Disusun Oleh :
Nama : Afrilia yelsa
NIM : 230517002
Prodi : NERS
A. Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup pH urine dan status cairan klien (batu cenderung terjadi pada klien
dehidrasi) (Brunner & Suddarth 2002).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling umum
oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga membentuk
batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan,
batu ini paling sering ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal.(Marilynn E,Doenges
2002).
B. Penyebab
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada beberapa
macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal, antara lain : renal
tubular acidosis dan medullary sponge kidney. Secara epidemiologi terdapat dua
factor yang mempermudah/ mempengaruhi terjadinya batu pada saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dan
lingkungan disekitarnya.
1) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada usia 30 -
50 tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena
penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana dalam vitamin
C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan
konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan absorbs
kalsium dalam usus meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak disbanding
dengan pasien perempuan.
2) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya
batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat
dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim panas
dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami
dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan
ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan
meningkat.
d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )
e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.
f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
ston belt (sabuk batu).
C. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih
Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah yang terbentuk
dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional mengatakan bahwa konsumsi
kalsium dalam jumlah besar dapat memicu terjadinya batu ginjal. Namun, bukti-
bukti terbaru malah menyatakan bahwa konsunsi kalsium dalam jumlah sedikitlah
yang memicu terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan karena dengan sedikitnya
kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap tubuh semakin banyak.
Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke urin. Dalam urin, oksalat
merupakan zat yang mudah membentuk endapan kalsium oksalat. Jenis batu yang
lain adalah yang terbentuk dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam
urat, kalsium fosfat, dan sistin.
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea seperti Proteus
mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia. Bakteri ini memecah urea
menjadi ammonia yang pada akhirnya menurunkan keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan gangguan
metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan peningkatan asam
urat dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme dan renal
tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.
D. Patofisiologi
Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti: pus,
darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi di larutan
urine akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat
ISK atau utine statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu.
1) Proses perjalanan panyakit:
Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo
Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik
Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat,
urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya Batu Saluran Kencing.
E. Manifestasi Klinis
Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi
obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan system piala ginjal
serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,
demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala umum secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal: sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa
dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita mendekati kandung
kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan ke seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah,
maka pasien mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan abdominal
dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan
proktimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa ingin berkemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasif batu. Kolompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan
mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan
diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan
obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retnsi urin.Jika infeksi
berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis
yang mengancam kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).
F. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat meimbulkan
infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul
gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.
G. Pencegahan
1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5 liter per
hari
2) Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
3) Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
4) Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
5) Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan
allopurinol tergantung dari jenis batunya.
H. Penatalaksanaan
Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar dengan
sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran lebih dari 6 mm
memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang berukuran kecil yang tidak
menimbulkan gejala, dapat diobservasi selama 30 hari untuk melihat apakah dapat
keluar dengan sendirinya sebelum diputuskan untuk dilakukan intervensi bedah.
Tindakan bedah yang cepat, perlu dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai
satu ginjal, nyeri yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena batu ginjal
adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau dilaudid. Namun standar
saat ini untuk menghilangkan nyeri akut karena batu ginjal adalah penyuntikan
ketorolak melalui pembuluh darah.
Intervensi bedah
a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini menggunakan
getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar sehingga batu menjadi
serpihan kecil yang pada akhirnya dapat keluar dengan sendirinya.
b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat dilakukan pada
batu ginjal yang besar atau yang mengalami komplikasi atau untuk batu yang
tidak berhasil dikeluarkan dengan cara ESWL.
I. Pathway
obstruksi Pembedahan
Defisit
Reflek pengetahuan
renointestinal
Pembatasan gerak
Hambatan
mobilitas fisik
Sumber: gambarpathwaybatuginjal
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan
pasien secara sistematis pada pengkajian klien dengan tergantung pada ukuran,
lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus 2002), yaitu :
a. Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus),
penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar,
dorongan berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium
oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan: tidak minum
air yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus, muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat menyebar
kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/ genetalia.
b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus
ginjal.
c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan
lain.
Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah ginjal pada
palpasi.
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
ammonium, atau batu kalium fosfat).
b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat.
c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas)
d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolik.
e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan
penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan atau anemia, perdarahan
disfungsi/gagal ginjal).
j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine)
k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain;
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
4. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada pengkajian keperawatan
kemudian disusunlah diagnosa yang umum timbul pada batu saluran kemihMenurut
Marliynn E, Doengoes diagnose keperawatan pada klien dengan Post Operasi Ureter
Resection Sitoscopy adalah:
a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan mitasi
kateter/ badan
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan
mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama pembedahan kateter,
irigasi kandung kemih.
d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme otot:
presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan atau
informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
TTL : Bekasi, 20 Januari 1972
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Kebon Kelapa
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir: SLTA
No.register : 244001
Diagnosa Medik : Batu ginjal kanan
2. Alasan masuk RS : pasien merasakan nyeri saat BAK
3. Riwayat Kesehatan Masa lalu
a. Penyakit-penyakit terdahulu : tidak ada
b. Pernah dirawat di Rumah Sakit : Tidak
c. Obat-obatan yang sering digunakan : Tidak ada
d. Alergi : Tidak ada
a. Keterangan
6. Riwayat Psikososial
a. Psikologi
Pada saat dikaji pasien tampak lemah,Pasien mengatakan orang terdekatnya
adalah keluarga, Hal yang dipikirkan pasien saat ini adalah pasien
mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
b. Sosial
Sebelum sakit pasien bersosialisasi di lingkungan masyarakat, hubungan
antar keluarga sangat baik, keluarga selalu berada disamping pasien dan
selalu mensuprot pasien untuk sembuh. Setelah sakit pasien tidak bisa seperti
dulu lagi ikut serta dalam kegiatan di lingkungan masyarakat maupun
keluarga.
7. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
1. Frekuensi makan : 3x/hari
2. Nafsu makan : Baik
3. Porsi makan yang dihabiskan : Selalu habis
4. Makanan yang tidak disukai : Tidak ada
5. Makanan yang membuat alergi : Tidak ada
6. Makanan pantangan : Tidak ada
7. Makanan diet : Tidak ada
8. Penggunaan obat-obatan sebelum makan : Tidak ada
9. Penggunaan alat bantu : Tidak ada
b. Pola Eliminasi
1. BAK (frekuensi, warna,keluhan, penggunaan alat bantu):
BAK hanya keluar sedikit-sedikit, 4-7x/hari, warna kuning, terasa nyeri, dan
tidak menggunakan alat bantu.
2. BAB ( frekusnsi, waktu, warna, konsistensi, keluhan, penggunaan laxative) :
BAB normal, 1x/hari, warna normal, tidak ada keluhan.
kacamata
9. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 11.1 13,5-18 g/dl
Hematokrit 32.7 39-55 %
Leukosit 24.8 5.000-10.000 /ul
Index Eritrosit
Trombosit 237 73-101 Ƞ
MCV 83.8 23-31 ∞
MCH 28.5 32-36 %
MCHC 34.0 32-37 g/dL
ANALISA DATA
NO PROBLEM ETIOLOGI
DATA
1. Data Subyektif: - Nyeri Akut - Agen
pencedera
- Pasien mengatakan nyeri fisik
saat BAK
- Pasien mengatakan BAK
sedikit ± 3 hari
- Pasien mengatakan sulit
tidur karena merasakan
nyeri
Data Obyektif:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN DAN
KEPERAWA RENCANA
TGL KRITERIA RASIONAL
TAN TINDAKAN
HASIL
(PES/PE)
23/10/2023 1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi: - Untuk mengetahui
pencedera fisik asuhan keperawatan - Identifikasi lokasi, lokasi,durasi,
selama 3x24 jam durasi, frekuensi, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri akut kualitas, intensitas intensitas nyeri
dapat teratasi dengan nyeri - Untuk mengetahui
kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri berapa skala nyeri
- Keluhan nyeri: - Identifikasi faktor yang dirasakan
menurun yang memperberat dan - Untuk mencegah
- Meringis: menurun memperingan nyeri timbulnya nyeri dan
- Kesulitan tidur: - Monitor efek samping untuk memperingan
menurun penggunaan analgetik nyeri
- Frekuensi nadi: - - Untuk mengetahui
menurun Terapeutik: apakah ada efek
- Tekanan darah: - Berikan teknik samping dari
menurun nonfarmakologis analgetik yang
untuk mengurangi rasa dikonsumsi
nyeri (mis. TENS, - Agar mengurangi
hypnosis, akupresur, rasa nyeri
terapi music, - Agar pasien tahu
biofeedback, terapi apa yang menjadi
pijat, aroma terapi, penyebab nyeri yang
teknik imajinasi) dirasakan
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
edukasi:
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
- Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi:
- kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
CATATAN IMPLEMENTASI
Waktu Paraf dan
(hari/ DIAGNOSIS nama
No IMPLEMENTASI
tanggal/ KEPERAWATAN RESPON jelas
jam)
1. 23/10/2023 Nyeri akut - Mengidentifikasi lokasi, S: Afrilia yelsa
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri - Pasien mengatakan nyeri
- Mengidentifikasi skala saat BAK
nyeri - Pasien mengatakan BAK
- Mengidentifikasi faktor sedikit ± 3 hari
yang memperberat dan - Pasien mengatakan sulit
memperingan nyeri tidur karena merasakan
- Memonitor efek samping nyeri
penggunaan analgetik
- Memberikan teknik O:
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri - Pasien tampak meringis
(mis. TENS, hypnosis, kesakitan
akupresur, terapi music, - Hasil TTV:
biofeedback, terapi pijat, - TD: 125/80 mmHg
aroma terapi, teknik - HR: 78x/mnt
imajinasi)
- RR: 20x/mnt
- Memfasilitasi istirahat dan
- SH: 36.60c
tidur
- Menjelaskan penyebab, - Penilaian PQRST:
periode, dan pemicu nyeri - P: nyeri akibat penyakit
- Menjelaskan strategi batu ginjal
meredakan nyeri - Q: nyeri rasanya seperti
- Menganjurkan ditusuk-tusuk
menggunakan analgetik - R: nyeri dibagian piggang
secara tepat kanan tidak menyebar ke
- Mengkolaborasi pemberian daerah lain
analgetik, jika perlu - S: skala nyeri 6
- T: nyeri muncul saat
melakukan aktifitas dan
BAK
Paraf dan
NO.
TGL EVALUASI / SOAP nama jelas
DX Jam
23/10/2023 11.00 S:
A: Ansietas teratasi
P: intervensi dihentikan