Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

R
DENGAN BATU URETRA ANTERIOR DI DI RUANG KEPODANG BAWAH
RSUD AJIBARANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing : Subandiyo, S.Pd., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun oleh :
Vidi Zahraningrum Pratiwi
P137420220014
3A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO PROGRAM DIPLOMA III


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
BATU URETRA INTERIOR
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Batu uretra adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada saluran
perkemihan (Mulyanti, 2019). Batu uretra merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) di saluran kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih memberikan
gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan berbagai masalah keperawatan
pada pasie. Batu ureter merupakan obstruksi benda padat pada saluran kemih yang
terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu (Hidayat, 2013).
Pengelolaannya dengan tiga masalah utama yaitu, prevalensinya yang tinggi,
kemungkinan kambuh yang tinggi dan kurangnya intervensi yang efektif, dan tidak
diterapkan nya pola hidup sehat yang dapat disebabkan oleh penumpukan molekul
yang mengalami pengendapan. Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik, dan obat-obatan. Batu akibat
tanpa infeksi dapat tersusun dari kalsium oksalat dan kalsium fosfat atau asam urat.
Batu akibat infeksi memiliki komposisi magnesium amonium fosfat, karbonat
amonium urat. Batu yang disebabkan oleh kelainan genetik dapat mengandung sistin
atau xantin (Noegroho,2018).
2. Etiologi
Menurut Purnomo (2014) terdapat beberapa faktor yang mendorong
pembentukan batu ureter yaitu:
1. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine
2. pH urine abnormal rendah atau tinggi
3. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam urin
4. Sumbatan saluran kencing dengan stasis urine.
Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan
yaitu Retensi partikel urin, supersaturasi urine, dan kekurangan inhibitor kristalisasi
urin. Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kemih. Sedangkan
menurut Hidayat (2013) pembentukan batu disaluran kemih dipengaruhi oleh dua
faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen adalah faktor
genetik seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer, hiperoksaluria primer, sedangkan
faktor eksogen meliputi lingkungan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral
didalam air minum.
3. Klasifikasi
Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu
saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu:
1. Nefrolithiasis (batu di ginjal)
Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu didalam
pelvis atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan matriks organic
(Fauzi & Putra, 2016).
2. Ureterolithiasis (batu ureter)
Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan
oleh banyak faktor seperti, gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi
saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius,
Daniel Ardian Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).
3. Vesikolithiasis (batu kandung kemih).
Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung
kemih. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal
urine mengendap dikandung kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian
Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Ariani (2016), gejala yang mungkin muncul diantaranya sebagi
berikut:
1) Perubahan Warna Urine
Salah satu fungsi adalah mengalirkan air kencing atau urine,apabila ureter
manusia mengalami sumbatan, maka akan terjadi gangguan pada pembentukan
urin di ginjal, baik dari warna, bau, dan karakteristiknya. Hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam frekuensi buang air kecil. Mungkin
buang air kecil lebih sering dan lebih banyak dari pada biasanya dengan warna
urine yang pucat atau malah sebaliknya, buang air kecil dalam jumlah sedikit dari
biasanya dengan urine yang berwarna gelap.
2) Tubuh Mengalami Pembengkakan
Hal ini dapat menyebabkan gangguan aliran urin sehingga mengganggu fungsi
ginjal, maka saat ginjal tidak mampu lagi melakukan fungsinya akan diproduksi
cairan atau toksin ke dalam tubuh yang mengakibatkan pembengkakan terhadap
beberapa bagian tubuh, diantaranya di bagian kaki, pergelangan kaki, wajah, dan
tangan.
3) Tubuh Cepat Lelah
Hal tersebut menyebabkan tersumbat yang dapat mengganggu fungsi ginjal,
salah satunya adalah kemampuan memproduksi hormon erythropoietin yang
berfungsi memerintahkan tubuh untuk membuat oksigen yang membawa sel darah
merah. Ketika ginjal mengalami gangguan, maka ginjal tidak mampu memasok
hormon sesuai kebutuhan sehingga hal tersebut akan berdampak pada otot, otak,
dan tubuh yang akan merasa cepat lelah. Kondisi ini disebut juga anemia. Oleh
karena itu apa bila mengalami anemia yang berkelanjutan, berhati-hatilah karena
hal tersebut bisa saja merupakan gejala penyakit ginjal.
4) Bau Mulut
Penumpukan limbah dalam darah atau uremia karena adanya gangguan ginjal.
Hal tersebut dapat membuat rasa tidak enak dalam makanan dan bau mulut yang
tidak sedap.
5) Rasa Mual dan Ingin Muntah
Gejala penyakit saluran kemih yang lainnya adalah rasa mual berkelanjutan
dan selalu ingin muntah. Gejala ini muncul karena terjadi penumpukan limbah
dalam darah atau uremia.
6) Nyeri
Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter atau di
bawah. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu tersebut.
7) Demam dan Menggigil
Ketika mulai terjadi infeksi, tubuh akan menjadi demam dan menggigil. Suhu
badan akan naik serta tubuh penderita akan menggigil.
8) Hematuria
Hematuria ini disebabkan oleh iritasi dan cidera pada struktur ginjal disertai
pengkristalan atau batu.
9) Urine Encer
Terjadi obstruksi aliran pengenceran urine, karena kemampuan ginjal
memekatkan urine terganggu oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler
peritubulus.
10) Sakit Saat Buang Air Kecil
Di saat buang air kecil, pada saluran kencing akan terasa sangat nyeri dan
menyiksa.
5. Pathofisiologi
Batu uretra terbentuk dari batu yang tidak terlalu besar didorong oleh
peristaltic otot-otot sistem pelvikalises. Tenaga peristaltic mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil
(<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali
tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan
obstruksi kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter (Muttaqin,2014).
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran
kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,
batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik,
abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen
(Purnomo,2014).
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Ariani 2016) tes yang akan dilakukan tersebut yaitu:
1) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang harus dilakukan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Sedimen urine atau tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,
bakteri atau nitrit, dan pH urine.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
c. C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urine biasanya
dilakukan pada keadaan demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor resiko
metabolik.
f. Urinalisis.Warna : urine normal kekuningan-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuria pH : normal 4,6- 6,5 (rata-rata 6,0), urine 24 jam:
kreatinin, asamurat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin meningkat, culture
urine menunjukkan infeksi saluran kemih, BUN (Blood Urea Nitrogen)
hasil normal 5-20 mg/dl tujuan untuk mempelihatkan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi sisa yang bermitogren, kreatinin serum hasil normal
laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl, perempuan 0,70-1,25 mg/dl.
g. Darah lengkap. Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
h. Hormon Paratyroid
Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine. Hormon parathyroid mungkin meningkat bila
ada gagal ginjal atau PTH.
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Rontgen
Menurunkan adanya perubahan anatomik pada area ginjal dan dan
sepanjang ureter.
b. IVP (Intra Venous Pyelography)
Memberikan konfrimasi urolithiasis dengan cepat seperti penyebab
nyeri, abdominal, atau panggul. Selain itu juga menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik atau distensi ureter.
c. Sistoureterokopi
Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek
obstruksi.
d. USG Abdomen
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
7. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Indikasi untuk melakukan
tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan
obstruksi, infeksi atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena
batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu
yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Menurut Ariani (2016) batu dapat dikeluarkan dengan beberapa cara yaitu:
a) Ureterorenoskopi
Ureterorenoskopi merupakan salah satu prosedur pengangkatan
Ureterolithiasis dengan menggunakan sebuah alat yang disebut ureterorenoskop yang
dimasukkan ke ureter dan kandung kemih. Uretra adalah saluran terakhir untuk
keluarnya urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
b) Bedah terbuka
Di zaman modern seperti sekarang, prosedur ini sebenarnya sudah tergolong
jarang dan hanya dilakukan untuk mengangkat Ureterolithiasis yang berukuran sangat
besar. Sesuai Namanya bedah terbuka dilakukan dengan cara membuat sayatan pada
permukaan kulit dekat dengan ginjal dan ureter yang berfungsi sebagai akses bagi
dokter bedah untuk mengangkat Ureterolithiasis.
c) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy atau yang disingkat dengan ESWL ini
merupakan prosedur penghancuran Ureterolithiasis dengan menggunakan gelombang
energi. Batu dihancurkan agar sepihan-sepihannya dapat keluar dengan mudah.
d) PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Sementara Percutaneous Nephrolithotomy atau yang disingkat dengan PCLN
ini merupakan prosedur penghancuran Ureterolithiasis. Sayatan kecil dibuat oleh atas
permukaan kulit dekat ginjal, sehingga alat yang disebut nephroscope bisa masuk
untuk memecahkan dan mengangkat serpihan Ureterolithiasis.
8. Komplikasi
a. Obstruksi aliran urine yang menimbulkan penimbunan urine pada ureter
(Mulyanti, 2019) dan refluks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal
ginjal (Harmilah, 2020).
b. Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020).
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin
darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan
bisa mengakibatkan kematian (Haryadi,2020).
c. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
(Harmilah, 2020).
d. Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, Maulana, & Ghinowara,
2020).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Catatan masuk klien
b. Identitas klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, nomer rekam medis, alamat.
c. Identitas penaggung jawab klien
Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, alamat, dan hubungan
dengan klien.
d. Riwayat kesehatan :
1. Keluhan utama
2. Riwayat keperawatan sekarang
3. Riwayat keperawatan dahulu
4. Riwayat keperawatan keluarga
5. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
- Pemeriksaan kesadaran
- Tanda-tanda vital
- Pemeriksaan kepala
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan leher
- Pemeriksaan dada
- Pemeriksaan abdomen
- Pemeriksaan ekstrimitas
e. Pola fungsional gordon
1) Pola persepsi kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola latihan dan aktivitas
5) Pola istirahat dan tidur
6) Pola kognitif perseptual
7) Pola persepsi diri
8) Pola peran dan hubungan
9) Pola koping dan toleransi stress
10) Pola nilai dan keyakinan
11) Pola seksual dan reproduksi
f. Pemeriksaan diagnostik
g. Analisa data
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis (D.0077)
b. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur (D.0055)
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
agen cidera keperawatan selama 2x24 jam (I..08238)
biologis diharapkan rasa nyeri pada Observasi
pasien dapat berkurang dengan a. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas,
Kriteria intensitas nyeri
Awal Tujuan
Hasil b. Identifikasi faktor
Keluhan 2 5 yang memperberat
nyeri dan memperingan
Meringis 2 5 rasa nyeri
Kesulita 2 5 Terapeutik
n tidur a. Berikan teknik non-
Keterangan : farmakologis untuk
1 : Meningkat mengurangi rasa
2 : Cukup meningkat nyeri (relaksasi)
3 : Sedang b. Fasilitasi istrirahat
4 : Cukup menurun dan tidur
5 : Menurun Edukasi
a. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
b. Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
2. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
tidur b.d kurang keperawatan selama 2x24 jam (I.05174)
kontrol tidur diharapkan pola tidur pasien Observasi
kembali normal dengan kriteria - Identifikasi pola
hasil : aktiitas dan tidur
Pola Tidur (L.05045) - Identifikasi faktor
Kriteria pengganggu tidur
Awal Tujuan
Hasil Terapeutik
Keluhan 3 5 - Modifikasi
sulit lingkungan
tidur - Fasilitasi
Keluhan 3 5 menghilangkan
sering stress sebelum tidur
terjaga - Lakukan prosedur
Keluhan 3 5 untuk
istirahat meningkatkan
tidak kenyamanan
cukup Edukasi
- Jelaskan
Keterangan : pentingnya tidur
1 : Meningkat cukup selama sakit
2 : Cukup meningkat - Anjurkan
3 : Sedang menghindari
4 : Cukup menurun makanan/minuman
5 : Menurun yang mengganggu
tidur
- Ajarkan relaksasi
otot autogenik atau
cara
nonfarmakologi
lainnya.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan :
- Diagnosa 1 Nyeri akut
a. Melakukan pengkajian dengan mengobservasi tanda-tanda vital dan
keadaan umum
b. Mengidentifikasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala nyeri
c. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri secara mandiri
d. Mendukung istirahat dan tidur yang adekurat untuk membantu penurunan
nyeri
e. Memberikan penanganan non farmakologis
- Diagnosa 2 Gangguan Pola Tidur
a. Mengkaji masalah tidur pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur
b. Memberikan keadaan tempat tidur yang bersih, nyaman dan bantal yang
nyaman
c. Memberikan penkes tentang tidur
5. Evaluasi
S (Subjective) : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah
dilakukan Tindakan.
O (Objective) : Data berdasarkan hasil pengukuran / observasi langsung pasien
setelah dilakukan tindakan.
A (Analysis) : Masalah keperawatan yang terjadi akibat perubahan status klien
dalam data subjektif dan objektif.
P (Plan) : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, atau
dimodofikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2013). Buku Keperawatan Dasar Manusia. Surabaya:Salemba


Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. (2014). Asuhan Keperwatan Gangguan Sistem Perkemihan.
jakarta: Salemba Medikal.
Noegroho, Bambang S. (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih.
Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Primiano, A., Persichilli, S., Ferraro, P. M., Calvani, R., Biancolillo, A.,Marini, F., et al.
(2020). A Specific Urinary Amino Acid Profile Characterizes People with. Hindawi
Desease Markers.
Purnomo, B. (2014). Dasar – Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Beto.

Anda mungkin juga menyukai