Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU SALURAN


KEMIH (BSK) DI RUANGAN RAJAWALI RSUD S.K LERIK KOTA KUPANG

OLEH

INDRA M. OTTO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
A. Pengertian
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang berbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu.
Batu tersebut bisa berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat
(60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo. E dan Pranata,
2014).

B. Tanda dan Gejala


1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal
kolik renal umumnya disebabkan karena batu melewati saluran kolektivus atau
saluran sempit ureter, sementara non kolik renal disebabkan oleh distensi dari
kapsula ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih
berwarna seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi.
4. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus
darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
5. Mual-muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan
mual dan muntah. (Stoller, 2010)
C. Pohon Masalah

Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah (American Urological Association, 2005) :

1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,
kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat),
kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20
mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam
saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl
tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan
peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia
darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam
urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),
peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-
11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013)

b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH


merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya
batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.

5. USG Ginjal
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun,
dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya
batu di ginjal atau di bulibuli, hidronefrosis, pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.

7. Radiologis
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)

8. IVP (Intra Venous Pyelografi )


Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis
seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik (distensi ureter).

E. Penalataksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi
konservatif berupa (American Urological Association, 2005):

a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


b. α - blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti
ini harus segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).

2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy


ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat
difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang
kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang
kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.

3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

4. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi
operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat
insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter
kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan
(nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya.
Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.
(Prabowo E, dan Pranata, 2014)

4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas
relative dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum
dan lain sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014)
b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri
hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang
asam akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan
sbenarnya tidak ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum
karena takut urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang
dialami. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)

c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali


diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing
(disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing
sedikit (oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E, dan
Pranata, 2014)
5. Pemeriksaan fisik
Anamnesis tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat
nyeri yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis).
(Prabowo E, dan Pranata, 2014)

a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara
2) Sistem penglihatan
3) Sistem pernafasan
4) Sistem pendengaran
5) Sistem pencernaan
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau
batu, nyeri ketok pada pinggang.
7) Sistem reproduksi
8) Sistem kardiovaskuler
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.
10) Sistem muskuluskletal
11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi ciri
khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi
vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat,
nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu. nilai frekuensi
buang air kecil dan jumlahnya, gangguan pola berkemih (Prabowo E, dan
Pranata, 2014).

G. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut
2. Defisit Nutrisi
3. Hipovolemia
4. Retensi urine
5. Gangguan eliminasi urine
1. Rencana Keperawatan
Diagnosa INTERVENSI
No Tujuan & Kriteria Hasil
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
keperawatan … x 24 jam Tingkat Observasi
nyeri (L.08066) dapat menurun. - Identifikasi lokasi,
Kriteria hasil: karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
1. Keluhan nyeri menurun. nyeri.
2. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah di berikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
2 Defisit nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan … x 24 jam maka - Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi Membaik dengan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
kriteria hasil : Status Nutrisi - Identifikasi makanan yang disukai
Membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
1. Asuhan nutrisi yang tepat - Identifikasi perlunya penggunaan selang
membaik nasogastrik
- Monitor asupan makanan
2. Berat Badan indeks Massa - Monitor berat badan
tubuh (IMT) membaik
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. Frekuensi makan membaik

4. Nafsu Makan meningka


Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu Kolaborasi
- dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
perlu

3 Hypovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia


Definisi : Observasi:
Kondisi volume cairan  Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.
intravakuler,interstisiel,dan/atau
intraseluler. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Ekspetasi : Membaik tekanan darah menurun, tekanan nadi
Kriteria Hasil : menyempit, turgor kulit menurun, membran
1. Kekuatan nadi membaik mukosa, kering, volume urin menurun,
2. Output urine membaik hematokrit meningkat, haus, lemah)
3. Konsentrasi urine membaik  Monitor intake dan output cairan
4. Frekuensi nadi membaik Terapeutik
5. Tekanan darah membaik  Hitung kebutuhan cairan
6. Tekanan nadi membaik  Berikan posisi modified trendelenburg
7. Membran mukosa membaik  Berikan asupan cairan oral
8. Kadar Hb membaik Edukasi
9. Intake cairan membaik  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
10. Suhu tubuh membaik  Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis.
Nacl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah

4 Retensi urin Eliminasi urin Kateterisasi urine:


5 Gangguan eliminasi Ekspetasi: membaik Observasi
urine
Kriteria hasil :  Periksa kondisi pasien (mis: kesadaran, tanda-tanda
1. Sensasi berkemih meningkat vital, daerah perineal, distensi kandung kemih,
2. Desakan berkemih (urgensi) inkontinensia urin, refleks berkemih)
menurun Terapeutik
3. Distensi kandung kemih  Siapkan peralatan, bahan-bahan, dan ruangan
menurun
Tindakan
4. Berkemih tidak tuntas
 Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan
(hesistancy) menurun
posisikan dorsal rekumben (untuk Wanita) dan
5. Volume residu urin menurun
supine (untuk laki-laki)
6. Urin menetes (dribbling)
 Pasang sarung tangan
menurun
 Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan
7. Nokturia menurun
cairan NaCl atau aquades
8. Mengompol menurun
 Lakukan insersi kateter urin dengan menerapkan
9. Enuresis menurun
prinsip aseptic
 Sambungkan kateter urin dengan urin bag
 Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
 Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
 Pastikan urin bag ditempatkan lebih rendah dari
kandung kemih
 Berikan label waktu pemasangan
Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter


urin
 Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi:
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah.
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
e. Memantau asupan nutrisi.
f. Memantau intake dan output cairan.
g. Membantu meningkatkan koping .
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervesi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan .
DAFTAR PUSTAKA

American Urological Association. (2005). AUA Guideline on the Management of


Staghorn Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed


9.Jakarta: EGC

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah.Malang:
Universitas Kedokteran Brawijaya.

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012

Sja’bani. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai