpulkan data yang di hubungkan dengan reaksi
klien. Tahap ketiga meruapakan terminasi perawat- klien setelah
implementasi keperawatan selesai di lakuakan(Asmadi,2008).
Intervensi yang di susun berdasarkan NANDA NOC NIC: Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis Nursing Outcomes
Intervention (NOC): kepuasan klien : manajemen nyeri yaitu : 25
nyeri terkontrol, tingkat nyeri di pantau secara regular, mengambil
tindakan untuk mengurangi nyeri, memberikan informasi tentang
pembatasan aktivitas. Masalah keamanan di tangani dengan obat
nyeri. Nursing intervesion Classification (NIC) manajemen Nyeri:
Evaluasi efektifitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah di
lakukan oleh pasien, observasi nyeri yang di alami pasien setiap 15
menit, kolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan lainnya untuk
menggunakan teknik nonfarmakologi, kurangi faktor-faktor yang
dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri, kolaborasi
pemberian analgesic.Gangguan eliminasi urin b.d infeksi saluran
kemih Nursing Intervetions Classification (NIC): kepuasan klien:
manajemen eliminasi urin: monitor/ pantau eliminasi urin
(frekuwensi, konsistensi, bau, volume dan warna dengan tepat),
monitor untuk tanda dan gejala retensi urine, mengintstruksikan
kepada pasien untuk memantau tanda dan gejala infeksi saluran
kemih, anjurkan klien untuk minum air 200 ml pada saat makan
di antara waktu makan dan awal petang. Nursing Outcome
Classification (NOC): manajemen eliminasi urin: memelihara
control pengeluaran urin, mengosongkan blader secara sempurna,
tidak terdapat pengeluaran urin saat terjadi penekanan
abdominal(missalnya, bersin, batuk tertawa), intake cairan dalam
rentang yang di harapkan, mampu toileting mandiri, pola
eliminasi dalam rentang yang di harapkan, bau urin dalam
rentang normal, warna urine dalam rentang normal.

D. Pelaksanaa Keperawatan
Pelaksanaan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Kemampuan yang di miliki perawat dalam tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk 26
menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan
evaluasi (Asmadi, 2008). implemetasi dilakukan setelah
perencanaan dirancang dengan baik. Tindakan keperawatan
dimulai pada tanggal 28 Mey 2019 yaitu: Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis penyakit implementasi yang telah
dibuat adalah (08:45) mengkaji nyeri yang telah dirasakan pasien
dengan menggunakan PQRST (P : Nyeri timbul saat berkemih, Q :
Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan panas , R : Nyeri dirasakan pada
daerah perut dan menjalar sampai kedaerah pinggang bagian
belakang, S : Skala nyeri 6 yaitu sedang, T : Nyeri hilang muncul ),
(09.32) mengobservasi nyeri (09:40) memberikan informasi
tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindakan
pencegahan, (10:20) melatih teknik relaksaksi napas dalam,
(10.20), mengevaluasi respon pasien dari hasil tindakan teknik
relaksaksi napas dalam, (11:00) memberikan terapi analgetik
sesuai anjuran yaitu obat Katerolac 1 ampul/Intra Vena. Gangguan
Eliminasi Urine dengan tindakan yang dilakukan (11:10) : monitor
untuk tanda dan gejala retensi urine, ajarkan pasien tanda dan
gejala infeksi saluran kemih, menganjurkan kepada keluarga agar
banyak minum air, (11:30), mengobservasi asupan nutrisi sebagai
asupan yang adekuat.

E. Evaluasi

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatis dan


evaluasi sumatif. Evaluasi somatif berfokus pada aktifitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif di
lakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang 27
telah di laksanakan. Penurunan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang di kenal dengan istilah SOAP yakni
subjektif(data berupa keluhan pasien), objekstif(data hasil
pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan (Asmadi,2008)
Evaluasi yang di lakukan berdasarkan kondisi pasien Tn. S.L
di lakukan setelah tindakan keperawatan di terapkan kepada
pasien. Hasil evaluasi pada Tn. S.L dengan diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis pada tanggal 28 Mey
2019 dengan beberapa pon di antara nya secara subjektif pasien
Tn. S.L mengatakan nyerinya sudah berkurang, yang di buktikan
dengan data objektif yaitu skala nyeri dari nyeri sedang (4-6),
menjadi nyeri ringan(2-3) . masalah keperawatan Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis.

teratasi, dan intervensi di hentikan. Dan untuk diagnosa ke


dua gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran
kemih secara subjektif pasien mengatakan saat berkemih sudah
tidak terasa panas dan kencing sudah tidak menetes yang di
dukung dengan data objektif pasien tidak tampak lemas, masalah
keperawatan gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi
saluran kemih dengan stressor teratasi dan intervensi di hentikan.

Dalam kenyataan di lapangan evaluasi yang di lakukan pada


pasien Tn. S.L dengan masalah system perkemihan batu saluran
kemih (BSK) di lakukan hanya satu hari saja karena pasien
langsung di pulangkan dan dalam hal ini tidak di temukan adanya
kesenjangan antara teori dan fakta pada pasien.

28
DAFTAR PUSTAKA

Nurlina. 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada


laki-laki. (Studi kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan
Agung Semarang. Semarang

Wardani F.A.M, 2014. Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Penyakit


Ginjal Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-
2013. Yogyakarta.

Muttaqin A & Sari K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan System


Perkemihan. Jakarta : Salamba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Muslim, Rifki. 2007. Batu Saluran Kemih Suatu Problem Gaya Hidup
dan Pola Makan serta Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Pidato
Pengukuhan. Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar
Ilmu Bedah Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, 3 Maret
2007.

Suharyanto & Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan System Perkemihan. Jakarta : Transinfo Media.

Putri & Wijaya. S.A. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Wijayaningsi. S. K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV.


Trans Info Media

Rais. 2015. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah “Vesikolitiasis” Pada Tn.


A di Ruang Asoka BLUD RSU Bahteramas Provinsi sulawesi Tenggara
2015. Kendari. Avicenna

NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi &


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC 29
TELAAH JURNAL

1. Jurnal Internasional

JUDUL KONSUMSI MAKANAN YANG BERISIKO


TERHADAP KEJADIAN BATU SALURAN
KEMIH

PENULIS Elly Trisnawati, dan Jumenah

PUBLIKASI JURNAL VOKASI KESEHATAN

PENELAAH Kelompok 8 :
1. Hidayat (1911011061)
2. Noviar Alfagyta Z. M. (1911011046)
3. Anindya Ayu N. R. (1911011077)
4. Dwi Agustin (1911011051)
5. Khoiruz Zaman (1911011050)
6. Dhimas Fatahillah A. (1911011078)
TANGGAL 10 Maret 2020
TELAAH

A. Susunan Pertanyan Klinis

1. Apakah focus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?


YA, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan
besar risiko antara konsumsi makanan dengan batusaluran
kemih.

2. Apakah subjek penelitian ini diambil dengan cara yang tepat?


YA, Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak
96 responden (48 kasus dan 48 kontrol) yang diambil dengan
teknik purposive sampling. Uji statistik menggunakan
chisquare dengan tingkat kepercayaan 95

3. Apakah penelitian ini memiliki jumlah subjek yang cukup


untuk meminimalisir kebetulan?
Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 96 30
responden (48 kasus dan 48 kontrol)
4. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan
penelitian?

YA, Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu kuesioner FFQ


(Food Frequency Quesioner) semi kuantitatif untuk
identifikasi jenis dan frekuensi konsumsi makanan.

5. Apakah analisis data yang dilakukan cukup baik?


YA, analisis data sudah dilakukan cukup baik yaitu dengan
metode analisis yang digunakan adalah uji statistik Chi-
Square.

B. IMPORTANCE
6. Apakah penelitian ini penting?
Melihat jumlah penderita ISK di Indonesia serta tingkat
kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini cukup
tinggi.Maka penelitian ini penting dilakukan untuk
meminimalisir penderita serta meningkatkan pengetahuan
penanganan olehRSUD Dr. Soedarso Pontianak serta
masyarakat.

7. Apakah di dapatkan nilaiP ?


Hasil penelitian ini menunjukan faktor yang menjadi risiko
terbentuknya BSK adalah konsumsi konsumsi sumber protein
(p value = 0,051, OR: 2,616 (1,083-6,321)), konsumsi sayur( p-
value = 0,040, OR: 2,571(1,124-5,884)).

C. APPLICABILITY
8. Apakah penelitian ini dapat diterapkan?
YA, karena hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi
tentang angka kejadian dan karakteristik dari penderita.

2. Jurnal Nasioal 31
JUDUL IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB
INFEKSI SALURAN KEMIH PADA
PASIEN UROLITHIASIS DI RUANG
PERAWATAN BEDAH RSUD ULIN
BANJARMASIN PERIODE JUNI-
AGUSTUS 2013

PENULIS Sri Hayati Nufaliana


Eka Yudha Rahman
Lia Yulia Budiarti

PUBLIKASI Nufaliana, SH. dkk. Identifikasi Bakteri


Penyebab Infeksi

PENELAAH Kelompok 8 :
1. Hidayat (1911011061)
2. Noviar Alfagyta Z. M. (1911011046)
3. Anindya Ayu N. R. (1911011077)
4. Dwi Agustin (1911011051)
5. Khoiruz Zaman (1911011050)
6. Dhimas Fatahillah A. (1911011078)
TANGGAL TELAAH 10 Maret 2020

A. VALIDITY

1. Apakah focus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?

YA, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jenis


bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis di ruang
perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin selama periode Juni-
Agustus 2013.

32
2. Apakah subjek penelitian ini diambil dengan cara yang tepat?

YA, Subjek diambil seluruh pasien urolithiasis di ruang


perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus
2013. Sampel penelitian ini adalah pasien urolithiasis di ruang
perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus
2013 yang sesuai dengan criteria inklusi serta bersedia menjadi
sampel penelitian dengan menandatangani lembar informed
consent.

3. Apakah penelitian ini memiliki jumlah subjek yang cukup untuk


meminimalisir kebetulan?

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian ini bersifat


deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan
sampel menggunakan totally sampling method menurut criteria
inklusi. Sampel pada penelitian ini adalah 19 pasien urolithiasis
di ruangperawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil
pemeriksaan urine dari 19 pasien urolithiasis diperoleh 13 pasien
urolithiasis dengan ISK.

4. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?

YA, Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui gambaran


jenis bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis di ruang
perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin selama periode Juni-
Agustus 2013.

5. Apakah analisis data yang dilakukan cukup baik?

YA, analisis data sudah dilakukan cukup baik yaitu dengan


metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan
pendekatan cross sectional.

33
B. IMPORTANCE

6. Apakah penelitian ini penting?

Melihat jumlah penderita ISK di Indonesia sertatingkat


kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini cukup
tinggi.Maka penelitian ini penting dilakukan untuk
meminimalisir penderita serta meningkatkan pengetahuan
penanganan oleh RSUD Ulin Banjarmasin serta masyarakat.

7. Apakah didapat kan nilai P ?

Dalam penelitian ini tidak didapat kan nilai p

C. APPLICABILITY

8. Apakah penelitianini dapatditerapkan?

YA, karena hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi


tentang angka kesedihan dan karakteristik dari penderita.

34
LAMPIRAN

1. Jurnal

JVK
JURNAL VOKASI KESEHATAN
http://ejournal.poltekkes-
pontianak.ac.id/index.php/JVK

KONSUMSI MAKANAN YANG BERISIKO TERHADAP


KEJADIAN BATU SALURAN KEMIH

Elly Trisnawati, dan Jumenah

Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah


Pontianak, Indonesia

Info Abstrak
Artikel
Batu Saluan Kemih (BSK) merupakan masalah kesehatan
Sejarah artikel :
yang sudah lama dikenal dan menempati urutan ketiga di
Diterima 28
bidang Urologi. Berdasarkan data di RSUD Dr. Soedarso
November
Pontianak data kasus BSK selalu mengalami peningkatan
2017
setiap tahunnya, yaitu sebanyak 31,23% tahun 2014,
Disetujui 19 sebanyak 36,18% tahun 2015 dan sebanyak 44,75% pada
Januari 2018
bulan Januari-November 2016. BSK memiliki risiko lebih
Dipublikasi 31 besar diderita oleh laki-laki. Laki-laki memiliki anatomi
Januari 2018
saluran kemih lebih panjang dari perempuan. Selain itu,
Keywords: dalam urine laki-laki kadar kalsium lebih tinggi,
Makanan;
Batu diperparah jika memiliki kebiasaan menahan buang air
Saluran kecil dan pola makan yang kurang baik. Tujuan
Kemih
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dan 35
besar risiko kasus dan 48 kontrol) yang diambil dengan teknik
antara purposive sampling. Uji statistik menggunakan chi-
konsumsi square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian
makanan ini menunjukan faktor yang menjadi risiko terbentuknya
dengan batu
BSK adalah konsumsi konsumsi sumber protein (p value
saluran
= 0,051, OR: 2,616 (1,083-6,321)), konsumsi sayur ( p-
kemih. Jenis
value = 0,040, OR: 2,571(1,124-5,884)). Disarankan
penelitian ini
kepada RSUD Dr. Soedarso Pontianak untuk
adalah desain
mengadakan promosi kesehatan secara berkala dengan
kasus kontrol.
memanfaatkan media televisi yang tersedia di ruang
Sampel
tunggu pasien terutama mengenai makanan-makanan
penelitian
yang dapat menyebabkan terbentuknya BSK seperti
sebanyak 96
konsumsi sumber protein tinggi dan sayur mengandung
responden (48
oksalat.

FOOD CONSUMPTION RISK AGAINST THE INCIDENCE


OF URINARY TRACT STONES

Abstract
BSK (Urinary track stone; Urolithiasis) is a health problem that had
long been known and ranked in the third place of Urology. Based on
the data in the RSUD Dr. Soedarso Pontianak BSK case data always
has increased each year. In 2014 as much as 31.236 cases. In 2015 the
proportion of urinary stone disease was 36.182%. While in the period
January-November of 2016 the proportion of urinary stone disease
was 44.75%. BSK has greater risk suffered by men. Men have the
anatomy of the urinary tract is longer than the female. In addition, in
the male urine calcium levels are higher, compounded if you have the
habit of holding urinate and bad eating patterns. The purpose of this
study is to determine the relationship between food consumption at
the risk of urinary tract stones. Type of this research is a case-control
design. The Sample research is 96 respondents (48 cases and 48
controls) taken with purposive sampling technique. Statistical tests
using the chi-square with a confidence level of 95%. The results of
this study indicate that factors into the risk of formation of BSK is a 36
source of protein consumption consumption (P Value = 0.051, OR:
2,616 (1,083- 6,321)), vegetable consumption (P Value = 0.040, OR:
2.571 mg (1,124-5,884)). It is recommended to the Provincial
Hospital Dr. Soedarso Pontianak convene regular health promotion
by making use of television media available in the waiting room of a
patient primarily about the foods that can cause the formation of
such BSK the consumption of high protein and vegetable sources
contain oxalate.

©2018, Poltekkes
Alamat Kemenkes Pontianak
46 ISSN 2442-5478
koresponde
nsi :
Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Muhammadiyah Pontianak, Indonesia
Email: elly_occ.health@yahoo.co.id

37
Elly Trisnawati & Jumenah, Konsumsi Makanan yang
JVKBerisiko
4 (1) (2018)
Terhadap Kejadian Batu Saluran Kemih

Pendahuluan 44 orang (70.96%), sedangkan


perempuan 18 orang (29,03%).
Menurut riset kesehatan dasar (2013)
Penyakit batu saluran menunjukkan prevalensi penduduk
kemih (BSK) merupakan salah Indonesia yang bermasalah dengan
satu penyakit saluran kemih penyakit batu ginjal sebe- sar 0,6%.
dimana didapatkan material Prevalensi penyakit batu ginjal
keras seperti batu yang tertinggi di Yokyakarta (1,2%), diikuti
terbentuk di sepanjang saluran Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah
kemih. Material keras tersebut dan Sulawesi sebesar (0,8%),
bisa terbentuk di saluran kemih sedangkan di Kalimantan Barat berada
bagian atas yaitu ginjal dan pada posisi keenam dari seluruh
ureter serta biasa terbentuk di indonesia dengan persentase sebesar
saluran kemih bagian bawah (0,4%) dan Prevalensi secara
yaitu kandung kemih dan kabupaten penderita batu ginjal yang
uretra. Batu pada saluran tertinggi adalah di Pontianak (1,2%).
kemih dapat terbentuk karena Angka kunjungan pasien Batu
adanya inti sabuk batu Saluran Kemih di RSUD Dr.Soedarso
(nucleus). Partikel yang berada Pontianak paling banyak bila dib-
di dalam larutan yang terlalu andingkan rumah sakit lain.
jenuh (supersaturated) akan Berdasarkan data dari ba- gian sistem
mengendap di dalam nukleus informasi dan rekam medis di RSUD
sehingga terbentuk batu. Dr. Soedarso Pontianak, proporsi
Kristalisasi akan semakin penyakit Batu Saluran Kemih pada
banyak apabila unsur penderita rawat jalan dari seluruh
pembentuk batu seperti pen- yakit pada tahun 2013 periode
kalsium dan oksalat berada Januari sampai Desem- ber sebesar
dalam jumlah yang berlebihan 25,865 %. Pada tahun 2014 batu
(Purnomo, 2011). saluran kemih mengalami
Di Indonesia penderita peningkatan sebanyak 31,236 %, dan
batu saluran kemih masih pada tahun 2015 proporsi penyakit
banyak, tetapi data kejadian batu saluran kemih sebesar 36,182 %.
penyakit ini masih belum Sedangkan pada tahun 2016 periode
banyak dilaporkan. Januari-Novemver 2016 proporsi
Berdasarkan penelitian Akmal penyakit batu saluran kemih sebesar
pada tahun 2013 di RSUP DR. 44,75 %. Dari data diatas bahwa
Wahidin Sudirohuso- do adanya peningkatan kasus penyakit
Makassar ditemukan dari 62 batu salu- ran kemih pada setiap
kasus penderita batu saluran tahunnya.
kemih, terdapat bahwa Pembentukan BSK dipengaruhi
responden laki-laki sebanyak oleh banyak faktor, secara garis besar

38
BSK dipengaruhi oleh fak- tor batu saluran kemih dalam urin 2,125
intrinsik dan faktor ekstrinsik. kali lebih tinggi dibanding dengan
Faktor intrinsik adalah faktor penduduk dengan konsumsi sayur
yang berasal dari dalam rendah dengan pvalue = 0,020
individu sendiri antara lain (Sulistiyowati, Dkk 2013).
umur, jenis kelamin dan Berdasarkan penelitian yang
keturunan. Faktor ekstrinsik dilakukan oleh Krisna, D.N.P (2011)
adalah faktor yang berasal dari bahwa ada hubungan yang sig-
luar indi- vidu antara lain nifikan antara konsumsi sumber
kondisi geografis, iklim, protein dengan ke- jadian batu ginjal.
kebiasaan Konsumsi sayuran hijau merupa- kan
makan, zat atau bahan kimia faktor pemicu terbentuknya BSK.
yang terkandung dalam air Sayuran hijau kaya akan vitamin dan
dan lain sebagaianya serat ini juga mengandung oksalat
(Purnomo, 2011). dalam jumlah tinggi, jika dikonsumsi
Konsumsi protein yang terlalu banyak makanan tinggi
berlebihan akan men- oksalat akan meningkatkan jumlah
ingkatkan terbuangnya oksalat dalam urine, yang berikatan
kalsium yang kemudian dengan kalsium dalam urine
menurunkan pH (tingkat sehingga membentuk BSK kalsium
keasaman ) urine sehingga oksalat. Konsumsi sayur tinggi
terbentuklah batu saluran mempunyai risiko kejadian batu
kemih. Berdasarkan peneli- saluran kemih dalam urin 2,125 kali
tian yang dilakukan oleh lebih tinggi dibanding dengan
Krisna, D.N.P (2011) bahwa penduduk dengan konsumsi sayur
ada hubungan yang signifikan rendah. Penelitian ini bertujuan un-
antara konsumsi sum- ber tuk mengetahui hubungan antara
protein dengan kejadian batu konsumsi makanan yang berisiko
ginjal dengan p-val- ue 0,001 terhadap kejadian batu saluran
dan OR = 6,781. kemih.
Konsumsi sayuran hijau Metode
merupakan faktor pemicu Tempat dilaksanakan penelitian
terbentuknya BSK. Sayuran ini adalah di Klinik Urologi RSUD
hijau kaya akan vitamin dan Dr. Soedarso Pontianak. De- sain
serat ini juga mengandung penelitian adalah kasus kontrol.
oksalat da- lam jumlah tinggi, Teknik pengam- bilan sampel
jika dikonsumsi terlalu menggunakan teknik purposive sam-
banyak makanan tinggi pling. Jumlah reponden sebanyak 96
oksalat akan meningkatkan orang (48 kasus dan 48 kontrol) yang
jumlah oksalat dalam urine, telah memenuhi kriteria pada
yang berikatan dengan kalsi- masing-masing kelompok.
um dalam urine sehingga Instrumen penelitian yang
membentuk BSK kalsium digunakan adalah kuesioner FFQ
oksalat.konsumsi sayur tinggi (Food Frequency Quesioner) semi
mempunyai risiko ke- jadian kuantitatif untuk identifikasi jenis
dan frekuensi konsumsi makanan.

