Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERKEMIHAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. YUSTIN BILI (2020610040)


2. AGUSTINUS KEDU LERE (2020610050)
3. KRISTIAN AKO LEBA(2017610050)

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab
sudah melimpahkan segala rahmat-Nya, yaitu berupa kesempatan dan pengetahuan yang
diberikan kepada kami sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi kewajiban dan juga sebagai syarat untuk menyelesaikan
tugas. Dengan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak terutama kepada
bapak/ibu dosen pengampu mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan II , sehingga tugas ini dapat
diselesaikan. Saya menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan baik didalam
segi bahasa maupun teknik penulisannya. Oleh sebab itu, saya sangat terbuka untuk menerima
kritik dan juga saran yang diberikan oleh pembaca agar tugas ini dapat menjadi lebih baik.
terimakasih.
Kami mempunyai copi dari Makalah ini yang bias kami reproduksi jika Makala yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri Dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang
telah dituliskan dalam referensi,serta tidak ada seorangpun yang membuatkan Makala ini untuk
kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik,kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Nama Nim Tanda tangan


Yustin Bili 2020610040
Agustinus kedu lere 2020610050
Kristian Ako Leba 2017610050
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS SISTEM PERKEMIHAN

a. Pengertian......................................................................................................1
b. Etiologi..........................................................................................................1
c. Tanda dan gejalah..........................................................................................3
d. Patofisiologi...................................................................................................4
e. Pemeriksaan diagnostik.................................................................................4
f. Penatalaksanaan medis .................................................................................6
g. Pengkajian keperawatan ...............................................................................7
h. Diagnosa keperawatan ..................................................................................7
i. Intervensi ......................................................................................................8
j. Evaluasi ........................................................................................................9

BAB II

ASKEP KASUS

a. Narasi kasus...................................................................................................
b. Pengkajian......................................................................................................
c. Analisa data ...................................................................................................
d. Diagnosa keperawatan...................................................................................
e. Implementasi .................................................................................................
f. Intervensi ......................................................................................................
g. Evaluasi .........................................................................................................

BAB III

KESIMPULAN

a. Kesimpulan ...................................................................................................
b. Saran .............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN KASUS SISTEM PERKEMIHAN

A. Pengertian

Batu saluran kemih adalah terbantuknya batu yang disebabkan oleh pengedapan substansi
yang terdapat dalam air kemih yang junlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi (nurlina 2008). Batu saluran kemih adalah penyakit
dimana didapatkan material keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih
baik saluran kemih atas (ginjal dan uretra) dan saluran kemih bahwa yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa
terbentuk didalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
maknesium, asam urat dan sistein (Chang,2009 dalam wardani,2014).

Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanajang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal,pielum,uretra, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk diginjal kemudian
turun kesaluran kemih bagian bahwa atau memang terbentuk disaluran kemih bagian
bahwa karena adanya statis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau
batu uretra yang terbentuk dalam difertikal uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,infundibulum, pasfis ginjal dan bahkan bisa
mengisi pelvis serta seluru kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling
sering terjadi (Brunner dan Suddrth 2003).

B. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karean air kemih jenu dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentukan batu yang normal (Sja’bani 2006) sekitar 80 % batu terdiri dari kalsium,
sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral strufit
(Sja’bani 2006). Batu sturfit (campurang dari megnesium,amonium dan fasfot) juga disebut
batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk didalam air kemih yang terinfeksi
(muslim,2007). Ukuran batu berfariasi mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 cm atau lebih batu yang besar disebut kalkulus staghorn.
Batu ini bisa mengisi hampir keseluruh pelvis renalis dan kalisesrenalis.

Brunner dan sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih yaitu
a. Faktor endogen
Faktor genetik,femilia,pada hypersistinuria,hiper kalsiuria dan hiperoksalouria
b. Faktor oksigen
Faktor lingkungan pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air
minum.

Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan saluran kemih
antara lain:
1. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan
membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
2. Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan mempermudah Infeksi
Saluran Kencing (ISK).
3. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1
4. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
5. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih memiliki
resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang
tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
6. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum air.
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam
urine meningkat.
7. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari
pada pekerja yang lebih banyak duduk.
8. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat
akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
9. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium klorida,
vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu karena
mempengaruhi saturasi urine.
C. Tanda dan gejalah
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagai gejalah tergantung pada letak batu,tinkta
infeksi Dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker,2009).Ketika batu
menghambat aliran urine, terjadi obstruksi,menyebabkan peningkatan tekanan hidtostatik
Dan distensi pails ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (Pielonefritis Dan sistisis yang
disertai menggigil,demam,Dan disuria) adapt terjadi dari iritasi bath yang terus menerus.
Beberapa batu,jika ada, menyebabkan sedikit gejala,sedangkan yang lain menyebabkan
nyeri yang liar biasa dan ketidak nyamanan.

1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua Jenis nyeri yaitu nyeri kronik dan
nyeri non kronik. Nyeri kronik terjadi kerana adanya stagnansi bath pada saluran
kemih sehingga terjadi Resistensi dan iritabilisasi pada jaringan sekitar. Nyeri
kronik juga karena adanya aktivitas persitaltik toot polos system kalises ataupun
ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan bath pada saluran
kemih.Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri.
2. Gangguan mikasi
Adanya obstruksi pada saluran kemih,maka aliran urine (urine flow) mengalami
penurunan sehingga split sekali untuk miksasi secara spontan. Pada pasien
nefrolithiasis,obstruksi saluran kemih terjadi do ginjal sehingga urine yang
masuk ke vesika urinary mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien
uretrolithiasis,obstruksi urine terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan
untuk mengeluarkan urine ada namun hambatan pada saluran menyebabkan ruin
stagnansi. Batu dengan ukuran Cecil mungkin dapat keluar secara spontan
setelah melalui hambatan pada perbatasan uretro-pelvik,saat ureter menyilang
vasa iliaka dan saat ureter masuk kedalam buli-buli.
3. Hematuria
Batu yang terperangkap didalam ureter (klonik ureter) sering mengalami desakan
berkemih,tetapi hanya sedikit urine yang keluar karena akan menimbulkan
gesekan yang disebabkan oleh bath sehingga urine yang dikeluarkan tercampur
dengaan darahaaaaa (hematuria). Namun jika terjadi lesi pada saluran kemih
utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria yang massive.
4. Mual dan muntah
Kondisi mual dan muntah adalah efek samping dari kondisi ketidak nyamanan
pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress
yang tinggi dan memacu sekresi HCLI pada lambung.
5. Demam
Demam terjadi karena adanya human yang menyebar ketempat lain. Tanda
demam disertai dengan hipotensi,palpitasi,vasodilatasi pembuluh darah do kulit
merupakan tanda terjadinya urosepsis merupakan kedaduratan dibidang urologi.
Dalam hal ini harms secepatnya ditentukan letak kelainan anatomic pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan dilakukan terapi berupa drainage
dan pemberian antibiotic.
6. Distensi vesika urinaria
Akumulasi ruin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika.karena itu akan terabah
bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada region vesika.
D. Patofisiologi
a) Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing memerlukan
adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida
dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
b) Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam
urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu.
c) Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas
substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin
dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d) Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
(Muslim, 2007)Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.
E. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada klien batu saluran kemih adalah
(American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal).PH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium,
atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat,
oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi
Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan
secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera,
infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan
0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
 Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
 Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH) merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
 Foto KUB (Kidney Ureter Bladder) Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan
bladder serta menunjukan adanya batu di sekitar saluran kemih.
 Endoskopi ginjal menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang
kecil.
 USG Ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
 EKG (Elektro kardio grafi) menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa
dan elektrolit.
 Foto Rontgen menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
 IVP (Intra Venous Pyelografi ) menunjukan perlambatan pengosongan kandung
kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi
cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan
abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
 Pielogram retrograd menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi
intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam
untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total
merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya
riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan
untukmengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung
kemih pada klien

F. Penatalaksanaan medis
Tujuan dasar penatalaksanaan medis Batu saluran kemih adalah untuk menghilangkan
batu, menentukan jenis batuh, menetukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,
mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi (Sudoyo,2014).Batu dapat
di keluarkan dengan cara :
 Medikamentosa
Terapi medikamentosa di tunjukkan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu
dengan diameter kurang dari 5 mm,karena di harapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis (Lee,2012). Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan
diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahkan utama pembentuk batu
(Misalnya kalsium ) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada ( Sudoyo, 2014). Setiap pasien batu
saluran kemih wajib minum paling sedikit 8 gelas air sehari ( European
Urological Association,2011).
 Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu
dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi non steroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu di keluarkan, batu saluran kemih dapat dianalisis untuk
mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau
menghambat pembentukan batu (Spernat,2011).
 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithoripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan,pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ESWL merupakan pemecah batu yang diperkenalkan
pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu
ginjal,batu ureter proximal menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah di
keluarkan melalui saluran kemih.
 Endourologi
Tindakan eudourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang di masukan langsung ke
dalam saluran kemih.
Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
1) Terapi konservatif .
2) Extracorporal shock wave Lithotripsy(ESWL).
3) Ureterorenoskopic (URS).
4) Percutaneous Nefro Litotripsy(PCNL).
5) Operasi terbuka.

G. Pengkajian keperawatan
Identitas pasien
Nama :T.A
Umur :55 tahun
Jenis kelamin :laki-laki

Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri saat berkemih


Data subjektif : Pasien mengatakan nyeri menyebar dari perut bagian bahwa sampai
dengan
Skrotum.
Data objektif : Pasien kelihatan gelisah
TD : 130/90 mmHG
N : 98 x/menit
RR :23 x / menit
S : 37⁰ C.
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul untuk penderita sistem perkemihan adalah
 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi
uroteral,trauma jaringan,pembentukan edema,dan iskemia seluler.
 Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal
atau uretra,inflamasi atau obstruksi mekanis.
 Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan,tindakan infasi diagnostik.
 Defisensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan rutin pasca operasi.

I. Intervensi
Pada diagnosa pertama, nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik, penulis
menetapkan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil nyeri skala <6 atau 0. akan dilakukan
tindakan observasi keadaan luka, mengkaji riwayat nyeri, lakukan perawatan luka setiap
hari, mengajarkan teknik relaksasi, jelaskan mengenai penyebab nyeri, kolaborasi
dengan klien untuk menentukan metode yang digunakan untuk menurunkan nyeri.
Kekuatan dari intervensi ini adalah dapat mengurangi
nyeri yang dirasakan pasien. Kelemahan dari intervensi ini adalah tidak semua jenis
teknik relaksasi dapat dilakukan karena pasien terlihat lemah.
Pada diagnosa kedua, hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri,
penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien mengubah posisi ditempat tidur secara mandiri tanpa merasakan nyeri dengan
kriteria hasil yaitu: pasien dapat mengubah posisi ditempat tidur secara mandiri semisal
mengubah posisi ke tidur miring, mengubah ke posisi duduk secara mandiri.
Intervensinya adalah kaji ADL yang dapat dilakukan pasien, dekatkan keperluan pasien
(obat, makanan, minuman dll), bantu klien dalam beraktifitas (sibin, minum obat, makan,
minum), diskusikan dengan keluarga tentang ADL yang sesua dengan paien dan agar
tetap membantunya dalam beraktifitas. Kekuatan dari intervensi ini adalah dapat
membantu memenuhi kebutuhan pasien. Kelemahan dari itervensi ini adalah pasien
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan jika tidak ada yang membantu.
Pada diagnosa ketigan gangguan istirahat tidur berhubungan dengan ketidak
nyamanan fisik, tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
dapat tidur dengan nyenyak dengan kriteria hasil Pasien dapat tidur dengan nyenyak,
tidur dalam sehari ± 7-8 jam. Intervensinya adalah kaji istirahat tidur pasien, berikan
analgetik untuk meredakan nyeri, ajarkan teknik relaksasi pada pasien, kolaborasi
dengan keluarga pasien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, berikan penjelasan
kepada klien dan keluarga tentang pentingnya istirahat tidur.
Kekuatan dari intervensi ini adalah pasien kooperatif dalam tindakan yang dilakukan.
Kelemahan dari itervensi ini adalah pasien belum bisa tidur dengan nyenyak jika masih
merasakan keluhan nyeri.
Pada diagnosa keempat, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan, tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil: tidak ada kemerahan pada luka, tidak ada pus
dalam luka dan klien tidak mengeluh
gatal pada luka. Intervensinya adalah pantau tanda-tanda infeksi, melakukan pencegahan
infeksi dengan merawat luka setiap hari, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotik.Kekuatan dari intervensi ini adalah dapat mempercepat proses penyembuhan
luka. Kelemahan dari itervensi ini adalah penulis tidak mampu memantau klien
sepenuhnya agar terhindar dari infeksi.
J. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,evaluasi dapat dilakukan
pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan dan
perbaikan. Pada tahap ini,perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses
keperawatan dapat berhasil atau gagal.
Pada tahap evaluasi,perawat dapat menemukan reaksi klien terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari rencana
keperawatan dasar mendukung proses evaluasi. Selain itu juga dapat menetapkan
kembali informasi baru yang ditunjukan oleh klien untuk mengganti atau menghapus
diagnosa keperawatan,tujuan atau intervensi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai