Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN BATU RENAL

DIRUANG SUPARDJO RUSTAM ATAS

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Di Susun Oleh :

ZUHROTUNNISA

RSUD PROF.DR.MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


2019
LAPORAN PENDAHULUAN
BATU URETER (URETEROLITHIASIS)

A. PENGERTIAN

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi


(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada
di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada
pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau
merah. (Brunner and Suddarth, 2014).
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium
fosfat, dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai
kekandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang
disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye
(Smeltzer & Bare, 2014).

B. TANDA DAN GEJALA


Gejala-gejala BSK antara lain (Stoller, 2010: hal: 12):
1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal
kolik renal umumnya disebabkan karena batu melewati saluran kolektivus atau
saluran sempit ureter, sementara non kolik renal disebabkan oleh distensi dari
kapsula ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih berwarna
seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK
merupakan kasus darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
4. Mual-muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan mual
dan muntah.
5. Kesulitan buang air kecil.
6. Merasa ingin selalu buang air.
C. PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat,
asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan
merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga
idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D.
Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa
hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik
yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali
karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika.
Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 2015).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.
Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis
merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau
sirkulus visiosus.
Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda
asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang
berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 2015).

D. PATHWAY
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah


(ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan
peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah
tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin
lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar
eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB) (Nahdi
Tf, 2013: hal 48).
2. Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht (BNO) dan
ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen BNO didapatkan tampak
bayangan radioopaque pada pielum ginjal setinggi linea paravertebrae sinistra
setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2 cm; USG didapatkan tampak batu pada ginjal
kiri di pole atas-tengahbawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm; tampak
pelebaran sistem pelvicokaliseal.
3. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain,
sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
4. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semiopak ataupun batu non-opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungis
ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
5. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu
pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di bulibuli, hidronefrosis, pionefrosis.
F. PENATALAKSANAAN SECARA TEORI
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi
obstruksi akibat batu. Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung
kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi
terbuka.
1. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter
yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan. Untuk mengeluarkan batu
kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American Urological
Association, 2005):
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α – blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).
2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat
difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang
kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut
untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar
bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari (2005) menyebutkan
komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL
antara lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu
beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL
untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
ovarium.
3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
4. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan
pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat memiliki peluang untuk dipecahkan dengan
PCNL (Al-Kohlany, 2005). Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL
adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui
akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan dari PCNL
adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau dihancurkan
dan fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses
PCNL berlangsung cepat dan dapat diketahui keberhasilannya dengan segera.
Kelemahan PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
5. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi
terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada
anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank,
dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal
1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau
ukuran batu ureter yang besar.
G. KOMPLIKASI BATU SALURAN KEMIH
Menurut (S. Wahap, 2013: hal 168) batu ureter selain memicu terjadinya renal
colic, ada beberapa komplikasi ada beberapa komplikasi yang di waspadai :
1. Pembendungan dan pembengkakan ginjal
2. Kerusakan dan gagal fungsi ginjal,
3. Infeksi saluran kemih
4. Timbulnya batu berulang.

H. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh
batu,iritasi ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Ansietas b.d prosedur pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, K. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Kkonsep Proses dan Praktik edisi
VII Volume I. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi Delapan Volume
Dua. Jakarta: EGC.
Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 201.

Purnomo, B.B. 2011. Pedoman Diagnosis & Terapi Smf Urologi LAB Ilmu Bedah. Malang:
Universitas Kedokteran Brawijaya.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012.

Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R, dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2013.
Hal 181-192.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2014. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Stoller, ML; Bolton, DM. 2010. Urinary Stone Disease In: Tanagho EA, Mc Aninch Smith’s
General Urology, 15 Edition. New York : Mc Grow-Hill Companie.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN. D DENGAN BATU URETER
DI RUANG SUPARDJO RUSTAM ATAS
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Di Susun Oleh :

ZUHROTUNNISA

RSUD PROF.DR/MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


2019

1
A. Biodata Pasien

Nama : Ny. D
Tempat/Tanggal Lahir : Bumiayu, 11 Juli 1986
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMK
Suku : Jawa
Pekerjaan : Maeketing
Tanggal Masuk RS : Senin, 03 Juni 2019
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
Status Perkawinan : Menikah
Lama Bekerja :-
Alamat : Jatisawit, Bumiayu

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri dan lain-lain):
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Jatisawit, Bumiayu.

B. RIWAYAT KESEHATAN :

a. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengetakan nyeri di pinggang.

b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Pasien datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto rujukan dari RS Bumiayu dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 1
minggu yang lalu. Pada saat pengkajian pada hari Selasa, 04 Juni 2019 pukul 10.00
pasien mengeluh nyeri karena ada batu di saluran kencing, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk, di pinggang dengan skala nyeri 6 nyeri terasa ketika di bawa duduk.
Kesadaran kompos mentis GSC E4V5M6. TD : 120/80 mmHg, RR : 20x/menit, N :
80 x/menit, S : 36oC.

2
c. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Pasien mengatakan merasakan sakit pinggang sudah di rasa sejak 3 tahun yang
lalu.Pasien mengatakan pola hidupnya kurang bagus karena jarang olahraga, sering
duduk, dan kurang minum air putih. Sejak 6 hari yang lalu pasien mengatakan nyeri
pinggang dan BAK tidak lancar, kemudian berobat ke RS Bumiayu dan di USG
dengan hasil ada batu di saluran kencing kanan dan di rujuk ke RSMS untuk dilakukan
tindakan pemecahan batu di saluran kencingnya.

d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Pasien mengatakan kakaknya memiliki penyakit ginjal, pasien mengatakann
tidak memiliki riwayat hipertensi dan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan
seperti DM, Asma, dll.

Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Tinggal Serumah
: Garis Pernikahan
: Garis Keturunan

C. DATA PENGKAJIAN

1. ASPEK BIOLOGIS

Data Subyek Pasien mengatakan BAB sehari sekali.


Pasien mengatakan BAK sedikit, tidak lancar dan terkadang sakit sudah 1
Tanggal minggu.
Pasien mengatakan jarang minum air putih.

3
04-06-2019

Data Obyektif Distensi pada abdomen bagian bawah.


Pasien terpasang infuse naCl 0,9% di tangan kiri.
Tanggal Pasien terpasang DC setelah di lakukan tindakan URS.
BAK keluar berwarna merah setelah URS.
04-06-2019 TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/menit
N : 80 x/menit
S : 36oC

2. ASPEK PSIKOLOGIS ( Nyeri, Hospitalisasi, Support Sistem dll )

Data Subyektif Pasien mengatakan nyeri karena ada batu di saluran kencing seperti
Tanggal ditusuk-tusuk di pinggang dengan skala nyeri 6 nyeri terasa ketika duduk.
04-06-2019 Pasien mengatakan takut akan dilakukan tindakan operasi (URS) karena
baru pertama kali.
Data Obyektif Pasien terlihat meringis kesakitan. Pasein terlihat terbaring lemas dibed
Tanggal dan berkeringat.
04-06-2019

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG MEDIK (LAB/RONTGEN/SPUTUM DLL)


1. Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN NILAI PEMERIKSAAN INTERPR
TANGGAL JENIS NORMAL HASIL ETASI
HASIL
1 03-06-2019 Eosinofil 2-4 5,3 Abnormal
Batang 3-5 1,0 Abnormal
PT 9,9-11,8 9,6 Abnormal
HbsAg Non Reaktif Reaktif Abnormal
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG : Abdomen
Hidronefrosis moderate kanan, tampak ureter melebar, ureterolitiasis kanan,
organ intraabdomen yang lain tidak jelas kelainan.

3. Pengobatan
a. Infuse NaCl 0,9% 20 tpm
b. Inj. Cefazolin 2x1gr
c. Inj. Paracetamol 3x1 gr
d. Inj. Ranitidine 2x1 25 mg.
e. PO harnal 1x400 mg.

4
E. ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF PROBLEM ETIOLOGI


DS: Nyeri akut Agen cedera
- Pasien mengatakan nyeri karena biologis
ada pembentukan batu di saluran
kencing, nyeri seperti ditusuk-
tusuk di pinggang dengan skala
nyeri 6, nyeri ketika duduk.
DO :
- Pasien terlihat meringis kesakitan.
- Pasien terlihat mempertahankan
posisinya agar tidak sakit dengan
tiduran.
- TD : 120/80 mmHg.
- RR : 20 x/menit.
- N : 80 x/menit.
- S : 36oC.
DS: Ansietas Prosedur
- Pasien mengatakan takut karena pembedahan.
akan dilakukan operasi.
- Pasien mengatakan baru pertama
kali di operasi.
DO :
- Pasien terlihat gelisah.
- Pasien tampak berkeringat.
DS : Perubahan eliminasi Obstuksi
- Pasien mengatakan sebelum di urine mekanik
lakukan tindakan operasi BAK
sedikit dan tidak lancar.
DO :
- Distensi abdomen bagian bawah.
- Hasil USG ureterolitiasis kanan
sebelum dilakukan operasi.
- Setelah dilakukan tindakan
operasi URS pasien terpasang
DC.
- Urine terlihat merah

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Susunlah Prioritas Masalah Keperawatan Sesuai
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis.

2. Ansietas b.d prosedur pembedahan.

3. Perubahan eliminasi urine b.d obstruksi mekanik.

5
E. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Nama : Tn. D
Ruang : Supardjo Rustam Atas
Umur : 33 th
Tanggal Pengkajian : 04-06-2019

Data Kriteria Hasil Perencanaan


(NOC : SMAT) (NIC : ONEC)
Senin, 04 Juni 2019 Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen nyeri.
dalam waktu 3x24 jam - Monitor TTV.
1. Nyeri akut b.d agen masalah nyeri akut dapat - Lakukan
cedera biologis. teratasi, dengan kriteria pengkajian nyeri
DS: hasil : secara
- Pasien mengatakan komprehensif.
nyeri karena ada - Sediakan informasi
pembentukan batu di tentang nyeri,
saluran kencing, penyebab, proses
nyeri seperti ditusuk- antisipasi
tusuk di pinggang ketidaknyamanan.
dengan skala nyeri 6, - Ajarkan teknik non
nyeri ketika duduk. farmakologi :
DO : teknik relaksasi
- Pasien terlihat nafas dalam.
meringis kesakitan. - Kolaborasi dengan
- Pasien terlihat dokter terkait
mempertahankan pemberian
posisinya agar tidak analgetik.
sakit dengan tiduran.
- TD : 120/80 mmHg.
- RR : 20 x/menit.
- N : 80 x/menit.
- S : 36oC.
2. Ansietas b.d prosedur 3. Setelah dilakukan NIC :
pembedahan. tindakan dalam waktu - Kaji tingkat
DS: 3x24 jam masalah kecemasan klien
- Pasien mengatakan ansietas dapat teratasi, - Motivasi klien untuk
takut karena akan dengan kriteria hasil : mengungkapkan
dilakukan operasi. kecemasan yang
- Pasien mengatakan dirasakan.
baru pertama kali di - Mengajarkan dan
operasi. melatih teknik
DO : relaksasi napas dalam
- Pasien terlihat untuk mengurangi
gelisah. kecemasan.
- Pasien tampak
berkeringat.

3. Perubahan eliminasi Setelah dilakukan tindakan NIC


urine b.d obstruksi keperawatan dalam waktu - Monitor eliminasi urine

6
mekanik. 3x24 jam, diharapkan meliputi fekuensi,
DS : perubahan eliminasi urine konsistensi, bau,
- Pasien mengatakan dapat teratasi, dengan volume dan warna.
sebelum di lakukan kriteria hasil : - Rasang reflek kandung
tindakan operasi 1. Sangat terganggu kemih dengan
BAK sedikit dan 2. Banyak terganggu menerapkan kompres
tidak lancar. 3. Cukup terganggu dingin pada perut.
- Pasien mengatakan 4. Sedikit terganggu - Instruksi pasien dan
nyeri saat berkemih. 5. Tidak terganggu keluarga untuk
DO : mencatat pola dan
- Distensi abdomen jumlah urine output.
bagian bawah. - Instruksikan pasien
- Hasil USG untuk minum minimal
ureterolitiasis 1500 ml.
kanan sebelum
dilakukan operasi.
- Setelah dilakukan
tindakan operasi
URS pasien
terpasang DC.
- Urine terlihat
merah

7
F. IMPLEMENTASI dari masalah utama

Hari / Paraf
Tindakan Keperawatan
Tanggal / Respon Pasien Perawat
(ONEC)
Waktu
Selasa NIC : Manajemen nyeri. .
04-06-2019 - Monitor TTV. Pasien mengatakan nyeri karena
DX 1 - Lakukan pengkajian nyeri ada pembentukan batu di saluran NISA
secara komprehensif. kencing, nyeri seperti ditusuk-
- Sediakan informasi tusuk di pinggang dengan skala
tentang nyeri, penyebab, nyeri 6, nyeri ketika duduk.
proses antisipasi - Pasien memahami penyebab
ketidaknyamanan. nyeri dan dapat mengetahui
- Ajarkan teknik non cara mengontrol nyeri dengan
farmakologi : teknik teknik relaksasi nafas dalam.
relaksasi nafas dalam.
- Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian
analgetik.

Selasa, NIC : - TD : 120/80 mmHg.


04-06-2019 - Kaji tingkat kecemasan - RR : 20 x/menit. NISA
DX 2 klien - N : 80 x/menit.
- Motivasi klien untuk - S : 36oC.
mengungkapkan kecemasan - Pasien mengatakan takut dan
yang dirasakan. cemas.
- Mengajarkan dan melatih - Pasien terlihat berkeringat.
teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi
kecemasan.

Selasa, NIC :
04-06-2019 - Monitor eliminasi urine - Sebelum di operasi pasien
DX 3 meliputi fekuensi, mengatakan BAK sedikit dan NISA
konsistensi, bau, volume dan tidak lancar.
warna. - Sebelum di operasi distensi
- Rasang reflek kandung kemih abdomen bagian bawah.
dengan menerapkan kompres - Pasien di lakukan tindakan
dingin pada perut. operasi URS.
- Instruksi pasien dan keluarga - Setelah operasi BAK berwarna
untuk mencatat pola dan merah.
jumlah urine output.
- Instruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 ml. .
8
Rabu, NIC : Manajemen nyeri.
05-06-2019 - Monitor TTV. - Pasien mengatakan nyeri NISA
DX 1 - Lakukan pengkajian nyeri karena ada pembentukan batu
secara komprehensif. di saluran kencing, nyeri
- Sediakan informasi seperti ditusuk-tusuk di
tentang nyeri, penyebab, pinggang dengan skala nyeri 6,
proses antisipasi nyeri ketika duduk.
ketidaknyamanan. - Pasien memahami penyebab
- Ajarkan teknik non nyeri dan dapat mengetahui
farmakologi : teknik cara mengontrol nyeri dengan
relaksasi nafas dalam. teknik relaksasi nafas dalam.
- Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian
analgetik.

Rabu, NIC : - TD : 120/80 mmHg. NISA


05-06-2019 - Kaji tingkat kecemasan - RR : 20 x/menit.
DX 2 klien - N : 80 x/menit.
- Motivasi klien untuk - S : 36oC.
mengungkapkan kecemasan - Pasien mengatakan takut dan
yang dirasakan. cemas BAK berwarna merah.
- Mengajarkan dan melatih - Pasien terlihat berkeringat.
teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi
kecemasan.

Rabu, NIC :
05-06-2019 - Monitor eliminasi urine - Sebelum di operasi pasien
DX 3 meliputi fekuensi, mengatakan BAK sedikit dan
konsistensi, bau, volume dan tidak lancar.
warna. - Sebelum di operasi distensi
- Rasang reflek kandung kemih abdomen bagian bawah.
dengan menerapkan kompres - Pasien di lakukan tindakan
dingin pada perut. operasi URS.
- Instruksi pasien dan keluarga - Setelah operasi BAK berwarna NISA
untuk mencatat pola dan merah.
jumlah urine output.
- Instruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 ml.
Kolaborasi dengan dokter
urologi.
Kamis,
06-06-2019 NIC : Manajemen nyeri. - TD : 120/80 mmHg.
DX 1 - Monitor TTV. - RR : 20 x/menit. NISA
- Lakukan pengkajian nyeri - N : 80 x/menit.
secara komprehensif. - S : 36oC.
9
- Sediakan informasi - Pasien mengatakan nyeri
tentang nyeri, penyebab, karena ada pembentukan batu
proses antisipasi di saluran kencing, nyeri
ketidaknyamanan. seperti ditusuk-tusuk di
- Ajarkan teknik non pinggang dengan skala nyeri 6,
farmakologi : teknik nyeri ketika duduk.
relaksasi nafas dalam. - Pasien memahami penyebab
- Kolaborasi dengan dokter nyeri dan dapat mengetahui
terkait pemberian cara mengontrol nyeri dengan
analgetik. teknik relaksasi nafas dalam.

Kamis, NIC :
06-06-2019 - Kaji tingkat kecemasan - TD : 120/80 mmHg.
DX 2 klien - RR : 20 x/menit.
- Motivasi klien untuk - N : 80 x/menit. NISA
o
mengungkapkan kecemasan - S : 36 C.
yang dirasakan. - Pasien mengatakan sudah tidak
- Mengajarkan dan melatih cemas karena BAK nya sudah
teknik relaksasi napas jernih.
dalam untuk mengurangi
kecemasan.

Kamis, NIC :
06-06-2019 - Monitor eliminasi urine - Sebelum di operasi pasien
DX 3 meliputi fekuensi, mengatakan BAK sedikit dan
konsistensi, bau, volume dan tidak lancar.
warna. - Sebelum di operasi distensi
- Rasang reflek kandung kemih abdomen bagian bawah.
dengan menerapkan kompres - Pasien di lakukan tindakan NISA
dingin pada perut. operasi URS.
- Instruksi pasien dan keluarga - Setelah operasi BAK berwarna
untuk mencatat pola dan merah.
jumlah urine output.
- Instruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 ml.
Kolaborasi dengan dokter
urologi.

10
G. EVALUASI / CACATAN PERKEMBANGAN

Hari /
Paraf
Tanggal / Proses Evaluasi (SOAP)
Perawat
Waktu
Selasa S:
04-06-2019 - Pasien mengatakan takut mau di operasi karena baru
pertama kali.
DX 2 O:
- Pasien terlihat berkeringat.
A : Masalah ansietas masih berlangsung.
Masih Berlangsung / Teratasi sebagian / Teratasi *

P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Motivasi klien untuk mengungkapkan kecemasan
NISA
yang dirasakan.
- Mengajarkan dan melatih teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi kecemasan.

Selasa,
S:
- Pasien mengatakan sebelum di operasi BAK tidak
lancar.
4-06-2019 - Pasien mengatakan setelah di operasi BAK
DX 3 berwarna merah.
O:
- BAK terlihat merah.

A : Masalah perubahan eliminasi urine masih berlangsung

P: Lanjutkan intervensi
- Monitor eliminasi urine meliputi fekuensi,
konsistensi, bau, volume dan warna.
- Rasang reflek kandung kemih dengan menerapkan
kompres dingin pada perut. .
- Instruksikan pasien untuk minum minimal 1500 ml.

11
A : Masalah ansietas masih berlangsung.
Masih Berlangsung / Teratasi sebagian / Teratasi *
Indikator Awal Target Akhir
Ungkapan cemas
4 1 2
berkurang NISA
Gelisah berkurang 4 1 2

P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Motivasi klien untuk mengungkapkan kecemasan
yang dirasakan.
- Mengajarkan dan melatih teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi kecemasan.

S:
Rabu, - Pasien mengatakan nyeri saat berkemih sudah
05-06-2019 berkurang
- Pasien mengatakan setelah di operasi BAK
DX 2
berwarna kemerahan.
O: NISA
- BAK terlihat kemerahan.

A : Masalah perubahan eliminasi urine masih berlangsung


Indikator Awal Target Saat ini
Pola berkemih kembali normal 2 5 4
Nyeri saat berkemih berkurang 2 5 4

P: Lanjutkan intervensi
- Monitor eliminasi urine meliputi fekuensi,
konsistensi, bau, volume dan warna.
- Rasang reflek kandung kemih dengan menerapkan
kompres dingin pada perut.
- Instruksi pasien dan keluarga untuk mencatat pola
dan jumlah urine output.
- Instruksikan pasien untuk minum minimal 1500 ml.
- Kolaborasi pemberian terapi analgesic.

S:
Rabu,
- Pasien mengatakan sudah tidak khawatir karena BAK
05-06-2019 berwarna.
12
DX 3 O:
- Pasien terlihat santai.

A : Masalah ansietas teratasi. NISA


Masih Berlangsung / Teratasi sebagian / Teratasi *

P: Hentikan intervensi

S: NISA
- Pasien mengatakan nyeri saat berkurang.
Kamis,
- Pasien mengatakan BAK sudah berwarna jernih
09-06-2016 O:
DX 2 - BAK terlihat jernih.
A : Masalah perubahan eliminasi urine masih teratasi
P: Hentikan intervensi
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA (BPH)
DIRUANG SUPARDJO RUSTAM ATAS
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Oleh :

ZUHROTUNNISA

RSUD PROF.DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


2019
A. PENGERTIAN

Benigna Prostat Hiperplasia adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi


dari prostate. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam
eliminasi urin karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan
vesika urinaria (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 130)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. (Wijaya A. S., 2013, hal. 97)

B. KLASIFIKASI
(2005) dibedakan menjadi 4 tingkat yang dinilai berdasarkan pemeriksaan
Keparahan Penyakit Kekhasan tanda dan gejala
Ringan ─ Asimtomiatik
─ Kecepatan urinary puncak <10 Ml/s
─ Volume urine residual setelah pengosongan
>25-50 ml
─ Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif
penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala
tanda dari destrusor yang tidak stabil
Parah Semua tanda diatas ditambah satu atau dua kebih
komplikasi BPH
Sumber : ISO farmakoterapi 2 halaman 146

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat & de Jong fisik dengan colok dubur dan pemeriksaan
volume urine/atau residu urine yang ada dikandung kemih setelah pasien berkemih dengan
menggunakan kateter.
Derajat berat hipertofi prostat
Derajat Colok dubur Sisa volume urine
I Penonjolan prostat, batas atas dapat diraba <50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas dapat dicapai 50-100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urine total
C. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat
perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi
yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80
tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi
penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011)
meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara
estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem.

a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT
pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja
pada BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
b. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen
dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-
sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsanganterbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.


d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. PATOFISIOLOGI
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.
Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot
polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-
lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-
buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase
kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan
sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan


aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami
kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi
urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya
sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah
berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih
yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
F. PATHWAYS
Perubahan Usia

Perubahan kesimbangan estrogen dan Progesteron

Testosteron menurun

Estrogen meningkat

Perubahan patologik anatomik

BPH
Frekuensi BAK sering
Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat (nokturia)

Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU Gangguan pola tidur

Kompensasi otot detruktor Dekompensasi otot detruktor

Spasme otot sfinkter Penebalan dinding VU Retensi urine

Nyeri suprapublik Kontraksi otot Aliran urine ke ginjal (refluks VU)

Kesulitan berkemih
Nyeri akut
Tekanan ureter ke ginjal

Kerusakan fungsi ginjal


Prosedur pembedahan

Kurang terpapar informasi


Tindakan invasif Prosedur anastesi Luka insisi
mengenai prosedur
pembedahan
Perdarahan
Sub arachnoid Tempat
Ancaman kematian block masuknya Resiko
Tidak terkontrol mikroorganisme disfungsi
Krisis situasional seksual
Penurunan motorik
Kehilangan cairan
berlebih Resiko infeksi
Ansietas
Kelemahan
anggota gerak
Resiko syok

Prosedur
pemindahan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan colok dubur atau DRE (Digital Rectal Examina-tion) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH untuk memperkirakan adanya
pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah
satu tanda dari keganasan prostat.
b. Urinalisis, dapat mengungkap adanya leukosituria dan hematuria.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal, berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas
d. Kultur urine, dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella,
pseudomonas, atau Escherichia coli.
e. Uroflometri, merupakan pemeriksaan untuk mencatat pancaran urin selama miksi
secara elektronik. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui adanya obstruksi
saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif.
f. IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan pelambatan pengosongan
kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih.
g. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi
kandung kemih dan uretra.
h. Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
perubahan dinding kandung kemih.
i. Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostate dan jumlah residu urine, dalam
hal ini residu urine menjadi patokan yaitu dibagi menjadi beberapa derajat antara
lain :
1. Derajat I, sisa urine < 50 ml.
2. Derajat II, sisa urine 50-150 ml.
3. Derajat III, sisa urine > 150 ml.
4. Derajat IV, retensi urine total.
j. USG ( Ultrasonografi ), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
H. KOMPLIKASI
a. Urinary traktus infection
b. Hematuria
c. Impotensi
d. Inkontinensia urin
e. Gagal ginjal

I. PENATALAKSANAAN
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung
kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi
kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan
untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011). Pemeriksaan derajat obstruksi prostat
menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan
pancaran urin:
─ Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.
─ Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
b. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah :
─ Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
─ Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
─ Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
.
c. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada
prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat
dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
1) Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah :
a) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi
dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik
demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi
yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.
b) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada
periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
c) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang
terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat
dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat
terjadi diruang retropubik.
2) Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan
memakai tenaga elektrik diantaranya:
a) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat
dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang
akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran
prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP
yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara
lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung
kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).
b) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume
prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah
keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang).
Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu
atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan
prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah
pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hardjowidjoto S. 2010. Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam
Terbitan (KTD), Jakarta.

Guyton, Arthur C, 2012, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ;
Jakarta.

Kumpulan Kuliah, 2010, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan, Cirebon.

Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ;
Jakarta.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta.

Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R.
Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN. S DENGAN BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)
DI RUANG SUPADJO RUSTAM ATAS
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Di Susun Oleh :

ZUHROTUNNISA

RSUD PROF.DR.MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


2019

1
A. Biodata Pasien

Nama : Tn. S
Tempat/Tanggal Lahir : Banyumas, 29 Desember 1943
Umur : 76 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Pekerjaan : Tukang Becak
Tanggal Masuk RS : 13 Mei 2019
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
Status Perkawinan : Menikah
Lama Bekerja :-
Alamat : Tanjung, Purwokerto

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri dan lain-lain):
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Alamat : Tanjung, Purwokerto

B. RIWAYAT KESEHATAN :

a. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengetakan BAK berwarna kemerahan setelah 2 hari operasi.

b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada
tanggal 2 Januari 2016 dengan keluhan tidak bisa BAK selama 5 hari dan perut
kembung membesar. Pada saat pengkajian Senin, 4 Januari 2016 pasien mengeluh
BAK masih kemerahan setelah 2 hari di operasi dan terasa nyeri ketika BAK seperti
tersayat di genital dengan skala nyeri 5, nyeri dirasakan saat BAK. Urin bag terlihat
kemerahan. Pasien mengatakan tidak nafsu makan dan hanya beberapa sendok saja.
Pasien mengatakan mual dan muntah saat makan. TD : 140/90 mmHg, N : 90 x/m, RR
: 20 x/m, S: 36oC. Output urine tampak kemerahan jumlah 07.00- 10.00 : 300 cc.

2
c. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Pasien mengatakan pada tanggal 22 Desember 2015 pernah op hernia di
RSMS, setelah pulang pasien tidak bisa BAK selama 5 hari kemudian di bawa ke
IGD RSMS lagi pada tanggal 2 Januari 2016. Pasien mengatakan sudah 10 tahun yang
lalu merasakan BAK sedikit sedikit tapi sering, bahkan harus mengejan saat berkemih
sampai terasa nyeri saat berkemih. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi air teh
dari pada air putih.

d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Pasien mengatakan pasien mengatakann tidak memiliki riwayat hipertensi dan
tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti DM, Asma, dll.

Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Tinggal Serumah
: Garis Pernikahan
: Garis Keturunan

C. DATA PENGKAJIAN

1. ASPEK BIOLOGIS

Data Subyek Pasien mengatakan tidak nafsu makan dan hanya makan beberapa sendok
saja. Pasien mengatakan mual dan ketika makannan masuk langsung
Tanggal muntah. Pasien mengatakan BAB sehari sekali. Pasien mengatakan BAK
masih kemerahan.
14 – 05 - 2019

3
Data Obyektif Distensi pada abdomen bagian bawah.
Pasien terpasang infuse naCl 0,9% di kaki kiri.
Tanggal Pasien terpasang DC 3 tube dan irigasi dengan NaCl 0.9%
BAK kemerahan.
14 – 05 - 2019 TD : 140/90 mmHg
RR : 20x/menit
N : 90 x/menit
S : 36oC

2. ASPEK PSIKOLOGIS ( Nyeri, Hospitalisasi, Support Sistem dll )

Data Subyektif Pasien mengatakan nyeri karena terpasang DC nyeri seperti tersayat di
Tanggal genital dengan skala nyeri 5, nyeri dirasakan ketika BAK. Pasien
14 – 05 - 2019 mengatakan istrinya selalu membantu aktivitas pasien selama sakit seperti
makan, seka, dll. Pasien juga mengtakan semakin tua sering sakit tidak
seperti waktu muda.
Data Obyektif Pasien terlihat meringis kesakitan ketika BAK.
Tanggal
14 – 05 - 2019

3. Pola nilai-nilai dan keyakinan : Pengkajian Aspek Spiritual (Format Hope)


DS : pasien mengatakan beragama islam. Pasien mengatakan sebelum sakit melaksanakan
sholat 5 waktu dan saat sakit pasien tidak melaksanakan sholat 5 waktu karena sedang
sakit.
DO : Pasien terlihat berbaring di tempat tidur.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG MEDIK (LAB/RONTGEN/SPUTUM DLL)

1. Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN NILAI PEMERIKSAAN INTERPR
TANGGAL JENIS NORMAL HASIL ETASI
HASIL
1 13-5-2019 Hematokrit 40-52 36 Low
Eritosit 4,4-5,9 4,1 Low
Eosinofil 2-4 12,2 High
Batang 3-5 0,4 Low
Limfosit 25-40 20,7 Low
Kreatinin darah 0,70-1,30 1,60 High
PAPTT 26,4-37,5 47,8 High
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif Normal
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Normal Sinus Rhytm

4
b. USG :
Lesi solid hiperkoik soliter pada lobus kanan hepar (ukuran± 0,87 x 1,05 cm),
cenderung hemangioma
Peningkatan ekogenisitas korteks kedua ginjal (sesuai Brenbridge 1), cenderung
proses kronis kedua ginjal
Gambaran Cystitis
Pembesaran prostat ringan (volume transabdominal ± 29,40 ml).
3. Pengobatan
a. Infuse NaCl 0,9% 20 tpm
b. Inj. Ketorolac 2x30 ml
c. Inj. Asam trabexamat 2x500 mg
d. Inj. Furosemid 2x20 mg
e. Inj. Ranitidine 2x1 50 mg
f. Inj. Ondansntron 1x8 mg.

E. ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF PROBLEM ETIOLOGI


DS: Perubahan eliminasi obstruksi
- Pasien mengatakan BAK berwarna urine (miksi) mekanikal
merah dan terasa nyeri ketika (tindakan
BAK. TURP).
- Pasien mengatakan perutnya
kembung.
DO :
- Pasien terpasang DC 3 tube dan
irigasi NaCl 500 cc.
- BAK berwarna kemerahan.
- Bb : 60 kg
- BAK 300cc/ 3 jam.
- Perkusi abdomen hipertimpani.
- Hematokrit : 36 (low)
- Kreatinin darah : 1,60 (high)

DS: Perubahan nutrisi Anoreksia.


- Pasien mengatakan mual ketika kurang dari
makan. kebutuhan tubuh
- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan.
- Pasien mengatakan hanya makan
beberapa sendok langsung muntah.

DO :
- Pasien terlihat muntah setelah
makan.
- Porsi makan tidak habis
DS: Nyeri akut Agen cedera
- Pasien mengatakan nyeri karena fisik

5
terpasang kateter seperti di sayat- (kateterisasi)
sayat di alat kelamin dengan skala
nyeri 5, nyeri saat berkemih.

DO :
- Pasien terlihat meringis kesakitan
saat berkemih.
- TD : 140/90 mmHg.
- RR : 20x/menit.
- N : 90 x/menit.
- S : 360C.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Susunlah Prioritas Masalah Keperawatan Sesuai
1. Perubahan pola eliminasi urin (miksi) b.d obstruksi mekanin (tindakan TURP)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah.

3. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (katetreisasi).

6
E. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Nama : Tn. S
Ruang : SUPARDJO RUSTAM
Umur : 76 th
Tanggal Pengkajian : 14 - 05 - 2019

Data Kriteria Hasil Perencanaan


(NOC : SMAT) (NIC : ONEC)
Selasa , 14 – 05 - 2019 NIC :
Setelah dilakukan tindakan dalam waktu 1x24 jam - Monitor eliminasi urine meliputi
1. Perubahan pola eliminasi urine b.d masalah perubahan gangguan pola eliminasi dapat fekuensi, konsistensi, bau, volume
obstruksi mekanik (tindakan TURP). teratasi, dengan kriteria hasil : dan warna.
DS: . - Rasang reflek kandung kemih
- Pasien mengatakan BAK berwarna dengan menerapkan kompres
merah dan terasa nyeri ketika BAK. dingin pada perut.
- Pasien mengatakan perutnya - Instruksi pasien dan keluarga untuk
kembung. mencatat pola dan jumlah urine
DO : output.
- Pasien terpasang DC 3 tube dan - Instruksikan pasien untuk minum
irigasi NaCl 500 cc. minimal 1500 ml.
- BAK berwarna kemerahan. - Berikan terapi irigasi
- Bb : 60 kg - Berikan terapi Inj. Furosemid 2x
- BAK 300cc/ 3 jam. 20 mg
- Berikan terapi Inj asam tranexamat
3x500 mg.

7
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan 3. Setelah dilakukan tindakan dalam waktu NIC :
tubuh b.d mual muntah. 2x24 jam masalah perubahan nutrisi kurang - Monitor mual muntah
DS: dari kebuutuhan tubuh dapat teratasi, dengan - Kaji kemampuan pasien untuk
- Pasien mengatakan mual ketika kriteria hasil : mendapatkan nutrisi yang
makan. dibutuhkan.
- Pasien mengatakan tidak nafsu Anjurkan makan sedikit tapi sering
makan. - Anjurkan minum air hangat
- Pasien mengatakan hanya makan - Berikan terapi :
beberapa sendok langsung muntah. Inj. Ondansentron 1x8 mg.
- Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
DO : program terapi.
- Pasien terlihat muntah setelah makan.
- Porsi makan tidak habis

3. Nyeri akut b.d agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam NIC : Manajemen nyeri.
(kateterisasi). waktu 2x24 jam, diharapkan nyeri akut dapat - Monitor TTV.
DS: teratasi, dengan kriteria hasil : - Lakukan pengkajian nyeri secara
- Pasien mengatakan nyeri karena komprehensif.
terpasang kateter seperti di sayat- . - Ajarkan teknik non farmakologi :
sayat di alat kelamin dengan skala teknik relaksasi nafas dalam.
nyeri 5, nyeri saat berkemih. - Berikan terapi :
Inj. Ketorolac 2x30 ml
DO : Inj. Ranitidine 1x50mg
- Pasien terlihat meringis kesakitan saat Inj ceftraixon 2x1gram.
berkemih. - Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian analgetik.

8
F. IMPLEMENTASI dari masalah utama

Hari / Paraf
Tindakan Keperawatan
Tanggal / Respon Pasien Perawat
(ONEC)
Waktu
Selasa , NIC :
14-05-2019 - Monitor eliminasi urine - Pasien mengatakan bak NISA
DX 1 meliputi fekuensi, berwarna kemerahan setelah
konsistensi, bau, volume hari kedua operasi.
dan warna. - Distensi abdomen bagian
- Rasang reflek kandung bawah.
kemih dengan
menerapkan kompres
dingin pada perut.
- Instruksi pasien dan
keluarga untuk mencatat
pola dan jumlah urine
output.
- Instruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 ml.
- Berikan terapi irigasi
- Berikan terapi Inj.
Furosemid 2x 20 mg
- Berikan terapi Inj asam
tranexamat 3x500 mg.

Selasa , NIC :
14-05-2019 - Monitor mual muntah - Pasien mengatakan mual dan NISA
DX 2 - Kaji kemampuan pasien muntah ketika makan.
untuk mendapatkan nutrisi - Pasien mengatakan tidak nafsu
yang dibutuhkan. makan.
Anjurkan makan sedikit tapi - Pasien mengatakan hanya
sering makan beberapa sendok saja.
- Anjurkan minum air hangat - Pasien mengatakan ketika
- Berikan terapi : mual minum air hangat.
Inj. Ondansentron 1x8 mg.
- Kolaborasi dengan ahli gizi
terkait program terapi.

Selasa , NIC : Manajemen nyeri.


14-05-2019 - Monitor TTV. - TD : 140/90 mmHg. NISA
DX 3 - Lakukan pengkajian nyeri - RR : 20 x/menit.
secara komprehensif. - N : 90 x/menit.
- Ajarkan teknik non - S : 36oC.

9
farmakologi : teknik - Pasien mengatakan nyeri
relaksasi nafas dalam. karena terpasang slang seperti
- Kolaborasi dengan dokter di sayat-sayat di genital
terkait pemberian dengan skala nyeri 5 nyeri
analgetik : terasa ketika BAK.
Inj. Ketorolac 2x30 ml - Pasien terlihat mempraktekan
Inj. Ranitidine 1x50mg nafas dalam.
Inj ceftraixon 2x1gram.

Rabu , NIC :
15-05-2019 - Monitor eliminasi urine - Pasien mengatakan bak sudah
DX 1 meliputi fekuensi, bening.
konsistensi, bau, volume - Pasien mengatakan banyak NISA
dan warna. minum air putih
- Rasang reflek kandung
kemih dengan
menerapkan kompres
dingin pada perut.
- Instruksi pasien dan
keluarga untuk mencatat
pola dan jumlah urine
output.
- Instruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 ml.
- Berikan terapi irigasi
- Berikan terapi Inj.
Furosemid 2x 20 mg
- Berikan terapi Inj asam
tranexamat 3x500 mg.

Rabu , NIC : - Pasien mengatakan masih mual


15-05-2019 - Monitor mual muntah namun tidak muntah.
DX 2 - Kaji kemampuan pasien - Pasien mengatakan masih tidak NISA
untuk mendapatkan nutrisi nafsu makan.
yang dibutuhkan. - Pasien mengatakan hanya
Anjurkan makan sedikit tapi makan beberapa sendok saja.
sering - Pasien mengatakan ketika
- Anjurkan minum air hangat mual minum air hangat.
- Berikan terapi :
Inj. Ondansentron 1x8 mg.
- Kolaborasi dengan ahli gizi
terkait program terapi.

10
NIC : Manajemen nyeri. - TD : 130/90 mmHg.
Rabu , - Monitor TTV. - RR : 20 x/menit.
15-05-2019 - Lakukan pengkajian nyeri - N : 83 x/menit. NISA
DX 3 secara komprehensif. - S : 36oC.
- Ajarkan teknik non - Pasien mengatakan nyeri
farmakologi : teknik berkurang dengan skala nyeri 2
relaksasi nafas dalam. nyeri terasa ketika BAK.
- Kolaborasi dengan dokter - Pasien terlihat mempraktekan
terkait pemberian nafas dalam.
analgetik :
Inj. Ketorolac 2x30 ml
Inj. Ranitidine 1x50mg
Inj ceftraixon 2x1gram.

G. EVALUASI / CACATAN PERKEMBANGAN

Hari /
Paraf
Tanggal / Proses Evaluasi (SOAP)
Perawat
Waktu
Selasa , S:
14-05-2019 - Pasien mengatakan tidak nafsu makan
DX 2 - Pasien mengtakan mual dan muntah ketika makan
nasi.
- Pasien mengtakan kalau makan bubur tidak mual.
O:
- Pasien terlihat muntah setelah makan.
- Psien terlihat minum air hangat.
A : Masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
masih berlangsung.
P: Lanjutkan intervensi
NISA
- Monitor mual muntah
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Anjurkan minum air hangat
- Berikan terapi :
Inj. Ondansentron 1x8 mg.

11
S:
Selasa , - Pasien mengatakan nyeri saat bak karena terpasang
14-05-2019 kateter di bagian genital seperti tersayat-sayat dengan
DX 3 skala nyeri 3 nyeri saat BAK.
O:
- Pasien terlihat melakukan nafas dalam ketika BAK.
A : Masalah perubahan nyeri akut berlangsung
P: Lanjutkan intervensi
- Ajarkan teknik non farmakologi : teknik relaksasi
nafas dalam.
- Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian
analgetik :
Inj. Ketorolac 2x30 ml NISA
Inj. Ranitidine 1x50mg
Inj ceftraixon 2x1gram.

Rabu , S:
15-05-2019 - Pasien mengatakan nafsu makan mulai bertambah.
DX 2 - Pasien mengatakan sudah tidak muntah namun
terkadang masih mual.
- Pasien mengatakan sering makan sedikit-sedikit.
O:
- Pasien terlihat sudah tidak mual.
- Psien terlihat minum air hangat.
A : Masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
masih berlangsung.
Masih Berlangsung / Teratasi sebagian / Teratasi *

P: Lanjutkan intervensi
- Monitor mual muntah NISA
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Anjurkan minum air hangat
- Berikan terapi :
Inj. Ondansentron 1x8 mg.

12
Rabu , S:
15-05-2019 - Pasien mengatakan nyeri sudah tidak terasa.
DX 3 O:
- Pasien terlihat mampu mengontrol nyeri.
A : Masalah perubahan nyeri akut berlangsung

P: hentikan intervensi
NISA

13

Anda mungkin juga menyukai