39
JVK 4 (1) (2018) hlm. 46 - 50

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden


Variabel Kasus Kontrol
Konsumsi Sumber
Protein
Berisiko 21 43,8 11 22,
9
Tidak Berisiko 2 56,3 37 77,1
7
Total 4 100 48 100
8
Konsumsi Sayur mengandung Oksalat
Berisiko 3 66,7 21 43,
2 8
Tidak Berisiko 16 33,3 27 56,
3
Total 4 100 48 100
8

Berdasarkan tabel 1 sayur mengandung oksalat tidak


didapatkan bahwa meng- berisiko mengenai kejadian batu
konsumsi sumber protein tidak saluran kemih.
berisiko mengenai kejadian
batu saluran kemih, 33,3% yang
konsumsi

Tabel 2. Analisa Bivariat Faktor Risiko


Kejadian Batu Saluran
Kemih Di Poliklinik
Urologi RSUD Dr.
Soedarso Pontianak
Konsumsi Sumber Protein
N % N % %
Berisiko 21 43,8 11 p-value
22,9
Tidak Berisiko 27 56,3 37 77,1
Konsumsi Sayur
N % N % %
Berisiko 32 66,7 21 43,8 52
Tidak Berisiko 16 33,3 27 56,3 44

Berdasarkan tabel 2 di atas dengan penelitian


di ketahui bahwa ada 2 variabel yang dilakukan oleh Krisna (2011),
yangberhubungan dengan yang menunjukan bahwa ada
kejadian batu saluran kemih hubungan antara konsumsi sumber
yakni konsumsi sumber protein protein dengan kejadian batu ginjal
dengan pvalue (0,051), dengan nilai P Value = 0,001.
konsumsi sayur mengandung Penelitian ini tidak sejalan dengan
oksalat dengan p value (0,040), penelitian yang dilakukan oleh
Hubungan Antara Daman (2012), yang menunju- kan
Konsumsi Sumber Protein bahwa tidak ada hubungan yang
Dengan Kejadian Batu Saluran bermakna antara konsumsi sumber
Kemih. Konsumsi protein protein dengan kejadian batu salu-
hewani dalam makanan akan ran kemih dengan nilai p-value =
meningkatkan kadar kalsium 0,258.
dalam air kemih. Kadar Hal ini sesuai dengan teori Khan
kalsium mer- upakan and Canales (2009) yang
kandungan mineral yang tidak menyatakan bahwa semakin tinggi
dapat terlarut dengan mudah kalsi- um terkonsumsi terbukti kian
oleh tubuh, sehingga membuat tinggi pula ekskresinya sekaligus
ginjal tidak dapat menyerap menambah pembentukan kristalisasi
kembali, hal ini mengakibatkan gar- am-garam kapur. Tingginya
ginjal tidak berfungsi dengan kadar kalsium dalam air kemih
baik karena ginjal ha- rus dinamakan hiperkalsiuria, yaitu
bekerja lebih cepat untuk kadar kalsium dalam darah normal
filtrasi protein-protein yang namun ekskresi dalam air kemih
dikonsumsi (Purnomo, 2011). dapat mencapai 200-350 miligram
Gangguan kesim- bangan kadar (mg) perhari. Hal ini yang
kalsium akan mengakibatkan menyebabkan terjadinya batu ginjal
penyer- apan kalsium menjadi (Khan and Canales, 2009).
terhambat dan menyebabkan Berdasarkan hasil penelitian
kalsium menjadi tidak larut. dapat disimpul- kan bahwa konsumsi
Akibatnya, kalsium mengendap sumber protein melebihi batas
di ginjal dalam bentuk kristal konsumsi sehari-hari akan
kompleks. Endapan kristal mengakibatkan pengkris- talisasi,
inilah yang lama-kelamaan untuk itu disarankan agar mengurai
membe- sar dan menjadi batu frekuansi
ginja (Sulistiyowati, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan
Elly Trisnawati & Jumenah, Konsumsi Makanan yang Berisiko
Terhadap Kejadian Batu Saluran Kemih

konsumsi sumber protein mg/hari. 90% dari diet oksalat akan


tinggi. Konsumsi sumber mengikat kalsium di usus kecil
protein yang berisiko ≥72 sebagai kalsi- um oksalat dan 10%
gram/hari khususnya yang oksalat bebas dan terserap da- lam
memiliki riwayat batu saluran usus besardiekskresi dalam urin.
kemih (Dwijayanti, 2008). Hiperoksaluri mungkin akibat diet
Hubungan Antara tinggi oksalat, namun dapat juga
Konsumsi Sayur Mengand- ung terjadi pada pasien dengan
Oksalat Dengan Kejadian Batu malabsorsi lemak enter- ic. Hal ini
Saluran Kemih . Sayuran yang bisa terjadi karena kelebihan lemak
mengandung oksalat banyak enterik mengikat kalsium bebas dan
ditemu- kan dalam kehidupan mengakibatkan oksalat bebas lebih
sehari-hari, bahkan sayuran ini mudah diserap di kolon (Hall M
merupakan sayuran yang sering Phillip M.D, 2009). Sebagian besar
dikonsumsi oleh masyarkat batu saluran kemih ada- lah kalsium
dikarenakan sayuran ini mudah oksalat, secara garis besar
didapan dengan harga yang pembentukan oksalat berasal dari diet
relatif murah. Sayuran yang (oksalat eksogen) dan hasil
men- gandung oksalat seperti metabolisme (oksalat endogen)
bayam, kangkung, kacang (Tiselius, 2001).
panjang, daun sawi hijau, Hasil penelitian ini sejalan
buncis, daun singkong. dengan peneli- tian yang dilakukan
Konsumsi sayuran dengan oleh sulistiyowati (2013) yang
jumlah sering akan menunjukan bahwa terdapat
menyebabkan tinggi kadar hubungan yang bermak- na antara
oksalat dalam air kemih yang konsumsi sayuran dengan kejadian
dapat memicu terbentuknya batu saluran kemih di Desa Mrisi
batu saluran kemih (Y Liu et al. kecamatan tanggung- harjo kabupaten
2016). Kadar oksalat didalam grobogan, dengan nilai P Value =
tubuh akan membentuk 0,041. Berdasarkan penelitian yang
senyawa tidak larut dan tidak dilakukan oleh Krisna (2011)
dapat diserap oleh tubuh didapatkan bahwa ada hubungan yang
akibatnya senyawa ini akan bermakna antara konsumsi sumber
men- gendap dan membentuk oksalat dengan kejadian batu ginjal.
Kristal (Alaya A, et al. 2014). Berdasarkan uraian diatas maka
Hiperoksaluria meningkatkan peneliti menar- ik kesimpulan, bahwa
kalsium oksalat jenuh dan konsumsi sayuran mengandung
berkontribusi terbentuknya oksalat secara berlebihan akan
batu kalsium oksalat, ekskresi berdampak negatif ter- hadap
oksalat urin pada wanita 45 kesehatan tubuh salah satunya adalah
mg/hari dan pada laki-laki 55 terben- tuknya batu saluran kemih.
Oleh sebab itu, dianjurkan kurangi
frekuensi konsumsi sayuran : STIKES Nani Hasanudin
yang mengand- ung oksalat Makassar, 3(5), 56-61.
tinggi untuk menghindari
terbentuknya batu saluran Alaya A, et al. (2014). Changes in
kemih. Urinary Stone Composition
in the Tunisian. University of
Penutup Monastir. Journal Hompage,
81(16), 29-
Berdasarkan uraian 34.
diatas maka dapat ditarik Daman. 2012. Influence Of Calcium
kesimpulan bahwa ada Concentration In Drinking
hubungan yang bermakna Water With Calcium Urine
antara konsumsi sumber On Male At Ra’as Village,
protein, konsumsi sayuran Klampis Subdistrict,
dengan kejadian batu saluran Bangkalan Regency, Madura.
kemih di Poliklinik Urologi Jawa Timur : Universitas
RSUD Dr. Soedarso Wiraraja Sumenep. Jurnal
Pontianak. Meningkat- kan Kes- ehatan Wiraraja
komunikasi, informasi dan Medika, 8 (2)
edukasi (KIE) ten- tang faktor Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan
risiko yang berhubungan Dasar (Rikesdas) 2013.
dengan kejadian Batu Saluran Laporan Nasional 2013.
Kemih melalui “Penyuluhan Litbangkes Depkes RI.
Kesehatan Melalui Rumah Dwijayanti. (2008). Ilmu Gizi
Sakit” (PKMRS) kepada Menjadi Sangat Mu- dah.
pasien yang dapat dilakukan Jakarta : CV EGC Penerbit
secara langsung seperti dapat Buku Ke- dokteran.
menga- tur pola konsumsi
sumber protein, konsumsi Hall M, Phillip M.D. (2009).
sayuran, maupun tidak Correlation Of Unilater- al
langsung melalui media Urolithiasis With Sleep
informasi sep- erti televisi Posture. Journal of Medicine,
yang ada di ruangan tunggu 76
pasien den- gan menyiarkan Krisna, D. N. P. (2011). Faktor risiko
iklan tentang kesehatan. penyakit batu ginjal. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(1),
Daftar Pustaka 51-62.
Khan, S. R., & Canales, B. K. (2009).
Akmal. (2013). Faktor Yang Genetic basis of renal cellular
Berhubungan Dengan dysfunction and the forma-
Kejadian Batu Saluran tion of kidney stones.
Kemih Di RSUP Dr. Urological research, 37(4),
Wahidin 169-180.
Sudirohusodo Purnomo, BB. (2011). Dasar-Dasar
Makassar. Makassar Urologi. EdisiKe
3. Jakarta: CV.
Sagungseto, Pp: 62- 73.
Sulistiyowati, R., Setiani, O.,
& Nurjazuli, N. (2013).
Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan
50Kejadian Kristal Batu Saluran
Kemihdi Desa Mrisi Kecamatan
Tanggungharjo Ka- bupaten
Grobogan. Jurnal Kesehatan
Ling- kungan Indonesia, 12(2),
99-105
IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI SALURAN
KEMIH PADA PASIEN UROLITHIASIS DI RUANG
PERAWATAN BEDAH RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE
JUNI-AGUSTUS 2013

Sri Hayati Nufaliana1, Eka Yudha Rahman2, Lia Yulia


Budiarti3

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
2
SMF Bedah RSUD Ulin Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin
3
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin

Email Korespondensi: srihayatinufaliana@yahoo.com

ABSTRACT: Urinary tract stone or urolithiasis is a


pathological condition which is presented by the
existence of the stone in the urinary tract. The existence of
this stone may make the normal imunity of urinary tract decrease,
so that the bacteria can enter, stay and grow until make urinary
tract infection (UTI). Urinary tract infection is diagnosed by
finding cases of positive urine culture (>105cfu/ml). The aim of this
research was to figure out the type of bacteria in urolithiasis
patients with UTI at surgical treatment room of RSUD Ulin
Banjarmasin during June-August 2013. This study was a
descriptive research with cross sectional approach. The samples
were taken with totally sampling methode who fullfilled inclusion
criteria. There were 19 urolithiasis patients at surgical treatment
room of RSUD Ulin Banjarmasin. From urine examination, there
were 13 patients with UTI. Bacterial identification showed there
were 3 types of bacteria, Escherechia coli (53,84%), Pseudomonas
aeruginosa (38,46%), and Proteus sp. (7,69%).

Keywords: urinary tract infection, urinary tract infection’s


bacteria, urolithiasis

45
ABSTRAK: Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah
suatu kondisi patologis yang ditandai dengan keberadaan
batu di sepanjang traktus urinarius. Kehadiran batu ini
dapat membuat pertahanan saluran kemih yang normal
berkurang, sehingga bakteri dapat masuk, menetap dan
berkembang biak yang akhirnya menimbulkan infeksi saluran
kemih (ISK). ISK dapat didiagnosis jika ditemukan koloni bakteri
(>105cfu/ml). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran jenis bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis di
ruang perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin selama periode
Juni-Agustus 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan
totally sampling method menurut kriteria inklusi. Sampel pada
penelitian ini adalah 19 pasien urolithiasis di ruang perawatan
bedah RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan urine dari 19
pasien urolithiasis diperoleh 13 pasien urolithiasis dengan ISK.
Hasil identifikasi bakteri pada 13 pasien urolithiasis dengan ISK
didapatkan bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis yaitu
Escherechia coli (53,84%), Pseudomonas aeruginosa (38,46%),
dan Proteus sp. (7,69%).

Kata-kata kunci: bakteri penyebab ISK, infeksi saluran kemih,


urolithiasis

46
PENDAHULUAN pasien urolithiasis yang
memerlukan tindakan bedah
mengalami peningkatan dari 114
Urolithiasis adalah suatu pasien pada tahun 2011 menjadi
penyakit yang ditandai dengan 146 pasien pada tahun 2012 (8).
terbentuknya batu (kalkulus) di
sepanjang traktus urinarius, Obstruksi saluran kemih
seperti ginjal, ureter, kandung akibat keberadaan batu di
kemih dan uretra (1). Penyakit ini saluran kemih merupakan
masih menjadi masalah salah satu penyebab
kesehatan yang besar mengingat terjadinya ISK pada pasien
tingginya tingkat morbiditas, urolithiasis. Batu berperan
biaya perawatan dan potensinya sebagai benda asing dalam
untuk menimbulkan end stage saluran kemih. Kehadiran
renal disease (2). batu ini menyebabkan
Urolithiasis termasuk dalam pertahanan saluran kemih
salah satu dari tiga penyakit yang normal berkurang,
urologi terbanyak di dunia selain sehingga bakteri
infeksi saluran kemih (ISK) dan berpeluang untuk masuk
benign prostate hyperplasia dan menetap serta
(BPH) (3). Lima puluh persen mengalami pertumbuhan
dari semua kasus urologi di yang akhirnya dapat
Pakistan tahun 2003 adalah menimbulkan ISK (9).
urolithiasis (4). European Urolithiasis merupakan
Association of Urology (EAU) suatu keadaan patologis
melaporkan kejadian urolithiasis yang dapat menyebabkan
di Jerman setiap tahunnya adalah morbiditas, apalagi jika
sekitar 750.000 kasus (5). Data bersamaan dengan ISK,
Departemen Kesehatan Republik maka komplikasi dan
Indonesia tahun 2006 morbiditasnya akan jauh
menyatakan jumlah pasien rawat lebih meningkat (10).
inap karena urolithiasis di rumah Bakteri penyebab ISK
sakit seluruh Indonesia adalah dapat memperparah
sebanyak 16.251 orang dengan urolithiasis dengan
case fatality rate (CFR) sebesar membentuk kolonisasi
0,94% (6). Laporan Rumah Sakit pada saluran kemih
Cipto Mangunkusumo Jakarta sehingga membuat ukuran
menyatakan terdapat batu menjadi lebih besar
peningkatan jumlah penderita (9).
batu ginjal yang mendapat Gold standard untuk
tindakan, yaitu dari 182 pasien diagnosis pasien
pada tahun 1997 urolithiasis dengan ISK
menjadi 847 pasien pada tahun adalah dengan
2002 (7). Survei terhadap data ditemukannya kultur urin
sekunder di RSUD Ulin yang positif, sedangkan
Banjarmasin selama tahun 2011- pemeriksaan fisik dan
2012, diketahui bahwa jumlah laboratorium lain tidak
cukup adekuat untuk
47
mendiagnosis pasien Jenis bakteri penyebab suatu
urolithiasis menderita ISK infeksi penting untuk diketahui,
atau tidak (10). Hasil termasuk pada kasus ISK
penelitian dari beberapa dengan urolithiasis. Penelitian
sumber menunjukkan tentang jenis bakteri penyebab
bahwa Escherechia coli ISK khususnya pada pasien
merupakan bakteri urolithiasis belum banyak
terbanyak penyebab ISK dilakukan di Indonesia dan
pada pasien urolithiasis. belum pernah dilakukan di
Hasil penelitian Naas, RSUD Ulin Banjarmasin. RSUD
tahun 2001 melaporkan Ulin Banjarmasin merupakan
sebanyak 37% pasien rumah sakit pusat yang menjadi
urolithiasis mengalami ISK rujukan rumah sakit lain
dengan Escherechia coli sehingga keberadaan pasien-
dan Proteus mirabilis pasien urolithiasis di RSUD
sebagai bakteri terbanyak Ulin Banjarmasin diharapkan
penyebab ISK (11). Mukhia dapat mewakili sebagian besar
et. al., tahun 2009 pasien- pasien urolithiasis di
melaporkan bahwa 32% wilayah Kalimantan Selatan.
pasien urolithiasis Penelitian ini bertujuan
menunjukkan hasil kultur untuk mengetahui gambaran
urine positif dengan bakteri dan mengidentifikasi jenis-
terbanyak adalah jenis bakteri penyebab ISK
Escherechia coli pada pasien urolithiasis di
ruang perawatan bedah
(12). Hasil penelitian Al- RSUD Ulin Banjarmasin
periode Juni-Agustus 2013.
Jeoburi tahun 2012
Penelitian diharapkan dapat
menyatakan bahwa 42% pasien memberikan informasi yang
urolithiasis menderita ISK dan bermanfaat kepada para
bakteri terbanyak adalah tenaga medis mengenai jenis
Escherechia coli, Proteus bakteri penyebab ISK pada
mirabilis, Pseudomonas pasien urolithiasis periode
aeruginosa, Juni-Agustus 2013 di ruang
perawatan bedah
Staphylococcus aureus dan
Klebsiella pneumoniae (2). RSUD Ulin Banjarmasin,
sehingga dapat digunakan
Penelitian di RSUD dr.
untuk menentukan terapi yang
Soetomo selama tahun tepat dan memaksimalkan
2007-2008, tingkat kesembuhan pasien
melaporkan bahwa dari 105 urolithiasis. Hasil penelitian
pasien batu ginjal, sebanyak ini juga diharapkan dapat
47,6% menunjukkan kultur meningkatkan wawasan dan
urin positif dengan tiga bakteri pengetahuan serta dapat
bermanfaat bagi
terbanyak adalah Escherechia
pengembangan ilmu
coli, Klebsiella sp. dan pengetahuan dan penelitian
Staphylococcus coagulase selanjutnya.
negatif (13).

48
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan


adalah deskriptif dengan
pendekatan cross sectional.
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh pasien urolithiasis di ruang
perawatan bedah RSUD Ulin
Banjarmasin periode Juni-Agustus
2013. Sampel penelitian ini adalah
pasien urolithiasis di ruang
perawatan bedah RSUD Ulin
Banjarmasin periode Juni-Agustus
2013 yang sesuai dengan kriteria
inklusi serta bersedia menjadi
sampel penelitian dengan
menandatangani lembar informed
consent. Kriteria inklusi penelitian
ini yaitu pasien dewasa baik pria
maupun wanita yang telah
didiagnosis urolithiasis oleh dokter
Spesialis Urologi dan belum
menjalani rangkaian operasi di
bagian perawatan bedah RSUD Ulin
Banjarmasin. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah
totally sampling method.

Alat dan bahan yang digunakan


dalam penelitian ini adalah botol
steril 250 ml, termos es, labu
Erlenmeyer, pipet steril volume 1 ml
dan 10 ml, ose steril, aluminium foil,
lampu bunsen, cawan petri, object
glass dan cover glass, autoklaf,
inkubator, rak pewarnaan, penjepit
kayu, mikroskop, kultur bakteriuria
yang tumbuh pada media agar darah
dan media Mac Conkey, cat mikroskopis melalui pengecatan
pewarna Gram (larutan kristal Gram dan dilihat dengan
violet, lugol, alkohol / aseton, pembesaran objektif 100 X, serta
karbol fukhsin), media Kliger uji biokimia yang terdiri dari tes
Iron Agar (KIA), media katalase, tes manitol dan tes
Sulfit Indol Motility (SIM), dan novobiocin untuk bakteri Gram
media Citrat, media gula-gula, positif dan uji citrat, Sulfit Indol
media Manitol Salt Agar (MSA), Motility (SIM), dan Kliger Iron
disk antibiotik novobiocin, Agar (KIA) untuk bakteri gram
aquadest, alkohol, H2O2 3%, es negatif.
batu dan sabun. Prosedur Penelitian ini dilaksanakan di
penelitian ini dimulai dengan ruang perawatan bedah RSUD
mengurus perizinan kepada pihak Ulin Banjarmasin dan
RSUD Ulin Laboratorium Mikrobiologi
Banjarmasin, kemudian Fakultas Kedokteran Universitas
pasien rawat inap di ruang Lambung Mangkurat
perawatan bedah RSUD Banjarmasin. Pengambilan
Ulin Banjarmasin periode sampel urin dilaksanakan pada
Juni–Agustus 2013 yang sesuai bulan Juni- Agustus 2013.
kriteria inklusi diberikan
penjelasan tentang
prosedur pelaksanaan HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian, tujuan dan
manfaat dari penelitian ini, jika
pasien bersedia menjadi sampel Pada penelitian ini, diperoleh
penelitian, selanjutnya pasien data pasien yang menderita
diminta menandatangani urolithiasis dan memenuhi
lembar informed kriteria inklusi adalah sebanyak
consent yang sudah 19 orang. Dari hasil pemeriksaan
disediakan dan bakteriuria dan leukosituria pada
dilakukan pengambilan 19 pasien urolithiasis, didapatkan
urine secara midstream, sebanyak 13 pasien (68,42%)
dilanjutkan dengan mengalami ISK.
pemeriksaan jumlah Dari hasil identifikasi,
bakteriuria dan leukosituria untuk diperoleh beberapa jenis bakteri
menentukan apakah seperti yang tercantum pada
pasien mengalami ISK atau tidak. gambar 1 di bawah ini.
Setelah diketahui pasien
mengalami ISK maka
dilakukan identifikasi bakteri
dengan pemeriksaan
makroskopis,
7

Jumlah
4

3 Escherechia coli Pseudomonas Proteus sp


2 aeruginosa
1 Jenis Bakteri
Gambar 1 Jenis0 Bakteri Penyebab ISK pada Pasien Urolithiasis di Ruang
Perawatan Bedah RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juni-
Agustus 2013.
Gambar 1 di atas menunjukkan adalah Escherechia coli (53,84%).
jenis-jenis bakteri yang ditemukan Escherechia coli merupakan
pada 13 pasien urolithiasis dengan bakteri yang paling sering
ISK di ruang perawatan bedah ditemukan pada pasien ISK (15).
RSUD Ulin Banjarmasin, yaitu Escherechia coli
Escherechia coli sebanyak 7 isolat
(53,84%), Pseudomonas adalah bakteri Gram negatif. Pada
aeruginosa pemeriksaan mikroskopis, tampak
sebanyak 5 isolat (38,46%) dan berbentuk batang dan bewarna
Proteus sp. sebanyak 1 isolat merah. Escherechia coli tidak
(7,69%). membentuk spora. Bakteri ini dapat
Hasil penelitian ini hampir sama tumbuh pada kondisi aerob dan
dengan hasil penelitian Bianca anaerob sehingga disebut bersifat
pada tahun 2013 yang fakultatif anaerob, walaupun
menemukan Escherechia coli pertumbuhannya lebih optimum
sebagai bakteri dominan pada kondisi aerob. Bakteri ini dapat
penyebab ISK pada pasien berkembang biak dengan baik pada
urolithiasis yaitu sebesar 59,10%, suhu 37oC pada lingkungan yang
diikuti Proteus sp. (11,50%), minim oksigen (16).
Enterococcus sp. (11,11%) dan
Pseudomonas sp. (5.50%) (14).
Hasil penelitian lain oleh Al
Jeoburi pada tahun 2012 juga
menunjukkan Escherechia coli
(32,80%) sebagai bakteri yang
paling banyak ditemukan dari
hasil kultur urine pasien
urolithiasis dengan ISK, serta
bakteri penyebab lainnya adalah
Proteus mirabilis (18%) dan
Pseudomonas aeruginosa (15%)
(2). Selanjutnya, dari hasil
penelitian di Rumah Sakit Umum Gambar 2 Escherechia coli pada
Daerah Dr. Soetomo Surabaya
tahun 2007-2008 yang Pewarnaan Gram (17)
melakukan pemeriksaan kultur Penemuan Escherechia coli sebagai
urine dari pasien batu ginjal, bakteri terbanyak pada penelitian ini
diperoleh sekitar 47,60% pasien kemungkinan besar berhubungan
menderita ISK, dengan bakteri dengan jenis batu yang diderita oleh
penyebab yang ditemukan adalah pasien urolithiasis. Sembilan puluh
Escherechia coli (11,4%), persen pasien urolithiasis menderita
Pseudomonas aeruginosa (5,7%), batu tipe kalsium (2). Menurut
Proteus mirabilis (2,8%) dan Madhavi, batu kalsium memiliki ciri
Streptococcus non hemoliticus yang khas yaitu batu dengan tepi
(0,9%) (13). yang tajam sehingga dapat merusak
epitel dari traktus urinarius. Hal
Jenis bakteri yang paling tersebut menyebabkan mekanisme
banyak ditemukan sebagai pertahanan alami saluran kemih
penyebab ISK pada penelitian ini terganggu, sehingga
memungkinkan Escherechia coli
melakukan perlekatan dengan sel kerusakan jaringan langsung, seperti
uroepitelium, kemudian bakteri pada luka, penggunaan kateter urine,
berkembang biak dan terjadilah ISK dan kerusakan mukosa uroepitelium
(18). Selain itu, sebagian besar ISK
terjadi melalui
cara ascending dengan kuman
penyebab yang pada umumnya
berasal dari flora normal usus juga
menjadi alasan mengapa
Escherechia coli menjadi bakteri
yang paling banyak ditemukan (19).
Urine bersifat bakterisidal
terhadap hampir sebagian besar
bakteri dari spesies Escherechia coli,
yaitu derajat keasaman urine,
osmolalitas, kandungan urea dan
asam organik, serta protein-protein
yang ada di dalam urine semuanya
bersifat bakterisidal. Protein di
dalam urine yang bertindak sebagai
bakterisidal adalah uromukoid atau
protein Tamm-Horsfall (THP).
Protein ini disintesis sel epitel tubuli
pars ascenden Loop of Henle dan
epitel tubulus distalis. Setelah
disekresikan ke dalam urine,
uromukoid ini mengikat fimbria
bakteri tipe I dan S sehingga
mencegah bakteri menempel pada
uroepitelium. Akan tetapi, protein ini
tidak dapat berikatan dengan pili P
sehingga bakteri yang mempunyai
jenis pili ini, seperti Escherechia coli
mampu menempel pada
uroepitelium (19).
Bakteri lainnya yang ditemukan
dari hasil penelitian ini adalah
Pseudomonas aeruginosa (38,46%).
Pseudomonas aeruginosa
merupakan bakteri gram negatif,
berbentuk batang dan berukuran
0,5-1,0 x 3,0- 4,0 µm. Umumnya
mempunyai flagel polar, tetapi
kadang-kadang memiliki 2-3 flagel
(18). Pseudomonas aeruginosa
bersifat patogen hanya bila terpajan
pada daerah yang tidak terdapat
pertahanan tubuh yang normal,
misalnya pada saat membran
mukosa dan kulit rusak akibat
akibat keberadaan batu di saluran
kemih. Oleh karena itu,
Pseudomonas aeruginosa disebut
sebagai bakteri oportunistik, yaitu
memanfaatkan kerusakan pada
mekanisme pertahanan tubuh yang
rendah untuk memulai suatu
infeksi (18).

Gambar 3 Pseudomonas aeruginosa

pada Pewarnaan Gram (20)

Bakteri lain penyebab ISK


pada pasien urolithiasis yang
ditemukan pada penelitian ini
adalah Proteus sp. (7,69%).
Proteus sp. termasuk dalam
famili Enterobacteriaceae.
Bakteri ini sering ditemukan di
tanah dan air serta merupakan
flora normal pada saluran
pencernaan manusia dan
mamalia. Bakteri ini bersifat
motil, Gram negatif, berbentuk
batang, mempunyai flagel
peritrik serta memiliki
kemampuan untuk
menghidrolisis urea (21). Dari
semua spesies Proteus sp.,
Proteus mirabilis dan Proteus
vulgaris merupakan penyebab
ISK yang sering ditemukan (22).
PENUTUP

Simpulan pada penelitian ini


adalah bakteri yang berperan
sebagai penyebab ISK pada
pasien urolithiasis yaitu
Escherecia coli (53,84%),
Pseudomonas aeruginosa

(38,46%) dan Proteus sp. (7,69%).


Gambar 4 Proteus vulgaris
pada Pewarnaan Saran dari penelitian ini
Gram (23) adalah dapat dilakukan penelitian
lanjutan secara berkala dengan
Enzim urease yang menggunakan jumlah sampel dan
dihasilkan oleh Proteus sp. dapat variabel penelitian yang lebih
menghidrolisis urea menjadi banyak mengenai identifikasi
amonia dan karbonat. Adanya bakteri penyebab ISK di bagian-
produksi amonia akan bagian lain rumah sakit di RSUD
menyebabkan peningkatan pH Ulin Banjarmasin dan hasil
urine, sehingga memungkinkan penelitian ini disarankan dapat
untuk terjadinya kristalisasi menjadi masukan bagi para
magnesium amonium fosfat dan tenaga medis tentang jenis
karbonat apatit yang bakteri penyebab ISK pada pasien
memudahkan pembentukan batu urolithiasis di ruang perawatan
struvit (11,24). bedah RSUD Ulin Banjarmasin
Hasil penelitian Bahdarsyam sehingga dapat mengarahkan ke
tahun 2000 menunjukkan bahwa tatalaksana yang lebih tepat dan
bakteri penghasil urease seperti spesifik.
Proteus sp. dan Pseudomonas
aeruginosa lebih banyak
ditemukan pada jenis batu DAFTAR PUSTAKA
struvit, sedangkan bakteri yang
bukan penghasil urease seperti
Escherechia coli lebih banyak 1. Vinodchandran, Singh UN,
ditemukan pada jenis batu Sreekantha, et al. Analysis of
metabolik, seperti batu kalsium uroliths (urinary stones).
(9). Angka kejadian batu struvit International Journal of
pada pasien urolithiasis jauh Pharma and Bio Sciences
lebih sedikit dibandingkan 2011; 2 (2): 300-303.
dengan batu kalsium, sehingga
bakteri-bakteri penyebab ISK 2. Al-Jebouri MM and Atalah N.
seperti Proteus sp. dan A study on the
Pseudomonas aeruginosa juga interrelationship between
lebih jarang ditemukan pada renal calculi, hormonal
pasien urolithiasis abnormalities and urinary
dengan ISK tract infections in Iraqi
dibandingkan dengan patients. Open Journal of
Escherechia coli (5). Urology 2012; 2: 6-10.
3. Akilov F, Khudaybergenov U,
Huraliev T, et al. Studying of 10. Yilmaz S, Pekdemir M, Aksu NM,
prevalence of the most et. al. A multicenter case– control
significant urological disease study of diagnostic tests for urinary
in the aral sea area. MHSJ tract infection in the presence of
2012; 11: 89-95. urolithiasis. Urol Res 2012; 40: 61–
65.
4. Buchholz NPN, Abbas F, Khan
R, et. al. The prevalence of
silent kidney stones – an
ultrasonographic screening
study. Journal Pakistan
Medical Association 2003; 53
(1): 24-5.

5. Knoll T. Epidemiology,
pathogenesis, and
pathophysiology of
urolithiasis. European Urology
Suplements 2010; 9: 802-806.

6. Rahayu N. Karakteristik
penderita batu saluran kemih
rawat inap di rumah sakit
tembakau deli ptp nusantara II
medan tahun 2006-2010.
Skripsi. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera
Utara, 2011.

7. Syahputra FA. Terapi batu


ginjal: dari era hippocrates ke
era minimal invasif. Maj
Kedokt Indon 2011; 61 (3): 99-
100.

8. SMF Bedah RSUD Ulin


Banjarmasin. Data operasi
pasien urolithiasis di RSUD
ulin banjarmasin tahun 2010-
2012. Banjarmasin, RSUD
Ulin, 2013.

9. Bahdarsyam. Spektrum
bakteriologik pada berbagai
jenis batu saluran kemih
bagian atas. Bagian Patologi
Klinik FK USU. Medan, 2003.
11. Buchholz NPN, Abbas F, Khan tract infection in the presence of
R, et. al. The prevalence of urolithiasis. Urol Res 2012; 40: 61–
silent kidney stones – an 65.
ultrasonographic screening 18. Naas T, Al-Agili S, and Bashir
study. Journal Pakistan O. Urinary
Medical Association 2003; 53 calculi:
(1): 24-5. bacteriological and chemical
association. Easter
12. Knoll T. Epidemiology, Mediterranean Health Journal
pathogenesis, 2001; 7: 763-770.
and pathophysiology of
urolithiasis. European 19. Mukhia R, Shrestha K, Dahal
Urology Suplements 2010; 9: P, et al. Study on chemical
802-806. composition of urinary stones
and its association with
13. Rahayu N. Karakteristik urinary tract infection.
penderita batu saluran kemih Department of Surgery,
rawat inap di rumah sakit National Academy of Medical
tembakau deli ptp nusantara Sciences, Bir Hospital, 2009.
II medan tahun 2006-2010.
Skripsi. Medan: Fakultas 20. Soetojo DPO. Kultur urine
Kesehatan Masyarakat pada penderita batu saluran
Universitas Sumatera Utara, kemih. Buletin Penelitian
2011. RSUD Dr Soetomo 2010; 4:
197-201.
14. Syahputra FA. Terapi batu
ginjal: dari era hippocrates ke 21. Bianca T, Adrian M, Emil M,
era minimal invasif. Maj et al. Microbiological study of
Kedokt Indon 2011; 61 (3): 99- urinary calculi in patients with
100. urinary infections. Acta
Medica Transilvanica 2013; 2
15. SMF Bedah RSUD Ulin (2): 245- 249.
Banjarmasin. Data operasi
pasien urolithiasis di RSUD 22. Behzadi P, Behzadi E,
ulin banjarmasin tahun 2010- Yazdanbod H, et. al. A survey
2012. Banjarmasin, RSUD on urinary tract infections
Ulin, 2013. associated with the three
most common uropathogenic
16. Bahdarsyam. bacteria. A Journal of
Spektrum bakteriologik pada Clinical Medicine 2010; 5 (2):
berbagai jenis batu saluran 111-115.
kemih bagian atas. Bagian
Patologi Klinik FK USU. 23. Dwidjiseputro D. Dasar-dasar
Medan, 2003. Mikrobiologi.Jakarta:
Djambatan, 1998.
17. Yilmaz S, Pekdemir M, Aksu 24.Todar K. All about E.coli.
NM, et. al. A multicenter Univer sity of Wisconsin-
case– control study of Madison 2009
diagnostic tests for urinary
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai