Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA NEFROLITOTOMI POST OP


DI RUANGAN C1
RSAL DR RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh :
Cholilah Saras N
2030018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019-2020
A. Pengertian
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2016). Batu ini
bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih
(batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang berbentuk karena faktor presipitasi endapan dan
senyawa tertentu. Batu tersebut bisa berbentuk dari berbagai senyawa,
misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%)
(Prabowo. E dan Pranata, 2014).
 “Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi
pada ginjal untuk mengangkat batu”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih
bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2010:1466)
B. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih
kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2016).
Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan,
termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit (Sja’bani, 2016). Batu struvit
(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi
karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi Ukuran
batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batuyang besar disebut
kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis
dan kalises renalis
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
dalam air minum. (Sja’bani, 2016). menyebutkan beberapa hal yang
mempengaruhi pembentukan saluran kemih antara lain: a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi
bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan
mengubah pH Urine menjadi alkali.
c. Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
d. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1
e. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran
kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding
dengan yang tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran
kemih.
f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat
dari minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum
air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan
kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine
meningkat.
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
panas sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak
didukung oleh hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu
saluran kemih.

C. Manifestasi klinis
1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal
dari ginjal kolik renal umumnya disebabkan karena batu melewati
saluran kolektivus atau saluran sempit ureter, sementara non kolik
renal disebabkan oleh distensi dari kapsula ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih
berwarna seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi
sekunder akibat obstruksi.
4. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan
kasus darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
5. Mual-muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali
menyebabkan mual dan muntah. (Stoller, 2010)
A. Pohon Masalah

Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
D. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah (American Urological Association, 2015) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi
urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8
(rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran
Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin
serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70
sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a) Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat
atau polisitemia.
b) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap,
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap.
Hasilnya ditemukan peningkatan kadar leukosit 11.700/μl
(normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan
peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin
lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),
peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB),
leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013)Hormon
Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urine.
c) Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta
menunjukan adanya batu di sekitar saluran kemih.
d) Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang
kecil.
e) USG Ginjal
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap
kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang
sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di bulibuli, hidronefrosis, pionefrosis.(Dinda,
2011:hal 3)
f) EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan
elektrolit.
g) Radiologis
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-
batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopak
dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan
batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
h) IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih
dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab
nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik (distensi ureter).

E. Penalataksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2010). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan
terapi konservatif berupa (American Urological Association, 2015):
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien
seperti ini harus segera dilakukan intervensi (American Urological
Association, 2015).
2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2012) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat
difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali
gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat
tersebut.
4. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2010) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi
terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung
pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada
flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang
lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Keluhan Utama
Yaitu keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian
3. Riwayat penyakit sekarang
Yaitu keluhan yang dirasakan pasien saat masuk UGD pertama kali
4. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila iya kapan
terjadinya dan sudah berapakali, telah diberi obat apa saja
5. Riwayat penyakit keluarga
Digunakan untuk mrncari ada tidaknya penyakit keluarga (DM, Hipertensi,
tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular
6. Pemeriksaan fisik
Anamnesis tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji
TTV, biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi
akibat nyeri yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi
vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis).
(Prabowo E, dan Pranata, 2014)
a) Keadaan umum
b) Tanda-tanda vital
c) Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara
2) Sistem penglihatan
3) Sistem pernafasan
4) Sistem pendengaran
5) Sistem pencernaan
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa
keras atau batu, nyeri ketok pada pinggang.
7) Sistem reproduksi
8) Sistem kardiovaskuler
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.
10) Sistem muskuluskletal
Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi
ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada
pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/
urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi
vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba
massa keras/batu. nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya,
gangguan pola berkemih (Prabowo E, dan Pranata, 2014).

G. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut
2. Defisit Nutrisi
3. Hipovolemia
4. Retensi urine
5. Risiko infeksi
6. Gangguan eliminasi urine

H. Referensi
American Urological Association. (2015). AUA Guideline on the Management of
Staghorn Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed


9.Jakarta: EGC

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu
bedah.Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya.

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012

Sja’bani. (2016). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai