Anda di halaman 1dari 10

GLOBALISASI DAN PERSFEKTIF TRANSKULTURAL

MATA KULIAH: PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA


DALAM KEPERAWATAN

OLEH:
KELOMPOK 12 PRODI PROFESI NERS

1. NI KETUT SINTA DEWI (78)


2. PUTU NABILA EKA SHANTI DIAH P.P. (79)
3. NI WAYAN LINSA MIRAWATI GALUH (80)
4. NI PUTU AYU SANDRIANI (81)
5. NI MADE RISTYA KUSUMA DEWI (82)
6. BAIQ CICI KAMALIANI (83)
7. PUTU DIAH GITA PARAMITA (84)
8. KADEK AYU RASTITI DEWI (85)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2019
GLOBALISASI DAN PERSFEKTIF TRANSKULTURAL

A. Globalisasi Pelayanan Kesehatan


Pada masa kini terdapat banyak faktor yang mempengaruhi dan membentuk
sistem penyampaian pelayanan kesehatan. Kemajuan dalam komunikasi terutama
melalui internet memungkinkan perawat, klien, dan pelayanan kesehatan lainnya
untuk berbicara dengan rekan seprofesi di seluruh dunia mengenai masalah
pelayanan kesehatan. Namun, masih terdapat daerah didunia yang belum tersentuh
oleh kemajuan ini (Simson, 2004).
Perawat harus memahami cara berkomunikasi dunia dan globalisasi
pelayanan kesehatan mempengaruhi praktek keperawatan. Konsumen kesehatan
menuntut pelayanan berkualitas dan memiliki lebih banyak pengetahuan. Mereka
telah mencari tahu dari internet mengenai masalah kesehatan dan kondisi
medisnya. Mereka juga menggunakan internet untuk memilih penyelenggara
pelayan kesehatannya. Akibat dari globalisasi, dokter dan penyelenggara
pelayanan kesehatan harus membuat akses terhadap pelayananannya lebih mudah.
Dengan kemajuan komunikas, perawat dan penyelenggara pelayanan kesehatan
melakukan praktik disepanjang negara bagian dan perbatasan. Selain itu, institusi
pelayanan kesehatan di amerika saat ini mengalami kekurangan tenaga
keperawatan. Untuk mengusahakan pelayanan kesehatan berkualitas, institutsi
pelayanan kesehatan merekrut perawat dari seluruh dunia untuk bekerja di
amerika serikat. Hal ini mengharuskan rumah sakit di amerika serikat untuk
memahami dan bekerjasama dengan perawat dari berbagai latar budaya dan
kebutuhan (Nash dan Gremillion, 2004).
Status kesehatan diseluruh dunia dipengaruhu banyak masalah sebagai
contoh, kemiskinan masih menjadi masalah yang lebih utama dibandingkan
penyakit dan merupakan penyebab kematian terbanyak didunia masa kini. Negara
dan komunitas miskin memiliki akses yang terbatas terhadap vaksin, air bersih,
dan pelayanan kesehatan standar. Pertumbuhan urbanisasi juga mempengaruhi
kesehatn diseluruh dunia. Dengan semakin padatnya populasi di kota, masalahnya
seperti polusi, kebisingan, kepadatan penduduk, kekurangan air, system
pembuangan yang buruk, dan bahaya lainnya menjadi semakin banyak. Anak-

1
anak, wanita, dan para lansia merupakan populasi rentan yang terancam denagn
adanya urbanisasi. Walaupun globalisasi perdagangan, perjalanan, dan budaya
meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan, penyebaran penyakit menular
seperti tuberculosis dan server acute respiratori syndrome (SARS) menjadi
semakin banyak. Akhirnya perubahan lingkungan global dan bencana
memengaruhi kesehatan. Perubahan iklim dan bencana alam mengancam
persediaan makanan dan sering memungkinkan penyebaran penyakit menular
yang lebih cepat (Simpson, 2004).
Sebagai pemimpin dalam pelayanan kesehatan, kita harus tetap waspada
tehadap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, negara, dan seluruh dunia
(Simpson, 2004). Fokus unik keperawatan terhadap pelayanan membantu perawat
mengatasi masalah yang timbul akibat globalisasi. Perawat dan profesi
keperawatan mampu mengatasi masalah ini dengan bekerjasama untuk
meningkatkan pendidikan keperawatan seluruh dunia, merekrut individu untuk
menjadi perawat, dan dengan mendukung perubahan yang akan meningkatkan
penyampaian pelayanan kesehatan (Simpson, 2004). Kita harus bersiap untuk
datangnya masalah pelayanan kesehatn masa depan. Globalisasi telah
memengaruhi banyak industry yang juga memengaruhi penyampaian pelayanan
kesehatan. Sebagai pemimpin, keperawatan memegang kendali dan bersikap
proaktif dalam membuat solusi sebelum diambil alih oleh pihak luar (Nash dan
Gremillion, 2004).

B. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


Salah satu teori keperawatan yang berhubungan dengan pengaruh budaya
diyakini terhadap pemberian asuhan keperawatan adalah transcultural nursing
atau keperawatan transkultural yang dipelopori oleh Madeleine Leininger dengan
model Matahari Terbit. Keperawatan transkultural adalah suatu disiplin ilmu dan
kiat yang berfokus pada proses serta perilaku individu dan kelompok, yang
bertujuan untuk mempertahankan maupun meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai dengan latar belakang budaya
klien. Antara konsep keperawatan transkultural dan proses pemberian asuhan
keperawatan transkultural saling berkaitan satu sama lain. Keberhasilan konsep

2
dan proses keperawatan ini dapat dilihat dari beberapa parameter pilihan asuhan
keperawatan budaya.
1. Definisi Transcultural Nursing
Transcultural nursing atau keperawatan transkultural merupakan perpaduan
teori serta praktik antropologi dan keperawatan (Lipson dan Bauwens, 1988),
dimana antropologi merujuk pada studi tentang manusia termasuk asal, perilaku,
interaksi sosial, karakteristik fisik dan mental, pakaian, serta perkembangan
zaman. Sedangkan, keperawatan berhubungan dengan seni dan sains. Dengan
demikian, keperawatan transkultural adalah suatu disiplin ilmu dan kiat yang
berfokus pada proses serta perilaku individu dan kelompok untuk
mempertahankan maupun meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara
fisik dan psikokultural yang disesuaikan dengan latar belakang budaya klien.
Sehingga dapat disimpulkan, pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Leininger,1984).
Menurut Leininger (dalam Efendi dan Makhfudli, 2009), transcultural
nursing atau keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Namun,
keperawatan transkultural ini tidak hanya berfokus pada perbedaan budaya
melainkan juga persamaan antarbudaya dimana transcultural nursing lebih lanjut
diartikan sebagai suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan
praktik keperawatan yang berfokus pada perbedaan serta kesamaan antarbudaya
dengan tetap menghargai nilai budaya manusia, kepercayaan maupun tindakan
yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat diterima
secara spesifikdan universal.
2. Tujuan Transcultural Nursing
Tujuan utama dari keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains
dan pohon pengetahuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik dan universal bagi individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas dari latar belakang yang berbeda (Leininger, 1978). Kebudayaan yang
spesifik ini merujuk pada nilai, kepercayaan, pola tingkah laku tertentu yang
menjadi keunikan suatu kelompok dan tidak memiliki kelompok lain. Sedangkan
kebudayaan yang universal merujuk pada nilai, norma, dan pola hidup yang dapat

3
diterima secara umum (Leininger dan McFarland, 2002). Dengan adanya
keperawatan transkultural, perawat dapat membantu klien dalam memilih budaya
tertentu yang mendukung peningkatan status kesehatannya sehingga klien dapat
mudah beradaptasi dengan budaya tersebut.
3. Konsep Transcultural Nursing
Ada dua belas konsep transkultural teori Leininger (1985) dalam buku
Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural Nursing: Concepts, Theories,
Research and Practice” Third Edition, yaitu:
a. Budaya (kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok
yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak
dan mengambil keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
c. Culture care diversity (perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)
merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan,
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya
individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan
dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi.
d. Cultural care universality (kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada
suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang
paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian
bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang
memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminology universality) tidak
digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang
signifikan.
e. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.
f. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
g. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.

4
h. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.
i. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
j. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
k. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
l. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.
Selain konsep-konsep tersebut terdapat konsep lain yang terkait dengan
spiritual dimana keyakinan agama dan spiritual adalah bagian integral kebudayaan
seseorang yang dapat mempengaruhi keyakinan klien mengenai penyebab
penyakit, praktik penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan
kesehatan. Keyakinan spiritual dan agama ini dapat menjadi sumber kekuatan dan
kenyamanan bagi klien yang menderita penyakit kritis atau menjelang ajal.
Spiritualitas, agama, dan kepercayaan merupakan hal yang berbeda meskipun
seringkali tertukar penggunaannya.Perawat harus menyadari perbedaannya untuk
memahami kedalaman perasaan yang dimiliki klien mengenai keyakinan mereka.
Spiritualitas adalah keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi,
kekuatan pencipta, ilahiah, atau sumber energi yang tidak terbatas. Adapun aspek-
aspek spiritualitas yang digambarkan oleh (Burkhardt, 1993), sebagai berikut:

5
a. Menghadapi sesuatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam kehidupan
b. Pencarian makna dan tujuan hidup
c. Menyadari dan mampu menarik sumber dan kekuatan dari dalam diri sendiri
d. Memiliki perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan atau
Sang Maha Tinggi.
Sedangkan agama didefinisikan sebagai cara dalam mengekspresikan
spiritual yang memandu manusia dalam berespons terhadap pertanyaan dan krisis
hidup (Dossey, Keegan, dan Guzzetta, 2000).

C. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan


Tujuan dari keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan
pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur
yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur yang dengan
nilainilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa.
Sedangkan, kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan
dilakukan oleh hamper semua kultur, seperti budaya olahraga dapar membuat
badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat. Keperawatan
transkultural juga bertujuan untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti, dan
menggunakan pemahaman perawatan transkultural untuk meningkatkan
kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Globalisasi dalam pelayanan kesehatan sangatlah penting. Maksudnya
adalah pada zaman yang serba maju ini, menuntut keperawatan semakin maju
pula mengikuti perkembangan zaman. Orang-orang akan menuntut asuhan
keperawatan yang berkualitas. Dengan adanya zaman globalisasi ini, banyak
orang yang melakukan perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) sehingga
memungkinkan pergeseran tuntutan asuhan keperawatan. Konsep keperawatan
didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang
melekat dalam masyarakat. Sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal
ini diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock dialami klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Ini akan
mengakibatkan ketidaknyamanan, ketidakberdayaan pada klien, dan beberapa
mengalami disorientasi.

6
D. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Pengkajian budaya merupakan hal yang penting bagi seorang perawat dalam
asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien. Pengetahuan mengenai
latar budaya dari klien dapat dijadikan acuan bagi perawat dalam membina
hubungan dengan klien. Dalam buku Leininger dan McFarland (2002)
“Transcultural Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice” Third
Edition, tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang
signifikan dari klien sehingga perawat dapat menetapkan kesamaan pelayanan
budaya.
Pada tahap pertama, perawat melakukan pengkajian budaya dengan
mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan komunitas dari
klien, sehingga perawat mengetahui latar belakang budaya klien agar pengkajian
yang dilakukan terarah. Data yang perlu diketahui dalam perubahan tersebut
adalah data demografik, meliputi data sensus lokal dan data regional. Persiapan
dan antisipasi sangat diperlukan dalam pengkajian budaya yang didukung dengan
keterampilan dalam pengambilan data dan efisiensi waktu. Perawat juga harus
memiliki kemampuan untuk memahami klien lebih dalam sehingga kesimpulan
interpretasi selama penilaian tepat dan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan
bersama. Penggunaan pertanyaan yang terfokus, terbuka, dan kontras dapat
membantu dalam pemahaman kepada klien. Pemberian pertanyaan tersebut
bertujuan untuk mendorong atau memotivasi klien dalam penggambaran nilai-
nilai, kepercayaan, dan praktik yang berarti terhadap pelayanan pada klien yang
dilakukan. Pertanyaan yang diberikan seperti menanyakan pendapat klien tentang
penyebab penyakit klien, pernah atau tidak klien mengalami penyakit tersebut
sebelumnya, dan perbedaan penyakit sekarang dengan sebelumnya. Dalam
membangun hubungan dengan klien, komunikasi yang kurang biasanya terjadi
pada hubungan interkultural. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan bahasa
dan cara berkomunikasi. Sehingga keterampilan manajemen impresi merupakan
hal penting bagi perawat. Manajemen impresi merupakan usaha untuk
memberikan image dalam interaksi sosial. Manajemen impresi membutuhkan
keahlian berbahasa interpretasi yang sama secara budaya terhadap sikap klien, dan
keterampilan melakukan pengamatan.

7
Sebagai contoh penerapan dari manajemen impresi yaitu negara Amerika
menggunakan bahasa Inggris, tetapi pada setiap orang di wilayah Amerika,
memiliki dialek yang beragam dalam pengucapan bahasa Inggris tersebut.
Sehingga sebagai perawat perlu menilai dan mendengarkan bahasa yang
digunakan oleh klien ketika berbicara. Setelah itu, perawat menulis dan
memutuskan jika klien memerlukan seseorang ahli bahasa atau tidak. Seorang ahli
bahasa yang dipilih harus keputusan dari hasil diskusi perawat dengan klien.
Pihak rumah sakit memberikan ahli bahasa hanya untuk memberikan kondisi
medis klien. Ahli bahasa tersebut harus mempunyai kesesuaian latar belakang
etnik dengan klien agar lebih mudah timbul rasa percaya.

E. Instrumen Pengkajian Budaya


a. Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b. Negosiasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.

c. Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

F. Pengaruh Budaya terhadap Pengobatan (Etnofarmakologi)


Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya dengan mengidentifikasi praktik

8
kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun zaman
sekarang akan terkumpul persamaan-persamaan. Lininger berpendapat, kombinasi
pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat
menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang
banyak dan berbagai kultur. Pengaruh budaya terhadap pengobatan dapat dilihat
dari Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan, budaya Jawa misalnya. Pada
kepercayaan budaya Jawa ini biasanya menentukan sebab sebab suatu penyakit
ada dua konsep , yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik. Konsep
personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supranatural, makhluk yang
bukan manusia, dan manusia. Penyakit ini disebut “ora lumrah” atau “ora
sabaene” (tidak wajar / tidak biasa).

G. Referensi
Andrew, M.M., dan Boyle, J.S. (2008). Transcultural Concepts in Nursing Care
(5thed). Philadelphia: Lippincott Company.
Blais, Kathleen koening.et al 2002. Praktik Keperawatan Profesional Konsep
dan Perspektif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Efendi, F., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas:Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Leininger, M. dan Mc Farland, M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concept,
Theories, Research and Practice. 3rd Edition. USA: Mc-Graw Hill
Companies
Patricia A. Potter, Anne G. Perry, (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi
Ketujuh. Volume pertama. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai