BATU RENAL
DI RUANG 19 RSU dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Di Susun Sebagai Salah Satu Syarat Tugas Profesi Departemen Surgical
Oleh:
ASMAWATI FITRIANA J
NIM: 115070201111005
1. Kasus:
Batu Ginjal
2. Landasan Teori
A.
Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
Etiologi
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada
juga memudahkan
C.
Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah yang terbentuk
dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional mengatakan bahwa
konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat memicu terjadinya batu ginjal.
Namun, bukti-bukti terbaru malah menyatakan bahwa konsunsi kalsium dalam
jumlah sedikitlah yang memicu terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan
karena dengan sedikitnya kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap
tubuh semakin banyak. Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke urin.
Dalam urin, oksalat merupakan zat yang mudah membentuk endapan kalsium
oksalat. Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk dari struvit (magnesium,
ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium fosfat, dan sistin.
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea seperti
Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia. Bakteri ini
memecah urea menjadi ammonia yang pada akhirnya menurunkan
keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan
gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan
peningkatan asam urat dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme dan
renal tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.
D.
Patofisiologi
Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti:
pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi di
larutan urine akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan
organik akibat ISK atau utine statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu.
1) Proses perjalanan panyakit:
Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo
Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi
organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya
batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan
garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d.
sitrat
magnesium,
asam
mukopolisakarida
akan
Faktor etiologi:
3.
Teori nukleasi
Teori matriks
Penghambatan kristalisasi
obstruksi
Pembedahan
Post operasi
Kurang informasi
Hydronefrosis
Kesalahan
interpretasi
Resiko
kurang
Hambatan
Defisit
Defisit
Reflek
Terputusnya
Fungsi
muskuloskeletal Ansietas
volume
cairan
Mual
muntah
mobilitas
fisik
perawatan
diri
Mendesak
lambung
renointestinal
pengetahuan
kontinuitas
jaringan
Pembatasan
gerakTirah baring
Nyeri
akut
belum pulih
E.
Manifestasi Klinis
Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan system piala
ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai
menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus.
Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala umum secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal: sedangkan yang lain menyebabkan nyeri
yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita mendekati
kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak
menjadi akut, disertai nyeri tekan ke seluruh area kostovertebral, dan muncul
mual dan muntah, maka pasien mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak
nyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex
renointestinal dan proktimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus
besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa ingin
berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasif batu. Kolompok gejala ini disebut kolik ureteral.
Umumnya pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm
secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat
atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi
dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu
menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retnsi urin.Jika
infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius,
disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien batu kandung
kemih adalah :
a) Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.
b) Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
c) Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
d) EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
e) Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
f) IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan
penebalan abnormal otot kandung kemih.
g) Vesikolitektomi ( sectio alta )
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
h) Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dg gelombang kejut.
i) Pielogram retrograde
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dg studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi
intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dg urine dalam 24
jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume
total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta
adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di
dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya
batu kandung kemih pada klien.
G. Penatalaksanaan
Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar dengan
sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran lebih dari 6 mm
memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang berukuran kecil yang
tidak menimbulkan gejala, dapat diobservasi selama 30 hari untuk melihat
apakah dapat keluar dengan sendirinya sebelum diputuskan untuk dilakukan
intervensi bedah. Tindakan bedah yang cepat, perlu dilakukan pada pasien yang
hanya mempunyai satu ginjal, nyeri yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang
terinfeksi yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena batu
ginjal adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau dilaudid. Namun
standar saat ini untuk menghilangkan nyeri akut karena batu ginjal adalah
penyuntikan ketorolak melalui pembuluh darah.
Intervensi bedah
a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini menggunakan
getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar sehingga batu menjadi
serpihan kecil yang pada akhirnya dapat keluar dengan sendirinya.
b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat dilakukan
pada batu ginjal yang besar atau yang mengalami komplikasi atau untuk batu
yang tidak berhasil dikeluarkan dengan cara ESWL.
H.
Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat menimbulkan
infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul
gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.
I.
Pencegahan
1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5 liter
2)
3)
4)
5)
per hari
Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan
allopurinol tergantung dari jenis batunya.
natrium
bikarbonat
aluporinol,
fosfat,
tiazid,
menyebabkan iskemia/nekrosis.
Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan
darah
lengkap:
SDP
meningkat
menunjukkan
infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong
j)
presitipasi
pemadatan
atau
anemia,
perdarahan
disfungsi/gagal ginjal).
Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi
pajanan
2.
Diagnosa
keperawatan
Perubahan eliminasi
urine berhubungan
dengan
obstruksi
bedah, tekanan dan
mitasi kateter/ badan
Resiko
tinggi
terhadap
kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan
kesulitan
mengontrol
perdarahan,
pembatasan
praoperasi
NOC :
Fluid balance
3.
Resiko
tinggi
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan
trauma
jaringan
sekunder
terhadap: presedur
bedah, presedur alat
invasive, alat selama
pembedahan
kateter,
irigasi
kandung kemih.
NOC
NIC :
1. Immune status
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Knowledge: infection control
Rasional: Mengobservasi adanya infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dorong masukan nutrisi yang cukup
1x24 jam tidak terjadi infeksi dan
Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh pasien
3.
Pertahankan teknik aseptik
meningkatkan status imun
Rasional: Mencegah transmisi silang mikroorganisme
4.
Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
Kriteria Hasil :
Rasional: Mencegah penularan infeksi
Tanda-tanda vital dalam keadaan normal
5. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
Pasien bebas dari tanda dan gejala
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
4.
Nyeri berhubungan
dengan
iritasi
mukosa
kandung
kemih,
reflek
spasme
otot:
NIC:Pain Managament
1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
(P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah dan
selama 3X24 jam nyeri berkurang
penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang
Kriteria Hasil:
dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
5.
Ansietas
NOC: Anxiety self control, coping
berhubungan
dengan perubahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi
status kesehatan
Kriteria Hasil:
Rasional : mengetahui
skala nyeri yang dirasakan
pasien
kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
Rasional : memberikan kenyamanan bagi pasien
ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik
relaksasi nafas dalam
Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan
pasien
tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen energi pasien
evaluasi keefektifan control nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme
buli-buli
Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasional : Menghilangkan spasme
Defisiensi
NOC :
Knowledge : disease proses
pengetahuan
Knowledge : health behavior
berhubungan
dengan kurangnya
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
pajanan
selama 1X24 jam klien mengetahui
pengetahuan
atau
informasi tetntang penyakitnya.
informasi.
Kriteria Hasil :
- pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program
pengobatan
- pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
telah dijelaskan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. EGC.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:
EGC.