Anda di halaman 1dari 7

1.

DEFINISI

Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran
kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam
urine (Nursalam, 2011). Nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal,
yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah,
darah, atau sel yang sudah mati.(Mary Baradero,2009).
Menurut Arif (2011), nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli
di ginjal. Dimana batu ginjal itu sendiri adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau
kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin,2007)

2. KLASIFIKASI

Adapun menurut Muttaqini (2008), pembentukan batu saluran kemih dapat


diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
a. Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Mulai
dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu stoghorn). Hiperkalsiuria dapat
disebabkan oleh beberapa hal:
1) Kecepatan reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium,seperti pada
hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
2) Absorpsi kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcoidosis atau milk-alkali
sindrom.
3) Gangguan absorpsi tubulus ginjal.
4) Abnormalitas struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
b. Batu oksalat
Paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanyasereal, dan jarang terjadi di
daerah peternakan. Meningkatnya oksalat disebabkan oleh:
1) Hiperabsorpsi oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake tinggimakanan
berbahan kecap.
2) Post ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
3) Overdosis vitamin C atau asam askorbat.
4) Malabsorpsi lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat dilepas untuk
diabsorpsi.
c. Batu struvit
Disebut juga triple fosfat: carbonat, magnesium, dan ammonium fosfat. Pada urin tinggi
ammonia karena infeksi oleh bakteri yang mengandung enzim urease, seperti proteus,
pseudomonas, klebsiella, stapilococcus,yang memecah urea menjadi 2 molekul
ammonia, sehingga pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn, sering
membuat abses,dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotik.
d. Batu asam urat
Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang cairan,atau pH urin rendah.
Orang dengan gout primer/sekunder berisikomengalami batu asam urat.
e. Batu sistin
Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital dari gangguan
autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristalcistin di urin yang terutama
terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada dewasa jarang terjadi.
f. Batu xantin
Bersifat herediter, akibat defisiensi xantin oksidase. Kristal dipicu pada urin yang asam.

3. ETIOLOGI

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
a. Faktor Intrinsik
1) Herediter (keturunan)
2) Umur (sering dijumpai pada usia 30-50 tahun)
3) Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan (Kartika, 2013)
b. Faktor Ekstrinsik
1) Geografis
Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2) Iklim dan temperatur
a) Asupan air
kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
b) Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
c) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life (Arif, 2011).

4. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala pada penderita Nefrolithiasis diantaranya :


a. Nyeri (pola tergantung pada lokasi sumbatan).
b. Batu ginjal menimbulkan tekanan penigkatan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta
ureter proksimal yang menyebabkan kolik. Nyeri hilang setelah batu keluar.
1) Batu ureter yang besar meimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke ureter
(kolik uretra )
2) Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitis
c. Sumbatan (batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih
yaitu demam dan menggigil)
d. Gejala gastrointestinal (mual, muntah, diare).
Adanya batu dalam traktius urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan
edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi dan sistisis yang
disertai menggigil, demam, dan disuria dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus.
Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak
unit fungsional ginjal. Sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan
menyebabkan ketidaknyamanan. Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang
dalam dan terus menerus diarea konstovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai.
Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut,
kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu.
Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria (Purnomo, 2003)

5. PATHWAY
6. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa lalu, riwayat
penyakit Keluarga
b. Aktifitas / Istirahat (riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak
duduk, riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi).
c. Sirkulasi (Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan atau pucat)
d. Eliminasi
Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa terbakar,
dorongan berkemih
e. Makan dan Minum
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau
fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
f. Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri, skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun
berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya.
g. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan (antibiotika, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin)
h. Respon emosi (cemas)
i. Pengetahuan tentang penyakitnya

7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum :
1) Klien biasanya lemah.
2) Kesadaran komposmetis.
3) Adanya rasa nyeri.
b. Integumen :
1) Teraba panas.
2) Turgor kulit menurun.
3) Penampilan pucat.
c. Pernafasan : Pergerakan nafas simetris.
d. Cardio Vaskuler (Takikardi (Irama jantung reguler))
e. Gastro Intestinal (Kurang asupan makanan nafsu makan menurun).
f. Sistem Integumen (Tampak pucat).
g. Geneto Urinalis
1) Dalam BAK produksi urin tidak normal.
2) Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan.

8. PEM .DX
a. Urinalisa
1) Warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri
(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor, kegagalan ginjal).
2) pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat),
alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).
3) Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat,kalsium,fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat, kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5
– 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration
Rate.BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
d. Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien
dehidrasi berat atau polisitemia)
e. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi) kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
f. Sistoureteroskopi (visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau
efek ebstruksi).
g. USG Ginjal (untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu).
h. Foto Rontgen Abdomen (untuk melihat adanya kemungkinan batu radio-opak)
i. Pielografi Intra Vena (melihat keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat
terlihat batu yang bersifat radiolusen)
j. CT Urografi tanpa kontras (standar baku untuk melihat adanya batu di traktus urinarius)

REFERENSI

Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. 2003.

Nursalam, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan,
Edisi Ke-1, Salemba Medika, Jakarta.
Mansjoer Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-2, Medikal Aesculapius, FKUI,
Jakarta.

Handerson, M.A, “Ilmu Bedah Untuk Perawat” Yayasan Egsensia Medika Yogyakarta,
1991

Marilynn E. Dongoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the United
States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012 [diakses tanggal 16 Mei
2017]; 62(1):160-5.Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran kemih. Jakarta:
Health Technology Assasement Indonesia; 2005.

Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.

Krisna DNP. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja Puskesmas
Margasari kabupaten Tegal tahun 2010 [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang;
2011.

Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100.

Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia H, Eka A,
Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta: Media Aesculapius;
2014.hlm. 277-280.

Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Aru W, Bambang S,Idrus A, Marcellus S, Siti
S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
hlm. 1025-1027.

David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of Physicians


[internet]. 2009 [diakses tanggal 16 Mei 2017]. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/resources/course%20reading/ITC%20nephrol
ithiasis.full.pdf

Margaret Sue, David S, Dean G, Gary Curhan, Cynthia J, Brian R, et al. Medical
management of kidney stone: AUA guideline [internet]. USA: American Urological
Association; 2014 [diakses tanggal 16 Mei 2017]. Tersedia dari:
https://www.auanet.org/common/pdf/education/clinical-guidance/Medical-Management-of-
Kidney-Stones.pdf
Anisa M, Yogesh S, Deepashri R. Salivary gland lithotripsy: a non-invasive alternative.
Department of Oral & Maxillofacial Surgery,Modern Dental& researh Centre
[internet].2009[diakses tanggal 16 Mei 2017]. Tersedia dari:
http://www.pjsr.org/Jan09_pdf/Dr.%20Anisha%20Maria%20-%2010.pdf

Mohammed H, ahmed R. El-Nahas, Nasr El-Tabey.Percutaneus nephrolitothomi vs


extracorporeal shockwave lithrotripsy for treating a 20-20 mm single renal pelvic stone.
Arab journal of Urology[internet]. 2015 [diakses tanggal 16 Mei 2017]; 13(3):212-216.
Tersedia dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4563020/

Anda mungkin juga menyukai