Anda di halaman 1dari 43

Urolithiasis

FG 3
Kania Nurmala
Muhammad Iqbal
Nur Hanifah
Patmawati Laelasari
Riza Septiana
Outline
1. Anatomi Fisiologi ginjal
2. Definisi dan Etiologi Urolithiasis
3. Patofisiologi dan Pathway Urolithiasis
4. Manifestasi Klinis dan Komplikasi Urolithiasis
5. Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan
Medis Urolithiasis
6. Asuhan Keperawatan Urolithiasis
Anatomi Fisiologi

Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.
(Halaman: 188)
Fisiologi menurut Williams, L., & Hopper, P. (2011)

Sistem kemih terdiri dari dua ginjal dan dua ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal membentuk urin,
dan sistem lainnya membuang urin. Tujuan pembentukan urin adalah pembuangan produk limbah yang
berpotensi beracun dari darah; Namun, ginjal juga memiliki fungsi lain yang sama pentingnya
1. Regulasi tekanan darah, volume, dan komposisi dengan ekskresi atau konservasi air
2. Pengaturan keseimbangan elektrolit darah dengan ekskresi atau konservasi mineral
3. Regulasi keseimbangan asam-basa darah dengan ekskresi atau konservasi ion seperti hidrogen
atau bikarbonat
4. Pengaturan semua hal di atas dalam cairan jaringan
5. Produksi erythropoietin, yang kemudian merangsang produksi eritrosit di sumsum tulang
6. Aktivasi vitamin D yang menjaga kesehatan tulang
Definisi
02 Menurut Smeltzer (2010) urolitiasis adalah adanya batu
(kalkuli) di saluran kemih. Batu ini terbentuk ketika
kandungan urin sangat pekat nilai konsentrasinya baik
kandungan kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam
urat. Hal ini terkadang dikatakan jenuh tergantung jumlah
zat, kekuatan ionic dan pH urin.
Urolitiasis menurut Ignatavicius (2016) adalah adanya
kalkuli atau batu di saluran perkemihan manusia. Adanya
batu ini serigkali tidak menimbulkan tanda dan gejala
sampai batu ini masuk ke bagian bawah saluran kemih
dan menyebabkan rasa sakit yang sangat luar biasa.
Nefrolitiasis adalah pembentukan batu endapan di ginjal
sedangkan pembentukan batu di ureter disebut
uretrolitiasis.
Etiologi
02 Adapun penyebab urolitiasis bisa terjadi yaitu dikarenakan tubuh mengalami
kekurangan suatu zat yang mencegah itu terjadi. Smeltzer (2010)
menyatakan, batu ini biasa terbentuk bila ada kekurangan zat-zat yang
berfungsi untuk proses kristalisasi dalam urin seperti sitrat, magnesium,
neprokalcin, dan uropontin. Status volume cairan pasien adalah factor yang
memainkan peran dalam pembentukan batu dalam kata lain batu pada
ginjal cenderung lebih sering terbentuk ketika seseorang mengalami
dehidrasi.
Menurut Ignatavicius (2016), batu urologi disebabkan oleh banyak kondisi
dan kelainan, namun tepatnya mekanisme pembentukan batu tidak
sepenuhnya dipahami. Hal ini dikarenakan setiap orang mengeluarkan
Kristal dalam urin pada suatu waktu, tetapi kurang dari 10% orang
membentuk batu. Kebanyakan batu mengandung kalsium sebagai salah
satu bagian dari batu kompleks. Struvite 15%, asam urat 8%, dan sistin 3 %
lebih jarang komposisi batu
Manifestasi Klinik
Tanda gejala lainnya tergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema:

Batu di pelvis ginjal

1. Nyeri hebat di daerah costovertebral


2. Hematuria dan pyuria
3. Nyeri menjalar ke anterior dan kebawah menuju kandung kemih pada Wanita dan menuju testis
pada pria
4. Nyeri akut, mual, muntah, nyeri tekan pada area costovertebral (kolik ginjal)
5. Ketidaknyamanan perut
Kolik ureter (batu bersarang di ureter)

1. Nyeri akut, menyiksa, kolik, menjalar ke bawah paha


hingga alat kelamin
2. Sering berkeinginan untuk berkemih, tetapi urin yang
keluar sedikit biasanya mengandung darah karena
tindakan abrasive batu (dikenal sebagai kolik ureter)
Batu Bersarang di Kandung Kemih

1. Gejala iritasi yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih


dan hematuria

2. Retensi urin, jika batu menyumbat leher kandung kemih

3. Kemungkinan urosepsis jika terjadi infeksi dengan batu


Pembentukan Urine

Ada tiga proses pembentukan urine yang utama yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubular, dan
sekresi tubular. Ginjal mengatur konsentrasi air dan elektrolit dengan meningkatkan atau
menurunkan ekskresinya untuk menjaga stabilitas di dalam tubuh.

Untuk mempertahankan homeostasis melalui pembentukan urin. Tiga sisa metabolisme terpenting
yang dikelola ginjal adalah amonia, urea, dan asam urat. Williams, L., & Hopper, P. (2011).
Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.
(Halaman: 190)
Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.
(Halaman: 190)
Dengan bertambahnya usia, jumlah nefron di ginjal berkurang, seringkali menjadi setengah dari jumlah
aslinya pada usia 70 atau 80 tahun, Laju filtrasi glomerulus (GFR) juga menurun. Hal ini sebagian
diakibatkan oleh arteriosklerosis dan berkurangnya aliran darah ginjal. Kandung kemih mengecil
ukurannya, dan tonus otot detrusor menurun. Hal ini dapat mengakibatkan kebutuhan untuk buang air
kecil lebih sering atau sisa urine di kandung kemih setelah berkemih. Williams, L., & Hopper, P. (2011).
Williams, L., & Hopper, P. (2011). Understanding Medical Surgical Nursing; Fifth Edition. Philadelphia: F.A.
Davis Company. (Halaman 190)
PATOFISIOLOGI
Saluran kemih pasien batu kondusif untuk kristalisasi garam pembentuk batu,
karena peningkatan supersaturasi dan/atau berkurangnya aktivitas penghambat.
Pemicu lingkungan untuk pembentukan batu meliputi volume urin yang rendah,
Mg2+ urin yang rendah, Na+ urin tinggi, sulfat, dan fosfat (Pi), karena asupan
makanan. Faktor risiko metabolik termasuk Ca2+ urin yang tinggi (hiperkalsiuria
idiopatik), oksalat (hyperoxaluria), dan asam urat (hyperuricosuria), sitrat urin
rendah (hypocitraturia), dan pH tinggi atau rendah yang tidak normal (seperti
pada diatesis gout). Penurunan volume urin dan/atau peningkatan ion yang dapat
ikut serta dalam pembentukan batu (Ca2+, oksalat, Na+, sulfat, Pi) dapat
menyebabkan supersaturasi dan kristalisasi. Sitrat adalah penghambat kristalisasi
dan membangun kompleks dengan Ca2+ion, sehingga menghambat Ca2+
pembentukan batu
Biasanya, zat terlarut dalam urin, termasuk garam urin, diencerkan dan
mudah dikeluarkan dari tubuh. Kalkuli terbentuk ketika garam urin cukup
pekat untuk mengendap; garam sering mengumpul dan mengendap di sekitar
nukleus. Zat yang dapat berfungsi sebagai nukleus antara lain nanah, darah,
jaringan mati, kateter, dan kristal. Batu biasanya tumbuh di papila atau di
tubulus ginjal, kaliks, atau pelvis ginjal. Batu juga dapat terbentuk di ureter
atau kandung kemih. Namun, Batu kurang dari 5 mm mudah dikeluarkan
melalui urin.
Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.
(Halaman: 842)
Lammert, E., & Zeeb, M. (2014). Metabolism of Human Diseases; Organ Physiologi and Pathophysiologi. New
York: Springer (Halaman 352)
Lammert, E., & Zeeb, M. (2014). Metabolism of Human Diseases; Organ Physiologi and Pathophysiologi. New York:
Springer (Halamana: 362)
Obstruksi aliran urin dapat terjadi akibat penyempitan pada ureter atau uretra,
batu ginjal, tumor, atau pembesaran prostat. Karena sumbatan yang tidak teratasi,
urine kembali ke atas dan menggelembungkan ureter, lalu berlanjut ke ginjal

Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.
(Halaman: 846)
Komplikasi

Berdasarkan data asesmen, potensi komplikasi yang mungkin timbul antara lain sebagai
berikut:

● Infeksi dan sepsis (dari ISK dan pielonefritis)


● Obstruksi saluran kemih oleh batu atau edema disertai gagal ginjal akut selanjutnya
Pemeriksaan penunjang Urolithiasis
Urinalysis - darah,
protein, nitrit, dan
tingkat PH Pemeriksaan
Darah
Ureum, kreatinin, a.
Studi pencitraan asam urat, kalsium ion,
sodium dan nilai
● Rontgen ginjal, ureter dan kandung potassium
kemih (KUB)-60% batu bersifat radio-
opaque
● Computed Tomography (CT) non
kontras
● Ultrasound
● pyeologram /urogram intravena
Penatalaksanaan medis urolithiasis
1. Tindakan non bedah
➔ Untuk menghilangkan rasa sakit, diperlukan manajemen nyeri langsung yaitu terapi obat
diperlukan dalam 24 hingga 36 jam pertama saat nyeri paling berat. Analgesik opioid
digunakan untuk mengontrol rasa sakit parah yang disebabkan oleh batu disaluran
kemih dan dapat diberikan IV untuk menghilangkan rasa sakit dengan cepat
➔ Lithotripsy juga dikenal dengan shock wave litotripsy (SWL) penggunaan suara, laser atau gelombang kejut
kering untuk memecah batu menjadi pecahan kecil.

2. Prosedur bedah minimal invasive


Prosedur bedah invasive minimal (MIS) meliputi pemasangan stent, ureteroskopo, ureterolitotomi perkutan
dan nefrolitotomi perkutan.
➔ Pemasangan stent dilakukan dengan stent yang merupakan tabung kecil yang ditempatkan di ureter dengan
ureteroskopi. Fungsi stent ialah untuk melebarkan ureter dan memperbesar jalan untuk keluarnya batu.
➔ Ureteroskopi adalah prosedur endoskopi, uretroskop dilewatkan melalui uretra dan kandung kemih ke saluran
ureter.
➔ Ureterolitotomi perkutan dan nefrolitotomi perkutan ialah pengangkatan batu di ureter atau ginjal melalui kulit

3. Prosedur bedah terbuka


Ketika upaya mengeluarkan batu lainnya gagal atau beresiko terhadap ureter dan
ginjal dalam jangka waktu yang lama diperlukannya prosedur ureterolithotomy terbuka
( ke ureter), pyelolithotomy (ke dalam pelvis ginjal) atau
nefrolitotomi (ke ginjal) prosedur ini dapat dilakukan.
Asuhan Keperawatan
Urolithiasis
KASUS
Tn. Dedi, 78 thn, dirawat dengan keluhan berkemih. Keluhan nyeri di pinggang kiri sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha, dan perut bagian kiri atas. Pasien memiliki
kebiasaan minum-minuman bersoda dan jarang meminum air putih serta tidak diimbangi dengan kegiatan olah raga
rutin. Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi minuman beralkohol. Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada
pasien yaitu kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi
90x/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, suhu 36,20C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29 kg/m . Pada
pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok
costovertebrae angle sinistra (+). Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah
lengkap, kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan peningkatan kadar
leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin,
maupun asam urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit
5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0- 5/LPB). Klien disiapkan untuk ESWL. Paska ESWL warna
urine di bag klien merah, dipasang irigasi kateter dengan NaCl 0,9%. Klien mengeluh kesakitan. Hasil Analisa batu
oksalat.
A. 1Pengkajian
. Alasan Masuk Rumah Sakit
Nyeri di pinggang kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan menjalar ke paha, dan perut bagian kiri atas

2. Riwayat Penyakit
Tidak ada

3. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran compos mentis dengan GCS E4M5V6, penampilan tampak obesitas, tekanan
darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, suhu
36,20C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29 kg/m . Pada pemeriksaan palpasi regio flank
sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae
angle sinistra (+).
A. Pengkajian
Hasil Laboratorium:

kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl)

kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin lengkap ditemukan
warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-
11/LPB (0- 5/LPB).1. Pengkajian Komprehensif

a. Aktivitas/Istirahat
d. Makanan/ cairan
Riwayat aktivitas jarang olahraga
Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman bersoda dan jarang
b. Sirkulasi meminum air putih
Kulit hangat dan kemerahan e. Pernapasan
c. Eliminasi Pernapasan 24x/menit
Warna urine merah f. Gastrointestinal

pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+).


Data Focus
Data Subjectif Data Objectif
a) Pasien mengatakan sulit berkemih a) penampilan tampak obesitas,
b) Pasien mengatakan nyeri b) TD: 110/80 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24
kali/menit, S: 36,2°C.
P: Adanya obstruksi batu di ginjal c) Indeks Massa Tubuh (IMT) 29 kg/m .
Q: Nyeri seperti tertusuk d) Pada pemeriksaan palpasi regio flank
sinistra didapatkan tanda ballotement (+)
R: perut bagian kiri atas, menjalar ke paha
dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae
S: Skala nyeri 6 angle sinistra (+).
e) kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000-
T: 5-10 Menit
10.000/μl);
c) Pasien mengatakan memiliki kebiasaan f) urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel
minum-minuman bersoda dan jarang (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit
meminum air putih serta tidak diimbangi
dengan kegiatan olah raga rutin
5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit
10-11/LPB (0- 5/LPB).
B. Analisa Data

1. Diagnosa 1 : Nyeri Akut

Data Subajektif: Pasien mengeluh nyeri


R: perut bagian kiri atas, menjalar ke paha
P: Nyeri saat ditekan S: Skala nyeri 3
Q: Nyeri seperti tertusuk T: 5-10 Menit

Data Objektif:

Pasen tampak meringis kesakitan, TD: 110/80 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24 kali/menit, S: 36,2C. nyeri ketok
costovertebrae angle sinistra (+).

2. Diagnose 2: Gangguan Eliminasi Urine

Data Subjektif: pasien mengatakan sulit berkemih

Data Objektif: urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit
5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0- 5/LPB).
3. Diagnose 2 : Resiko Infeksi

Data Subjektif:

Data Objektif: TD: 110/80 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24 kali/menit, S: 36,2C . kadar leukosit 11.700/μl.
Terpasang irigasi kateter dengan NaCl 0,9%, urine tampak merah

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut

2. Gangguan Eliminasi Urine

3. Risiko Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Nursing . Philadelphia: Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Walkins.

Sharon L. Lewis, S. R. (2013 ). Medical-Surgical Nursing : Assessment And Management Of Clinical


Problems. Missiouri : Elsevier Mosby .

Smith, B. K. (2010). Introductary Medical- Surgical Nursing Edition 10. Philadephia : Wolters Kluwer
Health | Lippincott Williams & Wilkins.

Doenges, Marylinn E. (2012). Nursing care plan: guidelines for Planning and documenting patient care.
3rd ed. FA. Davis

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
Daftar Pustaka
Brady, A.M, McCabe, C, McCann, M. (2014). Medical Surgical Nursing: A Systems Approach. UK: Wiley
Blackwell

Dewitt, S.C, Stromberg. H.K, Dallred, C.V. (2017). Medical-Surgical-Nursing: Concepts and Practice. St
Louis, Missouri:Elsevier

Ignatavicius, Workman. (2016). Medical Surgical Nursing: Patient Centered Collaborative Care. Eight
edition. St. Louis, Missouri: Elsevier

Lammert, E. (2014). Metabolism of Human Diseases: Organ Physiology and Pathophysiology . New York:
Springer
DAFTAR PUSTAKA
deWit, S., Stomberg, H., & Dallred, C. V. (2017). edical-Surgical NursingConsep and Practice third edition. St. Louis ,
Missouri: Elsevier .

Lammert, E., & Zeeb, M. (2014). Metabolism of Human Diseases; Organ Physiologi and Pathophysiologi. New York:
Springer.

Story, L. (2018). Pathophysiologi a practical approach third edition. Burlington: Jones&Batlett Learning.

Williams, L., & Hopper, P. (2011). Understanding Medical Surgical Nursing; Fifth Edition. Philadelphia: F.A. Davis
Company.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai