Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH

MATA KULIAH: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH:
PUTU NABILA EKA SHANTI DIAH PRAMESTI PUTRI
(P07120315078)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH

A. Pengertian
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang berbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu
tersebut bisa berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%),
fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo. E dan Pranata, 2014).

B. Tanda dan Gejala


1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal
kolik renal umumnya disebabkan karena batu melewati saluran kolektivus atau
saluran sempit ureter, sementara non kolik renal disebabkan oleh distensi dari
kapsula ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih berwarna
seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi.
4. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus
darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
5. Mual-muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan mual
dan muntah. (Stoller, 2010)
C. Pohon Masalah

Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih
adalah (American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus
renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi
Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan
secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet
tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai
1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan peningkatan
kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan
peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin lengkap ditemukan
warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB
(normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013)
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu
di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu
pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal
atau di bulibuli, hidronefrosis, pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Radiologis
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu
asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
8. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).

E. Penalataksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter
yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass,
2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif
berupa (American Urological Association, 2005):
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α - blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi (American Urological Association, 2005).
2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh.
Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah
batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas
energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu
hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa
menimbulkan sakit.
3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound,
EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan
URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-
masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
4. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi
terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada
anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal
atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2
persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran
batu ureter yang besar.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya
batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami gangguan
gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri
hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi social
tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular. (Prabowo E, dan Pranata,
2014)
4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi
dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative dibantu
oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain
sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri hebat.
Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang asam akibat
sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sbenarnya tidak ada
masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut urinenya
semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E, dan Pranata,
2014)
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti
oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing (disuria,
pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing sedikit
(oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
5. Pemeriksaan fisik
Anamnesis tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri
yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis). (Prabowo E,
dan Pranata, 2014)
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara
2) Sistem penglihatan
3) Sistem pernafasan
4) Sistem pendengaran
5) Sistem pencernaan
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau batu,
nyeri ketok pada pinggang.
7) Sistem reproduksi
8) Sistem kardiovaskuler
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.
10) Sistem muskuluskletal
11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi ciri khas
dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika
pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok
pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu. nilai frekuensi buang air
kecil dan jumlahnya, gangguan pola berkemih (Prabowo E, dan Pranata, 2014).

G. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut
2. Defisit Nutrisi
3. Hipovolemia
4. Retensi urine
5. Risiko infeksi
6. Gangguan eliminasi urine

H. Referensi
American Urological Association. (2005). AUA Guideline on the Management of
Staghorn Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed


9.Jakarta: EGC

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu
bedah.Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya.

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012

Sja’bani. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN

Klungkung, November 2019


Pembimbing Praktik Mahasiswa

Putu Agus Sukma Karisma, A.Md.Kep. Putu Nabila Eka Shanti Diah P.P.
NIP. 198807172010011005 NIM. P07120315078

Pembimbing Akademik/CT

I Wayan Surasta,S.Kp.,M.Fis
NIP.196512311987031015

Anda mungkin juga menyukai