Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA NY.

DENGAN DIAGNOSA URETEROLIATHIASIS DI RUANG TULIP

RUMAH SAKIT TK.II PELAMONIA MAKASSAR

ARPAN DOE

NIM : 4120004

CI Lahan CI Institusi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2021
BAB I

KONSEP MEDIS

1. DEFINISI

Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih

individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner &

Suddarth, 2016). Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada

saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan

senyawa tertentu istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:

a) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

b) Ureterolithiasis disebut batu pada ureter

c) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

d) Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada ureter

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat batu di dalam

lumen ureter. Batu saluran kemih dapat ditemukan di sepanjang saluran

sistem urinaria, mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli, dan

uretra. Batu saluran kemih jumlahnya sangat beragam (bisa satu atau lebih)

dan bisa ditemukan pada saluran urater. Ureterolithiasis rata-rata 90%

mengandung garam kalsium (Ariani 2016)

Ureterolithiasis merupakan salah satu penyakit saluran kemih yang

disebabkan oleh penumpukan molekul yang mengalami pengendapan.

Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi,

non-infeksi, kelainan genetik, dan obat-obatan. Batu akibat tanpa infeksi

dapat tersusun dari kalsium oksalat dan kalsium fosfat atau asam urat. Batu

akibat infeksi memiliki komposisi magnesium amonium fosfat, karbonat


amonium urat. Batu yang disebabkan oleh kelainan genetik dapat

mengandung sistin atau xantin (Noegroho,2018).

2. ETIOLOGI

Menurut Ariani (2016) penyebab Ureterolithiasis, adalah sebagai berikut:

a) Faktor Intrinsik:

1. Faktor Genetik

2. Riwayat Sakit Ureterolithiasis Sebelumnya

3. Usia

4. Jenis Kelamin

5. Kelainan Anatomi Ginjal

6. Pembentuk Batu Dalam Air Kemih

7. Gangguan metabolic

b) Faktor Ekstrinsik:

1. Kurang Minum

2. Jenis Perkerjaan dan Hobi

3. Konsumsi obat-obatan

4. Geografi

5. Diet

3. PATOFISIOLOGI

Ureterolithiasis terbentuk dari batu yang tidak terlalu besar didorong

oleh peristaltic otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu

ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga

turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya
dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di

ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi

kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter (Muttaqin,2014 dalam Sari, 2020).

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu

menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur

saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan

hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di

kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan.

Jika disertai 10 dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis,

urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun

pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika

mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen (Purnomo,2014

dalam Sari 2020).

4. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda atau gejala Ureterolithiasis sangat beragam. Menurut Ariani

(2016), gejala yang mungkin muncul diantaranya sebagi berikut:

a) Perubahan Warna Urine

Salah satu fungsi ureter adalah mengalirkan air kencing atau urine,

apabila ureter manusia mengalami sumbatan, maka akan terjadi

gangguan pada pembentukan urin di ginjal, baik dari warna, bau, dan

karakteristiknya. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya perubahan

dalam frekuensi buang air kecil. Mungkin buang air kecil lebih sering

dan lebih banyak dari pada biasanya dengan warna urine yang pucat
atau malah sebaliknya, buang air kecil dalam jumlah sedikit dari

biasanya dengan urine yang berwarna gelap.

b) Tubuh Mengalami Pembengkakan

Batu pada ureter dapat menyebabkan gangguan aliran urin sehingga

mengganggu fungsi ginjal, maka saat ginjal tidak mampu lagi

melakukan fungsinya akan diproduksi cairan atau toksin ke dalam

tubuh yang mengakibatkan pembengkakan terhadap beberapa bagian

tubuh, diantaranya di bagian kaki, pergelangan kaki, wajah, dan

tangan.

c) Tubuh Cepat Lelah

Ureter yang tersumbat dapat mengganggu fungsi ginjal, salah satunya

adalah kemampuan memproduksi hormon erythropoietin yang

berfungsi memerintahkan tubuh untuk membuat oksigen yang

membawa sel darah merah. Ketika ginjal mengalami gangguan, maka

ginjal tidak mampu memasok hormon sesuai kebutuhan sehingga hal

tersebut akan berdampak pada otot, otak, dan tubuh yang akan

merasa cepat lelah. Kondisi ini disebut juga anemia. Oleh karena itu

apa bila mengalami anemia yang berkelanjutan, berhati-hatilah karena

hal tersebut bisa saja merupakan gejala penyakit ginjal.

d) Bau Mulut

Penumpukan limbah dalam darah atau uremia karena adanya

gangguan ginjal. Hal tersebut dapat membuat rasa tidak enak dalam

makanan dan bau mulut yang tidak sedap.

e) Rasa Mual dan Ingin Muntah


Gejala penyakit saluran kemih yang lainnya adalah rasa mual

berkelanjutan dan selalu ingin muntah. Gejala ini muncul karena terjadi

penumpukan limbah dalam darah atau uremia.

f) Nyeri

Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter

atau di bawah. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi

letak batu tersebut.

g) Demam dan Menggigil

Ketika mulai terjadi infeksi, tubuh akan menjadi demam dan menggigil.

Suhu badan akan naik serta tubuh penderita akan menggigil.

h) Hematuria

Hematuria ini disebabkan oleh iritasi dan cidera pada struktur ginjal

disertai pengkristalan atau batu.

i) Sakit Saat Buang Air Kecil

Di saat buang air kecil, pada saluran kencing akan terasa sangat nyeri

dan menyiksa.

5. KOMPLIKASI

Menurut (Nursalam, 2011 dalam Sari 2020), komplikasi pada pasien

Ureterolithiasis adalah:

a) Sumbatan akibat pecahnya batu.

b) Infeksi, akibat diseminasi partikel Ureterolithiasis atau bakteri akibat

obstruksi.

c) Kerusakan fungsi ginjal, akibat sumbatan yang lama sebelum

pengobatan dan pengakatan batu.


6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut (Ariani 2016) tes yang akan dilakukan tersebut yaitu:

Pemeriksaan Laboratorium Dalam pemeriksaan laboratorium ada

beberapa hal yang harus dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut:

a) Sedimen urine atau tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,

bakteri atau nitrit, dan pH urine.

b) Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.

c) C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urine biasanya

dilakukan pada keadaan demam.

d) Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.

e) Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor

resiko metabolik.

f) Urinalisis.Warna : urine normal kekuningan-kuningan, abnormal merah

menunjukkan hematuria pH : normal 4,6- 6,5 (rata-rata 6,0), urine 24

jam: kreatinin, asamurat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin meningkat,

culture urine menunjukkan infeksi saluran kemih, BUN (Blood Urea

Nitrogen) hasil normal 5-20 mg/dl tujuan untuk mempelihatkan

kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bermitogren,

kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl, perempuan

0,70-1,25 mg/dl.

g) Darah lengkap. Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau

polisitemia.

h) Hormon Paratyroid Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang,

meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine. Hormon paratyroid

mungkin meningkat bila ada gagal ginjal atau PTH.


7. PENATALAKSANAAN

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih

secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih

berat. (larutan atau bahan untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi

(DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal Shock Wave

Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS),

Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah

seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi

(Brunner & Suddarth, 2016).

8. PENCEGAHAN

Menurut (Ariani, 2016) Ureterolithiasis dapat dicegah dengan berbagai

cara diantaranya:

a. Kurangi konsumsi daging.

b. Banyak minum air putih.

c. Batasi grapefruit juice dan minuman bersoda.

d. Diet tinggi kalium dan magnesium.

e. Suplemen pyridoxine dan magnesium.

f. Batasi asupan kalsium garam.

g. Kurangi asupan oksalat

h. Olahraga teratur

i. Minyak zaitun dan jus lemon

j. Makan semangka
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Menurut Smeltzer & Bare (2001), pada pengkajian keperawatan, khususnya

sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi mengenai status

kesehatan seseorang. Pada pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai

ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh pemeriksaan

bila bagian tubuh yang spesifik diperiksa. Pemeriksaan spesifik mencakup

warna, turgor, suhu, kelembapan dan lesi atau parut. Hal yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Data awal:

Identitas klien: nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan dan alamat.

Data Subjektif:

1) Keluhan utama: Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area

abses.

2) Riwayat keluhan utama

Hal-hal yang perlu dikaji diantaranya adalah:

a) Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,

sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.

b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau

terkena peluru.

c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat

menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa

dikeluarkan.
3) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes

mellitus.

4) Aktivitas atau istirahat

Gejala: Malaise

5) Sirkulasi Tanda: tekanan darah normal atau sedikit dibawah

jangkauan normal. Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):

lemah atau lembut atau mudah hilang, takikardia ekstrem (syok).

Kulit hangat, vasodilatasi, pucat, lembab, burik (vasokontriksi)

6) Makanan/cairan Gejala:

anoreksia, mual, muntah Tanda: penurunan berat badan, penurunan

lemak subkutan atau masa otot (malnutrisi). Penurunan haluaran

konsentrasi urin.

7) Neurosensori Gejala: sakit kepala dan pusing Tanda: gelisah, kacau

mental, ketakutan

8) Nyeri atau kenyamanan Gejala: lokalisasi rasa sakit atau

ketidanyamanan

9) Pernapasan Tanda:

takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

10) Keamanan Tanda:

suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin

normal, kadang subnormal (dibawah 36,63°C), menggigil, lokalisasi

nyeri.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Menurut (SDKI,SLKI,SIKI 2018) :

a) Nyeri akut b/d Agen cedera fisik ( D.0077 )

b) Retensi urin b/d peningkatan tekanan ureter ( D.0050 )

c) Resiko Infeksi b/d Efek prosdur invasif ( D.0142 )

3. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONALISASI

NO DIAGNOSA HASIL YANG RENCANA RASIONAL

KEPERAWATAN DITERAPKAN TINDAKAN


1. Nyeri akut b/d Agen Setelah dilakukan Observasi : Observasi :

cedera fisik ( D.0077 ) tindakan ( I.08238 ) 1. Untuk mengetahui

keperawatan selama 1. Identitifkasi lokasi, karakteristik,

2x24 jam diharapkan lokasi, durasi frekuensi,

tingkat nyeri karakteristik, kualitas, intensitas

menurun dengan durasi frekuensi, nyeri.

Kriteria Hasil kualitas, 2. Untuk mengetahui

( L.08066 ) : intensitas nyeri. skala nyeri

1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala 3. Untuk mengetahui

dari meningkat nyeri terjadinya factor yang

(1) ke cukup 3. Identifikasi factor memperberat dan

menurun (4) yang memperberat memperingan nyeri

2. Meringis dari dan memperingan Terapeutik :

cukup nyeri 1. Untuk mengurangi

meningkat (2) Terapeutik : rasa nyeri


ke cukup 1. Berikan teknik 2. Untuk mengetahui

menurun (4) nonfarmakologis lingkungan yang

Gelisah dari cukup untuk mengurangi aman dan yang

meningkat (2) ke rasa nyeri memperberat rasa

menurun (5) 2. Kontrol lingkungan nyeri.

yang memperberat Edukasi :

rasa nyeri 1. Untuk mengetahui

Edukasi : pemicu nyeri

1. Jelaskan 2. Untuk mengurangi

penyebab , rasa nyeri

periode, dan Kolaborasi :

pemicu nyeri 1. Untuk mengetahui

2. Ajarkan tehnik jenis obat yang

nonfarmakologis dimasukan

untuk mengurangi

rasa nyeri.

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian

analgetik
2. Retensi urin b/d Setelah dilakukan Observasi : Observasi :

peningkatan tekanan tindakan ( I.04148 ) 1. Untuk mengetahui

ureter ( D.0050 ) keperawatan selama 1. Periksa kondisi kondisi, keadaan

2x24 jam diharapkan pasien dan tingkat

eliminasi urin ( mis,kesadaran, kesadaran pasien


membaik dengan tanda-tanda vital, Terapeutik :

Kriteria Hasil daerah perineal, 1. Meberikan ruangan

( L.04034 ) : distensi kandung yang nyaman dan

1. Desakan kemih, tidak rebut

berkemih inkontinesia 2. Mberikan posisi

( urgensi ) urine, reflex yang nyaman pada

dari berkemih ) saat di pasang

meningkat Terapeutik : kateter urine

(1) ke 1. Siapkan 3. Menjaga diri dari

menurun (5) peralatan, bahan- penyakit yang tidak

2. Distensi bahan dan diinginkan

kandung ruangan tindakan 4. Untuk mebersihkan

kemih dari 2. Siapkan pasien, daerah yang akan di

meningkat bebaskan pasang kateter

(1) ke pakaian bawah urine

menurun (5) dan posisikan 5. Untuk menjaga dan

3. Berkemih dorsal rekumben mengurangi

tidak tuntas ( untuk wanita ) terjadinya infeksi

(hesitancy) 3. Pasang sarung Edukasi :

dari tangan 1. Agar pasien

meningkat 4. Bersihkan daerah mengetahui tujuan

(1) ke perineal atau pemasangan kateter

menurun (5) preposium urine

dengan cairan 2. Untuk mengurangi


NACL atau nyeri pada saat di

aquads. pasang kateter

5. Lakukan insersi urine.

kateter urine

dengan

menerapkan

prinsip aseptic.

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan

dan prosedur

pemasangan

kateter urine

2. Anjurkan menarik

napas saat insersi

selang kateter.
3. Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan Observasi ( I.02065 ) Observasi :

Efek prosdur invasif tindakan : 1. Untuk mengetahui

( D.0142 ) keperawatan selama 1. Identifikasi alaergi pemberian

2x24 jam diharapkan kemungkinan obat

tingkat infeksi alergi, interaksi, 2. Untuk mengetahui

menurun dengan dan jenis obat yang di

Kriteria Hasil kontraindikasi berikan

( L.14137 ) : obat. 3. Untuk mengetehaui

1. Demam 2. Verfikasi order tanda vital dan nilai


meningkat obat sesuai laboratorim

(1) ke dengan indikasi. sebelum pemberian

menurun(5) 3. Monitor tanda obat.

2. Kemerahan vital dan nilai 4. Untuk mengetahui

meningkat laboratorium efek pemberian

(1) ke sebelum obat

menurun (5) pemberian obat. Terapeutik :

3. Nyeri 4. Monitor efek 1. Pemberian obat

meningkat terapeutik obat. yang benar dan

(1) ke Terapaeutik : tepat

menurun (5) 1. Lakukan prinsip 2. Pemberian obat

4. Bengkak enam benar yang tepat dan

meningkat ( pasien, obat, kepatenan kateter

(1) dosis, waktu, IV

kemenurun rute, dan 3. Memberikan obat

(5) dokumentasi.) yang benar dan

2. Pastikan tepat

ketepatan dan Edukasi :

kepatenan 1. Menjelaskan tujuan

kateter IV tindakan pemebrian

3. Berikan obat IV obat

degan kecepatan 2. Menjelaskan

yang tepat efektifitas obat

Edukasi :
1. Jelaskan jenis

obat, alasan

pemberian,

tindakan yang di

harapkan, dan

efek samping

sebelum

pemebrian.

2. Jelaskan faktor

yang dapat

meningkatkan

dan menurunkan

efektifitas obat.

4. EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi

adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa

dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan

respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga

perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2009 dalam Nengsi, Fitri

( 2018).
Pathway
Diet tinggi mineral Infeksi pada ginjal Infeksi pada usus
secara berlebihan

Kerusakan nevron pada ginjal Gangguan absorbs


Konsumsi air Obat-obatan (laksatif, mineral pada usus
rendah antasida,diuretik Gangguan reabsorbsi pada ginjal

Mineral diangkat bersama


Peningkatan mineral di ginjal darah menuju seluruh tubuh
Penurunan cairan ke Ginjal

Peningkatan konsentrasi mineral di urine

Urine menjadi pekat


Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal

Endapan Kristal membentuk mukleus dan menjadi batu

Tidak mendapat Ureteroliathiasis


Gagal ginjal akut penangan

Ginjal Ureter Bladder Uretra

Hambatan Aliran Urin Obstruksi Pemasangan kateter Batu mencederai saluran kemih

Hidronefrosis Peningkatan tekanan Tekanan cairan pd


ureter & pelvis ginjal Sepsis Hematuria

Distensi Saluran Kemih


Nyeri saat berkemih Nyeri pinggang Risiko tinggi infeksi
Gangguan Eleminasi Urin
Nyeri
Sumber: Rizani Wulandari, 2018
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Sofi.(2016). Stop Gagal Ginjal. Yogyakarta: Salemba Medika.

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. (2020). Asuhan Keperwatan Gangguan Sistem

Perkemihan. jakarta: Salemba Medikal.

Mansjoer Arief, (2000). Pathway Batu ureter.

Nanda, NIC-NOC.2018 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.

Nengsih, Fitri. (2018). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Riset, Teori dan

Praktek. Jakarta: EGC

Noegroho, Bambang S. (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran

Kemih. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia

Nursalam, Sari, Yeti Fika (2020). Proses dan dokumentasi keperawatan: konsep dan

penyakit. Jakarta: Salembe Medika.

Purnomo, & Sari, Yeti Fika (2020). Dasar – Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Beto.

Anda mungkin juga menyukai