DEFINISI
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran
kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam
urine (Nursalam, 2011). Nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal,
yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah,
darah, atau sel yang sudah mati.(Mary Baradero,2009).
Menurut Arif (2011), nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli
di ginjal. Dimana batu ginjal itu sendiri adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau
kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin,2007)
2. KLASIFIKASI
3. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
a. Faktor Intrinsik
1) Herediter (keturunan)
2) Umur (sering dijumpai pada usia 30-50 tahun)
3) Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan (Kartika, 2013)
b. Faktor Ekstrinsik
1) Geografis
Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2) Iklim dan temperatur
a) Asupan air
kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
b) Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
c) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life (Arif, 2011).
4. MANIFESTASI KLINIS
5. PATHWAY
6. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa lalu, riwayat
penyakit Keluarga
b. Aktifitas / Istirahat (riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak
duduk, riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi).
c. Sirkulasi (Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan atau pucat)
d. Eliminasi
Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa terbakar,
dorongan berkemih
e. Makan dan Minum
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau
fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
f. Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri, skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun
berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya.
g. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan (antibiotika, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin)
h. Respon emosi (cemas)
i. Pengetahuan tentang penyakitnya
7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum :
1) Klien biasanya lemah.
2) Kesadaran komposmetis.
3) Adanya rasa nyeri.
b. Integumen :
1) Teraba panas.
2) Turgor kulit menurun.
3) Penampilan pucat.
c. Pernafasan : Pergerakan nafas simetris.
d. Cardio Vaskuler (Takikardi (Irama jantung reguler))
e. Gastro Intestinal (Kurang asupan makanan nafsu makan menurun).
f. Sistem Integumen (Tampak pucat).
g. Geneto Urinalis
1) Dalam BAK produksi urin tidak normal.
2) Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan.
8. PEM .DX
a. Urinalisa
1) Warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri
(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor, kegagalan ginjal).
2) pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat),
alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).
3) Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat,kalsium,fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat, kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5
– 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration
Rate.BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
d. Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien
dehidrasi berat atau polisitemia)
e. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi) kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
f. Sistoureteroskopi (visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau
efek ebstruksi).
g. USG Ginjal (untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu).
h. Foto Rontgen Abdomen (untuk melihat adanya kemungkinan batu radio-opak)
i. Pielografi Intra Vena (melihat keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat
terlihat batu yang bersifat radiolusen)
j. CT Urografi tanpa kontras (standar baku untuk melihat adanya batu di traktus urinarius)
REFERENSI
Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. 2003.
Nursalam, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan,
Edisi Ke-1, Salemba Medika, Jakarta.
Mansjoer Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-2, Medikal Aesculapius, FKUI,
Jakarta.
Handerson, M.A, “Ilmu Bedah Untuk Perawat” Yayasan Egsensia Medika Yogyakarta,
1991
Marilynn E. Dongoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the United
States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012 [diakses tanggal 16 Mei
2017]; 62(1):160-5.Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran kemih. Jakarta:
Health Technology Assasement Indonesia; 2005.
Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.
Krisna DNP. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja Puskesmas
Margasari kabupaten Tegal tahun 2010 [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang;
2011.
Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia H, Eka A,
Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta: Media Aesculapius;
2014.hlm. 277-280.
Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Aru W, Bambang S,Idrus A, Marcellus S, Siti
S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
hlm. 1025-1027.
Margaret Sue, David S, Dean G, Gary Curhan, Cynthia J, Brian R, et al. Medical
management of kidney stone: AUA guideline [internet]. USA: American Urological
Association; 2014 [diakses tanggal 16 Mei 2017]. Tersedia dari:
https://www.auanet.org/common/pdf/education/clinical-guidance/Medical-Management-of-
Kidney-Stones.pdf
Anisa M, Yogesh S, Deepashri R. Salivary gland lithotripsy: a non-invasive alternative.
Department of Oral & Maxillofacial Surgery,Modern Dental& researh Centre
[internet].2009[diakses tanggal 16 Mei 2017]. Tersedia dari:
http://www.pjsr.org/Jan09_pdf/Dr.%20Anisha%20Maria%20-%2010.pdf