OLEH
INDRA M. OTTO
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang berbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu.
Batu tersebut bisa berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat
(60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo. E dan Pranata,
2014).
Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,
kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat),
kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20
mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam
saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl
tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan
peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia
darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam
urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),
peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-
11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013)
5. USG Ginjal
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun,
dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya
batu di ginjal atau di bulibuli, hidronefrosis, pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Radiologis
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
E. Penalataksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi
konservatif berupa (American Urological Association, 2005):
3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
4. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi
operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat
insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter
kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan
(nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya.
Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.
(Prabowo E, dan Pranata, 2014)
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara
2) Sistem penglihatan
3) Sistem pernafasan
4) Sistem pendengaran
5) Sistem pencernaan
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau
batu, nyeri ketok pada pinggang.
7) Sistem reproduksi
8) Sistem kardiovaskuler
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.
10) Sistem muskuluskletal
11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi ciri
khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi
vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat,
nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu. nilai frekuensi
buang air kecil dan jumlahnya, gangguan pola berkemih (Prabowo E, dan
Pranata, 2014).
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis.
Nacl, RL)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah
Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah.Malang:
Universitas Kedokteran Brawijaya.
Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012
Sja’bani. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.