Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR TEORI

Definisi

Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih
oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2005).

Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. Medikasi yang diketahui
menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin
dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam
kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2007)

Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung
kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And
dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2006 ).

2. Etiologi

a. Obstruksi kelenjar prostat yang membesar

b. Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)

c. Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginervasi bladder)

d. Benda asing , misalnya kateter

e. Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung di dinding vesika urinaria

f. Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan

Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun radang.

Menurut Smeltzer (2005) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode
imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah :

a. Hiperkalsiuria

Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan
idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.

c. Hiperurikosuria

Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena
masukan diet purin yang berlebih.

d. Penurunan jumlah air kemih

Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

e. Jenis cairan yang diminum

Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

f. Hiperoksalouria

Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium,
peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.

g. Ginjal Spongiosa Medula

Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi
metabolik).

h. Batu Asan Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan
sekunder).

i. Batu Struvit

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi
urease.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :

1) 75 % kalsium.

2) 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3) 6 % batu asam urat.

4) 1-2 % sistin (cystine).


3 3. Manifestasi Klinis / Tanda Gejala

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan
retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan
pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer,
2005).

a. Dapat tanpa keluhan

b. Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)

c. Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada
laki-laki) dan klitoris (pada wanita).

d. Terdapat hematuri pada akhir kencing

e. Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh).

f. Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab
penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis
akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut adalah:

a. Hematuri.

b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

c. Demam.

d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.

e. Mual.

f. Muntah.

g. Nyeri abdomen.

h. Disuria.
i. Menggigil.

4. Patofisiologi

Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial maupun total. Obstruksi total
dapat berakibat menjadi hidronefrosis.

Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, tumor
dan urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari batu adalah kalsium fosfat,
asam,urine dan custine.

Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga peningkatan bahan
organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk pembentukan batu, ditambah adanya
infeksi, meningkatkan lapisan urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium
fosfat.

Teori menurut Nursalam( 2006) antara lain :

a. Teori matriks

Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic sebagai inti, terutama dari
mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan memepermudah kristalisasi dan agregasi substansu
pembentukan batu.

b. Teori supersaturasi

Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori berkurangnya factor penghambat

Berkurangnya factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing.

5 5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

a. Urinalisa

1) Warna kuning, coklat atau gelap.

2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu
magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi
maka sel darah putih akan meningkat.

4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan
batu saluran kemih.

5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

b. Darah

1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

2) Lekosit terjadi karena infeksi.

3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

4) Kalsium, fosfat dan asam urat.

c. Radiologis

1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.

2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan
retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.

3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih

4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.

d. Foto KUB

Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.

e. Endoskopi ginjal

Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.

f. EKG

Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.

g. Foto Rontgen

Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.

h. IVP ( intra venous pylografi )


Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

i. Vesikolitektomi ( sectio alta )

Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.

j. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.

Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.

k. Pielogram retrograd

l. USG (Ultra Sono Grafi)

Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi
ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine
dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan
upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung
kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada klien.

6. Penatalaksanaan

Menurut Soeparman ( 2008) pengobatan dapat dilakukan dengan :

a. Mengatasi Simtom

Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau
inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.

b. Pengambilan Batu

1) Batu dapat keluar sendiri

Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.

2) Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari buli-buli dengan
membuka buli-buli dari arterior.

Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada akhir miksi, hematuria dan
miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi
intravena dan ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. Dalam kaitan penegakan
diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan
Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran
pada anak-anak.

Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes kepekaan
antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam
urat dalam urin 24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG.

Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, fistel.

Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6 hari Setelah hari operasi,pelepasan redon drain
bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari
pasca operasi.

3) Pengangkatan Batu

a) Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal

Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan
untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3
cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi
melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu
tersebut dikeluarkan secara spontan.

b) Metode endourologi pengangkatan batu

Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu
alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.

c) Ureteroskopi

Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui
sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound
kemudian diangkat.

4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)

a) Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)

b) Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam
hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan
cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c) Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi
masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100
meq/hari), dan masukan kalsium.

d) Pemberian obat

Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik

a. Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang
digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.

2) Data Medik

Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.

3) Keluhan Utama

Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas
setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine,
mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri
pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal
seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum

Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.

2) Kepala

Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada
kepala, bagaimana keadaan rambut klien.

3) Muka

Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.

4) Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera,
bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.

5) Telinga

Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran
timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.

6) Hidung

Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret,
perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.

7) Mulut Faring

Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat
ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.

8) Leher

Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau
tidak.

9) Dada

Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.

10) Abdomen

Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau
menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.

11) Inguinal /Genetalia/ anus

Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah
terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor,
pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran
prostat dan konsistensinya.

12) Ekstermintas

Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema,
bagaimana kekuatan otot dan refleknya.

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda
sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok. Pemeriksan fisik khusus urologi

1) Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal

2) Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh

3) Genitalia eksterna : teraba batu di uretra

4) Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

Diagnosa Keperawatan

Menurut (Prabowo,E dan Pranata 2014: hal 123)

1. Nyeri akut

Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Batasan karakteristik:

a. Perubahan selera makan

b. Perubahan tekanan darah

c. Perubahan prekuensi jantung

d. Perubahan prekuensi pernafasan

e. Diaphoresis

f. Prilaku ditraksi

g. Sikap melindungi area nyeri

h. Gannguan tidur

Faktor yang berhubungan :

Agen cedera (misalnya biologis, fisik, dan psikologis) Di tandai dengan

a. Keluhan nyeri, colik billiary (frequensi nyeri ).

b. Ekspresi wajah saat nyeri, prilaku yang hati-hati.

c. Respon autonomik (perubahan pada tekanan darah ,nadi).

d. Fokus terhadap diri yang terbatas.


2. Gangguan Eliminasi Urine

Definisi: disfungsi pada eliminasi urine

Batasan karakteristik

a. Dissurya

b. Sering berkemih

c. Inkontinensia

d. Nokturya

e. Retensi

f. Dorongan

Faktor yang berhubungan :

a. Obstopsi anatomic

b. Penyebab multiple

3. Retensi urine

Definisi: pengosongan kandung kemih tidak komplet

Batasan karakteristik:

a. Tidak ada haluaran urie

b. Distensi kandung kemih

c. Menetes

d. Disuria

e. Sering berkemih

f. Inkontenensia aliran berlebih

g. Residu urine

h. Sensasi kandung kemih penuh

i. Berkemih sedikit

Faktor yang Berhubungan :


a. Sumbatan

b. Tekanan ureter tinggi

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis, fisik, psikologis)

Tujuan:

a. Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (1-5; tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu:

1) Mengenali awitan nyeri

2) Menggunakan tindakan pencegahan

3) Melaporkan nyeri dapat dilakukan

b. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai indikator berikut (sebutkan 1-5;
sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):

1) Ekpresi nyeri pada wajah

2) Gelisah atau ketegangan otot

3) Durasi episode nyeri

4) Merintih dan menangis

5) Gelisah

Kriteria Hasil NOC :

a. Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis

b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri

c. Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan

Intervensi NIC :

a. Pemberian Analgesik

b. Manajemen medikasi

c. Manajemen nyeri
d. Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien

e. Manajemen sedasi

Aktivitas Keperawatan

a. Pengkajian

1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi
pengkajian

2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri
atau ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat)

3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan kemungkinan efek
sampingnya

4) Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan repons pasien

5) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan tingkat perkembanagan pasien

6) Manajemen nyeri NIC :

(a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,
frekuensi dan kualitas dan intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya

(b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yag tidak mampu
berkomunikasi efektif

b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus di minum, frekuensi pemberian,
kemungkinan efeksamping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi oabat
tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi
bila mengalami nyeri membandel.

2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai

3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi
koping yang disarankan

4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod (misalnya, risiko ketergantungan
atau overdosis

5) Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nyeri , seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan antisispasi ketidaknyamanan akibat prosedur
6) Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnyaa, umpan balik biologis,
transcutaneus elektrical nerve stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi terbimbing, terapai musik,
distraksi, terapai bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase sebelum
atau setelah, dan jika memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi
atau meningkat; dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.

c. Aktivitas kolaboratif

1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya, setiap 4 jam
selama 36 jam) atau PCA

2) Manajement nyeri NIC :

(a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat

(b) Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil

(c) Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan
yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di maa lalu.

d. Aktivitas lain

1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping

2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di masa lalu seperti
,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin

3) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic, dan penyebab multiple.

Tujuan :

a. Menunjukkan kontinesia urine, yang di buktikan oleh indicator berikut (sebutkan 1-5: selalu, sering,
kadanf-kadang, jarang, atau tidak pernah ditunjukkan):

1) Infeksi saluran kemih (SDP)[sel darah putih]<100.000)

2) Kebocoran urine diantara berkemih

b. Menunjukkan kontenesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut (sebutkan 1-5:tidak pernah,
jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu di tunjukkan):

1) Eliminasi secara mandiri

2) Mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga


Kriteria Hasil NOC :

a. Kontenesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih

b. Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine

Intervensi NIC :

a. Pelatihan kandung kemih: meningkatkan fungsi kandung kemih pada individu yang mengalami
inkotenensia urine dengan meningkatkan kemampuan kandung kemih untuk menahan urine dan
kemampuan pasien untuk menekan urinasi.

b. Manjemen silminasi urine: mempertahankan pola eliminasi urine yang optimum.

Aktivitas keperawatan

a. Pengkajian

Manajemen eliminasi urin (NIC) :

1) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsisten, bau, volume, dan warna, jika perlu.

2) Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalis.

b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga

Manajemen eliminasi urine (NIC) :

1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih

2) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine, bila diperlukan.

3) Instruksikan pasien untuk berespons segera terhadap kebutuhan eliminasi.

4) Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara waktu makan, diantara waktu
makan, dan awal petang.

c. Aktivitas kolaboratif

Manajemen eliminasi urine (NIC), rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

3. Retensi Urine berhubungan dengan sumbatan dan tekanan ureter tinggi

Tujuan :

Menunjukkan kontinesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut (sebutkan 1-5: selalu, sering,
kdang-kadang, jarang, atau tidak pernah di tunjukkan):

a. Kebocoran urine diantara berkemih


b. Urine residu pasca-berkemih > 100-200 cc

Kriteria Hasil NOC :

a. Kontinesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih

b. Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine

Intervensi NIC :

a. Kateterisasi urine

b. Manajemen eliminasi urine

c. Perawatan retensi urine

Aktivitas keperawatan

a. Pengkajian

1) Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih

2) Perawatan retensi urine (NIC) :

(a) Pantau penggunaan agens non resep dengan antikolinergik atau agonisalfa.

(b) Pantau efek obat resep, seperti penyekat saluran kalsium dan antikolinergik.

(c) Pantau asupan dan haluaran.

(d) Pantau distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi.

b. Penyuluhan untu pasien/keluarga

1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang di laporkan misalnya: demam,
menggigil, nyeri pinggang, hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau urine.

2) Perawatan retensi urine (NIC): instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine.

c. Aktivitas kolaboratif

1) Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi intermiten mandiri penggunaan
prosedur bersih setiap 4-6 jam pada saat terjaga

2) Perawatan retensi urine (NIC): rujuk pada spesialis kontenensia urine.

d. Aktivitas lain

1) Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih


2) Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat tanpa menyebabkan kandung kemih
over-distensi

3) Anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral: _____cc untuk sore hari, dan _____cc untuk malam
hari

4) Perawatan retensi urine (NIC) :

(a) Berikan privasi untuk eliminasi

(b) Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet

(c) Stimulasi reflek kandung kemih dengan menempelkan es ke abdomen menekan ke bagian dalam
paha atau menagalirkan air

(d) Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013

Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah.Malang: Universitas
Kedokteran Brawijaya.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9.Jakarta: EGC

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai