Anda di halaman 1dari 20

1.

Landasan Teori
A. Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius.
Batu terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan status
cairan klien (batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner &
Suddarth 2017).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral,
paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal
lain juga membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk
dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan
pada pelvis dan kalik ginjal.(Marilynn E,Doenges 2018).

B. Penyebab
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada
beberapa macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal,
antara lain : renal tubular acidosis dan medullary sponge kidney. Secara
epidemiologi terdapat dua factor yang mempermudah/ mempengaruhi
terjadinya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor ini
adalah faktor intrinsik, yang merupakan keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dan
lingkungandisekitarnya.

1) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :


a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada
usia 30 - 50 tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya. Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat
terkena penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana
dalam vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang
tinggi akan memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu
pula dengan konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D
menyebabkan absorbs kalsium dalam usus meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
disbanding dengan pasien perempuan.
2) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat
meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat,
dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.

3) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :


a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada
usia 30 - 50 tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya. Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat
terkena penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana
dalam vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang
tinggi akan memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu
pula dengan konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D
menyebabkan absorbs kalsium dalam usus meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
disbanding dengan pasien perempuan.
4) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat
meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat,
dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim
panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung
mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3
(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga
insiden batu saluran kemih akan meningkat.
d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )
e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga
dapat menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.

f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu


saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah ston belt (sabuk batu).

C. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih

Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah


yang terbentuk dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional
mengatakan bahwa konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat
memicu terjadinya batu ginjal. Namun, bukti-bukti terbaru malah
menyatakan bahwa konsunsi kalsium dalam jumlah sedikitlah yang
memicu terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan karena dengan
sedikitnya kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap tubuh
semakin banyak. Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke
urin. Dalam urin, oksalat merupakan zat yang mudah membentuk
endapan kalsium oksalat. Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk
dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium
fosfat, dan sistin.
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea seperti
Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia. Bakteri
ini memecah urea menjadi ammonia yang pada akhirnya menurunkan
keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan
gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan
peningkatan asam urat dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme
dan renal tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.

D. Patofisiologi
Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar,
seperti: pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat. Peningkatan
konsentrasi di larutan urine akibat intake cairan rendah dan juga
peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau utine statis, mensajikan
sarang untuk pembentukan batu.
1) Proses perjalanan panyakit:
Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori
(Prof.dr.Arjatmo Tjokronegoro, phd.dkk,2019) antara lain:
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya
substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine
seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi
dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,
santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam- garam
fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida
akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

E. Manifestasi Klinis

Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung


pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran
urine, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
system piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis
yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu
yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala
umum secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal: sedangkan
yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan
terus menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan ke seluruh area
kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien mengalami
episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan abdominal dapat terjadi.
Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan proktimitas
anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang
luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kolompok gejala ini
disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu dengan
diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari
1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat
atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria.
Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi
retnsi urin.Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini
jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien
( Brunner&Suddarth 2017).
F. Komplikasi

Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat


meimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak
ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh
lebih parah.
G. Pencegahan
1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5
liter per hari
2) Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
3) Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
4) Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
5) Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan
allopurinol tergantung dari jenis batunya.

H. Penatalaksanaan

Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar


dengan sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran lebih
dari 6 mm memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang
berukuran kecil yang tidak menimbulkan gejala, dapat diobservasi selama
30 hari untuk melihat apakah dapat keluar dengan sendirinya sebelum
diputuskan untuk dilakukan intervensi bedah. Tindakan bedah yang cepat,
perlu dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai satu ginjal, nyeri
yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian.
Penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena batu
ginjal adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau dilaudid.
Namun standar saat ini untuk menghilangkan nyeri akut karena batu ginjal
adalah penyuntikan ketorolak melalui pembuluh darah.

Intervensi bedah
a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini
menggunakan getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar
sehingga batu menjadi serpihan kecil yang pada akhirnya dapat keluar
dengan sendirinya.
b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat
dilakukan pada batu ginjal yang besar atau yang mengalami
komplikasi atau untuk batu yang tidak berhasil dikeluarkan dengan
cara ESWL.
I. Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
keperawatan
1. Perubahan eliminasi NOC : urinary elimination NIC : urinary retention care
urine berhubungan Urinary continence 1. monitor intake dan output
dengan obstruksi Rasional: mengetahui keseimbangan cairan
bedah, tekanan dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2. instruksikan pada keluarga pasien untuk
mitasi kateter/ badan selama 3X24 jam perubahan eliminasi memonitor output urin
urin dapat teratasi Rasional : sebagai acuan pemberian terapi cairan
selanjutnya
Kriteria Hasil : 3. sediakan privacy untuk elimasi
- kandung kemih kosong secara Rasional : memberikan privasi pada pasien
penuh 4. kateterisasi jika perlu
- tidak ada residu urin > 100-200cc Rasional : memudahkan pasien untuk eliminasi
- bebas dari ISK 5. stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin
- tidak ada spasme bladder pada abdomen
- balance cairan seimbang Rasional : merangsang pasien untuk berkemih
2. Resiko tinggi NOC : NIC : Fluid management
terhadap kekurangan Fluid balance 1. Monitor tanda-tanda vital klien Rasional:
volume cairan TTV untuk mengetahui adanya
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan keabnormalitasan pada tubuh klien
kesulitan mengontrol selama 3x24 jam volume cairan klien 2. Pasang kateter urin sesuai indikasi
perdarahan, akan seimbang dengan kebutuhan cairan Rasional: Kateter urin untuk menghitung haluaran
pembatasan pra- klien cairan dan melakukan analisa urin
operasi 3. Monitor status hidrasi klien
Kriteria Hasil : Rasional: Status hidrasi yang buruk mengindikasikan
- Tekanan darah dalam rentang normal adanya kekurangan tubuh yang bermakna dan dapat
- Integritas kulit baik membahayakan klien
- Membran mukosa lembab 4. Beri terapi cairan sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan yang sesuai akan membantu
mengurangi keparahan dari kondisi klien
5. Monitor respon hemodinamik
Rasional: Menganalisis status hemodinamik untuk
mendeteksi secara dini adanya kelainan pada tubuh
klien
Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk
menjaga keseimbangan cairan tubuh klien Rasional:
Pemberian obat untuk menjaga agar kelebihan
haluaran cairan dapat diminimalkan.
4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa kandung Setelah dilakukan asuhan keperawatan (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas,
kemih, reflek spasme selama 3X24 jam nyeri berkurang R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat
otot: presedur bedah Kriteria Hasil: nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
atau tekanan dari - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu Rasional : mengetahui skala nyeri yang
balon kandung penyebab nyeri dan mampu dirasakan pasien
kemih. menggunakan teknik nonfarmakologi 2. kontrol lingkungan pasien yang dapat
untuk mengurangi nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Mampu mengenali nyeri (skala, pencahayaan, dan kebisingan
intensitas, frekuensi) Rasional : memberikan kenyamanan bagi pasien
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti
berkurang teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen energi pasien
5. evaluasi keefektifan control nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan resiko distensi /
spasme buli-buli
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasional : Menghilangkan spasme
5. Ansietas NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction
berhubungan dengan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status Setelah dilakukan asuhan keperawatan Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien
kesehatan selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi 2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang
dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil: Rasional : menurunkan rasa cemas pasien
- Pasien mampu mengidentifikasi dan 3. dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan gejala cemas Rasional : memberikan penghargaan pada pasien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 4. identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol Rasional : mengetahui tingkat cemas yang
cemas dirasakan pasien
- Vital sign dalam batas normal 5. instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Rasional : mengurangi rasa cemas pasien
6. Defisiensi NOC : NIC : teaching : disease proses
pengetahuan Knowledge : disease proses 1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
berhubungan dengan Knowledge : health behavior pasien tentang proses penyakit yang spesifik
kurangnya pajanan Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan
pengetahuan atau Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien
informasi. selama 1X24 jam klien mengetahui 2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa
informasi tetntang penyakitnya. muncul pada penyakit
Rasional : Pasien dan keluarga mengetahui
Kriteria Hasil : tentang tanda dan gejala dari penyakit yang
- pasien dan keluarga menyatakan dialami
pemahaman tentang penyakit, 3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang
kondisi, prognosis, dan program tepat
pengobatan Rasional : pasien dan keluarga mengetahui
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Djoerban. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Gale, Daniele. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran. EGC.

Price & Wilson. 2018. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2019. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai